Informatika
Pelindung: Ketua Umum ICMI Orsat Kairo Pengarah: Drs. Ahmad Isrona Alfakhri Zakirman, Lc. Indra Gunawan, Lc. Penanggungjawab: Koordinator Departemen Media dan Komunikasi Orsat ICMI Kairo
Redaktur Ahli: Ahmad Satriawan Hariadi, Fajar Pradika, Lc., Hilmy Mubarok, Sayyid Zuhdi, S.S., Fitra Yuzarni, Rini Arianti, Nurul Azizah, Ayu Rizki Amalia Pemimpin Umum: Fakhry Emil Habib A Pemimpin Usaha: Lina Nabila Ahmad Pemimpin Redaksi: Achmad Fawatih Nurizqi Sekretaris Redaksi: Nisaul Mujahidah Dewan Redaksi:
Barmawi Mahral, Arif Yusuf, Ilham Sujefri, Khalid Muddatstsir, Yusrizal, Akfini Bifadlika Ghofar, Rafika Nur Jannah
Editorial
Reporter:
Abdi Zakaria, Assadullah Rouf, Ikhwan Hakim, Miftakhuddin Wibowo, Miftah Firdaus, Pangeran Arsyad Ihsanulhaq, Suhardi Junaidi, Aisyah Ummu Fadhilah, Farah Arifiatul Maula, Fatimah Nurul Khoiriyah, Hielya Abdurrahman, Kamila Etna Larasati, Khoirun Nisa, Nashirat Zimam Alhusna, Nur Fitria Qurrotu Aini, Rabbani Rizqi Fadhila, Raidah Sekar Harani, Ratih Ayu
Editor: Abdul Wahid Satunggal, Ahwazy Anhar, Kurniawan Saputra, Umar Abdulloh Layouter & Ilustrator: Hanif Ilyas, Miftah Firdaus Distributor dan Periklanan: Lina Nabila Ahmad: +201142274707 Nisaul Mujahidah : +201144938061 Web Master: Lukmanul Hakim, Dana Ahmad Dahlani
Alamat Redaksi: Wisma Nusantara, 8 Wahran St. Rabea elAdawea , Nasr City, Cairo, Egypt. Telp / Mobile: 01113320397/01129739162 Email: informatika.icmi@gmail.com
Masa-masa mencekam Mesir dikeluarkan. Begitulah bunyi sebuah kian pudar seiring dengan situasi Mesir ungkapan Arab. Yang harusnya menjadi yang mulai membaik. Larangan untuk titik fokus kini adalah bagaimana mencari keluar malam yang sudah diperpanjang peluang di tengah hambatan. Itulah titik hingga pukul 23.00 mengembalikan roh yang membedakan antara mereka yang bagi pergerakan Masisir yang sempat sukses dan mereka yang gagal. beralih pasif. Mengawali penerbitan setelah Kegiatan keorganisasian berjalan situasi yang mulai membaik, Informatika lagi. Para penikmat talaqqi mulai berbagi cerita mengenai para pebisnis bertebaran. Tak Mesir yang tetap mengherankan, mencari rejeki sejak dulu Mesir Kisruh Mesir kini juga meski jam malam memangterkenal sempat sebagai pusat menguak fakta bahwa menghambat laju peradaban serta ekonomi, terutama ilmu pengetahuan. masih banyak mahasiswa bisnis kuliner yang Tak heran jika biasa aktif setelah dahulu Imam Syafii zuhur hingga al-Azhar yang tak rahimahullah, juga hampir tak ragu melakukan pertengahan mengenal struktur perjalanan jauh dari malam. Baghdad menuju Bukan kepengurusan serta metode Mesir. hanya berdampak Seiring berpikir (manhaj) al-Azhar pada bisnis, kisruh dengan isu Mesir kini juga evakuasi yang menguak fakta yang moderat, hingga katamakin pudar, isu bahwa masih bantuan KBRI banyak mahasiswa kata tak pantas pun tak berupa sembako al-Azhar yang tidak mulai mencuat. mengenal struktur Memang tak bisa jarang dilontarkan kepada kepengurusan serta dipungkiri, gejolak metode berpikir para syaikh al-Azhar yang terjadi sejak (manhaj) al-Azhar Juni lalu sedikit yang moderat, banyaknya berpengaruh pada kondisi hingga kata-kata tak pantas pun tak perekonomian Republik. jarang dilontarkan kepada para Syaikh alBicara persoalan yang dihadapi Azhar. mahasiswa Indonesia di Mesir tentu tak Mesir, memang memiliki banyak bisa dilepaskan dari kajian, peluang serta cerita, mulai dari Firaun dan Nabi Musa, resiko. Situasi keamanan yang tidak stabil, harga kebutuhan pokok yang naik turun, hingga Fakhri dalam Ayat-ayat Cinta. transportasi yang kadang ada, kadang Namun sebagai mahasiswa yang nanti tidak, semua adalah resiko yang harus akan menjadi agen ilmiah saat kembali ke ditanggung. Tentu saja bagi mereka yang tanah air nanti, tentu kita harus berusaha percaya, di balik resiko yang besar untuk hanya mengukir cerita indah, agar terdapat reward yang bukan main, luar bukan hanya Islam, namun juga bangsa biasa! dan negara kita kelak menjadi lebih Al-ujratu bi hasabil `amal. Hasil yang didapat sesuai dengan usaha yang baik.
Suara Mayoritas
Sorot
yang siap direpatriasi dengan syarat oneway Kairo-Jakarta. Muncul pertanyaan, Kenapa pendataan ini terkesan sangat singkat? Pihak kekeluargaan sendiri hanya memberikan waktu kurang lebih dua jam? Saya pun kaget ketika Pak Nugroho menginstruksikan
kami bataskan hingga ashar waktu itu bersifat sementara, karena pada dasarnya hingga saat ini pun kami masih melakukan pendataan, jadi tidak ada batasan dalam pendataan itu, ujarnya. Gema evakuasi dan repatriasi kemudian mulai bermunculan di kalangan Masisir, Evakuasiiii perdebatan mulai hangat dibicarakan. Baik di dunia nyata maupun dunia maya yang ikut menjadi saksi perdebatan Masisir. Munculnya dua grup Facebook Mendesak Evakuasi Masisir Jilid II dan Jangan Evakuasi Kami hal ini. imbuh Wahyudin dari Mesir dalam waktu yang Apud. sama menjadi bukti adanya Setelah dikonfirmasi dua komunitas yang saling langsung via telepon, bersitegang, antara pro dan Nugroho selaku staf Proto- kontra. koler Konsuler mengatakan Ahmad Sadzali, mabahwa pihak pemerintah hasiswa asal Banjarmasin, pusat meminta untuk mengungkapkan masalah melakukan pendataan secepatnya. Pendataan yang
Dok. berdikarionline
Selengkapnya... Hal 5
Lapsus
aya sih ga pernah buka media online berbahasa Indo, Om! tutur Yuli Yasin pada Informatika. Putri pengasuh salah satu pondok pesantren di Jawa ini mengaku tak pernah membaca berita kemesiran dari media berbahasa Indonesia. Masa iya, kita ada di Mesir, tapi baca berita tentang Mesir dari media berbahasa Indo. Bendahara IAAI ini mengaku enggan karena takut bila kawankawan WNI salah menerjemahkan beritanya. Apalagi sekarang, kan Masisir jadi terpola sesuai kepercayaan. Masing masing punya alasan dan sumber bacaan. Maraknya media online berbahasa Indonesia saat ini, seperti Mosleminfo.com, Islamedia.com, Fimadani.com, dakwatuna.com, kabarislam.wordpress.com, muslimmedianews.com bisa berdampak baik dan buruk. Muhammad Hidayatullah, mahasiswa pascasarjana Fakultas Bahasa Arab Universitas al-Azhar, memberi pandangan, Sebagaimana lumrah dalam segala hal, sebenarnya media online itu baik, karena
kita bisa baca berita super cepat. Tapi ada juga sisi buruknya, tuturnya. Ia menambahkan, pembaca memiliki banyak alternatif berita, sehingga bisa mengkomparasikannya dan tak fanatik terhadap media tertentu. Sedangkan sisi buruknya, menurut warga Gamajatim ini mudahnya terjadi pemSelengkapnya... Hal 6 bohongan publik. Pembaca juga cenderung gampang
Media Online
menyalahkan media tanpa tahu duduk perkara. Di titik ini pembaca dituntut untuk cerdas memilih dan memilah berita, lanjut Hidayat. Berbicara masalah independensi jurnalis, dijelaskan media harus netral dan independen, serta tak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi. Menurut Hidayat, keberpihakan suatu media pada
golongan tertentu, sebenarnya kurang baik bagi media tersebut karena dalam kode etik jurnalistik, media harus netral. Tapi, jika harus berpihak pun, yang boleh adalah berpihak pada kebenaran, tandas Hidayat. Sementara itu, Wahyudin Apud, Gubernur KPMJB, menyatakan keberpihakan media kepada satu golongan sangat terlihat dari penyampaian beritanya. Ia mengatakan sejatinya seorang jurnalis dalam membuat berita harus mengedepankan kode etik jurnalistik dan menyajikan berita berimbang kepada publik. Jadi tak hanya memuat satu pandangan golongan tanpa memperhatikan pendapat dan realita dari golongan lain, komentarnya. Lebih jauh, mahasiswa pascasarjana asal Sukabumi ini menyebutkan jika mereka (para wartawan.red) menganggap pendapat mereka benar dan berlandaskan pada realita, maka mereka harus berani menjelaskan dan mempertanggungjawabkannya kepada publik tentang pendapatnya.
Selengkapnya... Hal 4
Pudarnya Kode Etik Lanjutan halaman 3 Lantas apa keuntungan mereka membuat berita miring tersebut? Menurut Wahyudin, adanya keinginan mengekspos suatu tragedi dari sisi positif bagi golongan tertentu dan menjatuhkan atau bahkan menjelekan golongan lain. Padahal ini sebuah etika yang tak layak dilakukan oleh seorang jurnalis, ungkapnya. Hal senada diungkapkan Saeful Luthfy. Menurut mahasiswa Usuludin asal Cirebon ini seharusnya media mematuhi kode etik jurnalistik dan benar-benar kroscek. Laisa al-khabaru kal mu'ayanati, berita tak akan valid jika hanya mendengar kabar simpang siur tanpa melihat langsung di TKP, tuturnya. Menurut Fahmi Hasan, sisi negatif dari media-media online tersebut kurangnya profesionalitas dalam mengambil sumber berita. Pemuda asal Bandung ini mengatakan, mereka (media online.red) memang mengutip berita kemesiran dari media lokal, namun hanya dari satu pihak. Sebaliknya, menurutnya, media-media kita yang di Indonesia kebanyakan hanya mengutip dari media-media berbahasa Inggris, seperti: Reuters, Al Jazeera English, BBC dan sebagainya, tanpa memerhatikan media-media lokal Mesir, seperti Ahram dan Youm Sabi' yang berbahasa Arab. Ya, jadinya sebelah pihak, imbuhnya. Adapun sisi positifnya, menurut pegiat buletin Terobosan itu, cepatnya berita tersebar. Termasuk yang sekarang hangat berita penutupan sekian ribu masjid yang mereka kutip dari sumber Ikhwan, ungkapnya. Dan akhirnya semua kembali kepada pembaca, timpal Fahmi. Sedangkan menurut Tsabit Qodami, Pemred Terobosan periode 2011-2012, banyak dari media-media itu tak tahu kode etik dari prinsip tabayun. Selanjutnya, ia mengutip perkataan Bapak Rosihan, seorang wartawan senior, Setiap media sah-sah saja mengangkat permasalahan. Hanya saja, seorang jurnalis itu tak boleh langsung menjustifikasi dan harus banyak membaca fakta dan data lalu mengkomparasikannya. Menurut pemuda asal Cilacap ini, kemungkinan terjadi jual beli berita dalam media-media itu. Tak heran kalau beberapa media tak independen, karena kalau mau menang dalam hal politik, ya, kuasai dulu medianya. Selain itu, katanya, mereka ingin mengambil keuntungan melalui pengalihan isu, sehingga jika masyarakat belum bijak, maka mereka akan lupa. Contoh, kasus Century. Setelah itu datang kasus Ariel (sebagai pengalih, red.), imbuh Tsabit. Selaras dengan pernyataan Tsabit, Hadi Bakri Raharjo berpendapat media adalah sarana untuk menguasai dunia. Mahasiswa Usuluddin ini mengatakan, Barangsiapa ingin menguasai dunia, maka kuasailah media. Saya kira, berangkat dari adagium ini disimpulkan media-media itu dibuat atas kepentingan.
Demikian pula dengan kasus media media kode etiknya. Ini bergantung pada keonline serampangan yang kerap membuat bijakan internal masing-masing media, gempar. Bakri berpandangan mereka han- imbuh pemuda asal Banyumas itu. ya memberitakan apa yang sesuai dengan Sifrul akhyar, aktivis media kepentingan mereka saja, tanpa Masisir, mengatakan masalah objektifitas mempedulikan berita yang faktual dan etika media memang kembali kepada pembaca. jurnalistik lainnya. Admin yang sulit diiden- Harus banyak baca, mengomparasikan, tifikasi membuat mustahil untuk menyaring dan menyimpulkan. Kalau perlu mengupayakan tabayyun, tutur Bakri. investigasi lapangan langsung, ujar Wakil Untuk menyikapi dampak bu- presiden PPMI Mesir ini. Bahkan narasumruknya, mahasiswa asal Indramayu ini berpun bisa didesign, dengan wawancara menilai perlu adanya pencerdasan massal orang yang pro pada kepentingan media bagi para pembaca tentang bagaimana tersebut. membaca berita yang baik dari media Selain sisi negatif, menurut Sifrul, online. Ia mengaku berharap meski media sisi positifnya media online pun banyak. memiliki kepentingan, tapi mencerdaskan Pertama, kemudahan masyarakat, khususnya dan penghemamengenai jurnalistik. tan. Kita tak perKode etik media Sehingga masyarakat lu pergi ke toko online, haruskah?! mampu menilai sendiri buku atau kedai dengan objektif mana koran untuk media yang baik dan yang mendapatkan informasi, tidak, ujar selain juga yang transformasi beritanya ketua Sema lebih cepat. Kejadian yang terjadi jam ini, Fakultas bisa langsung kita tahu, tuturnya. Usuluddin Adapun sisi negatifnya tersebut. menurunnya hubungan sosial antar individu Berbicara dan berkembangnya jurnalis-jurnalis mengenai amatir, terutama di media sosial. Inilah kode etik yang dapat menggerus populasi jurnalis jurnalistik, professional. Seringkali pemberitaan itu Zulfahani hanya mengejar kecepatan, akibatnya mengabaikan keakuratan, imbuh mahasiswa Syariah Islamiah tersebut. Ditanya tanggapannya terhadap masalah ini, Muhammad Nur Salim, mantan ketua KSW menjawab lebih baik Hasyim, mengarahkan kreativitas dan tenaga kita pegiat untuk yang lain saja. Yang kayak gitu media Masisir, menurut saya nggak usah dianggap. Apa mengatakan kode etik ada manfaatnya selain provokasi? Ia juga inilah yang disepakati tak heran bila media-media tersebut meoleh para wartawan profe- nolak diwawancarai. Ya, jelas nggak mau! sional dari media-media kan nggak resmi. Pria yang pernah menresmi dan terdaftar secara jadi kru buletin Prestasi KSW ini juga bersah di kementri- an komunikasi dan pesan kepada para jurnalis agar bekerja informasi. Inilah landasan bagi wartawan profesional dan memegang kaidah-kaidah untuk menggali, meliput berita, dan me- periwayatan dalam tradisi Islam ketika nyebarkannya ke khalayak luas, ujar Zulfa- berurusan dengan berita. Untuk pembaca, hani. hati-hatilah memilih konsumsi berita agar Karena itu, menurut mahasiswa tidak disesatkan, imbuhnya. Filsafat ini, kode etik wajib dipahami Pemred Buletin Afkar NU, Muhammasyarakat umum, hingga masyarakat bisa mad Amud Shofy menjelaskan akar masamelaporkan para wartawan jika melanggar. lah media online adalah ketidakdewasaan Nah, persoalan sekarang, apakah media- pegiatnya. Sebenarnya media online itu media online yang menyebarkan berita di bagus, cuma fenomenanya yang tak dedunia maya itu resmi dan profesional yang wasa, sehingga ada keberpihakan bahkan harus tunduk pada kode etik. sampai menyerang golongan, ungkap Bagi Zulfahani, bisa jadi mereka Amud. Apapun medianya, kalau berpihak (media-media online, red.) hanya bagian pada satu golongan, sudah jelas merusak dari corong suara sekelompok orang dan kode etik jurnalistik, lanjut pria asal Cireormas atau alat politik suatu parpol. Maka, bon ini. mereka tak perlu tunduk pada kode etik Amud juga mengatakan keberjurnalistik. Toh, mereka bukan wartawan pihakan sebenarnya merupakan hak tertenresmi dan profesional. Ini hanya bagian tu, asal ada fakta dan data valid, bukan dari citizen journalism di mana masyara- mengada-ada. Sebenarnya, para penulis kat menjadi partisipan dalam membuat di media online itu tentu tahu apa yang laporan, opini, dan analisa sebuah fenome- diberitakan melanggar kode etik jurnalistik, na, ujarnya. Jika citizen journalism ini hanya saja mereka tak mau tahu dan medikelola oleh media resmi, maka media nutupinya, sambungnya. (Suhardi, Farah, tersebut yang memberikan aturan sebagai Kamila) Edisi: 170/ 1 - 15 September 2013
Kebijakan KBRI Lanjutan halaman 3 repatriasi sekarang bukan terkait masalah keamanan lagi. Menurutnya, saat ini Masisir berada dalam kondisi yang relatif aman, sedangkan yang dilakukan oleh negara Malaysia, Thailand dan Filipina itu lebih kepada memberikan tekanan politik kepada pemerintah Mesir sekarang. Indonesia kedudukannya kan ditengah-tengah, sesuai dengan pernyataan Pak SBY, Indonesia berada dan mendukung sikap Syaikh al-Azhar, artinya secara politikpun Indonesia masih mendukung pemerintahan yang ada sekarang, lanjut koresponden majalah Hidayatullah tersebut. Menyikapi pendataan yang sempat diinstruksikan KBRI, Sadzali menjelaskan pendataan warga merupakan kewajiban pemerintah, dan itu adalah persiapan, sekaligus langkah awal sebagai antisipasi jika kondisi Mesir semakin memburuk. Memang ketika ada pendataan cepat di awal dan terkesan memberi harapan palsu, tapi saya pribadi bisa memahami langkah seperti itu, ujar mahasiswa yang baru saja menyelesaikan jenjang S1-nya itu. Kamis, (29/8), Dahlia Kusuma Dewi, Fungsi Pensosbud KBRI Kairo, memberikan klarifikasi terkait isi intruksi pemerintah pusat, Instruksi itu sebenarnya bukan untuk repatriasi, tapi untuk melakukan pendataan dengan format yang kita buat, artinya pendataannya ada skala prioritas dari mulai ibu hamil, anak-anak, mahasiswi, lalu mahasiswa. Masih menurut Dahlia, pendataan ini sampai sekarang masih terus dilakukan. Antisipasi jika sewaktu-waktu diputuskan untuk segera melakukan repatriasi, imbuhnya. Hal senada dilontarkan oleh Ipung Purwadi, Atase Pertahanan KBRI Kairo, ia mengatakan kondisi keamanan Mesir sekarang semakin membaik, maka untuk saat ini repatriasi belum perlu dilakukan. Kami akan selalu memantau perkembangan kondisi keamanan Mesir setiap harinya dan kami akan selalu siap untuk melakukan repatriasi jika sudah diperlukan, lanjutnya. Fahmi Lukman selaku Atase Pendidikan juga turut memberikan komentar terkait wacana repatriasi dan proses pendataan yang tersendat. Ia mengatakan bahwa presentasi tempat yang aman masih lebih banyak dibandingkan tempat yang dianggap rawan, jadi terlalu gegabah jika kita menyimpulkan untuk segera melakukan evakuasi ke Indonesia. Dengan keadaan yang seperti ini apakah masih perlu evakuasi? Memang, masih ada kericuhan di beberapa tempat, tapi perlukah memindahkan orang ke luar Mesir? Sampai sekarang ini, rasional jika kita mengatakan belum, karena keadaan yang mulai membaik, tegasnya. Kegagalan repatriasi kali ini tentunya menuai banyak asumsi dari kalangan
mahasiswa. Fahmi Farid Permana misalnya, menanggapi wacana repatriasi yang sempat direncanakan dengan syarat oneway, mengatakan bahwa ada aroma yang kurang, bahkan tidak tegas dan kabur. Mulai dari kebijakan evakuasi yang diperhalus menjadi repatriasi. Hal ini, menurutnya, merupakan pengaburan makna evakuasi itu sendiri. Ada gejala kegamangan dan kebingungan yang boleh jadi dipicu trauma sejarah evakuasi 2011. Saya pribadi melihat KBRI cukup berperan aktif mengantisipasi hal tersebut. Walau jika kita baca secara berbeda, boleh jadi evakuasi pada tahun 2011 meninggalkan trauma tersendiri yang menjadikan opsi eva_kuasi tidak
menemukan momentumnya saat ini. Hal ini terpotret bagaimana KBRI seolah setengah-setengah dalam mengambil kebijakan, jelas Fahmi. KBRI juga turut aktif melakukan aksi tanggap dengan membagikan berbagai kebutuhan pokok seperti beras, sarden, minyak, mie, kecap, adas dan sebagainya. Di sisi lain bantuan logistik tersebut pun menuai kritik, pasalnya sembako yang dibagikan secara simbolis oleh Dubes Nurfaizi Kairo pada tanggal 19 lalu belum mencukupi seluruh WNI, khusunya dari kalangan mahasiswa yang masih kekurangan. Wahyudin Apud menegaskan bahwa dirinya merasa kebingungan untuk masalah teknis pembagian sembako karena dari 400 jumlah anggotanya, KPMJB hanya mendapatkan 9 paket bantuan sembako. Karena kami juga bingung bagaimana membaginya, maka kamipun meminta kepada anggota bagi siapa yang ingin sembako dan membutuhkannya, silahkan datang ke Pasangrahan, karena jika dibagikan secara merata, tidak mungkin mencukupi semua anggota, lanjutnya. Menanggapi keluhan tersebut, Dahlia Kusuma Dewi menjelaskan bahwa pada awalnya yang menjadi dasar kebijakan pembagian sembako adalah adanya keluhan dari beberapa WNI. Juga karena kebanyakan toko yang menjual barangbarang pokok menutup tokonya, yang mengakibatkan kesulitan mendapatkan bahan pangan. Menyikapi keadaan yang seperti ini, KBRI berinisiatif memberikan bantuan sembako kepada yang membutuh- Fitria)
kan melalui ketua kekeluargaan. Ketua kekeluargaan seharusnya lebih tahu warganya, Pak Dubes pun mengatakan bahwa ini tak akan mencukupi kebutuhan semua WNI yang begitu banyaknya, tapi bantuan ini kami berikan kepada yang membutuhkan, ujarnya sambil tersenyum. Juga oleh Ipung, Bantuan logistik tidak diberikan kepada seluruh Masisir, karena KBRI bukan yayasan. Untuk masalah kucuran dana, yang jelas itu bukan bantuan khusus dari Indonesia, melainkan inisiatif dari dana KBRI sendiri, ungkap pria yang akrab disapa Pak Athan ini. Nurul Chasanah, Ketua WIHDAH 2012-2013, berpendapat sebenarnya pembagian sembako semacam ini sudah diatur oleh ketua kekeluargaan. Seperti yang ia alami di KSMR, jika ada bantuan semacam ini, maka ada giliran masing-masing, artinya tidak semua anggota akan mendapatkan bantuan dalam satu waktu. Ya, kita bersyukurlah dapat bantuan dari KBRI dan juga ACT, walau hanya sedikit dan memang tak mungkin semua anggota kebagian, tapi pasti ketua kekeluargaan sudah memikirkan yang terbaik untuk anggotanya, paparnya menutup perbincangan. Selain itu, timbul pertanyaan terkait realisasi gerakan ronda malam KBRI. Dahlia kembali menjelaskan bahwa gerakan ronda malam sudah berjalan sejak bulan lalu, terhitung ketika Mesir mulai memanas. Sebelum diberlakukan jam malam, pihak KBRI sempat berkeliling ke wilayah-wilayah yang sekiranya dianggap rawan. Menurutnya, ronda malam ini tak dilakukan setiap hari, tetapi hanya ketika kondisi Mesir dianggap sedang tak aman. Dahlia menambahkan, sejak adanya jam malam di Mesir, Pak Dubes memutuskan untuk mencabut gerakan ronda malam, karena ini peraturan pemerintah Mesir. Namun, menurutnya, hotline KBRI tetap berjalan, baik di KBRI ataupun konsuler. Bahkan kami menambah satu hotline lagi, yaitu layanan terkini seputar keadaan Mesir, pungkasnya. Kritik dan saran pun tak berhenti terkait kinerja KBRI sebagai institusi yang mewakili pemerintah pusat. Wahyudin Apud mengungkapkan sebenarnya KBRI sudah punya planning ke depan, namun belum ada semacam pemberitahuan yang dibocorkan ke warga. Seharusnya ada sosialisasi kepada Masisir agar kami tahu bagaimana kerja KBRI dan apa saja yang mereka lakukan. Ia mengatakan sempat meminta untuk mengadakan perkumpulan terbuka antara KBRI dan Masisir, supaya KBRI tahu apa saja keluhan Masisir dan memberikan solusi secara langsung. Itu saja permintaan kita kepada KBRI, ungkap Wahyudin Apud. (Ikhwan, Miftahuddin,
Mahasiswa Tak Tahu Lanjutan halaman 3 ma al-Abd. Hal serupa kami tanyakan kepada beberapa mahasiswa, baik mereka yang baru ataupun yang sudah lama. Dari 13 narasumber yang kami wawancarai secara acak, kami mendapat jawaban yang beragam, namun kebanyakan mengaku tak mengenal rektor Universitas al-Azhar. Sebenarnya, ketidaktahuan Masisir terhadap petinggi institusi pendidikan mereka sendiri adalah rahasia umum. Memang benar (banyak mahasiswa tak tahu gurunya, red.), contoh saja jika kita bertanya tentang struktur al-Azhar, siapa nama ulama-ulama dan masyayikh, serta rektornya, mungkin masih banyak yang tak bisa menjawab, ungkap Mabda Dzikara, sekretaris umum PCINU Mesir yang tinggal di asrama Buuts. Menurut Zamzami Saleh, ketua umum Pwk. PII Mesir 2010-2012, secara lembaga al-Azhar memang sangat dikenal. Tapi secara kultural dan manhaj, sebagian besar mahasiswa masih belum tahu banyak dan paham. Untuk mengetahui standar pengetahuan Masisir tentang alAzhar, harus dilakukan penelitian, ujar mahasiswa yang baru saja menuntaskan pendidikan strata satunya itu. Menurut pria yang akrab disapa Uda Zami ini, minimnya pengetahuan Masisir tersebut disebabkan oleh banyak hal. Pertama, sosialisasi di Indonesia yang kurang. Para calon mahasiswa yang akan datang ke Mesir hanya dikenalkan dengan pendidikan perkuliahan. Kedua, talaqqi sendiri baru booming pasca rezim Mubarak. Karena pada masa itu masa Mubarak-, talaqqi masih diawasi. Ketiga, Masisir sendiri belum merasakan nikmatnya talaqqi di masjid. Niat Masisir sendiri ke Mesir harus diperbaiki, tukas pria asal Padang tersebut. Berdasarkan keterangan Uda Zami yang memperoleh predikat jayyid tiap tahunnya ini, Syaikh Ali Jumah pernah berkata, dalam belajar kita harus mengikuti rukun menuntut ilmu, di antaranya; pelajar, guru, kitab, lingkungan ilmiah yang mendukung kita dan metodologi belajar. Ketika salah satu rukun tidak lengkap, maka proses belajar juga akan terhambat. Karena itu, Azhariy yang mengenyam dunia perkuliahan dan talaqqi harus mengenal gurunya. Karena ilmu yang dipelajari di al-Azhar adalah ilmu syari, jadi harus jelas sumbernya. Jangan sampai kamu belajar pada orang yang keilmuannya tak teruji, tuturnya lagi. Sementara itu, pendapat berbeda namun senada disampaikan oleh Ahmad Hujjaj Nurrohim. Mahasiswa tingkat tiga Syariah Islamiah ini mengatakan bahwa penyebab sebagian mahasiswa tidak mengenal al-Azhar adalah; pertama, kurangnya sosialisasi dari senior kepada junior tentang ulama-ulama al-Azhar secara mendalam. Kedua, kurangnya kesadaran mahasiswa sendiri. Dan ketiga,
Dok. msrwrya.com belum adanya campur tangan langsung dari pihak yang berwenang di kalangan Masisir, seperti PPMI, atau KBRI pada umumnya. PPMI tahun lalu mengadakan halaqah hanya beberapa kali dibandingkan dengan acara-acara lain, jelas pemilik Tempe Alif Tub Romli tersebut. Masalah ketidaktahuan Masisir terhadap gurunya sendiri tak berhenti sampai di sini. Kealpaan ini mengakibatkan kurangnya etika Masisir dalam berinteraksi dengan para guru. Jika ada satu dua mahasiswa yang menghujat gurunya, itu semata perkara etika, ujar Ketua Tanfidziyah PCINU Mesir, Khozien Dipo. Menurutnya, hal itu tidak bisa dibenarkan sama sekali. Yang demikian adalah keteledoran yang fatal. Menurutnya, -dari fenomena minimnya etika- publik boleh jadi akan membaca sekian motif, semisal: simpati yang berlebihan dan fanatisme pada orang yang menghujat atas cara pandangnya sendiri. Mengenai fanatisme, baik terhadap golongan, partai atau ormas, Zamzami memandang penyebabnya adalah masalah personal. Menurutnya, jika mahasiswa al-Azhar rajin kuliah, talaqqi, dan bertemu dengan masyayikh, insya Allah fanatik tersebut akan hilang. Seorang thalibus syari tak mungkin melakukan hal demikian. Ini kritikan bagi yang hanya mengambil al-Azhar jmiatan saja, imbuh lulusan Fakultas Syariah Islamiah tersebut. Menurut Zamzami lagi, belajar di al-Azhar secara jmiatan (semata-mata kuliah) seringkali membuat para mahasiswa tak mengetahui ilmu adab atau akhlak. Dalam perkuliahan, mahasiswa hanya masuk, belajar, kemudian pulang sehingga tak diajarkan ilmu akhlak. Berbeda dengan mahasiswa yang mengikuti talaqqi di Masjid al-Azhar. Sebelum memulai maupun selesai belajar mereka diajarkan ilmu adab. Ketika talaqqi, para murid duduk menanti guru (syaikh). Ketika syaikh datang, mereka berdiri menyalami tangan syaikh. Syaikhpun tak langsung menyampaikan ilmu, tapi sesuai adab ulama terdahulu, yaitu mengajarkan adab, tutur Zamzami. Al-Azhar juga tidak mengajarkan untuk berburuk sangka kepada ulama meski ada perbedaan pendapat. Adab yang paling baik menyikapi perbedaan pendapat itu, menurut Zamzami, adalah diam dan memahami sambil melakukan verifikasi. Fatabayyan, ber-husnudzan dahulu! tegas Zamzami. Ilmu yang masih rendah tak bisa langsung mencela ulama. Beda soal jika statusnya setara sebagai ulama, lanjutnya. Menurutnya, Islam tak mengajarkan mencela, meski bila terbukti ulama tersebut bersalah. Islam mengajarkan untuk saling menasehati, atau dengan mendatangi ulama tersebut lalu menyampaikan kesalahannya, tapi tetap dengan adab yang sopan. Terlebih, tidak boleh menyebarkan aib ulama tersebut. Barangkali fenomena pencercaan ulama akhir-akhir ini membawa hikmah tersendiri, yaitu Masisir yang notabenenya mahasiswa al-Azhar lebih mengenal ulama -ulamanya. Memang ironis jika ada mahasiswa al-Azhar yang tidak mengenal syaikh dan ulamanya sendiri, tutur Hujjaj. Apalagi guru merupakan pengganti orang tua di rumah, maka tak sepantasnya bagi murid mencela atau menghujat gurunya, imbuhnya. Dengan pengetahuan Masisir yang baik mengenai guru-guru dan ulama, kita berharap fenomena menyedihkan ini tak kan terulang di masa depan. (Khoirunnisa, Aisyah Ummu F, Miftah F).
Keislaman
baik yang dilakukan saat ini maupun akan datang. Tentunya niat ini dilakukan semata -mata untuk mencari keridaan Allah SWT. Dalam niat sendiri terdapat dua usul; Pertama, sesuatu yang terucap dengan lisan tak cukup tanpa niat dan tidak disyaratkan mengucapkan niat secara lisan jika telah berniat dalam hati. Dari kedua usul tersebut timbul permasalahanpermasalahan antara hati dan lisan, misal dalam usul pertama jika lisan seseorang berbeda dengan niatnya, maka pengibaratan diambil dari apa yang ia niatkan. Contoh, jika seseorang berniat dalam hati salat zuhur pada saat salat asar, maka ibadah yang diterima adalah apa yang diniatkan oleh hati. Begitu pula dalam umrah dan haji. Jika hati berniat haji, walaupun lisannya mengucapkan umrah, maka yang diterima oleh Allah niat dalam hati. Tak hanya itu, dalam masalah niat talak (cerai) Islam mengungkapkan secara detail. Jika lisan berucap talak tanpa sengaja, artinya tak ada niatan bercerai dalam hati, maka suami-istri tidak dikatakan bercerai, dan itu tidak terhitung janji pelaku tersebut dengan Allah SWT. Ucapan talak yang merupakan janji seorang hamba dengan Allah tak akan diterima karena tak ada niatan dalam hati meski perceraian sudah terucap. Sebaliknya, jika janji terucap sengaja, tapi hati tak berniat, maka janji itu tak diterima oleh Allah SWT. Hal ini terdapat dalam mazhab Syafii seperti yang dijelaskan al-Furani dalam al-Ibanah an Ahkm furu al-Diynah. Lain hal jika Thliq merupakan sebuah nama dan tidak berniat mentalak, maka tak berarti ia menjatuhkan talak secara syariat. Ada pula pendapat yang mencukupkan niat dengan lisan tanpa niat dalam hati, pendapat ini dinyatakan lemah. Seperti halnya zakat, ada yang mengatakan bahwa niat zakat cukup dengan lisan tanpa niat dalam hati, maka zakat seperti ini sebagian berpendapat boleh dan sebagian melarangnya karena niat cerminan ibadah muzaki. Zakat pun dapat diwakilkan dengan syarat niat dalam hati pula. Dalam usul pertama ini dijelaskan beberapa permasalahan bahwa niat tidak cukup secara lisan, tetapi harus ada niat dalam hati pula. Usul kedua, dalam hal niat tidak disyaratkan mengucapkannya secara lisan, jika sudah berniat dalam hati. Contoh sederhana jika seseorang membangun sebuah gedung dan berniat menjadikannya masjid ataupun tempat ibadah, maka gedung tersebut menjadi masjid sesuai dengan niat awalnya. Walaupun secara
kasat mata bentuk gedung tidak menyerupai masjid, tetapi pahala bagi orang tersebut sama halnya dengan membangun masjid. Hal semacam ini tak perlu diungkapkan secara lisan, cukup dalam hati. Seperti diungkapkan di awal, jika seseorang berniat maksiat, namun belum diucapkan atau dikerjakan, maka ia tidak akan berdosa kecuali jika ia mengerjakannya. Dalam kitab alHalabiyyt, Syaikh Taqiyuddin al-Subki mengatakan ada lima tingkatan niat bermaksiat. Pertama disebut hjis, yaitu sampainya keinginan maksiat ke dalam hati seseorang dan ini tingkatan terendah. Lalu Khtir, yaitu adanya niatan dalam hati untuk melakukan maksiat itu. Selanjutnya hadits an-nafs, masa kebimbangan antara melakukan maksiat atau tidak. Kemudian di atasnya hamm dan azam. Dalam al-Asybh wa an-Nadzir Imam al-Suyuthi mengemukakan perbedaan pendapat beliau dengan Syaikh Taqiyuddin al-Subki tentang hamm dan azam. Menurut beliau hamm merupakan niat yang tercatat sebagai amalan sesuai hadis sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari. Hadis itu menjelaskan sesungguhnya keinginan (hamm) berbuat baik akan tercatat sebagai kebaikan pula, sedang keinginan berbuat buruk tak akan dicatat sebagai keburukan. Jika ia meninggalkan keinginan buruk yang ia niatkan, ia mendapat kebaikan. Tetapi, jika ia mengerjakannya maka akan tercatat sebagai satu keburukan. Sedang Syaikh Taqiyuddin al-Subki menyatakan kata azam untuk pemakaian niat sendiri. Kata azam yang ia rujuk berdasarkan pemakaian para ahli bahasa dalam usul fikih tidak bisa dijadikan sebagai rujukan yang kuat hingga detik ini. Dengan hadis sahih tersebut, selayaknya seorang muslim mengetahui Allah Yang Maha Bijaksana tak pernah membebani umat-Nya. Hal sekecil niat pun jika untuk berbuat baik dan ikhlas, maka hasilnya pun baik dan berbuah kebaikan. Dan betapa Allah Maha Penyayang, keburukan yang sudah diniatkan tak akan dicatat selama itu tidak diucapkan dan dikerjakan. Wallahualam.
*Kru Informatika
Lapsus
pengiriman buku saja namun juga melayani jasa pembelian buku-buku kontemporer dari Mesir-Indonesia yang nanti kita distribusikan ke pesantren Sidogiri, Jawa Timur dan pesantren-pesantren lainnya, ujar Ariq yang merupakan mahasiswa Jurusan Usuludin asal Tuban, Jawa Timur. Habibul Anami, pemilik Anami Travel, juga mengalami hal serupa akibat konflik horizontal yang melanda Mesir. Kalau ke bisnis berpengaruh banget, Mas! Orang jadi takut kalau mau ke Mesir, tutur Habibul.
Dok. Google.com Yahya Ibrahim, manajer Resto Farawla yang terletak di kawasan Hay Sabi juga mengalami kendala yang serupa. Ia mengaku kondisi Mesir yang belum stabil membuat keuntungan yang diperolah menurun, bahkan memaksa mereka untuk menutup mathamnya. Adanya hazru tajawwul, atau larangan untuk keluar malam dari jam tujuh malam sampai jam enam pagi, dari pemerintah Mesir ini sangat berpengaruh kepada usaha. Orang Malaysia atau masyarakat umumnya tidak mau keluar berbelanja kalau sudah pada waktu larangan keluar malam tersebut, ujar Yahya yang merupakan mahasiswa asal KMM. Berbeda halnya dengan warung Baraya. Warung makan yang berada di kawasan Gami ini, mengaku tak pernah sepi dari pelanggan. Alhamdulillah meski kondisi mesir labil saat ini, kita masih diberi rizki yang cukup, imbuh Didi Suryadi, mahasiswa asal kekeluargaan KMB. Termasuk usaha home industry
turut terkena imbas dari konflik Mesir tersebut. Seperti apa yang dialami oleh Tempe Bawabah. Usaha yang bergerak di bidang pembuatan dan penjualan tempe tersebut mengaku mengalami kendala dengan diberlakukannya jam malam. Salah satu pegawai Tempe Bawabah, Ahwazy Anhar, mengungkapkan biasanya Tempe Bawabah menitipkan dagangannya di toko sayur di Bawabah Tiga, tetapi karena diberlakukannya jam malam, toko sayurpun buka hanya sampai sore sehingga membuat income mereka menurun. Untuk menyiasati hal tersebut, lanjut Ahwazy lagi, Tempe Bawabah menyediakan layanan delivery tiap hari sehingga keuntungan yang akan mereka peroleh bisa digenjot. Usaha yang kini terdiri dari 4 orang itu, menjual tempenya dengan berbagai macam harga. Untuk harga di kedai sayur dan delivery, mereka patok tiga Junaih. Namun, jika pelanggan datang langsung ke rumah untuk membeli atau untuk dijual kembali akan memperoleh harga khusus. Selain itu, mahasiswa asal KMM tersebut menuturkan bahwa berbisnis itu merupakan pekerjaan yang mulia. Karena berdagang termasuk awal pekerjaan Nabi Muhammad SAW, bahkan dunia sekarang dikuasai oleh mereka para pengusaha. Itu menjadi motivasi tersendiri bagi saya untuk berbisnis, papar mahasiswa yang juga aktif di Indonesian Photographic Society in Cairo (IPSC). Kondisi keamanan Mesir memang terkadang mengundang kekhawatiran, tapi tak seharusnya membuat para pebisnis gulung tikar ataupun rehat sejenak. Sudah seharusnya mereka tetap eksis. Karena suatu bisnis bisa berkembang karena melawan tantangan yang ada, tutur Heni Septianingsih, mahasiswi tingkat dua Syariah wal Qanun. Menurut gadis asal Kediri, Jawa Timur itu, sejak militer Mesir memberlakukan jam malam seharusnya mereka berusaha mencari antisipasi guna menghindari kerugian dalam jumlah besar Mereka harus bekerja ekstra keras sebelum berlakunya jam malam ataupun mengubah jadwal kerja di luar jam malam, ujarnya. (Assadullah, Fatimah, Hielya)
Lapsus
ndonesia tanah airku, tanah tumpah darahku." Sepenggal lirik yang tak pernah surut digemakan di seantero negeri pertiwi. Selang sehari setelah Indonesia tersenyum riang merayakan hari kemerdekaannya ke-68, 18 Agustus 2013, digelar acara agung yang melibatkan sekitar 3.800 orang sukses Indonesia di luar negeri yang pulang kampung. Mereka berkumpul untuk mengikuti Kongres Diaspora Indonesia II di Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan, Jakarta. Kongres kedua Diaspora ini dibuka langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Rentetan acara dimulai dari tanggal 18 Agustus bertemakan Publik Forum Pencak Silat for World dengan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Roy Suryo, sebagai narasumber serta Ketua KONI, Tono Suratmana. Agenda ini berlanjut tiap hari dengan tema berbeda hingga 20 agustus dan ditutup langsung secara resmi oleh Mantan Presiden Indonesia ke 3, Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie. Pada even kali ini, perantau Indonesia di Mesir turut mengirim delegasinya. Delegasi yang mayoritas pelajar ini beranggotakan Jamil Abdul Latief (ketua Diaspora Indonesia di Mesir), M. Saefuddin, M.A. (ketua Muntada dan ketua delegasi), Murtadlo Bisyri, Lc. (anggota Muntada dan ketua tim penyusun buku Profil Diaspora Indonesia di Mesir ), Nuhdi Febriasnyah, Lc. (ketua PCIM Mesir dan ketua tim penyusun makalah), M. Latip (anggota tim penyusun buku Profil Diaspora Indonesia di Mesir). Menurut Muhammad latip, anggota tim penyusun buku profil Diaspora Indonesia di Mesir, visi dan misi pengurus Diaspora Indonesia di Mesir adalah memberikan support agar potensi yang dimiliki para anggota semakin maju. Agar potensi yang dimiliki para anggota (Diaspora Indonesia di Mesir, red.) dapat bersaing dengan penduduk setempat, imbuhnya. Tuturnya, Masisir adalah bagian dari Indonesian Diaspora in Egypt (IDE) dan kontribusi mereka memberi yang terbaik dari apa yang mereka dapat di Mesir. Adapun program jangka pendek IDE ini meningkatkan kualitas Diaspora Indonesia di bidang yang digeluti, baik kuliner, kajian keilmuan, jurnalis, bisnis dan prestasi akademik. Program jangka panjangnya bagaimana agar bidang-bidang yang ditekuni oleh IDE disegani oleh Mesir. Contoh nyatanya, produk Indomie, pencak silat, dan memasyarakatkan bahasa serta budaya Indonesia, ujarnya. Pelaksanaan program kerja IDE langsung ditangani dua badan. Badan presidium dan Badan Eksekutif. Badan presidi-
diembannya itu. Ini adalah keputusan kita bersama, hasil dari musyawarah home staff KBRI, local staff KBRI, PPMI, Wihdah, El-Montada, ormas, pers dan pebisnis, serta almamater dan beberapa organisasi di lingkup Masisir, ungkap Latip. Jadi belum tentu presiden PPMI selanjutnya bakalan jadi ketua Diaspora, imbuh pria asal Jakarta ini. Jamil Abdul Latief saat ditemui awak Informatika menjelaskan bahwa Diaspora Indonesia merupakan komunitas Indonesia yang berada di luar negeri. Walau orang itu tidak bisa berbicara bahasa Indonesia, tapi ia masih memiliki sangkut paut dengan Indonesia, maka ia termasuk dalam Diaspora Indonesia, tuturnya. Menurutnya, tujuan Diaspora adalah membangun kembali rasa nasionalisme warga Indonesia di luar negeri, untuk berkontribusi bagi ke negaranya. Di samping itu, dengan Diaspora, networking antara WNI di luar negeri, baik secara organisasi, pendidikan, bisnis dan bidang yang lain dapat dibangun, imbuhnya. Terkait isu keberangkatannya ke Indonesia saat ia menjabat presiden PPMI dan kala Mesir sedang kacau, mantan presiden PPMI itu memaparkan bahwa hal tersebut di luar perencanaan. Untuk lebih Ratih)
Wawancara
emodernan itu jiwa, bukan sistem. Jadi, kemodernan Gontor terletak pada jiwanya, bukan sistemnya. Hafalkan ini! nasehat KH. Hasan Abdullah Sahal, salah satu Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor dalam sebuah status Facebook-nya. Ramadhan lalu, beliau kembali melawat anak dan cucunya yang berada di Mesir. Kru Informatika tentu bergegas untuk tidak menyiakan kesempatan ini dalam bersilaturahim, sekaligus berbincang -bincang santai bersamanya terkait asam garam menuntut ilmu di Timur Tengah. Berikut cuplikannya:
Mengapa Bapak masih berani bertandang ke Mesir, meski kondisi di sini sedang kacau? Kalau ada wabah penyakit di suatu daerah, maka jangan datang ke daerah itu. Juga kalau ada geger, maka jangan pergi ke tempat geger itu. Tapi, waktu itu saya sempat telpon-telponan dengan yang di sini, katanya gak papa itu, hanya di mantiqah-mantiqah saja. Ya sudah, akhirnya saya tetap datang. Makanya, jangan tanya mengapa? Ya, karena yang tidak aman hanya beberapa. Menurut Bapak, apakah selama ini media tanah air terlalu berlebihan dalam memberitakan kondisi Mesir? Saya kira tidak, cuma menanggapi situasinya saja yang selama ini Indonesia selalu di belakang. Selain itu, saya juga menyaksikan Al-Jazeera dari parabola, jadi saya kira, tidak berlebihan. Antum juga pernah merasakan belajar di Mesir. Bagaimana perbedaan mahasiswa kita di sini dengan yang di Indonesia? Masalah nilai. Di Indonesia nilainilai kehidupan tidak begitu hidup, semua hanya urusan perut ke bawah. Akhlak dan keilmuan juga tidak mempunyai peran besar. Tapi, di sini mahasiswa/i masih punya nilai. Betul, saya tidak memuji. Setahu saya, Indonesia payah,dari segi pemikiran, dan akhlak juga sudah bubrah, illa man rahima Rabbi. Jadi, kalau mau nilai, mendingan orang Indonesia keluar negeri saja, soalnya Indonesia gitu-gitu saja. Tapi banyak pula mahasiswa yang rasib atau justru berlama-lama di sini. Apa karena terlalu sibuk berorganisasi, atau bekerja? Kesalahan sikap al-Azhar yang tidak memberi batasan atau sanksi dan sebagainya, itu yang pertama. Kedua, orang Indonesia di sini yang seenaknya saja, budayanya santai. Ketiga, bangsa Indonesia. Penghargaan terhadap keilmuan dan ilmuwannya di luar negeri juga kurang. Artinya, kalau di tempat lain, seperti di Malaysia, orang datang langsung mendapatkan pekerjaan dan dihargai, tapi di Indonesia tidak! Makanya orang Indonesia yang kerja di luar negeri nggak balik-balik, paham ya? Jadi, dirumuskan omongan saya tadi. Artinya, mereka takut berubah orientasi ketika sudah pulang nanti. Orientasi yang cuma urusan perut ke bawah. Sebagai mahasiswa Timur Tengah, kita mempunyai kelebihan selain juga kekurangan. Kira-kira apakah kekurangan alumni Timur Tengah yang harus kita waspadai? Sekali lagi, jangan sombong! Jangan lengah! Jangan dikira Indonesia tidak berkembang! Jangan dikira yang bisa maju itu orang yang dari luar negeri saja! Banyak juga di Indonesia yang sudah tahu bahwa alumni luar negeri ada yang berkualitas dan ada juga yang tidak. Jadi, jangan berlamalama dan jangan merasa sombong seakanakan kalau dari luar negeri itu ada nilai plus, padahal dirinya sendiri tidak berkualitas. Paham, ya! Kira-kira setelah kita lulus nanti, adakah wadah di Indonesia yang siap menampung para alumni Timur Tengah? Kalau Gontor lain, yuqaddim khirrij -nya. Jadi, kembali ke pertanyaan ente, jawabannya kembali kepada pribadi masing -masing. Kalau dia memang orangnya kreatif, dia bisa di mana saja. Tapi kalau orangnya hanya menunggu saja, akhirnya klereran (terkatung-katung). Paling dagang, PT Haji, ngurusi umroh, ya 'kan gitu-gitu aja. Kenapa? Karena jadi guru gak dapat tempat, gaji, dan gak layak. Ya mendingan jadi pengurus umroh. Lantas seberapa besar peran lulusan al-Azhar di Indonesia? Kurang! Saya mengatakan, kurang di sini bukan berarti menjelekkan akan tetapi perlu ditingkatkan. Para alumni Timur tengah harus mau meningkatkan diri dan musti tampil berani untuk berperan dan bertanggung jawab. Jangan hanya menunggu disuruh atau menunggu dihormati. Kalau kita tidak menunjukkannya, kalau kita tidak menggerakkan, atau mengeksplorasi diri kita, bakat kita dan sebagainya, maka jangan harap berperan atau akan diperankan di Indonesia. Jadi, apa yang perlu kita perankan saat pertama kali terjun dalam masyarakat? Pembinaan dan profesi. Artinya, bagaimana dia tidak hanya bergerak dalam profesi, tapi juga bisa menggerakkan masyarakat. Jangan sampai dia hanya tampil sebagai pembina, tapi potensinya dalam usaha dan lain-lain tidak punya. Kasihan itu, nantinya hanya akan direbut oleh 'penjajah'. Saya ingin alumni Timur Tengah khususnya, anti penjajah secara amaliyyan, bukan hanya fikriyyan saja. Bisa membuat koperasi, membuat PT islami yang bisa membendung arus penjajahpenjajah, karena Indonesia sedang 'dijajah'. Bukan hanya liberalisme dan sebagainya, namun juga harus mempunyai kekuatan pribadi, kekuatan ekonomi sehingga berani mandiri. Dengan demikian dia bisa membina masyarakat. Jangan dia berusaha tapi tidak membina, tapi juga jangan dia hanya membina, namun tidak punya usaha. Karena itu nanti hanya bisa jadi alImam alAmplopi, yaitu ngomong thok! Sebagaimana dalam
10
tausiyah Antum kita di sini adalah mundzirul qaum, kira-kira nilai apa yang pertama kali kita tanamkan? Sesuai dengan medan masingmasing. Kalau jadi petani, juga tetap mundzirul qaum. Jadi tajir juga tetap mundzirul qaum. Guru juga mundzirul qaum. Kontraktor juga mundzirul qaum. Mereka semua wajib membina kebenaran, kejujuran dan keadilan. Jadi, mereka punya profesi dan amanah juga. Jangan sampai nggak punya profesi, nanti diambil orangorang dan 'penjajah'. Akhirnya, kita hanya menjadi decision ngekor, bukan decision mikir. Tidak menentukan, tapi hanya ngekor decision orang. Decision mikir itu orang yang membuat perencanaan. Kalau kita hanya menjadi decision ngekor kita hanya ikut keputusan orang, kalahlah kita! Akhirnya kita 'dijajah', padahal semestinya kita sudah merdeka. Yang terakhir, sekiranya adakah nasihat Bapak untuk calon-calon alumni al-Azhar seperti kami? Ente tahu kalau kamu di pondok tidak dapat Mumtaz, hanya dapat Jayyid, apalagi Maqbul, lalu bodohnya lagi, kamu di luar negeri tidak mau menambal, maka jangan harap kamu akan berkualitas. Jadi kamu harus perbaiki diri. Betul! Orang pintar dan berkembang di Indonesia juga banyak. Nggak cukup hanya mengatakan ana pernah kuliah di Mekah, ana pernah kuliah
di Mesir, nggak cukup! Jadi, kamu harus lebih dari mereka yang tidak pernah kuliah di luar negeri. Makan makanannya orang Arab, pakaiannya juga Arab, ngomong
Kalau kita tidak menunjukkannya, kalau kita tidak menggerakkan atau mengeksplorasi diri kita, bakat kita dan sebagainya, maka jangan harap berperan atau akan diperankan di Indonesia.
omongannya orang Arab, begitu! Jangan nggerombol bahasa Jawa. Keluar negeri malah fasih bahasa jawanya, lha, edan! Jangan sampai kamu keluar negeri justru lebih lancar bahasa daerahnya, kan memalukan! Tetap, kamu harus memperbaiki kualitas. Jangan sampai ada surat kabar (Fawatih, Lukman). berbahasa Arab atau Inggris, lalu di Indonesia ditanya orang, ini karepe piye? Kamu
tidak bisa menjawab, jangan sampai! Bakal banyak pertanyaan, semisal surat kabar alAhram, ini artinya apa? Kok, gak tahu, payah! Ngerti, ya? Itulah kelebihan orang luar negeri dari pada orang yang tidak pernah keluar negeri. Artinya, kamu supaya belajar sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas. Karena kamu yang pasti tetap punya kekurangan. Entah mungkin dari Nahwu-Sharafnya, dalil-dalilnya juga, lalu hafalan Quran-nya, meskipun sudah tingkat tiga. Jangan sampai kamu ndalil Quran gak pakai Tajwid, ya kan? Masih ada waktu. Pokoknya, jangan biarkan kualitas ente diremehkan. Saya ingatkan, banyak alumni luar negeri yang kualitasnya dipandang sebelah mata. Banyak orang bertitel tanpa kualitas, banyak orang berkualitas tanpa titel. Jadi, mahasiswa Timur Tengah harus punya titel dan punya kualitas. Jangan sampai kuliah di luar negeri, tapi nggak tahu bahasa Arab dan bahasa Inggris! Ngomongnya aja gede. Ingat! Hanya orang bodoh yang butuh pengakuan. Hanya orang bodoh yang minta diakui. Jangan!
Gerbang
ebagai umat Islam, kita pasti mengetahui wahyu pertama yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah iqra bacalah. Membaca adalah cara untuk mendapatkan ilmu, karena dengan membaca kita menjadi paham dan mengerti. Maka sangat jelas sekali bahwa Islam adalah agama yang sangat memprioritaskan umatnya untuk selalu belajar dan mencari ilmu. Banyak faktor yang harus diperhatikan oleh penuntut ilmu, baik dari segi pelajaran yang berlandaskan dengan syariat Islam, maupun segi guru atau teman. Banyak hadis Rasulullah SAW mengenai pentingnya mencari teman, misal hadis perumpamaan berteman dengan penjual minyak dan pandai besi, Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek sepeti penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi, mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli dari minyak wangi atau paling tidak enkau akan dapati darinya aroma wangi. Sementara pandai besi bisa jadi (percikan apinya) akan mengenai pakaianmu atau bisa jadi engkau akan dapati darinya bau asap yang tak sedap.(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
11
Dinamika
12
Sastra
13
Aktualita
Pidato pimpinan MPA baru 2013-2014 amis-(29/8). 66 utusan organisasi-organisasi di bawah naungan PPMI dan perwakilan WIHDAH memadati aula Konsuler KBRI Kairo. Setelah checking peserta hampir 2 jam, Sidang Umum II pun dimulai sehabis zuhur. Agenda yang memuat Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) DPP PPMI Mesir periode 20122013, sekaligus Progress Report MPA PPMI Mesir 2012-2013 ini dipimpin oleh 4 pimpinan MPA yang bertindak sebagai presidium sidang. DPP pun membacakan laporan pertanggungjawabannya di hadapan hadirin, dilanjutkan dengan pembentukan fraksi-fraksi sebelum sesi tanya jawab. Atas kesepakatan tiap fraksi,
Wahid Hasyim selaku presidium sidang mengesahkan LPJ DPP PPMI Mesir 20122013 yang dinahkodai oleh Jamil Abdul Latief. LPJ-nya mumtaz. Saya, yang biasanya thabur ngurus visa di Jawazat, di jaman Jamil tidak terjadi lagi. Semuanya cukup kolektif lewat kekeluargaan, ucap Abdul Gofur mengomentari LPJ PPMI 2012-2013. Di sela-sela sidang turut dibacakan laporan Panwaslura terkait Pemilu Raya dan hasil penghitungan suara. Peserta pun terlihat antusias mengikuti jalannya acara. Di akhir sidang, MPA PPMI Mesir 2012-2013 membacakan Progress Report-nya dan secara resmi mengakhiri masa jabatannya di tahun ini. Sidang dilanjutkan pada Ahad, 1 September, di tempat yang sama. Ber-
siapa. Haruskah kumengirimnya lewat kantor pos? Atau menitipkannya pada burung merpati putih yang kini jarang kudapati? Apakah surat ini harus kuberikan pada presidenmu, Mesir? Siapa? Aku tak mengenal presidenmu, aku pun tak pernah bertemu dengannya dan tak bisa menemuinya. Walaupun kuberikan padanya, apakah ia mengerti bahasaku? Tentu ia tak mengerti bahasa Indonesia, aku pun belum mahir bahasa ammiyyah. Setidaknya, ia mengerti maksud dari suratku, bahasa hatiku, itu sudah cukup, ya kan Mesir? ucapku dalam hati. Lembaran surat itu pun kulipat dan kumasukkan ke dalam sebuah amplop putih dengan gambar bendera kecil berwarna merah, putih, dan hitam di sudut
kanan atasnya. Sebuah amplop yang sengaja kubeli beberapa bulan lalu di Maktabah Tauhid karena aku sering menulis surat untuk orang tua dan satusatunya sahabat karibku di Madinah. Setelah semuanya beres, surat yang telah beramplop itu aku simpan dalam kotak berinisial AN, tempat penyimpanan barang-barang berhargaku. Entah sampai kapan surat itu berada di sana? Dan entah sampai kapan surat itu berdiam diri tak bergerak, tak berpindah ke tangan yang berhak membacanya? Aku membatin. (Aisyah Ummu Fadilah)
*Kru Informatika
14
Kolom
ebagai insan akademis, seharusnya kita membangun nalar kepekaan dan kekritisan di atas istiqra yang menyeluruh dan jauh dari tendensi personal. Bukan sebaliknya. Dengan begitu, kita akan keluar dengan analisis tajam dan kesimpulan objektif, namun tetap menjunjung tinggi norma dan prinsip agung Islam, yang mengedepankan kelapangan dada, menghargai perbedaan pendapat, dan tanpa mendiskreditkan mereka yang tidak sepaham. Namun karena terlalu berambisi untuk meyakinkan manusia bahwa pendapat kitalah yang paling benar, kita sering mengabaikan fondasi istiqra menyeluruh. Akibatnya, orang yang berbeda pendapat dengan kita pun menjadi korban dari duri lidah dan racun tulisan kita. Lihatlah analisis tendensius saudarasaudara kita terhadap mauqif Syaikh Ahmad Tayyib! Tulisan-tulisan mereka terus mendiskreditkan Grand Syaikh kita tersebut. Nalar-nalar kritis yang menjadi mahkota seorang insan akademis, tergerus oleh api kemarahan yang membuat mereka mencukupkan diri dengan mauqif beliau saat pemakzulan Presiden Mursi dan tidak mau lagi mendengar atau mengikuti mauqif -mauqif beliau setelah itu. Akibatnya, kekritisan saudara-saudara kita tersebut sudah kehilangan makna dan implementasinya di dalam perkataan maupun tulisan mereka. Lebih parahnya lagi, mereka melakukan barbagai macam upaya untuk melegitimasi analisis tendensius mereka yang menghilangkan respek saudara-saudara mereka sesama insan akademis. Logika pengalaman yang menjadi bahan pertimbangan dalam kehidupan akademis adalah "la ya'rifu qadra rajulin illa rajulun mitsluh", yang berarti tak akan tahu kadar keilmuan seseorang kecuali yang semisal dengannya. Dengan mantik seperti inilah kita harus tahu, mengapa para ulama atau pemikir seperti Syaikh Hasan Syafii, Dr. Muhammad Imarah, Fahmi Huwaidi, Dr. Muhammad Salim al-Awwa, Dr. Muhammad Mukhtar al-Mahdi, Syaikh Muhammad Isa al-Ma'sarawi dan lain-lain; tetap menaruh respek yang besar terhadap Syaikh Ahmad Tayyib, meski mereka berbeda pendapat dengan beliau. Dengan mantik itu pula kita seharusnya berkaca diri dengan para ulama itu, bukan hanya mengambil pendapat mereka yang menolak kudeta ini, lalu mengabaikan kesantunan dan kelapangan dada mereka terhadap Grand Syaikh. Sehingga menyebabkan ketimpangan yang begitu signifikan dalam kepribadian dan keilmuan kita. Kita menganggap diri berilmu karena bela-
*Keluarga Informatika
15