Anda di halaman 1dari 10

BAB I. PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Rongga mulut merupakan pintu masuk (port de entre) utama mikroorganisme, disamping itu juga rongga mulut merupakan tempat yng sangat ideal bagi perkembangbiakan bakteri karena adanya kelembaban, serta sisa makanan yang cukup tersedia di sana. Akibatnya dalam rongga mulut terdapat berbagai mikroorganisme aerob dan anaerob. Jumlah mikroorganisme dalam rongga mulut cukup besar variasinya dan tidak mungkin didefinisikan secara akurat. Rongga mulut bayi yang baru lahir bebas dari mikroorganisme namun hanya dalam waktu beberapa jam sudah terjadi kolonisasi bakteri. Streptococcus salivarius, Lactobaccili, dan Candida albicans. Actinomyces dan kuman anaerob lainnya baru tampak setelah satu bulan kelahiran, sedangkan Streptococcus sanguis dan Streptococcus mutans baru tumbuh mengikuti erupsi gigi geligi susu. Ronggga mulut orang dewasa mengandung banyak populasi mikroba yang begitu beragam yang ditemukan di antara tubuh manusia. Saliva yang tidak terstimulasi dilaporkan mengandung rata-rata 150 miliar organism per milliliter. Dengan demikian ada kurang lebih 100 juta bakteri per gram pada debris basah dalam krevikular gingiva. Di dalam traktus intestinal pada mamalia yang lebih rendah dan dalam pemamag biak bakteri hidup dimana saja dengan konsentrasi yang tinggi. Ditambah bahwa kepadatan konsentrasi bakteri dalam beberapa spesies berbeda. Bakteri-bakteri dalam rongga mulut berkoloni membentuk suatu pertahanan di rongga mulut yang dalam keadaan tertentu bias mengalami peningkatan dan penurunan jumlah yang dipengaruhi banyak faktor dalam organisasi pertahanan terhadap bakteri patogen. Menurunya fungsi factor-faktor pertahanan tubuh akan menimbulkan masalah karena adanya bakteri oportunistik yang dapat menjadi pathogen dan menimbulkan berbagai kelainan. Tetapi tidak semua mikroorganisme yang masuk dalam rongga mulut dapat berkoloni. Sifat-sifat dari mulut membuat ekologinya berbeda dengan semua permukaan tubuh, dan dapat mengatur jenis mikroorganisme tertentu untuk bertahan.

1.2 Tujuan Mengetahui perbedaan hunian bakteri di dorsum dan ujung lidah. Mengetahui perbedaan hunian bakteri di sulkus gingiva.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Selaput mukosa mulut dan faring seringkali steril waktu lahir tetapi dapat terkontaminasi waktu keluar melalui jalan lahir. Dalam 4-12 jam setelah lahir, Sterptococcus viridians menetap sebagai anggota flora yang paling utama dan tetap seperti ini selama hidup. Mikroorganisme ini mungkin berasal dari saluran pernapasan ibu dan perawat. Pada awal kehidupan, jenis flora bertambah dengan Staphilococcus aerob dan anaerob, diplococcus gram negative ( Neisseria, Branhamella), difteroid dan kadang-kadang Lactobaccil. Bila gigi geligi mulai keluar, Spirochaeta anaerob, bacteroides (khususnya B. melaninogenicus), spesies Fusobacterium, spesies Rothia, dan Capnocytophaga, beberapa vibrie anaerob serta Lactobacil akan menetap. Spesies Actinomyces dalam keadaan normal terdapat dalam jaringan tonsil dan gingival orang dewasa, berbagai protozoa mungkin terdapat juga. Ragi (spesies Candida) terdapat dalam mulut. Dalam faring dan trakea, flora yang sama akan menetap, sementara hanya ditemukan sedikit bakteri dalam bronki normal. Infeksi pada mulut dan saluran pernapasan atas seringkali melibatkan bakteri anaerob. Infeksi periodontal, abses perioral, sinusitis, mastoiditis erutama disebabkan oleh Provotella melaninigenica, Fusobacterium dan Peptostreptooccus. Aspirasi air liur (berisi 1000 organisme ini dan bentuk anaerob) dapat menimbulkan pneumonia nekrosis, abses paru dan empiema. (Ernest Jawetz, 1996: 190-191) Adherensi dan Kolonisasi Bakteri di Rongga Mulut Perlekatan mikroorganisme pada permukaan jaringan rongga mulut dapat berdasarkan mekanisme adhesif dan atau melalui sifat retentif. Mekanisme adhesif merupakan perlekatan dari mikroorganisme terhadap jaringan gigi atau permukaan epitel mulut dan dapat pula terjadi di antara mikroorganisme yang hadir, baik yang berasala dari spesies sama maupun spesies yang berbeda. organisme yang tidak mampu melekat pada permukaan gigi atau jaingan epitel mulut dapat tertahan dalam rongga mulut secara mekanis seperti pada pits dan fissure serta karies gigi. Proses adherensi atau perlekatan spesifik mikroorganisme pada komponen ludah yang diabsorpsi pada permukaan gigi dan mukosa menghasilkan kolonisasi bakteri dalam rongga mulut. Pada

proses perlekatan bakteri dan agregasi melibatkan protein ludah. (Gibbons dan meville dalam Oewen 1995) Setelah awal kolonisasi, maka selapis sel akan berproliferasi ke seluruh permukaan dan bergabung dengan bakteri di dekatnya. Pada proses proliferasi bakteri akan membutuhkan mekanisme retensi untuk membentuk timbunan pada permukaan gigi yang melekat antara satu dan yang lainnya. Awal terjadinya koloni bakteri ini disebabkan adanya perlekatan bakteri pada permukaan yang sangat kecil dan terlindungi dari pembersihan mulut. (Pujiastuti, 1999) Tetapi tidak semua mikroorganisme yang masuk dalam rongga mulut dapat berkoloni. Sifat-sifat dari mulut membuat ekologinya berbeda dengan semua permukaan tubuh, dan dapat mengatur jenis mikroorganisme tertentu untuk bertahan. Selain itu, perbedaan habitat dalam mulut akan membantu pertumbuhan. Sifat dari komunitas bakteri karena cirri-ciri biologisnya, empat ciri yang membuat berbeda dengan area tubuh lainnya adalah gigi, permukaan mukosa yang khusus, saliva dan cairan krevikular gingival. (Marsh dan Martin, 2001: 9) Jumlah dan variasi bakteri bermacam-macam dari individu satu dan individu lain, dari bagian mulut satu dan bagian mulut lain. Bahkan pada berbagai permukaan dari gingival yang sama, sebelum dan sesudah makan atau menyikat gigi. Usia, diet, komposisi saliva dan laju kecepatan alirannya serta faktor-faktor sistemik. Semuanya mempengaruhi flora mulut. (Manson dan Elley, 1989: 18) Terlepasnya mikroorganisme dari kumpulan koloni-koloninya diberbagai lokasi (misal pada gigi, lidah, leher gigi) menyebabkan bertambahnya mikroflora saliva. Dilaporkan bahwa pada rongga mulut manusia dewasa muda terdapat kurang lebih 6 miliyar mikroorganisme per milliliter termasuk Streptococcus, Peptostreptococcus, Veilonella, Corynebacterium, Neisseria, Nocardia, Fusobacterium, Bacteroides, Lactobacille, Actinomyces, Spirochaetes, Yeast, Protozoa, dll. (Nolte, 1982) Streptococcus salivarius merupakan 47% jenis fakultatif Streptococci yang ada pada saliva, 21%-55% yang berada pada lidah, 10% yang terdapat pada leher gigi. Streptococcus sanguis ditemukan pada awal pembentukan plak gigi tetapi hanya sedikit daripada di tempat lain pada rongga mulut. Sumber yang memperlihatkan paling besar kontribusi bakterinya pada saliva adalah dari lidah. (Nolte, 1982)

Plak subgingiva adalah plak yang ditemukan di apical margin gingival pad permukaa gigi atau sulkis gingival. Kolonisasi bakteri subgingiva hanya terjadi bila ada plak supragingiva dan gingivitis. Plak pada margin gingiva akan menghalangi keluarnya aliran cairan kreviklar gingiva, pergerakan keluarnya sel-sel epitel, dan menghalangi jalan masuk saliva ke dalam sulkis gingiva. Lingkungan tersebut memungkinkan berkembangnya bakteri anaerob dan terbentuknya kalkulus. (Nolte, 1982: 207) Bakteroides dan Fusobacterium merupakan komponen bakteri yang dominan. Newman dalam Ahyar (2002: 53) mengemukakan bahwa komposisi flora subgingiva pada gingiva sehat terdiri dari 50% bakteri gram positif berupa Streptococcus, Peptostreptococcus 30,8% ; bakteri gram negatif berupa Neisseria, Veillonella 8,1% ; Capnocytophaga 12,1% ; gram negatif bentuk batang berupa Bacteroides dan Fusobacterium. Ada dua alasan yang berkaitan dengan besarnya jumlah dan keanekaragaman bakteri. Faktor pertama, mikroorganisme dari udara, air, makanan dan lingkungan secar teratur masuk ke rongga mulut. Namun demikian, sebagian besar bakteri yang masuk ke rongga muut dengan cepat dapat dieliminasi oleh mkanisme pertahanan tubuh atau karena lingkungan yang kurang mendukung, Faktor kedua, yang bertanggung jawab terhadap jumlah dan keanekaragaman mikroorganisme rongga mulut adalah variasi lingkungan yang disebabkan oleh karena anatomi rongga mulut yang unik. (Roth dan Colmes, 1981: 27)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan 1x24 jam Daerah sampel Dorsum lidah Ujung lidah Sulkus gingiva Jumlah koloni 6 2 4

Pengamatan 2x24 jam Daerah sampel Dorsum lidah Ujung lidah Sulkus gingiva Jumlah koloni 12 2 11

Catatan : Kelompok D3 tidak melakukan penghitungan menggunakan Colony counter karena jumlah koloni bakteri yang didapatkan kurang dari 300.

4.2 Pembahasan Berbagai bagian rongga mulut seperti jaringan lunak (lidah, pipi, gingiva) dan jaringan keras (bagian-bagian dari gigi) dapat dianggap terdiri dari berbagai ekosistem di mana berbagai macam bakteri hidup dalam keseimbangan satu terhadap lainnya. Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan terhadap hunian bakteri yang terdapat dalam rongga mulut. Melalui beberapa tahapan yaitu, pembuatan media agar plate, mempersiapkan sampel, dan menghitung hasil perbenihan sampel bakteri. Pada persiapan sampel, dilakukan pengenceran sebanyak 4 kali atau 10 . Sedangkan tahap penghitungan hasil perbenihan dengan alat Colony counter tidak dilakukan oleh kelompok kami. Disebabkan hasil perbenihan yang kurang maksimal. Jumlah koloni pada perbenihan kelompok D3 kurang dari 300 sehingga ini tidak memenuhi syarat penggunaan alat Colony counter, dimana syarat penghitungan menggunakan alat Colony counter jika jumlah koloni bakteri lebih dari 300. Kurang maksimalnya hasil perbenihan kelompok kami dapat disebabkan tahap pengenceran yang kurang sempurna serta metode inukleasi yang kurang baik. Hasil pengamatan kami menunjukkan jumlah koloni terbanyak pada daerah dorsum lidah yaitu 6 koloni untuk pengamatan 1x24 jam dan 12 koloni untuk 2x24 jam. Kemudian untuk sulkus gingiva, 4 koloni pada pengamatan 1x24 jam dan 11 koloni pada pengamatan 2x24 jam. Dan terkecil pada daerah ujung lidah, yaitu 2 koloni pada pengamatan 1x24 jam dan 2x24 jam. Perbedaan jumlah koloni bakteri pada masing-masing daerah (dorsum dan ujung lidah , sulkus gingiva) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya letak dan anatomi dari masingmasing daerah pengambilan sampel yang dapat mempengaruhi perlekatan bakteri untuk membentuk koloni. Dorsum lidah terletak paling posterior dari lidah, memungkinkan sisa-sisa makanan atau debris sulit dijangkau oleh mekanisme pembersihan alami. Sehingga sisa-sisa makanan atau debris sangat menunjang pertumbuhan bakteri di daerah tersebut. Sedangan pada daerah ujung lidah, berdasarkan letaknya yang sangat mudah dijangkau oleh mekanisme pembesihan alami, daerah ini sedikit pertumbuhan bakterinya.
-4

Sulkus gingiva didefinisikan sebagai suatu celah atau ruang dangkal diantara gigi dan gingiva yang memanjang dari permukaan bebas epithelium jungsional (dasar sulkus) ke arah margin gingiva. Sulkus gingiva merupakan daerah retentif mikroorganisme. Hal inilah yang menyebabkan mikroflora pada daerah ini beranekaragam

BAB V. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Jawetz, Ernest. 1996. Mikrobiologi Kedokteran edisi 20, alih bahasa Edi Nugroho, R.F. Maulani. Jakarta: EGC. Manson, J.D dan B.M. Elley.1993. Buku Ajar Periodonti. Terjemahan Anastasia S. dari Outline of Periodontics (1989). Jakarta: Hipokrates. Nolte, W.A. 1982. Oral Microbiology with Basic Mikrobiology and Imunology, Fourth edition. St Louise, Toronto, London : The University of Texas. Oewen, R.R. 1995. Eek potensial Catechin dalam The terhadap Bakteri Oral yang dapat Dimanfaatkan sebagai Upaya Pencegahan Penyakit Gigi dan Penyakit. Laporan Penelitian, FKG Universitas Padjajaran Bandung: LIPI Jakarta. Pujiastuti, Peni. 1999. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Bonggol Nanas yang Biokompatibel dan Waktu Kontak terhadap Jumlah S. sanguis pada Permukaan Gingiva. PP Unair: Surabaya. Roth dan Colmes. 1981. Oral Biology, London: The C.V. Mosby Company. Tim Biologi Mulut. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Biologi Mulut 2, Jember: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

Anda mungkin juga menyukai