Anda di halaman 1dari 21

TUGAS REFERAT STASE THT SINUSITIS

DiajukanOleh: Bryan Arief Aji Rudita Hanri Martonggo Dian Handini Imam Khoirul Fajri Sasminto J 500090027 J 500090081 J 500090115 J 500090090 J 500090028

Pembimbing dr. Made Jeren, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT RSUD Dr. HARJONO PONOROGO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis maksila paling sering ditemukan. Hal ini disebabkan sinus maksila merupakan sinus paranasalis terbesar yang apabila mengalami infeksi akan lebih jelas menimbulkan gangguan. Sinusitis mengenai sekitar 16% populasi dewasa di Amerika Serikat, yang menyebabkan biaya kesehatan sejumlah 5,8 milyar dollar Amerika pada tahun 1996. Mayoritas pasien datang ke unit pelayanan kesehatan primer yaitu sebanyak 18 juta kunjungan per tahun. Derajat gangguan aktivitas yang ditimbulkan sangat mendasar dan sebanding dengan penyakit kronik lainnya seperti penyakit paru obstruktif kronis, angina dan nyeri punggung.1 Komplikasi akibat sinus paranasal sangat bervariasi, baik lokal, intra orbital maupun intrakranial. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah penyakit yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Diperkirakan bahwa 1 dari 5 pasien mengalami komplikasi sinusitis sebelum era antibiotik.2,3 Pada era antibiotik saat ini 17% dari penderita dengan selulitis orbita meninggal karena meningitis dan 20% mengalami kebutaaan.4 Komplikasi intrakranial sinusitis jarang terjadi pada era antibiotik dimana angka kejadiannya sekitar 4% pada pasien yang dirawat dengan sinusitis akut atau kronik. Meskipun jarang, komplikasi ini dapat mengancam jiwa akibat komplikasi dari meningitis, epidural empiema serta abses, trombosis sinus kavernosus, dan abses serebri.5

1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah unutk memahami mengenai anatomi dan fisiologi sinus paranasal, definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, diagnosis, pentalaksanaan dan komplikasi sinusitis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.6,7 Rhinitis dan sinusitis biasanya terjadi bersamaan dan saling terkait pada kebanyakan individu, sehingga terminologi yang digunakan saat ini adalah rinosinusitis. Rinosinusitis (termasuk polip nasi) didefinisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai adanya dua atau lebih gejala, salah satunya harus termasuk sumbatan hidung/ obstruksi nasi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior) nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah penurunan/ hilangnya penghidu dan salah satu dari Temuan nasoendoskopi: o Polip dan atau o Sekret mukopurulen dari meatus medius dan atau o Edema/ obstruksi mukosa di meatus medius dan atau Gambaran tomografi komputer: o Perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan atau sinus.8

2.2 Anatomi Rongga Hidung dan Sinus Paranasal Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, yaitu sinus frontal, sinus etmoid, sinus maksila, dan sinus sfenoid. Sinus-sinus ini pada dasarnya adalah ronggarongga udara yang berlapis mukosa di dalam tulang wajah dan tengkorak. Pembentukannya dimulai sejak dalam kandungan, akan tetapi hanya ditemukan dua sinus ketika baru lahir yaitu sinus maksila dan etmoid.9 Sinus frontal mulai berkembang dari sinus etmoid anterior pada usia sekitar 8 tahun dan menjadi penting secara klinis menjelang usia 13 tahun, terus berkembang hingga usia 25 tahun. Pada sekitar 20% populasi, sinus frontal tidak ditemukan atau rudimenter, dan tidak memiliki makna klinis. Sinus sfenoidalis mulai mengalami pneumatisasi

sekitar usia 8 hingga 10 tahun dan terus berkembang hingga akhir usia belasan atau dua puluhan.6 Dinding lateral nasal mulai sebagai struktur rata yang belum berdiferensiasi. Pertumbuhan pertama yaitu pembentukan maxilloturbinal yang kemudian akan menjadi kokha inferior. Selanjutnya, pembentukan ethmoturbinal, yang akan menjadi konka media, superior dan supreme dengan cara terbagi menjadi ethmoturbinal pertama dan kedua. Pertumbuhan ini diikuti pertumbuhan sel-sel ager nasi, prosesus uncinatus, dan infundibulum etmoid. Sinus-sinus kemudian mulai berkembang. Rangkaian rongga, depresi, ostium dan prosesus yang dihasilkan merupakan struktur yang kompleks yang perlu dipahami secara detail dalam penanganan sinusitis, terutama sebelum tindakan bedah.9 Tulangtulang pembentuk dinding lateral hidung dijelaskan dalam gambar 1.10

Gambar 1. Tulang-tulang pembentuk dinding lateral hidung (1. Nasal; 2. Frontal; 3. Etmoid; 4. Sfenoid; 5. Maksila; 6. Prosesus palatina horizontal; 7. Konka superior (etmoid); 8. Konka media (etmoid); 9. Konka inferior; 10. Foramene sfenopalatina; 11. Lempeng pterigoid media; 13. Hamulus pterigoid media)10 Dari struktur di atas, dapat dilihat atap kavum nasi dibentuk oleh tulangtulang nasal, frontal, etmoid, sfenoid dan dasar kavum nasi dibentuk oleh maksila dan prosesus palatina, palatina dan prosesus horizontal. Gambar 1 menunjukkan anatomi tulang-tulang pembentuk dinding nasal bagian lateral. Tiga hingga empat konka menonjol dari tulang etmoid, konka supreme, superior, dan media. Konka inferior dipertimbangkan sebagai struktur independen.10 Masing-masing struktur

ini melingkupi ruang di baliknya di bagian lateral yang disebut meatus, seperti terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Meatus pada dinding lateral hidung10 Sebuah lapisan tulang kecil menonjol dari tulang etmoid yang menutupi muara sinus maksila di sebelah lateral dan membentuk sebuah jalur di belakang konka media. Bagian tulang kecil ini dikenal sebagai prosesus unsinatus.9 Jika konka media diangkat, maka akan tampak hiatus semilunaris dan bulla etmoid seperti tampak pada gambar 3. Dinding lateral nasal bagian superior terdiri dari sel-sel sinus etmoid yang ke arah lateral berbatasan dengan epitel olfaktori dan lamina kribrosa yang halus. Superoanterior dari sel-sel etmoid terdapat sinus frontal. Aspek postero-superior dari dinding lateral nasal merupakan dinding anterior dari sinus sfenoid yang terletak di bawah sela tursika dan sinus kavernosa.10

Gambar 3. Struktur di balik konka10

Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari mukosa ke daerah yang berbeda dalam kavum nasi seperti terlihat dalam gambar 4. Aliran sekresi sinus sfenoid menuju resesus sfenoetmoid, sinus frontal menuju infundibulum meatus media, sinus etmoid anterior \menuju meatus media, sinus

etmoid media menuju bulla etmoid dan sinus maksila menuju meatus media. Struktur lain yang mengalirkan sekresi ke kavum nasi adalah duktus nasolakrimalis yang berada kavum nasi bagian anterior.10

Gambar 4. Aliran sekresi sinus10

2.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi sinusitis

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat Virus (Rhinovirus, Virus influenza dll.) Bakteri (Pneumococcus, Streptococcus pneumoniae dll.) Jamur (Phaeohyphomycosis, Pseudallescheria dll.) bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil. Faktor lokal seperti anomali kraniofasial, obstruksi nasal, trauma, polip hidung, deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan komplek osteomeatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, juga dapat menjadi faktor predisposisi sinusistis. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab terjadinya sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan

rinosinositisnya. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah polusi udara, udara dingan dan kering serta kebiasaan merokok.7,11

2.4 Klasifikasi Sinusitis Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm):8 - Ringan = VAS 0-3 - Sedang = VAS >3-7

- Berat= VAS >7-10 Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS jawaban dari pertanyaan: Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis saudara? _______________________________________________________________ Tidak mengganggu 10 cm Gangguan terburuk yang masuk akal

Nilai VAS > 5 mempengaruhi kulaitas hidup pasien Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan menjadi:8 Akut < 12 minggu Resolusi komplit gejala Kronik > 12 minggu Tanpa resolusi gejala komplit Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut Rinosinusitis kronik tanpa bedah sinus sebelumnya terbagi menjadi subgrup yang didasarkan atas temuan endoskopi, yaitu:8 1. Rinosinusitis kronik dengan polip nasal Polip bilateral, terlihat secara endopskopi di meatus media 2. Rinosinusitis kronik tanpa polip nasal Tidak ada polip yang terlihat di meatus media, jika perlu setelah penggunaan dekongestan.8

2.5 Patogenesis Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar di dalam kompleks osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. 7 Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi

didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.7

Gambar 5. Patogenesis Sinusitis12

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.13 Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini, yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan :13 1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa. 2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan epitel.

3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum. 4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari. 5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang.13 Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi : (1) Melalui suatu tromboflebitis dari vena yang perforasi; (2) Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik; (3) Dengan terjadinya defek; dan (4) melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia. Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus secara limfatik.13 2.6 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan beratnya penyakit, sinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan berat sesuai dengan klasifikasi EPOS. Sedangkan berdasarkan lamanya penyakit sinusitis dibagi menjadi akut dan kronik. Berdasarkan EPOS yang dikatakan akut adalah bila gejala berlangsung <12 minggu, sedangkan kronik bila gejala berlangsung >12 minggu termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut.7,8 2.6.1 Sinusitis Akut Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella

catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari.14 Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri , yang bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. 7 Dari anamnesis didapatkan keluhan utama sinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang sering sekali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat juga disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena, merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga dirasakan di tempat lain (reffered pain). Nyeri pipi, gigi, dahi dan depan telinga menandakan sinusitis maksila. Nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata dan pelipis menandakan sinusitis etmoid. Nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.7,8 Gejala sugestif untuk menegakkan diagnosis terlihat pada tabel 1. Gejala yang berat dapat menyebabkan beberapa komplikasi, dan pasien tidak seharusnya menunggu sampai 5-7 hari sebelum mendapatkan pengobatan.14 Tabel 1. Gejala Mayor dan Minor pada Diagnosis Sinusitis Akut3 Gejala Mayor Nyeri atau rasa tertekan pada muka Kebas atau rasa penuh pada muka Obstruksi hidung Sekret hidung yang purulen, post nasal drip Gejala Minor Sakit kepala Demam (pada sinusitis kronik) Halitosis Kelelahan

10

Hiposmia atau anosmia Demam (hanya pada rinosinusitis akut)

Sakit gigi Batuk Nyeri, rasa tertekan atau rasa penuh pada telinga

Diagnosis ditegakkan dengan dua gejala mayor atau satu gejala minor ditambah dengan dua gejala minor.3 Pada rinoskopi anterior tampak pus keluar dari meatus superior atau nanah di meatus medius pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior, sedangkan pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid tampak pus di meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.7 Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters, PA dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.7

Gambar 6. Pemeriksaan Radiologi untuk Sinus Paranasal15 Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan

mengambil sekret dari meatus medius atau meatus superior. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. Dalam interpretasi biakan hidung, harus hati-hati, karena mungkin saja biakan dari sinus maksilaris dapat dianggap benar, namun pus tersebut berlokasi dalam suatu rongga tulang. Sebaiknya biakan dari hidung depan, akan mengungkapkan organisme dalam

11

vestibulum nasi termasuk flora normal seperti Staphilococcus dan beberapa kokus gram positif yang tidak ada kaitannya dengan bakteri yang dapat menimbulkan sinusitis. Oleh karena itu, biakan bakteri yang diambil dari hidung bagian depan hanya sedikit bernilai dalam interpretasi bakteri dalam sinus maksilaris, bahkan mungkin memberi informasi yang salah. Suatu biakan dari bagian posterior hidung atau nasofaring akan jauh lebih akurat, namun secara teknis sangat sulit diambil. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. 6,7

1. Sinusitis Maksilaris Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.7 Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari meatus media, atau pus atau sekret mukopurulen dalam nasofaring. Sinus maksilaris terasa nyeri pada palpasi dan perkusi. Transluminasi berkurang bila sinus penuh cairan. Pada pemeriksaan radiologik foto polos posisi waters dan PA, gambaran sinusitis maksilaris akut mula-mula berupa penebalan mukosa, selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak hebat, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus. Akhirnya terbentuk gambaran air-fluid level yang khas akibat akumulasi pus.6 2. Sinusitis Etmoidalis Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis,

12

post nasal drip dan sumbatan hidung. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada pangkal hidung.6,7 3. Sinusitis Frontalis Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi merupakan tanda patognomonik pada sinusitis frontalis.7 4. Sinusitis Sfenoidalis Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan oleh
6

karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya. 2.6.2 Sinusitis Kronis Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut; namun diluar masa itu, gejala berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang seringkali mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.6,7,13 Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya yang menonjol. Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering mengalami hiposmia dan lebih sedikit mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan daripada yang tidak memiliki polip nasi. Bakteri yang memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih kontroversial. Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa.13, 14

13

2.7 Penatalaksanaan 2.7.1 Sinusitis Akut Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif akut. Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif. Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin. Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi eritromicin dan dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide.16 Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena dapat menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik karena selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab sinusitis, kemampuan menembus sawar darah otaknya juga baik.16 Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan metronidazole atau klindamisin. Klindamisin dapat menembus cairan

serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan predisposisi alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga dilakukan untuk mengurangi nyeri.16

14

Onset tiba-tiba dari 2 atau lebih gejala, salah sa tunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung anterior/ posterior; nyeri/ rasa tertekan di wajah; Penghidu terganggu/ hilang Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan

Keadaan yang harus segera di rujuk/ dirawat Edema periorbita Pendorongan letak bola mata Penglihatan ganda Oftalmoplegi Penurunan visus Nyeri frontal unilateral atau bilateral Bengkak daerah frontal Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis

Gejala kurang dari 5 hari atau membaik setelahnya

Gejala menetap atau memburuk setelah 5 hari

Common cold

Sedang

Berat

Pengobatan simtomatik

Steroid topikal

Antibiotik + steroid topikal

Tidak ada perbaikan setelah 14 hari

Perbaikan dalam 48 jam

Tidak ada perbaikan dalam 48 jam

Rujuk ke dokter spesialis

Teruskan terapi untuk 7-14 hari

Rujuk ke spesialis

dokter

Gambar 7. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 20078 Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah nasoantrostomi atau pembentukan fenestra nasoantral. Ekmoidektomi dilakukan pada sinusitis etmoidalis. Frontoetmoidektomi eksternal dilakukan pada sinusitis frontalis. Eksplorasi sfenoid dilakukan pada sinusitis sfenoidalis. Pembedahan sinus endoskopik merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung dan ostium sinus normal bagi ahli bedah, teknik ini menjadi populer akhir-akhir ini6.

15

2.7.2 Sinusitis Kronis


2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung anterior/ posterior; nyeri/ rasa tertekan di wajah; Penghidu terganggu/ hilang Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan Pikirkan diagnosis lain : Gejala unilateral Perdarahan Krusta Gangguan penciuman Gejala Orbita Edema Periorbita Pendorongan letak bola mata Penglihatan ganda Oftalmoplegi Nyeri kepala bagian frontal yang berat Bengkak daerah frontal Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis fokal

Tersedia Endoskopi

Polip

Tidak ada polip

Endoskopi tidak tersedia

Investigasi dan intervensi secepatnya

Ikuti skema polip hidung Dokter Spesialis THT

Ikuti skema Rinosinusitis kronik Dokter Spesialis THT

Pemeriksaan Rinoskopi Anterior Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan

Rujuk Dokter Spesialis THT jika Operasi Dipertimbangkan

Steroid topikal Cuci hidung Antihistamin jika alergi

Reevaluasi setelah 4 minggu

Perbaikan

Tidak ada perbaikan

Lanjutkan terapi

Rujuk spesialis THT

Gambar 8. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis non THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 20078

16

2.8

Komplikasi Sinusitis Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat jalan.

Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang kecuali jika ada komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak diketahui secara pasti, insiden dari komplikasi sinusitis diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi menemukan bahwa insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan, studi lain menemukan bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami komplikasi dari sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan oleh penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya. Penyebaraan yang tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang mengalami kontaminasi.17 Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain :17 1. Komplikasi lokal a) b) 2. Mukokel Osteomielitis (Potts puffy tumor)

Komplikasi orbital a) b) c) d) Inflamatori edema Abses orbital Abses subperiosteal Trombosis sinus cavernosus.

3.

Komplikasi intrakranial a) b) Meningitis Abses Subperiosteal

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.7 CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik atau berkomplikasi.6

17

2.9 Komplikasi Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksilaris. Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi rahang atas (dentogen), trauma, reaksi atopik, lingkungan kotor, sepsis gigi dan variasi anatomi. Pengobatan lokal dengan inhalasi, pungsi percobaan dan pencucian. Pengobatan konservatif dengan antibiotik selama 10 hari, dekongestan lokal dan sistemik, Jika gagal dapat dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional. Komplikasi berupa komplikasi lokal, orbital, intracranial dan sistemik.

18

BAB III KESIMPULAN

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Rinitis dan sinusitis biasanya terjadi bersamaan dan saling terkait pada kebanyakan individu, sehingga terminologi yang digunakan saat ini adalah rinosinusitis. Sinusitis dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi rahang atas (dentogen), trauma, reaksi atopik, lingkungan kotor, sepsis gigi dan variasi anatomi. Pengobatan lokal dengan inhalasi, pungsi percobaan dan pencucian. Komplikasi akibat sinus paranasal sangat bervariasi, baik lokal, intra orbital maupun intra kranial. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah penyakit yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain komplikasi lokal, orbital dan intrakranial. Komplikasi lokal antara lain mukokel dan osteomielitis (Potts puffy tumor). Komplikasi orbital adalah inflamatori edema, abses orbital dan trombosis sinus cavernosus. Komplikasi intrakranial antara lain meningitis dan abses subperiosteal

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Leung, Katial. The Diagnosis and Management of Acute and Chronic Sinusitis. 2008 2. Soh, dr. Kevin. Orbital Complication of Sinogenic Origin : A case study of 20 patients. Worlds Article in Ear,Nose and Throat. USA. 2010 3. Mekhitarian Neto, et al. Acute Sinusitis in Children- a Retrospective Study of Orbital Complication. Article of Otorhinolaryngology. Vol.73. No.1. Sao Paulo.2007 4. Rianil A. Selulitis Orbita Sebagai Komplikasi Sinusitis. Jakarta : Bagian THT FKUI/ RSUPNCM. 1998. 5. Brook I. Microbiology and Antimicrobial Treatment of Orbital and Intracranial Complication of Sinusitis in Children and Their Management. USA : IJPO 73. 2009; page 1183-6 6. Hilgher PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: Adams, Boies, Higler. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. hal 240-53 7. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2007; hal 170-3 8. Fokkens W, Lund V, Mullol J. European Position Paper on Nasal Polyps. 2007 9. Quinn FB. Paranasal Sinus Anatomy and Function. 09 Januari 2009.Diunduh dari http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Paranasal-Sinus-2002-01/Paranasalsinus-2002-01.htm. 10. Norman W. Nasal Cavity, Paranasal Sinuses, Maxillary Division of Trigeminal Nerve. 1999. Diunduh dari http://home.comcast.net/~wnor/lesson9.htm. 11. Naclerio R, Gungor A. Etiologic Factors in Inflammatory Sinus Disease dalam Disease of the sinuses diagnosis and management. Kennedy DW. London : B.C Decker. 2001; hal 47-53.

20

12. Netter, Frank H. A Collection Of Medical Illustration. Di unduh dari www.netterimages.com 13. Ballenger. J. J., Infeksi Sinus Paranasal. : 232 41 14. Lawanil AK. Acute and Chronic Sinusitis. Current Diagnosis and Treatment in Otolaringology. 2nd Edition. New York : Departement of Otolaringology New York University School Of Medicine. 2007. 15. Ramanan RV. Sinusitis Imaging : Imaging. Departement of Radiology The Apollo Heart Centre India. Diunduh dari http : //eMedicine-Radiology.com. Tanggal 23 November 2010. 16. Byron J. Rhinosinusitis : Current Concepts and Management. Dalam Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2001. 17. Schwartz G, White S. Complications of Acute and Chronic Sinusitis and Their management; dalam Sinusitis from Microbiology to Management. Brook I. New York : Taylor and Francis Group. 2006; hal : 269-88. 18. Faust Russell. Complications of Sinusitis. 19 April 2010. Diunduh dari www.boogordoctor.com 19. Sakae VA. Bilateral Frontal Sinus Mucocele. 1 Mei 2006. Diunduh dari www.scielo.br.com 20. Goldbert C. Periorbital Selullitis. 25 Agustus 2005. Diunduh dari www.meded.ucsd.edu.com 21. Garryty James. Preceptal and Orbital Selullitis. September 2008. Diunduh dari www.merckmanuals.com 22. Dimitri A. Infection of the Nervous System. Agustus 2010. Diunduh dari www.neuropathologyweb.org 23. Hanus R. Infections of the Nervous System I. 20 April 2004. Diunduh dari www.inf3.if1.cuni.cz 24. Lenaard N. Brain Abscess Imaging. 30 November 2009. Diunduh dari www.emedicine.com Penyakit Telinga, Hidung dan

Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 13 (1). Jakarta : Binaputra Aksara. 1994; hal

21

Anda mungkin juga menyukai