Imunisasi Dewasa
Imunisasi Dewasa
Ditulis oleh DR dr Iris Renganis, SPPD-KAI, Satgas PB-PAPDI Senin, 3 Januari 2011
Dalam mencapai Indonesia sehat di tahun 2010, upaya pencegahan penyakit termasuk imunisasi merupakan upaya penting. Manfaat imunisasi pada anak telah diyakini dapat mencegah penularan berbagai penyakit infeksi. Pemerintah telah melaksanakan program imunisasi anak di tingkat pelayanan primer. Namun demikian manfaat imunisasi pada orang dewasa belum sepenuhnya diyakini petugas kesehatan apalagi orang awam. Padahal American Society of Internal Medicine dalam pertemuan tahunannya di Atlanta, Amerika Serikat menegaskan kembali bahwa imunisasi pada orang dewasa dapat mencegah kematian seratus kali lipat akibat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin dibandingkan dengan anak. Jadi terdapat peluang besar untuk mencegah kematian orang dewasa melalui imunisasi. Upaya menggiatkan imunisasi dewasa perlu dimulai dengan meningkatkan kepedulian dan pemahaman petugas kesehatan terhadap pentingnya pencegahan.
Tujuan
Tujuan imunisasi atau vaksinasi adalah meningkatkan derajat imunitas, memberikan proteksi imun dengan menginduksi respons memori terhadap patogen/toksin tertentu dengan menggunakan preparat antigen (zat asing) non-virulen/non-toksik. Antibodi (zat kekebalan) yang diproduksi imunisasi harus efektif terutama terhadap mikroba (kuman) ekstraselular dan produknya. Antibodi akan mencegah efek merusak sel dengan menetralisasi toksin kuman (dipthteria, clostridium). Antibodi jenis IgA berperan pada permukaan mukosa, mencegah virus/bakteri menempel pada mukosa (efek polio oral). Mengingat respons imun baru timbul setelah beberapa minggu, imunisasi aktif biasanya diberikan jauh sebelum pajanan dengan patogen. Pencegahan imunisasi merupakan kemajuan besar dalam usaha imunoprofilaksis. Cacar yang merupakan penyakit yang sangat ditakuti, berkat imunisasi masal, sekarang telah lenyap dari muka dunia ini. Demikan pula dengan polio yang dewasa ini sudah banyak dillenyapkan di banyak negara. Pierce dan Schaffner melaporkan, kurangnya perhatian imunisasi pada usia dewasa disebabkan adanya keraguan masyarakat maupun petugas pelaksana pelayanan kesehatan terhadap keamanan vaksinasi, ganti rugi yang tidak memadai dan belum berkembangnya sistem imunisasi dewasa.
Peduli Imunisasi Dewasa di Amerika Serikat yang dilakukan setiap Oktober, bila belum bisa diikuti, setidaknya dapat dijadikan peringatan terhadap upaya preventif di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pasalnya, imunisasi sebagai salah satu langkah pencegahan telah terbukti ampuh membentengi diri dari ancaman penyakit. Dalam komunitas besar, imunisasi yang dilakukan secara masal telah terbukti dapat meeradikasi penyakit. Cacar dan polio, misalnya, merupakan penyakit yang telah dapat dieradikasi di banyak negara berkat imunisasi. Belajar dari imuniasi anak, kelompok usia dewasa juga patut mendapat imunisasi. Bahkan, seperti dilansir dalam pertemuan tahunan American Society of Internal Medicine di Atlanta Amerika Serikat, tahun 2001, imunisasi dewasa dapat mencegah kematian seratus kali lipat dibanding pada anak. Upaya pencegahan menularnya penyakitpenyakit infeksi melalui imunisasi dewasa dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit di kalangan orang dewasa. Seiring dengan itu, beberapa negara telah mencanangkan imunisasi dewasa secara masal untuk eradikasi penyakit tertentu. Negari Paman Sam, misalnya, beberapa puluh tahun lalu telah melakukan imunisasi influenza dan pneumokok. Beberapa penyakit seperti campak, rubella, dan hepatitis B menjadi target eradikasi di negara itu. Australia dengan program imunisasinya, telah berhasil melakukan vaksinasi terhadap 60% populasi usia lanjut yang berusia di atas 65 tahun. Sementara Kuba berhasil menurunkan kasus hepatitis B melalui imunisasi masal. Imunisasi merupakan kemajuan besar dalam usaha imunoprofilaksis. Upaya preventif ini untuk setiap orang dewasa yang menginginkan kekebalan tubuh terhadap penyakit-penyakit tertentu. Memang, terkesan memakan biaya, namun sesungguhnya dana yang dikeluarkan untuk kesehatan jauh lebih rendah dibanding ketika harus terbaring sakit. Suatu penelitian di Amerika telah membuktikan, imunisasi influenza pada orang berusia di bawah 65 tahun menunjukan pengurangan biaya, baik untuk pengobatan maupun biaya lain akibat kehilangan hari kerja. Dari penelitian itu, diketahui terdapat penurunan kunjungan ke dokter sekitar 34-44%, kehilangan hari kerja berkurang 32-45%, dan pemakaian obat seperti antibiotik menurun 25%. Bila dilihat cost effectiveness-nya, diperkirakan didapat penghematan rata-rata US$ 60-4000 per sakit di antara orang sehat usia 18-64 tahun. Penghematan ini bergantung pada harga vaksin, tingkat kesakitan, dan efektivitas vaksin melawan penyakit yang mirip influenza. Bila ditelisik lebih jauh, penghematan ini terkait efikasi imunisasi. Data dari American College of Preventive Medicine menunjukan bahwa efektivitas vaksin influenza pada kelompok usia di bawah 65 tahun sebesar 70-90%. Sedangkan vaksin hepatitis B efektivitasnya dalam mencegah penyakit sebesar 80-95%. Efektivitas ini menurun pada kelompok usia lanjut. Efektivitas vaksin pneumokok sebesar 60-64%, sementara pada kelompok usia di atas 65 tahun efektivitasnya menurun sebesar 44-61%. Vaksin campak akan menimbulkan imunitas yang bertahan lama pada sekitar 95% orang yang divaksin. Jika diulang maka imunitas akan timbul pada kelompok non responder, dapat mencapai 90%. Vaksin gondongan dapat menurunkan insidens penyakit 75%-95%. Vaksin rubella efektivitasnya sekitar 95%. Vaksin tetanus efektivitasnya dapat mencapai 100% dan vaksin difteria sebesar 85%. Vaksin demam tifoid dapat menurunkan insiden sekitar 77%. Prof. dr. Sjamsuridjal Djauzi, SpPD-KAI, pada simposium JACIN..mengatakan indikasi imunisasi dewasa cukup luas. Penggunaan vaksin pada orang dewasa didasarkan pada beberapa indikasi, yaitu riwayat paparan, risiko penularan, usia lanjut, status imun, pekerjaan, gaya hidup, dan rencana bepergian. Misalnya, vaksin tetanus toksoid diindikasikan untuk orang dengan riwayat paparan tertentu, vaksin influenza, hepatitis A, Tifoid, dan MMR diperlukan untuk orang yang berisiko terjadinya penularan, para usia lanjut dianjurkan diberi vaksinasi pneumokok dan influenza. Imunisasi hepatitis B pada petugas kesehatan perlu, mengingat kekerapan menderita penyakit ini lebih besar dibanding pada masyarakat. Vaksin Japanese B Encephalitis, Tifoid, Hepatitis A, Yellow fever perlu diberikan bagi orang yang berencana mengadakan perjalanan ke tempat-tempat tertentu. Bagi jemaah haji diwajibkan diberi vaksin meningokok. Terkait penggunaan imunisasi dewasa, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) pada 2003 telah merekomendasikan jadwal imunisasi dewasa. Dan sejak tahun 2004, beberapa konsensus vaksinasi dewasa telah direkomendasikan, termasuk vaksin HPV pada 2008. Beberapa vaksin seperti influenza, hepatitis B dan HPV menjadi prioritas untuk disosialisasikan. Guna
menggalakan imunisasi dewasa, sejak tahun 2000 telah dilakukan kegiatan klinik imunisasi dewasa di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Meski telah memiliki perangkat imunisasi dewasa, namun penggunaan imunisasi di negeri ini masih amat terbatas. Sub Direktorat Imunisasi, Direktorat Jenderal P2PL, Depkes, melakukan program imunisasi dewasa baru pada wanita usia subur (WUS) yang meliputi calon pengantin dan wanita hamil dengan memberi imunisasi tetanus toksoid agar bayi yang dilahirkan terbebas dari penyakit tetanus neonatorum. "Depkes belum ada data-data imunisasi dewasa lainnya, yang berjalan hanya imunisasi WUS dan wanita hamil," kata DR. dr. Julitasari Sundoro, MSc, dari Ditjen. P2PL, Departemen Kesehatan. Untuk imunisasi ini, lanjut Julitasari, telah berjalan cukup lama dan telah tersosialiasi hingga tingkat puskesmas. Depkes akan terus meningkatkan cakupan vaksin tetanus toksoid ini dengan program Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE). Di samping vaksinasi tetanus, Depkes juga mewajibkan vaksinasi meningitis dan menganjurkan vaksinasi influenza bagi jemaah haji, umroh dan TKI yang akan bepergian ke Saudi Arabia. Meski imunisasi dewasa di Indonesia masih terbatas, namun mengingat tingginya prevalensi penyakit infeksi, vaksin-vaksin lain yang telah memperoleh persetujuan BPOM juga penting untuk dilaksanakan. "Depkes masih fokus pada imunisasi anak. Sementara imunisasi dewasa kendala pada besar biaya pengadaan vaksin dan biaya operasional yang tak sedikit," kata Julitasari. Terbentur biaya, bukan berarti upaya pelaksanaan imunisasi dewasa mati. Pada mulanya, imunisasi ini berjalan sebagian besar didanai masyarakat dan pihak swasta. Oleh karena itu, menurut Sjamsuridjal, upaya yang mesti dilakukan adalah meningkatkan kesadaran akan pentingnya imunisasi dewasa. Ternyata, dari penelitian di Australia, peran dokter merupakan faktor terbesar yang menggerakan masyarakat melakukan imunisasi. Selanjutnya, perlu kerjasama berbagai pihak seperti profesi dokter, farmasi, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah untuk menjalankan program imunisasi dewasa seperti layaknya imunisasi anak.
Sumber: Majalah Farmacia edisi Oktober 2008 (vol.8 no.3), halaman: 32
1. Usia lanjut --> Imunisasi Influenza Influenza termasuk penyakit berat bila diderita orang berusia di atas 60 tahun. Berlaku juga bagi penderita penyakit jantung, paru-paru, dan kencing manis. Vaksin influenza dapat diberikan setiap tahun, disesuaikan dengan virus terbaru yang menyebar. 2. Penderita penyakit kronis seperti gagal ginjal--serta petugas kesehatan --> Influenza dan Hepatitis B Vaksinasi hepatitis B mencegah gangguan hati yang disebabkan virus hepatitis B (VHB). Vaksin bisa diberikan dalam bentuk suntikan. Dilakukan tiga kali, yakni bulan pertama, kedua, dan keenam. Vaksinasi diulang setelah 5-10 tahun. 3. Penyedia makanan --> Tifoid Penularan Tifoid (Tiphus) terjadi akibat mengkonsumsi air atau makanan yang terkontaminasi bakteri. Vaksinnya ada yang oral (ditelan) atau disuntikkan. Satu kali vaksinasi bertahan tiga tahun. 4. Perempuan muda --> Rubella dan HPV Rubella (campak Jerman) biasa dialami orang berusia belasan tahun atau dewasa. Nama vaksinnya MMR (Measles Mumps Rubella). Vaksinasi ini disarankan dua kali, yakni ketika berusia 18 tahun dan akan menikah. Bila sudah dua kali, tidak perlu lagi.
HPV (Human Papilloma Virus) adalah penyebab kanker serviks. Secara ideal, vaksin kanker serviks diberikan sedini mungkin, sebelum pernah melakukan hubungan seksual, pada usia 10-14 tahun. Vaksin ini berfokus pada HPV tipe 16 dan tipe 18 sebagai penyebab utama kanker serviks. 5. Wisatawan--jemaah haji --> Hepatitis A, Tifoid, Meningitis Meningitis (radang selaput otak) disebabkan oleh bakteri Neisseria Meningokokus dan biasa menular melalui udara. Orang Afrika kerap menderita penyakit ini. Untuk itu, jemaah haji Indonesia divaksin tiga pekan sebelum keberangkatan. Vaksin diberikan dalam bentuk suntikan, dan bertahan di tubuh selama 2-3 tahun.
Penyakit ini disebabkan virus yang dibawa nyamuk Aedes dan Haemagogus. Orang yang akan bepergian ke Afrika Selatan wajib menjalani vaksinasi penyakit ini. Serangan ringan demam kuning memberikan gejala mirip flu. 8. Hepatitis B Vaksinasi hepatitis B diperlukan untuk mencegah gangguan hati yang disebabkan virus hepatitis B (VHB). Gejala penyakitnya diawali dengan timbulnya demam selama beberapa hari. Lalu timbul rasa mual, keletihan, dan tetap terasa letih meski telah beristirahat cukup. Urine (air seni) akan terlihat keruh seperti air teh. Bagian putih bola mata dan kuku akan terlihat berwarna kuning. 9. Japanese B Enchephalitis Penyakit ini disebabkan virus yang menimbulkan infeksi otak. Virus dibawa nyamuk Culex yang hidup di daerah Asia (dari India Timur ke Korea, Jepang, dan Indonesia). Vaksinasi diberikan melalui suntikan pada hari ke-0, 7, dan 28. Dilakukan vaksinasi booster setahun kemudian. Vaksinasi diulang setiap 3 tahun. 10. Rabies Penyakit infeksi otak ini disebabkan virus. Penularannya melalui gigitan atau cakaran hewan yang terinfeksi virus rabies. Hewan yang mungkin menularkan rabies adalah anjing, kucing, kelelawar, monyet, dan lainnya. Vaksin diberikan melalui suntikan sebanyak 3 kali, yaitu hari ke-0, 7, dan 28. 11. Influenza Penyakit yang disebabkan virus dari keluarga Orthomyxoviridae ini menimbulkan wabah berulang dengan aktivitas kuat serta kejadian infeksi dan kematian tinggi pada semua usia. Influenza merupakan penyakit berat bila diderita orang berusia lanjut (di atas 65 tahun) serta penderita dengan penyakit jantung, paru-paru, dan diabetes mellitus (kencing manis).
Penjelasan rekomendasi jadwal imunisasi dewasa 1. Tetanus dan Diphteria (Td) Seluruh orang dewasa harus mendapat vaksinasi lengkap 3 dosis seri primer dari difteri dan toksoid tetanus, dengan 2 dosis diberikan paling tidak dengan jarak 4 minggu dan dosis ketiga diberikan 6 hingga 12 bulan setelah dosis kedua. Jika orang dewasa belum pernah mendapat imunisasi tetanus dan difteri, maka diberikan seri primer diikuti dosis penguat setiap 10 tahun. Macam vaksin: Toksoid Efektivitas: 90% Rute suntikan: i.m.
2. Measles, Mumps, Rubella (MMR) Orang dewasa yang lahir sebelum 1957 dianggap telah mendapat imunitas secara alamiah. Orang dewasa yang lahir pada tahun 1957 atau sesudahnya perlu mendapat 1 dosis vaksin MMR. Beberapa kelompok orang dewasa yang berisiko terpapar mungkin memerlukan 2 dosis yang diberikan tidak kurang dari jarak 4 minggu. Misalnya, mereka yang kerja di fasilitas kesehatan dan yang sering melakukan perjalanan. Macam vaksin: Vaksin hidup Efektivitas: 90-95% Rute suntikan: s.c.
3. Influenza Vaksinasi influenza dilakukan setiap tahun bagi orang dewasa dengan usia > 50 tahun; penghuni rumah jompo dan penghuni fasilitas-fasilitas lain dalam waktu lama (misalnya biara, asrama dsb); orang muda dengan penyakit jantung, paru kronis, penyakit metabolisme (termasuk diabetes), disfungsi ginjal, hemoglobinopati atau immunosupresi, HIV, juga untuk anggota rumah tangga, perawat dan petugas-petugas kesehatan di atas. Vaksin ini juga dianjurkan untuk calon jemaah haji karena risiko paparan tinggi. Di Amerika Serikat dan Australia, imunisasi influenza telah dijadikan program sehingga semua orang berumur 65 tahun atau lebih mendapat layanan imunisasi infuenza melalui program pemerintah. Macam vaksin: Vaksin split dan subunit Efektivitas: 8889% Rute suntikan: i.m. Catatan: vaksin ini dianjurkan untuk usia > 50 tahun untuk individual, sedangkan untuk program, usia > 65 tahun.
4. Pneumokok Vaksin polisakarida pneumokok diberikan, pada orang dewasa usia > 65 tahun dan mereka yang berusia < 65 tahun dengan penyakit kardiovaskular kronis, penyakit paru kronis, diabetes melitus, alkoholik chirrosis, kebocoran cairan serebospinal, asplenia anatomik/fungsional, infeksi HIV, leukemia, penyakit limfoma Hodgkins, mieloma berganda, malignansi umum, gagal ginjal kronis, gejala nefrotik, atau mendapat kemoterapi imunosupresif. Vaksinasi ulang secara rutin pada individu imunokompeten yang sebelumnya mendapat vaksinasi Pneumo 23 valensi tidak dianjurkan; tetapi, revaksinasi dianjurkan jika vaksinasi sebelumnya sudah > 5 tahun dan juga:
1. Umur < 65 th ketika divaksinasi terdahulu dan sekarang > 65 th 2. Merupakan individu berisiko tinggi terjadinya infeksi pneumokok serius (sesuai deskripsi
Advisory Comittee on Immunization Practice, ACIP)
5. Hepatitis A Vaksin Hepatitis A diberikan dua dosis dengan jarak 6 hingga 12 bulan pada individu berisiko terjadinya infeksi virus Hepatitis A, seperti penyaji makanan (food handlers) dan mereka yang menginginkan imunitas, populasi berisiko tinggi, mis: individu yang sering melakukan perjalanan atau bekerja di suatu negara dengan prevalensi tinggi Hepatitis A, homoseksual, pengguna narkoba, penderita penyakit hati, individu yang bekerja dengan hewan primata terinfeksi Hepatitis A atau peneliti virus Hepatitis A. Macam vaksin: Antigen virus inaktif Efektivitas: 94-100% Rute suntikan: i.m.
6. Hepatitis B Dewasa yang berisiko terinfeksi Hepatitis B: Individu yang terpapar darah atau produk darah dalam kerjanya, klien dan staff institusi pendidikan manusia cacat, pasien hemodialisis, penerima konsentrat faktor VIII atau IX, rumah tangga atau kontak seksual dengan individu yang teridentifikasi positif HBsAg-nya, individu yang berencana pergi atau tinggal di suatu tempat dimana infeksi Hepatitis B sering dijumpai, pengguna obat injeksi, homoseksual/biseksual aktif, individu heteroseksual aktif dengan pasangan berganti-ganti atau baru terkena PMS, fasilitas penampungan korban narkoba, individu etnis kepulauan
pasifik atau imigran/pengungsi baru dimana endemisitas daerah asal sangat tinggi/lumayan. Berikan 3 dosis dengan jadwal 0, 1 dan 6 bulan. Bila setelah imunisasi terdapat respons baik, maka tidak perlu dilakukan pemberian imunisasi penguat (booster). Macam vaksin: Antigen virus inaktif Efektivitas: 75-90% Rute suntikan: i.m.
7. Meningokok Vaksin meningokok polisakarida tetravalen (A/C/Y/W-135) wajib diberikan pada calon haji. Vaksin ini juga dianjurkan untuk individu defisiensi komponen, pasien asplenia anatomik dan fungsional, dan pelancong ke negara di mana terdapat epidemi penyakit meningokok (misalnya Meningitis belt di sub-Sahara Afrika). Pertimbangkan vaksinasi ulang setelah 3 tahun. Macam vaksin: Polisakarida inaktif Efektivitas: 90% Rute suntikan: s.c.
8. Varisela Vaksin varisela diberikan pada individu yang akan kontak dekat dengan pasien berisiko tinggi terjadinya komplikasi (misalnya petugas kesehatan dan keluarga yang kontak dengan individu imunokompromais). Pertimbangkan vaksinasi bagi mereka yang berisiko tinggi terpapar virus varisela, seperti mereka yang pekerjaannya berisiko (misalnya guru yang mengajar anak-anak, petugas kesehatan, dan residen serta staf di lingkungan institusi), mahasiswa, penghuni serta staf institusi penyadaran (rehabilitasi) anggota militer, wanita usia subur yang belum hamil, dan mereka yang sering melakukan perjalanan kerja/wisata. Vaksinasi terdiri dari 2 dosis yang diberikan dengan jarak 48 minggu. Macam vaksin: Virus hidup yang dilemahkan Efektivitas: 86% Rute suntikan: s.c.
Selain vaksin di atas, juga digunakan vaksin berikut pada orang dewasa. 9. Demam Tifoid Dianjurkan penggunaannya pada pekerja jasa boga, wisatawan yang berkunjung ke daerah endemis. Pemberian vaksin Thypim vi perlu diulang setiap 3 tahun. Macam vaksin: Antigen vi inaktif Efektivitas: 50-80% Rute suntikan: i.m.
10. Yellow Fever WHO mewajibkan vaksin ini bagi wisatawan yang akan berkunjung ke Afrika Selatan. Ulangan vaksinasi setiap 10 tahun. Macam vaksin: Virus hidup yang dilemahkan Efektivitas: tinggi Rute suntikan: s.c.
11. Japanese Encephalitis Untuk wisatawan yang akan bepergian ke daerah endemis (Asia) dan tinggal lebih dari 30 hari atau akan tinggal lama di sana, terutama jika mereka melakukan aktivitas di pedesaan. Macam vaksin: Virus inaktif Efektivitas: 91% Rute suntikan: s.c.
12. Rabies Bukan merupakan imunisasi rutin. Dianjurkan pada individu berisiko tinggi tertular (dokter hewan dan petugas yang bekerja dengan hewan, pekerja laboratorium), wisatawan yang berkunjung ke daerah endemis yang berisiko kontak dengan hewan dan individu yang tergigit binatang tersangka rabies. Macam vaksin: Virus yang dilemahkan Juga tersedia serum (Rabies Immune Globulin). Efektivitas vaksin: 100% Rute suntikan: i.m. atau s.c.
Faktor HALO
Imunisasi dewasa memang belum sepopuler imunisasi anak. Padahal, imunisasi dewasa tak kalah penting dan terbukti sangat efektif mencegah penyakit. Bahkan, menurut American Society of Internal Medicine, imunisasi pada orang dewasa dapat mencegah kematian 100 kali lipat dibandingkan pada anak. Ada banyak vaksinasi untuk orang dewasa, misalnya MMR, Tetanus dan Diphteri, Influenza, Pneumokok, Hepatitis A dan Hepatitis B, dan sebagainya. Imunisasi dewasa sifatnya sangat optional, tetapi suatu waktu bisa jadi akan menjadi vaksin wajib untuk orang dewasa. Misalnya, influenza. Bayangkan jika seorang karyawan terkena influenza dan tidak bekerja selama seminggu. Tentu akan sangat mengganggu produktivitas kerjanya, kata Okki. Untuk menilai apakah seseorang memerlukan jenis vaksinasi tertentu, harus dilihat faktor HALO-nya. HALO adalah singkatan dari Health (Kesehatan), Age (Usia), Life Style (Gaya Hidup), Occupancy (Pekerjaan). Faktor kesehatan yang perlu dipertimbangkan misalnya, apakah klien menderita penyakit kronis (jantung, diabetes, kanker, dan sebagainya), sedang hamil, memiliki riwayat STD (sexually transmitted disease/penyakit seks menular), menderita penurunan imun termasuk HIV, dan sebagainya. Faktor usia antara lain apakah klien termasuk usia dewasa produktif ataukah sudah tidak produktif. Kebutuhan vaksinasi orang usia produktif tentu berbeda dengan usia lanjut. Pada usia tidak produktif, vaksinasi sudah harus lebih digalakkan karena sudah gampang sakit, lanjut Okki.
Faktor gaya hidup misalnya apakah seseorang menyukai seks bebas atau tidak, menyukai traveling atau tidak, dan sebagainya. Ini akan menentukan jenis imunisasi yang diperlukan. Misalnya pada klien yang menyukai seks bebas, maka paparan paling sering adalah Hepatitis B dan STD, maka ia perlu vaksinasi HPV dan Hepatitis B, misalnya. Jenis pekerjaan juga menentukan jenis vaksinasi yang dibutuhkan. Misalnya, faktor risiko seorang dokter tentu berbeda dengan seorang karyawan kantoran, sehingga jenis vaksinasi yang dibutuhkan juga berbeda, jelas Okki. Nah, keempat faktor HALO inilah yang akan membantu klien atau petugas kesehatan dalam memutuskan jenis vaksinasi yang akan diberikan. Selain HALO, ada variabel lain yang juga perlu dilihat, seperti riwayat vaksinasi, penyaringan terhadap kontraindikasi, dan sebagainya.
Tahukah Anda bahwa orang dewasa juga memerlukan imunisasi? Ya, tidak hanya anak-anak yang memerlukan imunisasi. Tak banyak yang tahu bahwa orang dewasa pun sebaiknya diberikan imunisasi. Selain berfungsi sebagai salah satu pencegah penyakit yang paling sukses dan efektif, imunisasi juga terbukti menurunkan angka kesakitan dan kematian masyarakat pada umumnya. Kebijakan imunisasi di Indonesia masih mengutamakan bayi dan anak-anak sehingga membuat peran imunisasi dewasa terabaikan. Selain itu, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat menyebabkan minimnya pengetahuan masyarakat mengenai imunisasi dewasa. Untuk itu, sejak tahun 2003 Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI) telah menghasilkan konsensus imunisasi dewasa sehingga diharapkan terjadi peningkatan kesehatan dari hasil sosialisasi imunisasi dewasa. Tujuan imunisasi adalah memberikan memori terhadap suatu patogen atau toksin sehingga bisa meningkatkan derajat imunitas dan memberikan proteksi imun. Diharapkan dengan imunisasi terbentuklah kekebalan terhadap penyakit tertentu, sehingga pada masa depan penyakit tersebut tidak ada lagi secara global. American Society of Internal Medicine menyatakan, imunisasi pada orang dewasa bisa mencegah kematian seratus kali lipat dibandingkan pada anak. Namun sangat disayangkan bahwa pemberian imunisasi dewasa masih banyak mengalami kendala. Sebenarnya, mengapa orang dewasa tetap membutuhkan imunisasi? Hal ini disebabkan beberapa hal. Salah satunya karena pemberian imunisasi pada saat kecil tidak menjamin kekebalan seumur hidup. Selain itu, menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), imunisasi membuat kita sehat dan sama pentingnya dengan diet dan olahraga dalam menjaga kesehatan, serta aman dan efektif. Dengan demikian, imunisasi bisa menjaga kesehatan sehingga biaya pemeliharaan kesehatan akan lebih murah dan produktivitas tetap terjaga. Beberapa fakta pendukung pentingnya imunisasi dapat terlihat dari tingginya angka kematian akibat influenza hingga 360.000 dan 200.000 kasus rawat inap di Amerika Serikat. Selain itu, dua strain human papilloma virus (HPV) menyebabkan sekitar 70% kanker serviks, bahkan pada infeksi virus hepatitis B dan komplikasinya telah menyebabkan 5.000 kematian setiap tahun. Sebenarnya imunisasi apa saja untuk orang dewasa? Beberapa di antaranya vaksin influenza, pneumokokus, hepatitis B, yellow fever, HPV. Selain itu, banyak vaksin sedang dikembangkan agar dapat bermanfaat bagi kesehatan bersama. Karena itu, manfaatkanlah imunisasi bagi Anda orang dewasa sehingga Anda pun merasakan manfaat imunisasi bagi kesehatan Anda.
Universitas Indonesia/RSCM usai seminar Recent Management of Cancer in Men & Women di MRCCC Siloam Hospitals, Jakarta, Kamis (7/4/2011). Sebagai langkah menurunkan angka kasus kanker serviks, metode IVA digalakkan di seluruh puskesmas di Indonesia. Harganya murah, hanya Rp 5 ribu. Tenaga kesehatan di puskesmas sebagai penatalaksananya jelas menjadi ujung tombak keberhasilan. "IVA dipilih karena lebih murah dan penatalaksanaannya oleh bidan juga lebih mudah. Nah, problem kita sekarang adalah training untuk para bidan dan dokter umum. Ini perlu usaha terusmenerus dari semua pihak, jelas DR Laila.
Sumber: Okezone 7 April 2011