Anda di halaman 1dari 3

Modul Instalasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Potong Hewan

1. Latar Belakang Salah satu limbah cair yang akan mencemari lingkungan bila tidak diolah lebih dahulu adalah rumah pemotongan hewan. Rumah potong hewan adalah tempat dimana dilakukan pemotongan hewan dan tempat pembersihan daging hewan. Rumah potong hewan (RPH) merupakan salah satu tempat yang akan meningkat pesat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pengaruh buangan rumah potong hewan ini bagi badan air penerima adalah menimbulkan warna merah kecoklatan, BOD tinggi, kekeruhan karena kadar suspended solid yang tinggi dan bau busuk yang menggangu. Timbulan air limbah dari rumah potong hewan adalah terutama dari kandang penampungan dan ruang pemotongan hewan. Pada kandang penampungan timbulan limbah cair bercampur dengan kotoran hewan. Pada kegiatan penyembelihan hewan menghasilkan limbah darah dan pembersihan hewan yang menghasilkan air bekas cuci yang bercampur kotoran perut dan bulu. Pada proses pemotongan dan pengemasan menimbulkan buangan cair yang bercampur kotoran dan lemak. 2. Pengolahan Air Limbah Pemilihan pengolahan yang tepat dapat mereduksi bahkan menghilangkan zat-zat pencemar yang terkandung dalam air limbah sehingga dapat langsung disalurkan ke badan air penerima atau melalui pipa limbah kota. Pengolahan yang dipakai dalam treatment air limbah RPH ini di awali dengan proses screening, penangkapan lemak yang terkandung dalam limbah, pengolahan biologis dan pengolahan lumpur. Penjelasan lebih lanjut dari proses pengolahan tersebut adalah sebagai berikut:

2.1 Screening Screening digunakan untuk menyaring benda-benda padat yang kasar yang terdapat dalam air limbah. Benda kasar yang tertahan misalnya bulu hewan, potongan tubuh dan plastik. Benda-benda kasar ini harus disingkirkan dari air limbah karena akan mengganggu proses pengolahan selanjutnya. Screen yang dipakai dapat berupa plat yang berlubang, jaringan kawat atau kisi-kisi. Besarnya diameter dan jarak antar lubang ditentukan oleh debit air limbah yang diolah. Screen harus dapat dibersihkan dengan manual atau dengan mekanikal. Jika volume

yang diambil setiap hari besar maka lebih baik memakai screen dengan pembersihan secara mekanikal (otomatik). Pemasangan screen sekitar 60 terhadap dasar saluran. Material screen dapat terdiri dari tembaga atau stainless-steel atau material yang tahan terhadap karat. Bentuk penampang dapat disesuaikan dengan kondisi setempat. 2.2 Tangki Flotasi Salah satu masalah dari air buangan RPH adalah kandungan lemak yang tinggi. Kandungan lemak yang tinggi dapat mengganggu kelancaran proses selanjutnya. Sebelum diolah secara biologis kandungan lemaknya harus disisihkan dulu. Proses yang digunakan untuk pemisahan lemak ini adalah dengan proses flotasi. Pengolahan ini baik digunakan karena hanya pemanfaatan berat jenis lemak yang lebih kecil dari pada air. Untuk pengolahan buangan limbah cair RPH digunakan flotasi dengan gravitasi saja karena lemaknya merupakan lemak bebas bukan lemak yang teremulsi yang harus dibantu dengan udara. Unit flotasi ini juga berfungsi sebagai unit pengendap pertama untuk mengendapkan settleable solid yang terdapat pada buangan. Selain sebagai pemisah lemak, pengendap settleable solid juga berfungsi sebagai bak equalisasi. Tangki dapat berupa segiempat atau lingkaran dengan waktu detensi 1-2 jam. Efisiensi unit ini tergantung pada kondisi fisik dari lemak. Untuk lemak yang mengambang bebas efisiensi mencapai 90%. Lumpur yang mengendap secara periodik dipompa ke tangki digest. Lemak diambil secara manual dan dibuang sebagai limbah padat. 2.3 Tangki Digest Pengolahan limbah cair RPH yang paling baik adalah dengan memanfaatkan mikroorganisme. Kandungan zat organik yang tinggi yang terdapat dalam air limbah merupakan nutrisi bagi mikroorganisme yang akan menguraikannya. Suhu ruang yang dikondisikan dalam tangki berkisar 30-38 C, pengolahan dengan cara ini sesuai dengan suhu dan iklim kita yang panas. Material tangki yang dipilih adalah yang menyerap panas. Type tangki yang dipilih adalah Fixed Bed. Merupakan suatu tangki yang didalamnya diisi dengan media suatu penyangga yang berfungsi sebagai tempat melekatnya bakteri anaerob. Bakteri akan menguraikan air limbah menjadi sel baru dan gas. Gas yang dihasilkan selain karbondiksida adalah gas methane. Untuk instalasi gas methane ini dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik. Lumpur dari tangki digest langsung dialirkan ke Sludge Drying Bed, sementara cairan yang keluar masuk ke tangki effluent.

2.4 Tangki Effluent Tangki effluent adalah tangki penampungan akhir sebelum dibuang ke badan air atau pipa limbah kota. Pada proses ini diberi perlakuan desinfeksi dengan pemberian klorin tablet untuk mencegah adanya mikroorganisme yang berbahaya ikut masuk ke pipa limbah kota atau badan air penerima. 2.5 Sludge Drying Bed Lumpur endapan yang dihasilkan dalam tangki digest dikeringkan pada bidang pengering Lumpur (Sludge Drying Beds) yang berupa media saringan pasir. Pengurangan air dalam proses ini melalui cara perembesan secara gravitasi dan evaporasi ( penguapan). Setelah lumpur mengering ( sekitar 10-15 hari) diambil secara berkala dan air rembesan dikumpulkan pada saluran pengumpul dibawah media saringan dikembalikan ke tangki equalisasi. Dalam perencanaan SDB harus diperhitungkan adanya kemungkinan air hujan yang jatuh pada bidang rembesan karena akan menambah volume air pada lumpur

Anda mungkin juga menyukai