Anda di halaman 1dari 3

Perkembangan Pers di Indonesia Pers di Era Kolonial (tahun 1744 sampai awal abad 19) Belanda menerbitkan surat

kabar berbahsa belanda kemudian masyarakat Indo Raya dan Cian juga menerbitkan suratkabar dalam bahasa Belanda, Cina dan bahasa daerah. Antara tahun 1854-1860 Dalam periode ini surat kabar dengan bahasa Belanda masih memegang peranan penting dalam dunia pers Indonesia, namun surat kabar dengan bahasa Melayu telah terbit bernama Slompret Melajoe di Semarang yang diterbitkan oleh H.C. Klinkert. [sunting]Antara tahun 1860-1880 Surat kabar dengan bahasa pra-Indonesia dan Melayu mulai banyak bermunculan tetapi yang menjadi pemimpin surat kabar-surat kabar ini semuanya adalah orang-orang dari peranakan Eropa. [sunting]Antara tahun 1881 sampai Kebangkitan Nasional Periode ini mempunyai ciri tersendiri karena para pekerja pers terutama para redakturnya tidak lagi dari peranakan Eropa tetapi mulai banyak peranakan Tionghoa dan Indonesia atau biasa disebut dengan pribumi.

Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda telah terbit sekitar 16 surat kabar dalam bahasa Belanda dan 12 surat kabar dalam bahasa Melayu seperti, Bintang Barat, HindiaNederland, Dinihari, Bintang Djohar (terbit di Bogor), Selompret Melayu dan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya) dan surat kabar berbahasa Jawa, Bromatani yang terbit di Solo

2. Pers di masa Penjajahan Jepang (1942 - 1945) Surat kabar yang beredar pada zaman penjajahan Belanda dilarang beredar. Pada era ini pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis namun juga mulai diberlakukannya izin penerbitan pers. banyak keuntungan bagi pers Indonesia, diantaranay adalah Pengalaman karyawan pers Indonesia bertambah, Adanya pengajaran bagi rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikan oleh sumber resmi Jepang, serta meluasnya penggunaan bahasa Indonesia. Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-

rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka namakan Dai Toa Senso atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, di zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah proJepang semata. 3. Pers dimasa Orde Lama atau Pers Terpimpin (1957 - 1965) 1950-Pada masa ini untuk memperoleh pengaruh dan dukungan pendapat umum, pers kita yang pada umumnya mewakili aliran-aliran politik yang saling bertentangan, menyalahgunakan kebebasan pers (freedom of the press), yang kadang-kadang melampaui batas-batas kesopanan. 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap pers. Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk Kementerian Penerangan dan badanbadannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar perubahan sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak. 4. Pers dimasa Orde Baru Lahirlah Pers pancasila dalam rumusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984), pers pancasila adalah adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif. keluarnya Undang-Undang Pokok Pers (UUPP) Nomor II tahun 1966, yang dijamin tidak ada sensor dan pembredelan, serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin terbit. ini hanya berlangsung kurang lebih delapan tahun karena sejak terjadinya Peristiwa Malari (Peristiwa Lima Belas Januari 1974), kebebasan pers mengalami set-back (kembali seperti zaman Orde Lama).

5. Pers di masa Reformasi - Sekarang pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara (pasal 4). Itulah sebabnya mengapa tidak lagi disinggung perlu tidaknya surat ijin terbit, yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat 2.

Sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/26/pers-indonesia-dari-masa-ke-masa496777.html http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_surat_kabar_Indonesia http://id.wikipedia.org/wiki/Media_massa#Perkembangan_Pers_Di_Indonesia http://mbahkarno.blogspot.com/2011/11/perkembangan-pers-di-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai