Anda di halaman 1dari 11

RINGKASAN ARTIKEL

The Effect of Strategy and Organizational Structure on The Adoption And Implementation of Activity-Based Costing by Maurice Gosselin I. Masalah Penelitian Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah adanya fenomena ABC Paradox. Beberapa waktu yang lalu banyak akuntan manajemen dan para akademisi yang menunjukkan bahwa Activity-Based Costing (ABC) merupakan suatu metode perhitungan biaya yang paling efektif atau baik untuk digunakan. Namun, survei penelitian yang terdahulu membuktikan bahwa proses pendifusian ABC tidak dilakukan secara terus menerus (National Association of Accountants, 1991; Institute of Management Accountants, 1993; Armitage & Nichelson, 1993; Innes & Mitchell, 1991, 1995; Cobb et al., 1992; Lukka, 1994). Bahkan, terdapat bukti bahwa beberapa perusahaan yang mulai mengimplementasikan ABC memutuskan untuk menghentikan proses implementasi tersebut (Hongren, 1990; Janes & Mitchell, 1991; Nanni et al, 1992; Madison & Power, 1993). Hal ini merupakan inti dari ABC Paradox, yang menyatakan bahwa jika memang ABC bermanfaat, mengapa banyak perusahaan tidak secara nyata melaksanakannya? ABC Paradox dapat dipahami melalui bagaimana faktor-faktor kontekstual seperti strategi dan struktur organisasional mempengaruhi adopsi dan implementasi ABC. II. Teori dan Hipotesis Dalam artikel ini, ABC dianggap sebagai sebuah tingkatan dalam activity management (AM). AM diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu: activity analysis, activity cost analysis, dan ABC. Tiga tingkatan tersebut menunjukkan rentang dari activity analysis yang sederhana tanpa penelusuran biaya sampai pelaporan ABC secara lengkap. ABC memiliki karakteristik-karakteristik dari inovasi secara teknik maupun administratif. Kemauan suatu perusahaan untuk berinovasi tergantung atau banyak dipengaruhi oleh strategi bisnis dan struktur organisasional. Artikel ini memandang ABC Paradox dari perspektif inovasi. A. Activity Management : Sebuah Inovasi dengan Level Berlapis Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa activity management (AM) terdiri dari tiga tingkatan yaitu, activity analysis (AA), activity cost analysis (ACA), dan ABC. AA merupakan level awal sedangkan ABC merupakan level terakhir. ABC sudah termasuk di dalamnya terdapat AA dan ACA. AA merupakan suatu prasyarat melakukan ACA. AA, tahap pertama dan yang paling sederhana, terdiri dari pengidentifikasian aktivitas dan prosedur yang digunakan untuk mengubah bahan baku, tenaga kerja, dan sumber daya lainnya menjadi output. ACA meliputi juga AA, namun menambahkan proses penelaahan penentu struktural suatu biaya dari suatu aktivitas. ABC memungkinkan manajemen mengukur biaya produk dan jasa dengan lebih akurat.

Dalam penelitian ini, AM ditentukan sebagai sebuah inovasi yang bertingkat. Proses inovasi itu terdiri dari empat tahapan (Hage, 1980; Gerwin, 1988) yaitu: adopsi, persiapan, implementasi, dan rutinisasi. Dalam tahap adopsi, ditentukan seberapa besar perubahan yang dapat diterima dan organisasi membuat keputusan untuk mengadopsi atau menolak inovasi itu. Dalam tahap persiapan, organisasi membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung inovasi. Tahap implementasi terdiri dari pengenalan inovasi dan mengevaluasi dampaknya. Dalam tahap rutinisasi, inovasi menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari. Organisasi yang mengadopsi dan mengimplementasi ABC, atau level AM lainnya, memiliki karakteristik khusus dalam hal strategi bisnis dan struktur organisasionalnya. B. Strategi Bisnis dan Proses Difusinya terhadap Inovasi Miles dan Snow (1978) mengidentifikasi empat jenis strategi organisasi berdasarkan pada tingkatan bagaimana perusahaan mengubah produk dan pasarnya yaitu, prospectors, defenders, analyzers, dan reactors. Prospector dicirikan dengan kedinamisannya dalam melihat peluang pasar, kemampuannya dalam membangun dan memproduksi produk baru yang sesuai keinginan pelanggan, investasi dalam jumlah besar atas sumberdaya keuangan yang berhubungan dengan riset dan pengembangan, dan peningkatan kelompok kerja. Defender merupakan sebuah strategi yang berlawanan dengan prospector. Analzyer berada di antara dua kategori tersebut, peralihan karakteristik dari prospector dan defender. Reactor tidak mengguakan suatu strategi. Adopsi inovasi akan lebih mudah bagi prospector daripada bagi defender. Kebutuhan prospector terhadap informasi wilayahnya lebih luas daripada defender karena digunakan sebagai dasar mencari peluang produk dan pasar. Simon menyatakan bahwa prospector cenderung menyesuaikan sistem manajemen biayanya dengan kebutuhan pengguna lebih luas daripada defender. H1 : Suatu strategi prospector berhubungan secara positif dengan adopsi suatu tingkatan AM C. Struktur Organisasional dan Proses Difusinya terhadap Inovasi Teori-teori inovasi organisasional muncul didasarkan pada rangkaian mekanistik/organik yang dikembangkan oleh Burns dan Stalker (1961). Dalam penelitian ini, model dual-core dan ambidextrous dihubungkan dengan proses adopsi dan implementasi pendekatan AM. 1. Model Dual-Core Model ini menekankan pada kejelasan antara inovasi administratif dan teknik (Evan,1966; Daft, 1978). ABC merupakan suatu inovasi administrasi karena implementasinya mengarah pada prosedur administratif, kebijakan,dan struktur organisasional yang baru. Bila kita melihat AA dan ACA sebagai inovasi teknik dan ABC sebagai inovasi administrasi, model dual-core menyarankan bahwa organisasi dengan karakteristik organis akan lebih mudah mengadopsi AA dan ACA, sedangkan organisasi mekanistik akan lebih memilih ABC H2 : Diantara organisasi yang mengadopsi pendekatan AM, struktur mekanistik berhubungan secara positif dengan organisasi yang mengadopsi ABC 2. Model Ambidextrous Model ini didasarkan pada kejelasan antara tahap permulaan dan tahap implementasi inovasi. Berdasarkan teori ini, tahap permulaan inovasi lebih mudah dilakukan terhadap organisasi organik, sedangkan tahap implementasi inovasi

lebih sesuai dengan organisasi mekanistik. Organisasi organik yang mengadopsi ABC mungkin lebih ketat dalam membatasi proses inovasi daripada tingkatan AA dan ACA. Organisasi mekanistik yang mengadopsi ABC akan memilih menerapkannya dengan segala cara. H3 : Diantara organisasi yang mengadopsi ABC, struktur mekanistik berhubungan secara positif dengan organisasi yang mengimplementasikan ABC III. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei melalui surat dalam pengumpulan datanya tentang adopsi dan implementasi inovasi dalam sistem manajemen biaya, bentuk strategi, dan struktur organisasional. Untuk memastikan bahwa tingkat respon akan cukup tinggi digunakanlah Total Design Method. A. Kuesioner dan Populasi yang Disurvei Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari delapan halaman termasuk halaman depan dan belakang. Kuesioner ini dikirimkan kepada controller dan vice-president dari organisasi. Populasi yang disurvei terdiri dari perusahaan manufaktur Kanada yang terdaftar dalam Financial Post CanCorps CD-ROM. Populasi dibatasi pada 1555 perusahaan yang terdaftar di CanCorp. Populasi tersebut terdiri dari lima kategori industri yang memiliki keberagaman produk dan kompleksitas proses produksi. Daftar perusahaan disaring untuk memastikan kecukupan data. Kriteria perusahaan yang tidak termasuk dalam data yang akan diteliti antara lain: 1. Perusahaan yang terdaftar dua kali dalam kategori industri yang berbeda, hanya dianggap sebagai satu perusahaan saja. 2. Semua perusahaan dengan tingkat penjualan di bawah 20 juta dollar Kanada 3. Perusahaan yang sangat terdiversifikasi usahanya atau berbentuk korporasi 4. Perusahaan pabrikan atau perusahaan yang hanya mendistribusikan cadangannya ke perusahaan lain 5. Perusahaan yang ditutup Dari hasil screening tersebut diperoleh sampel penelitian sebesar 415 perusahaan. B. Pengukuran Tiga kategori variabel digunakan untuk mengklasifikasi strategic bussiness unit (SBU) dan menguji ketiga hipotesis tersebut. Variabel-variabel tersebut terdiri dari: 1. AM Adopters (AMADO) Nilai 1 untuk organisasi yang mengadopsi berbagai level AM, dan nilai 0 bagi yang tidak mengadopsi pendekatan AM. 2. ABC Adopters(ABCADO) Nilai 1 untuk organisasi yang mengadopsi ABC, dan nilai 0 bagi yang mengadopsi AA dan ACA. 3. ABC Implementers (ABCIM) Nilai 1 untuk SBU yang mengimplementasikan ABC, dan nilai 0 bagi yang mengimplementasikan AA atau ACA atau tidak mengimplementasikan ABC. Metode berlapis (multiple methods) digunakan untuk menggolongkan organisasi berdasarkan jenis strategi mereka. Pertama, responden menggolongkan

organisasi mereka sendiri sebagai prospectors, defenders, dan analyzers. Kedua, kevalidan dari penggolongan di cross-check. Dua variabel dummy digunakan untuk strategi, terdiri dari: 1. PRO Nilai 1 jika SBU adalah prospector, dan nilai 0 jika SBU adalah analyzers atau defenders. 2. ANA Nilai 1 jika SBU adalah analyzers, dan nilai 0 jika SBU adalah prospector atau defenders. Sentralisasi, diferensiasi vertikal, dan formalisasi digunakan untuk mengoperasionalisasi struktur organik dan mekanistik. Adapun uraian masingmasing variabel adalah sebagai berikut: 1. CENT (Sentralisasi) Sentralisasi menunjukkan konsentrasi dari kekuasaan dalam pengambilan keputusan dalam suatu tingkat hierarki tertentu. Organisasi mekanistik lebih tersentralisasi daripada organisasi organik. Sentralisasi diukur menggunakan suatu rangkaian 20 keputusan baku dan diidentifikasi dengan skala 5 titik, mulai dari lini supervisor hingga kepala manajer kantor. Untuk mengukur konsistensi internal, dihitung Cronbach alpha untuk skor sentralisasi. 2. VERT (Diferensiasi vertikal) Diferensiasi vertikal ditunjukkan dalam tingkat kedalaman struktur organisasi. Hal ini dicerminkan dalam jumlah tingkatan hierarki di bawah chief executive officer (CEO). Diferensiasi vertikal lebih rendah pada organisasi organik daripada organisasi mekanistik. 3. FORM (Formalisasi) Formalisasi menunjukkan derajat dimana pekerjaan dalam suatu organisasi distandarkan. Pengukuran tingkat formalisasi dilakukan melalui 4 pernyataan tentang seberapa jauh aturan, prosedur, dan kebijakan distandarkan. Skala tunggal disusun dengan merata-rata skor dari 4 pernyataaan berkaitan dengan formalisasi. IV. Analisis Data A. Gambaran Umum dan Statistik Deskriptif Pengiriman surat awal dilakukan ke 415 SBU yang berlokasi di Kanada. Dari 162 kuesioner yang kembali terdapat 161 kuesional yang lengkap dan dapat digunakan. Hal ini menghasilkan tingkat respon sebesar 39 persen. Respon dari 20 responden awal dan 20 responden akhir yang mengadopsi pendekatan AM, mengimplementasi pendekatan AM, dan variabel struktur organisasional dan jenis strategi tersebut kemudian dibandingkan. Hasilnya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara dua kelompok tersebut. Melihat dari tingkat respon yang tinggi dan hasil dari prosedur untuk menguji nonresponse bias, studi ini dianggap tidak terjadi nonresponse bias. 1. Pengadopsian dan Implementasi Pendekatan AM Mayoritas responden mengadopsi pendekatan AM mencapai tingkat 75,8 persen (122 SBU) dari seluruh responden. Dari 122 SBU yang mengadopsi pendekatan AM, 45 mengadopsi AA atau ACA, dan 77 mengadopsi ABC. Pada bagian kedua kuesioner, responden ditanyai untuk mengindikasi jenis pendekatan AM yang akhirnya mereka implementasikan. Dari 45 SBU yang mengadopsi AA

atau ACA tidak mengimplementasikan level terpilih. Mayoritas SBU (24) mengimplementasikan AA atau ACA. Secara mengejutkan, 9 SBU mengimplementasi ABC walaupun mereka sudah memutuskan untuk mengadopsi level yang lebih awal dari pendekatan AM. Juga terdapat 12 SBU yang tidak mengimplementasikan semua pendekatan AM. Dari 77 SBU yang mengadopsi ABC, hanya 49 SBU yang menimplementasikan ABC dan 22 SBU berhenti pada level AA atau ACA. Juga terdapat 6 SBU yang mengadopsi ABC tetapi tidak memutuskan untuk mengimplementasi semua pendekatan AM. 2. Strategi dan Penentu Organisasional Dalam bagian ketiga kuesioner, responden diberikan pertanyaan untuk memilih tipe strategi yang paling sesuai dengan SBU mereka. Enampuluh SBU tergolong prospectors yang merupakan 37 persen dari responden, 54 SBU (34 persen) tergolong analyzers, dan 47 SBU (29 persen) tergolong defenders. Untuk tiap tipe strategi, organisasi diklasifikasikan berdasarkan jenis pendekatan AM yang mereka adopsi. Analisis Chi-Square menerangkan bahwa prospectors mengadopsi pendekatan AM lebih sering daripada analyzers dan defenders. 122 prospectors, analyzers, dan defender yang mengadopsi AA, ACA, atau ABC diklasifikasikan berdasarkan jenis pendekatan AM yang akhirnya mereka adopsi. Tigapuluh lima prospector mengadopsi ABC, dan hanya 27 analyzers dan 15 defender yang mengadopsinya. Analisis Chi-Square menerangkan bahwa prospectors mengadopsi ABC lebih sering daripada analyzer dan defender. Bagian keempat kuesioner meliputi instrument yang digunakan untuk mengukur sentralisasi, diferensiasi vertikal, dan formalisasi. B. Pengujian Hipotesis Artikel ini menggunakah regresi logit (logistic regression) utnuk menguji hipotesis. Pada bagian ini, koefisien korelasi Spearman antara variabel adopsi dan implementasi AM (AMADO, ABCADO, dan ABCIM), variabel dummy strategi (PRO dan ANA), dan variabel struktural (CENT, VERT, dan FORM) diuji untuk lebih memahami hubungan antara variabel-variabel tersebut. 1. Adopsi Pendekatan AM Hipotesis 1 menyatakan bahwa strategi prospectors berhubungan secara positif dengan keputusan untuk mengadopsi pendekatan AM. Hasil koefisien korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara AMADO dan PRO. Model yang digunakan untuk menguji hipotesis 1 adalah sebagai berikut: AMADO = a + b1 PRO + b2 ANA + b3 SIZE + e Hasil regresi logit menunjukkan bahwa sebuah strategi prospector secara signifikan berhubungan dengan keputusan manajer untuk mengadopsi pendekatan AM. Analyzer juga lebih cenderung mengimplementasi pendekatan AM dari pada defender. Hasil ini konsisten dengan H1. 2. Hipotesis tentang Jenis Pendekatan AM yang Diadopsi H2 menyatakan bahwa diantara organisasi yang mengadopsi pendekatan AM, struktur mekanistik secara positif berhubungan dengan organisasi yang mengadopsi ABC. Hasil koefisien korelasi menunjukkan bahwa ABCADO berhubungan signifikan hanya dengan variabel diferensiasi vertikal (VERT) daripada dengan variabel sentralisasi (CENT), formalisasi (FORM), dan ukuran

perusahaan (SIZE). Model yang digunakan untuk menguji hipotesis dua adalah sebagai berikut: ABCADO = a + b1 CENT + b2 VERT + b3 FORM + b4 SIZE + e Hasil regresi logit menunjukkan hanya diferensiasi vertikal yang berhubungan signifikan dengan keputusan manajer untuk mengadopsi ABC. Hasil dari pengujian ini menunjukkan bahwa H2 terjelaskan. Diferensiasi vertikal merupakan penentu penting dalam model mekanistik/organik. Ketika organisasi mekanistik memutuskan untuk berinovasi dalam wilayah manajemen biaya, maka organisasi itu akan memilih inovasi administrasi seperti ABC. 3. Implementasi AA dan ACA atau ABC Diantara SBU yang Sudah Mengadopsi ABC H3 berusaha menyediakan beberapa pandangan mengapa perusahaan yang mengadopsi ABC tidak merasa perlu untuk mengimplementasikannya. Untuk menguji H3, organisasi yang mengadopsi ABC dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang memutuskan untuk mengadopsi ABC namun pada akhirnya hanya mengimplementasikan AA atau ACA atau berbagai pendekatan AM. Kelompok kedua terdiri dari SBU yang mengadopsi dan mengimplementasi ABC. Hasil koefisien regresi menunjukkan bahwa sentralisasi dan formalisasi berhubungan signifikan dengan implementasi ABC di antara organisasi-organisasi yang mengadopsi ABC. Model regresi logit yang digunakan untuk menguji hipotesis H3 adalah sebagai berikut: ABCIM = a + b1 CENT + b2 VERT + b3 FORM + b4 SIZE + e Dari hasil regresi logit ditemukan bahwa diferensiasi vertikal berlawanan tanda dari yang diperkirakan. Hasil pengujian Chi-Square menunjukkan bahwa sentralisasi dan formalisasi secara signifikan berhubungan dengan implementasi ABC, hal ini berarti mendukung H3. Vertikal diferensiasi mungkin lebih berdampak pada keputusan adopsi daripada proses implementasi. Hasil tersebut memberikan dukungan dalam penerapan model ambidextrous dalam konteks akuntansi manajerial. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketika SBU mekanistik membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi seperti ABC, mereka tetap menjalankan semua proses tanpa berhenti pada level sebelumnya dari AM seperti AA atau ACA. C. Diskusi Hasil-hasil dari analisis yang terlihat di bagian ini membuat kita menyimpulkan bahwa strategi dan struktur organisasional berpengaruh terhadap keputusan untuk mengadopsi dan mengimplementasi pendekatan AM. Strategi kompetitif yang bersaing melalui inovasi dalam hal pengembangan produk dan pasar cenderung terbuka terhadap teknik-teknik baru yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan pemrosesan dan informasi. Hal ini yang menjelaskan mengapa strategi prospector berhubungan dengan adopsi pendekatan AM. Struktur organisasional juga merupakan determinan yang penting dalam proses difusi inovasi, hal ini mempengaruhi SBU dalam menentukan pendekatan AM yang dipilih. Organisasi mekanistik lebih mengutamakan sistem formal daripada organisasi organik yang menyukai sistem informal. AA dan ACA lebih bersifat informal, sedangkan ABC lebih formal. Hasil penelitian ini menjelaskan beberapa alasan yang mendukung hal ini. Derajat diferensiasi vertikal berhubungan secara positif dengan adopsi ABC dari sampel SBU yang digunakan

disini. Tingkatan lebih tinggi dari diferensiasi vertikal secara karakteristik berhubungan dengan struktur organisasi mekanistik. Jadi, organisasi mekanistik cenderung mengadopsi ABC, sedangkan organisasi mekanik cendrung mengadopsi AA atau ACA. Struktur organisasional juga mempengaruhi proses implementasi. Inovasi administratif seperti ABC lebih mudah diimplementasikan dalam organisasi mekanistik, sedangkan AA atau ACA yang merupakan inovasi teknik lebih mudah diimplentasikan dalam organisasi organik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diantara SBU yang mengadopsi ABC, SBU yang lebih formal dan tersentralisasi cenderung mengimplementasikan ABC, sedangkan yang lainnya memilih mengimplementasikan AA dan ACA. V. Simpulan Penelitian ini berusaha untuk menyediakan beberapa pandangan terhadap fenomena ABC Paradox. Temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa adopsi dan implementasi pendekatan AM tergantung pada beberapa faktor kontekstual. Jenis strategi organisasi yang dipilih mendorong kebutuhan inovasi dalam bidang manajemen aktivitas. Struktur organisasi mempengaruhi kemampuan organisasi dalam mengimplementasi inovasi. Organisasi organik lebih sesuai mengimplementasikan AA dan ACA sedangkan organisasi mekanistik cenderung lebih berhasil mengimplementasikan ABC. Hasil menunjukkan bahwa strategi prospector berhubungan dengan keputusan manajer untuk mengadopsi pendekatan AM. Studi ini juga menunjukkan bahwa struktur organisasi memiliki peranan penting dalam pemilihan jenis pendekatan AM. Ditemukan bahwa organisasi dengan tingkat diferensiasi vertikal yang tinggi cenderung mengadopsi ABC dibandingkan dengan organisasi yang tingkatan diferensiasi vertikalnya lebih rendah. Sentralisasi dan formalisasi berhubungan signifikan dengan implementasi ABC diantara organisasi yang mengadopsi ABC. Beberapa keterbatasan penelitian yang dikemukakan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Walaupun tingkat respon berada di atas 39 persen, namun masih tetap ada potensi nonresponse bias. 2. Operasionalisasi strategi kompetitif dan struktur organisasional mungkin dapat menjadi masalah 3. Skor untuk sentralisasi, formalisasi, dan diferensiasi vertikal mungkin berhubungan erat dengan tiap industri SBU. 4. Walaupun semua model penelitian ini signifikan berdasarkan uji Chi-square, namun masih sangat rendah bila berdasarkan Agresti (1990) 5. Meskipun SBU teridentifikasi, namun kuesioner penelitian ini dikirimkan kepada controller atau vice-president. Kontribusi penelitian ini antara lain meningkatkan pemahaman kita terhadap proses difusi inovasi akuntansi manajemen seperti ABC. Selain itu, kontribusi dalam hal hubungan antara determinan organisasional dengan adopsi dan implementasi ABC. Penelitian ini memperkaya referensi tentang ABC dimana hanya terbatas pada cerita keberhasilan dari implementasi ABC. Penelitian ini menyediakan beberapa penjelasan atas faktor-faktor kontekstual yang mempengaruhi difusi dari suatu inovasi akuntansi manajemen seperti ABC.

Penelitian ini merupakan karya pertama dari program penelitian atas difusi inovasi akuntasi manajemen dalam organisasi masa kini. Penjelasan dari Dosen

TELAAH KRITIS
The Effect of Strategy and Organizational Structure on The Adoption And Implementation of Activity-Based Costing by Maurice Gosselin A. Validitas Internal dan Eksternal Penelitian ini termasuk penelitian korelasional (correlational study) yang bertujuan untuk menentukan variabel penting yang berkaitan dengan masalah. Dalam penelitian korelasional, tingkat intervensi peneliti minimal sehingga validitas internalnya sangat rendah, dan situasi studinya tidak diatur sehingga validitas eksternalnya sangat tinggi. Hal ini membuat tidak diperlukan pertimbangan validitas internal dan eksternal dari penelitian ini. B. Kualitas Pengumpulan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan Total Design Method untuk memastikan bahwa tingkat response akan cukup tinggi sehingga mampu mengatasi masalah nonresponse bias. Namun, dalam artikel tidak dijelaskan tentang bagaimana cara mengoperasikan metode tersebut yang digunakan dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini juga tidak menjelaskan berapa lama waktu yang digunakan untuk mengumpulkan data mulai dari pengiriman kuesioner awal hingga saat respon yang terakhir diterima peneliti. Hal ini membuat kita tidak mengetahui proses pengumpulan data dan rentang waktu pengumpulan data. Apabila rentang proses pengumpulan datanya terlalu lama maka akan tidak lagi relevan, hal ini terkait dengan salah satu faktor yang diteliti dari penelitian ini yaitu, strategi organisasi. Dimana terdapat kemungkinan terjadi perubahanperubahan dalam penerapan strategi, yang dapat menimbulkan ketidakkonsistenan dalam penelitian ini. Diferensiasi vertikal sebagai operasionalisasi dari struktur organis/mekanis merupakan variabel yang diukur dengan menggunakan skala rasio. Hal ini karena variabel ini diukur dari berapa jumlah total tingkat hierarki antara CEO SBU atau yang disamakan, dengan supervisor garis depan (front line supervisor). Karena variabel ini mengukur jumlah total, berarti variabel ini memiliki titik nol absolut. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel diferensiasi vertikal diukur dengan skala rasio. Berarti dalam model penelitian ini terdapat variabel yang diukur dengan skala nominal, dan skala rasio. Hal ini dapat berpengaruh terhadap jenis analisis apa yang akan digunakan, karena skala yang digunakan berbeda. Faktor kontekstual strategi manajemen dalam penelitian ini dihubungkan dengan adopsi AM, padahal tujuan dari penelitian ini meneliti strategi manajemen dalam hubungannya dengan pengadopsian dan implementasi ABC. Hal ini membuat hasil pengujian hipotesis 1 tidak tepat sasaran dalam menjawab masalah penelitian. C. Konsistensi antara Masalah Penelitian, Formulasi Hipotesis, dan Analisis Data Konsistensi antara ketiga hal dalam penelitian ini masih kurang sesuai atau dengan kata lain belum konsisten. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh dari strategi dan struktur organisasi terhadap adopsi dan

implementasi dari pendekatan AM khususnya ABC. Berdasarkan masalah penelitian tersebut berarti tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh dari faktor-faktor kontekstual tersebut (strategi dan struktur organisasional) terhadap adopsi dan implementasi AM, khususnya ABC. Namun, hipotesis penelitian dirumuskan dalam pernyataan-pertanyaan bahwa strategi dan struktur organisasi berhubungan dengan adopsi dan implimentasi AM, bukan pernyataan bahwa strategi dan struktur organisasi berpengaruh terhadap adopsi dan implimentasi AM. Hal ini berarti bahwa terjadi ketidakkonsistenan antara masalah penelitian dengan formulasi hipotesis, karena pada masalah penelitian disebutkan bahwa penelitian ini akan menguji pengaruh, namun pada perumusan hipotesis secara tersirat menyebutkan bahwa penelitian ini akan menguji hubungan antarfaktor yang diteliti. Kata hubungan menyiratkan adanya hubungan dua arah atau saling mempengaruhi antarfaktor. Sedangkan masalah penelitian menggunakan kata pengaruh yang menyiratkan hubungan satu arah yaitu, variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Di dalam hipotesis juga dinyatakan arah hubungan tersebut yaitu, positively. Dalam suatu penelitian yang meneliti hubungan tidak perlu diketahui bagaimana hubungan antarvariabel tersebut, cukup untuk menguji bagaimana keeratan hubungan tersebut dan signifikansinya saja. Jika penelitian bertujuan menguji pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen, barulah dapat dinyatakan arah pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Bentuk hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bentuk hipotesis direksional (Sekaran, 2003). Dalam analisis data, penelitian ini menganalisis hubungan korelasional antarfaktor, dan menguji pengaruh dari faktor-faktor kontekstual tersebut terhadap adopsi dan implementasi AM dan ABC. Hal ini berarti analisis data yang dilakukan didasarkan pada masalah penelitian dan hipotesis yang dirumuskan, dimana keduanya berbeda. Terjadi dualisme dalam menganalisis data penelitian yaitu, penentuan hubungan dan pengujian pengaruh. Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi ketidakkonsistenan antara masalah penelitian, perumusan hipotesis, dan analisis data. D. Kecocokan Analisis Statistik Analisis statistik non-parametrik yang digunakan dalam penelitan ini adalah analisis korelasi, Chi-square dan regresi logit. Analisis korelasi dan Chi-square digunakan untuk menentukan hubungan antarvariabel, sedangkan regresi logit digunakan peneliti untuk menentukan arah pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen yang dijelaskan dalam model regresi. Menurut Indriantoro (1999), salah satu dasar yang menentukan jenis metode statistik yang akan digunakan adalah tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh, namun dalam analisis data ternyata selain dilakukan regresi logit juga dilakukan analisa dengan koefisien korelasi dan Chi-square. Berdasarkan masalah penelitian dan hipotesis yang dirumuskan, penelitian ini menggunakan dua jenis metode analisis statistik yaitu, analisis data bivariate dan univariate. Analisis bivariate ditunjukkan dengan digunakannya koefisien korelasi Spearman dan Chi-square, sedangkan analisis multivariate ditunjukkan dengan digunakannya regresi logit. Menurut Indriantoro (1999), salah satu dasar lain yang menentukan jenis metode statistik yang akan digunakan adalah jumlah variabel

penelitian. Jumlah variabel dalam penelitian ini lebih dari satu sehingga harus menggunakan analisis data multivariate. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis data yang digunakan cocok dengan tujuan penelitian, namun analisis data yang digunakan berlebihan. E. Keterbatasan Penelitian Lainnya Penelitian ini dalam pengumpulan datanya menggunakan salah satu metode pemilihan sampel nonprobabilitas, yaitu purposive sampling. Peneliti tidak menjelaskan hal tersebut dalam artikel, namun hal ini bisa kita perhatikan melalui pemilihan populasi yang terdiri dari perusahaan manufaktur, dan kemudian sampel diperoleh setelah melalui tahap penyaringan kriteria agar diperoleh informasi yang benar-benar dibutuhkan dalam penelitian. Namun, Indriantoro (1999) menyatakan bahwa kelemahan metode ini adalah pada hasil analisis yang kemampuan generalisasinya rendah. Hal ini berarti penelitian ini memiliki keterbatasan dalam kemampuannya untuk digeneralisasi. Selain itu, penelitian ini tidak mengindikasikan seberapa besar pengaruh dari kedua faktor kontekstual yang digunakan terhadap adopsi dan implementasi ABC. Hal ini membuat kita tidak bisa mengetahui apakah ada kemungkinan faktorfaktor kontekstual lain yang dapat mempengaruhi adopsi dan implementasi ABC dan seberapa besar kemungkinan itu. Telaah kritis Sumiyana Purposive sampling Tingkat signifikansi berbeda-beda Uji beda yang digunakan mengapa menggunakan regresi, mengapa tidak menggunakan ANOVA Apa implikasi dalam praktik akuntansi?penelitian ini hanya dapat digunakan untuk membantu investor potensial dan investor saat ini untuk pengambilan keputusan investasi

Anda mungkin juga menyukai