Anda di halaman 1dari 10

X.

DISKUSI Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mental, dan merujuk

pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus didiagnosa gangguan campuran pikiran dan tindakan obsesif (F42.2).1

ini dapat

Secara umum pedoman diagnostik gangguan obsesif-kompulsif (F42) adalah1: Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut: o Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri; o Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita; o Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas); o Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan

(unpleasantly repetitive) Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi. Penderita gangguan obsesif-kompulsif seringkali juga

menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang (F33.-) dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresif-nya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. 15

Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang. Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut. Pedoman diagnostik dari gangguan campuran pikiran dan tindakan obsesif (F42.2) adalah1: Kebanyakan dari penderita obsesif-kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bilamana kedua hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan, sebaiknya dinyatakan dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. Hal ini berkaitan dengan respons yang berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih responsif terhadap terapi perilaku. Obsesi adalah isi pikiran yang kukuh (persistent) timbul, biarpun tidak dikehendakinya, dan diketahuinya bahwa hal itu tidak wajar atau tidak mungkin, misalnya bahwa anaknya sedang sakit keras atau bahwa seorang wanita menjadi hamil karena perbuatannya. Obsesi itu dapat menimbulkan kompulsi, misalnya obsesi barangnya hilang menyebabkan kompulsa membuka-buka lemari untuk melihat kalau barangnya masih ada di dalamnya.2 Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea atau bayangan mental yang mendesak ke dalam pikiran secara berulang. Pikiran atau bayangan obsesif dapat berupa kekhawatiran yang biasa tentang apakah pintu sudah dikunci atau belum,

16

sampai fantasi yang aneh dan menakutkan tentang bertindak kejam terhadap orang yang disayangi.2 Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Sering suatu pikiran obsesif mengakibatkan suatu tindakan kompulsif. Tindakan kompulsif dapat berupa berulang kali memeriksa pintu yang sudah terkunci, kompor yang sudah mati atau menelepon orang yang dicintai untuk memastikan keselamatannya. Sebagian orang sangat terdorong untuk berulang kali mencuci tangan setiap beberapa menit atau menghabiskan sangat banyak waktu untuk membersihkan sekelilingnya dengan tujuan untuk mengurangi rasa takut akan kontaminasi.2 Terdapat beberapa persamaan antara obsesi dan kompulsi2 1. Suatu pikiran atau dorongan mendesak ke alam sadar secara gigih dan terus menerus. 2. Timbul perasaan takut yang hebat dan penderita berusaha untuk menghilangkan pikiran atau dorongan itu. 3. Obsesi dan kompulsi itu dirasakan sebagai asing, tidak disukai, tidak dapat diterima, tetapi tidak dapat ditekan. 4. Pasien tetap sadar akan gangguan ini, ia tetap mengenal bahwa hal ini tidak wajar dan tidak rasional, biarpun obsesi atau kompulsi itu sangat hebat. 5. Pasien merasakan suatu kebutuhan yang besar untuk melawan obsesi dan kompulsi itu. Individu menghilangkan kecemasannya dengan perbuatan atau buah pikiran yang berulang-ulang. Pasien mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak masuk akal, tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak dapat menghilangkannya dan ia juga tidak mengerti mengapa ia mempunyai dorongan yang begitu kuat untuk berbuat dan berpikir demikian. Bila ia tidak menurutinya, maka akan timbul kecemasan yang hebat.2 Lebih dari separuh pasien gangguan obsesif-kompulsif (GOK) mempunyai pikiran obsesif tanpa perilaku kompulsif yang ritualistik. GOK sering menyertai depresi atau gangguan anxietas lain. Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa

17

gejala akan membaik dengan waktu dan hampir separuhnya akan pulih atau hanya menderita gejala yang ringan.2 Terdapat juga beberapa gangguan yang bisa merupakan bagian dari, atau dengan kuat dihubungkan dengan, spektrum GOK, termasuk2: Gangguan dismorfik tubuh (Body Dysmorphic Disorder). Pada gangguan ini orang terobsesi dengan keyakinan bahwa mereka buruk rupa atau bagian tubuh mereka berbentuk tidak normal. Trikhotilomania. Orang dengan trikhotilomania terus menerus mencabuti rambut mereka sehingga timbul daerah-daerah botak. Sindrom Tourettes. Gejala sindrom Tourettes meliputi gerakan yang pendek dan cepat, tik dan ucapan kata-kata kotor yang tak terkontrol. Pengobatan pada gangguan campuran pikiran dan tindakan obsesif dapat diberikan obat anti-obsesif kompulsif dengan acuan obat Clomipramine. Obat anti-obsesif kompulsif digolongkan menjadi3: 1. Obat anti-obsesif kompulsif trisiklik Contoh: Clomipramine 2. Obat anti-obsesif kompulsif SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram. Pada pasien ini diberikan clomipramine dengan merk dagang anafranil. Mekanisme kerja obat ini didasarkan pada hipotesis bahwa sindrom obsesif kompulsif berkaitan dengan hipersensitivitas dari serotonin receptor di sistem saraf pusat. Sehingga mekanisme kerja obat anti-obsesif kompulsif adalah sebagai serotonin reuptake blockers (menghambat re-uptake neurotransmiter serotonin), sehingga hipersensitivitas tersebut berkurang.3 Hipotesis tersebut berdasarkan temuan penelitian klinis bahwa ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan gejala depresif. Penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang (F33.-) dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresif-nya. Dalam

18

berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.3 Efek samping obat anti-obsesif kompulsif sama seperti obat antidepresi trisiklik dapat berupa3: 1. Efek anti-histaminergik (sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan

berkurang, kinerja psikomotor menurun, dll) 2. Efek anti-kolinergik (mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus takikardia, dll) 3. Efek anti-adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi ortostatik) 4. Efek neurotoksis (tremor halus, kejang-epileptik, agitasi, insomnia) Untuk pencegahan terhadap akibat yang merugikan dari efek samping tersebut, sebelum penggunaan obat perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang teliti, terutama fungsi hati dan fungsi ginjal, serta pemeriksaan EKG dan EEG, khususnya pada penderita anak-anak atau dewasa dengan riwayat kejang (efek epileptogenik dari obat anti-obsesif kompulsif trisiklik) dan penderita yang berusia lanjut (the anticholinergic side effects which magnify with age).3 Respons penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30 60% dan kebanyakan masih menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian, umumnya penderita sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik, perlu disertai dengan terapi perilaku (behavior therapy).3 Terdapat beberapa jenis terapi perilaku yang banyak digunakan orang, yaitu relaksasi, desensitisasi sistematis, pembiasaan operan, modeling, pelatihan asersi, pelatihan aversif, dan biofeedback.4 Relaksasi Ada yang berpendapat bahwa relaksasi adalah bukan termasuk terapi perilaku yang spesifik, karena dalam terapi, latihan relaksasi ini sering pula digunakan sebagai pengantar. Alasannya sangat jelas, yakni kalau melakukan kegiatan macam apapun, seandainya dilakukan dalam kondisi dan situasi yang

19

relaks, maka hasil dan prosesnya akan optimal. Namun, karena menyangkut metode yang sama dengan terapi perilaku, ialah berupa pengaturan terutama gerakan motorik, maka akan lebih tepat untuk menempatkan dalam kelompok Terapi Perilaku.4 Tujuannya sudah jelas, bahwa relaksasi merupakan upaya untuk mengendurkan ketegangan, pertama-tama jasmaniah yang pada akhirnya mengakibatkan mengendurnya ketegangan jiwa. Caranya dapat bersifat

respiratoris, yaitu dengan mengatur aktivitas bernafas, atau bersifat otot. Pelatihan relaksasi pernafasan, dilakukan dengan mengatur mekanisme pernafasan, ialah tempo/irama dan intensitas yang lebih lambat dan dalam. Ketentuan dalam bernafas, khususnya dengan irama yang tepat, akan menyebabkan otot makin lentur dan dapat menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuatnya kaku.4 Sangat biasa, dan itulah yang banyak dilakukan orang, yakni dalam bentuk penggabungan relaksasi pernafasan dan otot. Caranya adalah dengan mengatur nafas yang kemudian ditambah dan dikombinasikan dengan pengaturan gerakan otot. Jadi, 1. Pertama tama mengatur irama dan kedalaman pernafasan sampai pada taraf yang paling membuat pasien merasa nyaman. 2. Kemudian otot otot dilatih menegang dan melemas.4 Kebanyakan pelatih relaksasi, memulai melemaskan atau menegangkan otot pada bagian tubuh yang terjauh dari jantung. Alasannya adalah agar kalau terjadi kekejangan pada otot karena mulai melatih, maka kekejangan itu tidak pada otot jantung atau yang dekat dengan jantung. Jadi, mulai dari ujung kuku, tungkai kaki, dan seterusnya, serta jari tangan, tangan lengan dan seterusnya.4 Desensitisasi Sistematis Proses teknik penanganan (counter ini umumnya dilandasi terutama oleh dalam prinsip rangka

kontrakebiasaan

belajar

conditioning),

menghilangkan kecemasan dan kadang kadang juga ketakutan. Jenis teknik ini akan lebih baik kalau obyek yang menyebabkan menjadi tegang atau takut, relatif jelas. Misalnya, takut pada sesuatu benda (phobia) atau takut kalau harus

20

berpidato di hadapan banyak orang, dengan alasan yang tidak masuk akan, irasional.4 Tata laksana teknik terapi ini didasarkan pada desensitisasi, artinya membuat lebih tidak sensitifnya ia terhadap sesuatu hal, keadaan, atau pendapat; dan sistematika, yang berarti memiliki urutan tertentu, secara bertahap. Misalnya, menangani orang/klien yang takut pada binatang tertentu, misalnya ular. Klien diminta untuk memperhatikan gambar ular yang kecil yang ditempatkan pada tempat yang jauh. Kalau klien tidak menunjukkan ketegangan, kecemasan atau ketakutan, gambar itu dikedepankan secara bertahap. Kemudian, gambarnya diperbesar dan dilakukan hal yang sama. Selanjutnya, gambar diganti dengan ular kecil yang tidak berbahaya. Kemudian dengan ular yang besar dan seterusnya.4 Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan pada teknik desensitisasi sistematis ini, yakni pertama, pembuatan program terapi yang dibangun bersama antara klien dan terapis secara tepat, dan Kedua, menentukan obyek yang menakutkan itu. Kalau takut pada singa liar yang lapar, itu wajar, bukan fobia. Ukuran fobia atau tidak, akan tergantung pada pendapat ilmu pengetahuan dan pemahaman umum. Ular sering disebut sebagai obyek fobia, karena menurut ilmu pengetahuan, ular itu secara disebut sebagai obyek fobia, karena menurut ilmu pengetahuan, ular itu secara umum bukanlah binatang buas yang memburu manusia untuk dipatuk. Takut pada kecoa pada kaum wanita pada umumnya, bisa normal, sehingga tidak dapat disebut fobia. Tetapi kalau takutnya berlebihan, maka jadi disebut fobia.4 Pembiasaan Operan Landasan pembiasaan operan adalah aplikasi penguatan negative dan positif (negative and positive reinforcement), respons cost, pembentukan perilaku dengan ancer-ancer suksesif (Shaping by successive approximations), dan pembedaan (Discrimination) atau penyamaan (Generalization).4 Penguatan atau reinforcement adalah upaya agar apa yang telah dicapai atau dimiliki dapat dipertahankan atau disebut ditingkatkan (positif). Bisa jadi juga sebaliknya, yaitu dilemahkan atau disebut extinction, bila kebiasaan yang telah relasi terapeutik antara terapis dank lien (Ford, 1978). Penguatan negative

21

dilakukan seandainya terdapat tingkah laku yang tidak diharapkan, misalnya gejala-gejala tics atau gagap.4 Operan merupakan inisiatif yang dilakukan oleh klien, dalam arti bahwa ia melakukan pemilihan apa yang sebaliknya dilakukan berdasarkan berbagai opsi, yang disediakan.4 Respons cost, reposisi penguat positif berkaitan dengan perilaku negative dicontohkan dalam kontrak penanggulangan (Contract Treatment) sering digunakan sebagai insentif bagi klien untuk berpartisipasi secara penuh dalam suatu program terapeutik atau pendidikan. Misalnya, partisipan dalam program pendidikan keterampilan orang tua bisa diminta untuk mengajukan suatu simpanan yang sebanding dengan bayarannya, yang akan dibayarkan kepadanya jika ia telah menyelesaikan seluruh intervensinya. Jika, bagaimanapun, klien gagal datang pada sesi intervensi, suatu bagian dari tabungan akan datang sebagai denda, sebagai biaya. Jika terdapat banyak keterampilan harus dimiliki klien dalam proses intervensinya, cara respons cost ini sering efektif. Misalnya dalam usaha meningkatkan keterampilan sosial.4 Pelatihan diskriminasi dan generalisasi terprogram, dicontohkan oleh pendekatan keperilakuan terhadap manajemen strees dan pendidikan kesehatan. Klien pertama tama dilatih untuk membedakan antara stress/ketegangan dan relaksasi, dalam arti reaksi badan dan perilaku kognitifnya. Diskriminasi dapat dikuatkan dengan pelaksanaan stressnya selama seminggu dan relaksasi dalam pelatihan relaksasi otot progresif.4 Modeling Prinsip teori yang melandasi teknik terapi ini adalah teori mengenai belajar melalui pengamatan (observation learning) atau sering juga disebut belajar sosial (social learning) dari Walter dan Bandura. pada prinsipnya, terapis memperlihatkan model yang tepat untuk membuat klien dapat meniru bagaimana ia seharusnya melakukan upaya menghilangkan perasaan dari pikiran yang tidak seharusnya dari orang lain yang disebut model itu.4 Terhadap dua konsep yang berbeda yang digunakan dalam modeling ini, yakni antara coping dan mastery model menampilkan perilaku ideal, contohnya

22

bagaimana menangani ketakutan. Sebaliknya, coping model pada dasarnya menampilkan bagaimana ia tidak merasa takut untuk menghadapi hal yang semula menakutkan. Pelatihan Asersi Pelatihan ini makin banyak dikembangkan dan digunakan orang karena untuk dapat membangun kerjasama dan bergaul dengan orang lain diperlukan sikap dan kemampuan asertif. Kemampuan asertif ini adalah kemampuan untuk mengekspresikan apa ada dalam diri seseorang secara mandiri dan tegas serta memuaskan, rasional, dan juga tanpa mengagrasi maupun mengikuti orang lain. Saat ini banyak orang yang mengalami kesukaran dalam mengambil inisiatif yang positif maupun negative, berpendirian, dengan aturan aturan yang masuk akal, menolak, permintaan yang tidak masuk akal.4 Assertion Training (AT) digunakan untuk menanggulangi gangguan obsesif kompulsif, alkoholisme, penyimpangan seksual, cemas saat berpacaran, perilaku agrasif dan eksplosif, dan kelemahan keterampilan sosial. Secara tipikal, perlaksanaan AT melibatkan teknik teknik keperilakuan sebagai berikut4: Sharing by successive approximations. Teknik ini mungkin merupakan metode yang paling fundamental, melibatkan provisi penguatan positif kepada klien sebagai pembelajaran untuk menampilkan perilaku asertif terus menerus. Caranya adalah seperti keterampilan desensitasi, dimana dibuat suatu urutan bertingkat (hirakhi) dari perilaku yang hanya sedikit nilai asertifnya sampai yang dinilai sangat asertif. Yang lebih spesifik antara lain adalah: Modelling, dimana klien mencontoh perilaku asertif yang efektif; kemudian latihan berperilaku (behavior rehearsal), di mana klien berlatih melakukan tindakan tindakan dalam situasi yang tidak mengancam. Selanjutnya juga coaching, di mana terapis melatih klien untuk melakukan tindakan tindakan asertif. Selanjutnya juga pemberian umpan balik (feed back), dimana terapis menyediakan penguat dan saran saran ketika klien berada dalam situasi pelatihan ; dan pemberian instruksi videotape. Dari penelitian penelitian disimpulkan bahwa yang paling efektif adalah kombinasi dari teknik-teknik tersebut.4

23

Biofeedback Teknik ini merupakan teknik yang digunakan untuk pembiasaan perilaku otomatis manusia. Paradigma umum penanggulangan biofeedback melibatkan penggunaan peralatan perekam yang secara terus menerus memantau respons respons fisik subyek dan tampilan respons itu kepada subyek. Misalnya peralatan mencatat detak jantung atau tegangan otot subyek, dan subyek dapat mengamati dan menerima umpan balik.4

24

Anda mungkin juga menyukai