Anda di halaman 1dari 0

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Tifoid
1. Pengertian Demam Tifoid
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam, Rekawati, Sri Utami,
2005). Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan kuman gram
negative salmonella typhi (Darmowandowo, 2006).
2. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh salmonella typhi (S.typhi). Salmonella
paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C (Noer S., et.al,
2006).
3. Patogenesis dan Patofisiologi
Kuman S.typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan
air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian
lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum
terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman S.typhi kemudian menembus ke lamina
propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga
mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini S.typhi masuk
aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman-kuman S.typhi lain mencapai hati

6
melalui sirkulasi portal dari usus. S.typhi bersarang di plaque peyeri, limpa dan
hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam
dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia.
Tapi kemudian berdasarkan penelitian-eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala
toksema pada demam tifoid. Endotoksin S.typhi berperan pada patogenesis
demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan
tempat S.typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena S.typhi
dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit
pada jaringan yang meradang (J uwono R., 2006).
4. Manifestasi Klinis
Masa tunas 7 14 (rata-rata 3 30) hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal berupa rasa tidak enak badan. Pada kasus khas
terdapat demam remiten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus
berada dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu
ketiga. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor. Hati dan limpa membesar serta nyeri pada
perabaan. Biasanya terdapat konstipasi, tetapi mungkin normal bahkan dapat diare
(Nursalam, et.al, 2005).



7
5. Cara Penularan
Demam tifoid ditularkan melalui fecal-oral antara lain makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella typhi maupun salmonella
paratyphi A (Rohim A., et.al, 2002).

B. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Demam Tifoid
Faktor penyebab tifoid adalah pola makan, kebersihan makanan, rumah sakit,
hygiene sanitasi (kualitas sumber air dan kebersihan jamban), rumah sakit, tingkat
pengetahuan kebersihan diri (perilaku cuci tangan dan kebersihan badan) (Sumber :
Noer S, 1996, Sudoyo A, et.al, 2006, Potter & Perry, 2005, Nursalam, et.al, 2005 ).
1. Pola Makan
Pola makan adalah kebiasaan makan yang dikonsumsi sehari-hari. Pola
makan yang benar diterjemahkan sebagai upaya untuk mengatur agar tubuh kita
terdiri dari sepertiga makanan, sepertiga cairan, sepertiga udara (Siswono, 2002).
Menurut Fathonah (2005) Pola makan dipengaruhi oleh segi sosial
budaya, segi psikologi, kepercayaan terhadap makanan.
a. Sosial Budaya
1) Budaya pangan
Kegiatan budaya suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat, suatu
negara atau suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat dan lestari
terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk makan. Setiap masyarakat
mengembangkan cara yang turun temurun untuk mencari, memilih,

8
menangani, menyiapkan, menyajikan, dan cara-cara makan. Adat dan
tradisi merupakan dasar perilaku tersebut, yang biasanya sekurang-
kurangnya dalam beberapa hal berbeda di antara kelompok yang satu
dengan yang lain. Nilai-nilai, sikap, dan kepercayaan yang ditentukan
budaya, merupakan kerangka kerja di mana cara makan dan daya terima
terhadap makanan terbentuk, yang dijaga dengan seksama dan diajarkan
dengan tekun kepada setiap generasi berikutnya. Sehubungan dengan
pangan yang biasanya dipandang pantas untuk dimakan, dijumpai banyak
pola pantangan, takhayul dan larangan pada beragam kebudayaan dan
daerah yang berlainan di dunia.
2) Pola makanan
J umlah macam makanan dan jenis serta banyaknya bahan makanan
dalam pola pangan di suatu negara atau daerah tertentu, biasanya
berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di
tempat tersebut untuk jangka.
3) Pembagian makan dalam keluaga
Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan
jenis makanan tertentu dalam keluarga. J ika kebiasaan budaya tersebut
diterapkan, maka setelah kepala keluarga anak pria dilayani, biasanya
dimulai dari yang tertua. Wanita, anak wanita dan anak yang masih kecil
boleh makan bersama anggota keluarga pria, tetapi di beberapa lingkungan
budaya, mereka makan terpisah pada meja lain atau bahkan setelah anggota

9
keluarga pria selesai makan. Pada beberapa kasus wanita dan anak kecil
memperoleh pangan yang disisakan setelah anggota keluarga pria makan.
4) J umlah angggota keluarga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat
nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama
mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan
makannya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit.
5) Faktor pribadi
J ika berbagai pangan yang berbeda tersedia dalam jumlah yang
cukup, biasanya orang memiliki pangan yang dikenal dan disukai. Faktor
pribadi dan kesukaan makan yang mempengaruhi jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi penduduk. Beberapa di antaranya adalah :
(a) Banyaknya informasi yang dimiliki seseorang tentang
kebutuhan tubuh akan gizi selama beberapa masa.
(b) Kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi kedalam
pemilihan pangan dan pengembangan cara pemanfaatan pangan yang
sesuai.
(c) Hubungan kesehatan seseorang dengan kebutuhan pangan untuk
pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit
6) Pengetahuan gizi
Pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan :
(a) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan

10
kesejahteraan.
(b) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya
mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan
tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi.
(c) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
7) Preferensi
Reaksi indera rasa terhadap makanan sangat berbeda antara satu
orang dengan yang lain. Flavour, suatu faktor yang penting dalam
pemilihan pangan, meliputi bau, tekstur dan suhu. Penampilan yang
meliputi warna dan bentuk juga mempengaruhi sikap terhadap pangan.
8) Status kesehatan
Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi kesehatan seseorang,
tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi. Infeksi dan demam
dapat menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan
menelan dan mencerna makanan.
b. Psikologi
Setiap manusia memerlukan makanan untuk mempertahankan
hidupnya. Sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh
pengalaman-pengalaman dan respons-respons yang diperlihatkan oleh orang
lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak. Pengalaman yang diperoleh
ada yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Sehingga seseorang dapat

11
mempunyai sikap suka dan tidak suka terhadap makanan. Fathaher (1960)
dalam Suharjo (2003) mengatakan jika kita mengatakan kepada seseorang
bahwa kebiasaan makannya jelek, berarti kita mengingatkan kembali
pengalamannya pada waktu masih kanak-kanak. Untuk sebagian besar
penduduk, pangan yang dikenal dan dipelajari pada masa kanak-kanak
umumnya dilanjutkan terus menjadi preferensinya (yang disukai) sampai
tumbuh dewasa. Dari hasil studi tentang kebiasaan makan Lewin (1943)
dalam Suharjo (2003) menyimpulkan bahwa hampir semua orang lebih suka
makan apa yang mereka sukai daripada menyukai apa yang mereka makan.
Orang umumnya mempunyai emosional yang kuat terhadap loyalitas dan
kepekaan tentang tradisional mereka dan akan mempertahankan kritikan-
kritikan yang timbul terhadapnya.
c. Kepercayaan terhadap makanan
Orang percaya bahwa makanan manusia harus sesuai dengan unsur-
unsur dalam tubuh, sehingga kecukupan akan pangan memberikan suatu
kesegaran tubuh. Di Asia dan Amerika Latin ada kepercayaan sebagian
penduduk yang menyatakan bahwa makanan itu ada yang bersifat panas dan
ada pula yang dingin. Pada situasi tertentu sifat tersebut dapat menimbulkan
bahaya bagi mereka khususnya, bila dikonsumsi anak-anak kecil atau
golongan lain yang secara fisiologis termasuk rawan. Beberapa jenis pangan
dianggap ringan atau yang dapat menyebabkan masuk angin, diare, konstipasi,
atau cacingan. Beberapa jenis pangan dianggap berpengaruh terhadap tingkah

12
laku. Daging yang mentah dianggap sebagai bahan makanan yang dapat
membuat orang lebih kuat. Olson (1958) dalam Suharjo (2003)
mengemukakan adanya kepercayaan terhadap makanan, di Amerika Serikat
antara lain :1) percaya bahwa pangan tunggal separti yoghurt, gula coklat,
royal jelly, mempunyai kekuatan dalam meningkatkan kesehatan dan vitalitas
di luar nilai kandungan zat gizinya. 2) percaya bahwa pangan yang
diproduksikan dengan menggunakan pupuk kimia dapat menurunkan nilai gizi
pangan yang bersangkutan, 3) percaya bahwa fortifikasi zat gizi pada pangan
tertentu memberikan manfaat yang baik bagi tubuh, dan 4) percaya makanan
seperti pisang, tomat dan telur yang sangat baik bagi penyembuhan penyakit
artritis, kanker, kencing manis, hipertensi, kegemukan atau penyakit lainnya.
Dua kepercayaan pertama tidak berbahaya kecuali terhadap keuangan
keluarga. Kepercayaan ketiga dapat berbahaya jika sampai kelebihan zat gizi
yang mengakibatkan overnutrition. Kepercayaan yang keempat dapat
membahayakan karena menyebabkan penyakit menjadi makin berat, sehingga
sulit diobati (Suharjo, 2003).
Meningkatnya taraf hidup menyebabkan perubahan gaya hidup, yaitu
kecenderungan membeli makanan daripada mengolah makanan sendiri untuk
dikonsumsi sehari-hari, tanpa melihat status gizi dan apa yang dipilih untuk
dimakan. Makanan jajanan adalah campuran dari berbagai bahan makanan
yang dianalisis secara bersamaan dalam bentuk olahan. (Supariasa, et.al,
2002).

13
Semakin banyak pengetahuan tentang gizi pada seseorang, akan
memperhitungkan jenis dan kwantum makanan yang dikonsumsinya. Awam
yang tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi, akan memilih makanan yang
yang paling menarik pancaindera, dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan
nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin banyak pengetahuan
gizinya, lebih banyak mempergunakan rasional dan pengetahuan tentang nilai
gizi makanan tersebut. Status gizi dikatakan baik apabila pola makan kita
seimbang, artinya banyak dan jenis makanan yang kita makan sesuai dengan
yang dibutuhkan tubuh. Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh
untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Tingginya
pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan
menyebabkan seseorang menjadi komsumtif dalam pola makan sehari-hari.
Pemilihan bahan makanan lebih berdasarkan pada pertimbangan selera
daripada gizi. Pola makan yang baik adalah 60-70% berasal dari karbohidrat,
15-20% protein, 20-30% lemak, cukup vitamin, mineral dan serat. Pola makan
tersebut terbagi dalam tiga periode, yaitu sarapan, makan siang, dan malam.
Peranan sarapan tidak boleh diabaikan, karena akan menentukan kinerja tubuh
dari pagi hingga siang hari.
Makanan dengan komposisi seimbang ini, diperlukan karena tubuh
memerlukan zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan.
Pengaturan makanan yang baik;

14
1) Makanan rendah lemak, kurangi makanan berlemak yang terlihat dan
yang tidak terlihat serta makanan olahan atau jadi,
2) Makanan rendah kolesterol, kurangi kuning telur, hewani berlemak
(jerohan), otak dan lain-lain,
3) Makanan lebih banyak serat: buah, sayur, kacang-kacangan,
4) Makan lebih banyak karbohidrat kompleks: biji-bijian, kacang-kacangan
dan sayuran akar,
5) Hindari alkohol,
6) Baca label makanan, lemak sebaiknya kurang dari 30% energi, dan
komposisinya tidak mengandung minyak dehidrogenerasi,
7) Gunakan lebih sering makanan sumber omega 3: ikan laut,
8) Kurangi konsumsi gula (Pritasari, 2006).
2. Kebersihan Makanan
Dalam Ensiklopedia Indonesia (1982) yang dimaksud dengan hygiene
adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan, serta berbagai usaha
untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan. WHO telah
menetapkan sepuluh aturan dalam penyiapan makanan yang aman dan sehat.
Kesepuluh aturan tersebut jika diperlukan harus disesuaikan dengan kondisi
setempat yakni:
a. Pilih makanan yang diolah untuk keamanan. Buah-buahan dan sayuran paling
baik dikonsumsi dalam keadaan alami, makanan lain tidak aman jika tidak

15
mengalami pengolahan. Makanan yang dikonsumsi dalam keadaan mentah
perlu dibersihkan sebelum dikonsumsi.
b. Masak makanan dengan teliti. Makanan mentah seperti unggas, daging, telur
dan susu yang tidak mengalami pasteurisasi dapat terkontaminasi organisme
penyebab penyakit. Pemasakan yang teliti akan membunuh mikroba patogen,
suhu untuk seluruh makanan harus mencapai minimal 70 C. J ika ayam
dimasak masih mentah di bagian dekat tulangnya, harus dimasak kembali
sampai matang seluruhnya. Daging, ikan dan unggas beku harus dicairkan
dengan teliti dan sempurna.
c. Makan makanan matang dengan segera. J ika makanan matang menjadi dingin
karena suhu kamar, mikroba mulai berkembang biak. Semakin lama
didiamkan akan semakin besar resikonya. Agar aman makan segera makanan
begitu selesai dipanaskan.
d. Simpan makanan matang dengan hati-hati. J ika masakan akan disiapkan jauh
sebelumnya dan ingin disimpan sisanya, harus dipastikan makanan disimpan
dalam kondisi panas (suhu mendekati atau melebihi 60C) atau dingin (suhu
mendekati atau melebihi 10C). Aturan ini sangat penting jika berencana untuk
menyimpan makanan lebih dari empat atau lima jam.
e. Panaskan kembali makanan matang dengan teliti. Tindakan memanaskan
makanan perlindungan terbaik melawan mikroba yang mungkin berkembang
selama penyimpanan. Penyimpanan yang tepat dapat memperlambat

16
pertumbuhan mikroba tetapi tidak membunuh mikroba. Pemanasan ulang
yang teliti berarti seluruh bagian makanan harus mencapai suhu minimal 70 C.
f. Hindari kontak makanan mentah dan makanan matang. Makanan matang yang
aman dapat terkontaminasi melalui kontak sedikit saja dengan makanan
mentah.
g. Cuci tangan berulang kali. Cuci tangan dengan teliti sebelum menyiapkan
makanan akan menghindari kuman patogen bersinggah dalam makanan.
h. J aga kebersihan seluruh permukaan dapur. Makanan sangat mudah
terkontaminasi, setiap permukaan yang digunakan untuk menyiapkan
makanan harus dijaga tetap bersih. Setiap potongan kecil, sisa makanan
merupakan tempat yang potensial untuk kuman. Lap yang menyentuh
peralatan makan dan masak harus sering diganti dan direbus sebelum
digunakan kembali. Lap pembersih lantai yang terpisah harus sering
dibersihkan.
i. Lindungi makanan dari serangga, binatang pengerat, dan binatang lain.
Binatang sering membawa mikroorganisme patogen. Penyimpanan makanan
secara tertutup merupakan perlindungan terbaik.
j. Gunakan air yang aman. Air untuk penyiapan makanan sama pentingnya
dengan air untuk minum. J ika air diragukan keamanannya maka air harus
direbus sebelum ditambahkan kedalam makanan atau membuat es untuk
diminum.


17
3. Kebersihan Diri
Kebersihan diri adalah sikap perilaku bersih pada seseorang agar badan
terbebas dari kuman. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain
pemeriksaan kesehatan, perilaku cuci tangan, kesehatan rambut, kebersihan
hidung, mulut, gigi, telinga dan kebersihan pakaian.
a. Pemeriksaan kesehatan
Pemeriksaan dilakukan sebaiknya dilakukan minimal sekali setiap
tahun atau setiap enam bulan sekali. Apabila ada karyawan yang sakit harus
diobati dahulu sebelum bekerja. Sallmonella Thypi merupakan salah satu
penyakit yang ditularkan melalui manusia..
b. Kesehatan rambut
Pencucian rambut dilaksanakan secara teratur. Rambut yang kotor
akan menimbulkan rasa gatal pada kulit kepala yang dapat menyebabkan
orang menggaruknya dan dapat mengakibatkan kotoran, ketombe dan rambut
jatuh ke dalam makanan dan kuku menjadi kotor. Setelah tangan menyentuh,
menggaruk, menyisir atau menyikat rambut, harus segera dicuci sebelum
digunakan untuk menangani makanan. Mencuci rambut dengan sampo untuk
membersihkan kuman minimal satu minggu sekali.
c. Kebersihan hidung, mulut, gigi dan telinga
Hidung, mulut, gigi dan telinga harus dijaga kebersihannya, karena
tempat tersebut dapat sebagai sumber kontaminan. Gigi harus disikat secara
teratur dua kali sehari, pada pagi hari dan sebelum tidur, dengan

18
menggunakan sikat gigi medium. Sikat gigi harus dijaga kebersihannya dan
diganti bila telah rusak. Mulut harus dibersihkan dan berkumur setiap setelah
makan. Kebiasaan ini menjamin kesehatan gigi yang baik, mencegah gigi
berlubang dan nafas berbau.
d. Kebersihan pakaian dan badan
Mandi minimal dua kali sehari dengan menggunakan sabun. Pakaian
harus selalu bersih. Pakaian kerja dibedakan dengan pakaian harian,
disarankan ganti tiap hari.
e. Perilaku cuci tangan
Kebersihan diri terutama dalam hal perilaku mencuci tangan setiap
makan, merupakan sesuatu yang baik. Di mana sebagian besar salmonella
typhi ditularkan melalui jalur fecal oral. Teknik dasar yang paling penting
dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi adalah mencuci
tangan. Mencuci tangan adalah menggosok dengan sabun secara bersama
seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian
dibilas untuk membuang air. Tujuannya adalah untuk membuang kotoran
dan organisme yang menempel di tangan dan untuk mengurangi jumlah
mikroba total pada saat itu. Tangan yang terkontaminasi merupakan
penyebab utama perpindahan infeksi. Kebiasaan yang berhubungan dengan
kebersihan adalah bagian penting dalam penularan kuman
salmonella. Larson (1995) dalam Potter & Perry (2005)

19
merekomendasikan bahwa perawat mencuci tangan dalam situasi seperti
berikut ini:
1) J ika tampak kotor
2) Sebelum dan sesudah kontak dengan klien
3) Setelah kontak dengan sumber mikroorganisme (darah atau cairan tubuh,
membrane mukosa, kulit yang tidak utuh atau obyek mati yang mungkin
terkontaminasi)
4) Sebelum melakukan prosedur invasi seperti pemasangan kateter
intravaskuler atau kateter menetap (dianjurkan menggunakan sabun
antimikroba).
5) Setelah melepaskan sarung tangan, mencuci tangan dengan sabun
terutama sesudah buang air besar dan sebelum makan mencegah kuman
masuk dalam tubuh.
Organisme transient melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan
orang atau objek lain dalam aktivitas atau kehidupan normal. Misalnya bila
perawat menyentuh bedpan atau balutan terkontaminasi, bakteri transient
menempel pada kulit perawat. Organisme melekat tidak erat pada kulit yang
kotor atau berminyak ataupun di bawah kuku jari. Masih menurut Larson
(1995) yang dikutip oleh Potter dan Perry (2005) organisme ini siap untuk
ditularkan kecuali bila dihilangkan dengan mencuci tangan.
Menurut Garner dan Fayero (1986) dalam Potter dan Perry (2005),
mencuci tangan paling sedikit 10 15 detik akan memusnahkan

20
mikroorganisme transient paling banyak dari kulit. J ika tangan tampak
kotor, dibutuhkan waktu yang lebih lama. Larson dan Luck (1985) dalam
Potter dan Perry (2005) menambahkan bahwa perawat yang mencuci
tangannya 8 kali sehari kemungkinan kecil membawa bakteri gram negative
di tangan mereka.
Mencuci tangan secara rutin dapat dilakukan dengan menggunakan
sabun dalam berbagai bentuk yang sesuai (batang, lembaran, cair atau
bubuk). Penggunaan sabun antimikroba dianjurkan untuk mengurangi jumlah
mikroba total di tangan. Terdapat banyak jenis sabun antimikrobial efektif,
termasuk klorheksidin glukonat (CHG), hibiscrub atau savlon 1%, alkohol
dan iodofor. Sabun antimikroba tertentu dapat mengiritasi kulit, dan
kebutuhan terhadap sabun antimikroba harus dievaluasi terhadap potensi
iritasi kulit. Sabun biasa dengan air dapat digunakan untuk mencuci tangan
biasa, tetapi bila diperlukan untuk membunuh atau menghambat
mikroorganisme seperti prosedur bedah, agens antiseptik harus digunakan.
(Larson, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).
Kebersihan diri sangat penting mengingat salmonella typhi mampu
bertahan beberapa minggu di dalam air, es, debu, sampah kering dan pakaian,
mampu bertahan di sampah mentah selama satu minggu dan dapat bertahan serta
berkembang biak dalam susu, daging, telur, tanpa merubah warna atau bentuknya
(Rohim A, et.al, 2002).


21
4. Pengetahuan
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui. Pengetahuan juga merupakan
hasil dari tahu. Hal ini dapat terjadi setelah individu melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia,
sebagian pengindraan diperoleh melalui mata dan telinga. Domain kognitif
berkaitan dengan pengetahuan yang bersifat intelektual, dibagi secara berjenjang,
sebagai berikut:
a. Pengetahuan
Tahu diartikan sebagai keberhasilan mengumpulkan keterangan apa
adanya, mengenal atau mengingat kembali hal yang berhasil kita kenali atau
kita himpun.
b. Pemahaman
Dimana sudah dicapai pengertian tentang hal-hal yang sudah kita
kenali. Kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, menginterpretasikan dan
meramalkan.
c. Penerapan
Sudah dicapai kemampuan untuk menerapkan hal yang sudah dipahami
tadi ke dalam situasi lain yang kondisinya sesuai.
d. Analisa
Sudah dicapai kemampuan untuk menguraikan hal tadi menjadi rincian
yang terdiri dari unsur-unsur atau komponen yang berhubungan dengan yang
lain dalam bentuk susunan sesuai.

22
e. Sintesa
Sudah dicapai kemampuan untuk menyusun kembali unsur-unsur tadi
menjadi suatu keseluruhan yang mengandung arti tertentu.
f. Penilaian
Sudah dicapai kemampuan untuk membandingkan hal yang
bersangkutan dengan hal serupa lainnya, sehingga diperoleh kesan yang
lengkap dan menyeluruh tentang hal yang sedang dinilainya.
Pengetahuan tentang suatu hal akan mempengaruhi seseorang dalam
berperilaku. Perilaku seseorang sangat berhubungan erat dengan pengetahuan
tentang kesehatan serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan
(Notoatmodjo, 2003).
Determinan perilaku adalah faktor-faktor yang membedakan respon
terhadap stimulus yang berbeda. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua,
yakni:
1) Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat
bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin
dan sebagainya.
2) Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo,
2003).


23
5. Hygiene Sanitasi
Hygiene adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari
pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah
timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan serta membuat kondisi
lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan.
Termasuk upaya melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan
manusia (perorangan ataupun masyarakat), sedemikian rupa sehingga berbagai
faktor lingkungan yang menguntungkan tersebut tidak sampai menimbulkan
gangguan kesehatan. (Azwar, 1990) Pada perawat yang memiliki lingkungan
yang tidak sehat misalnya sumber air yang tercemar dan menimbulkan dampak
pada pencemaran air yang biasa dikonsumsi sehari-hari.
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi atau mungkin
mempengaruhi derajat kesehatan manusia, lebih mengutamakan usaha
pencegahan terhadap berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga
munculnya penyakit dapat terhindar (Azwar, 1990).
a. Kualitas sumber air
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas
di daerah tropis dan subtropics terutama di daerah dengan kualitas sumber air
tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi rendah. Negara
berkembang dengan sumber air dan sistem pembuangan limbah yang kurang
memadai dan higiene - sanitasi buruk, merupakan endemic demam tifoid.

24
Bagi manusia air minum merupakan salah satu kebutuhan utama bagi
manusia yang menggunakan air untuk berbagai keperluan seperti mandi,
mencuci, kakus, produksi pangan, papan, dan sandang. Mengingat berbagai
penyakit dapat dibawa oleh air kepada manusia, pada saat memanfaatkannya,
maka tujuan penyediaan air bersih atau air minum bagi masyarakat adalah
mencegah penyakit bawaan air. Dengan demikian diharapkan semakin banyak
pengetahuan masyarakat yang menggunakan air bersih, maka akan semakin
turun mobilitas penyakit akibat bawaan air.
Sumber air minum merupakan salah satu sarana sanitasi yang paling
penting yang berkaitan dengan kejadian demam tifoid. Pada prinsipnya semua
air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-sumber air ini dapat diproses
menjadi air minum. Sumber-sumber air ini dapat digambarkan sebagai berikut
: air hujan, air sungai dan danau, kedua sumber ini sering juga disebut air
permukaan. Mata air yaitu air yang keluar dan berasal dari air tanah yang
muncul secara alamiah. Air sumur dangkal yang berasal dari lapisan air di
dalam tanah yang dangkal biasanya berkisar antara 5 15 meter. Air sumur
dalam yaitu air yang berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah, dalamnya
dari permukaan tanah biasanya lebih dari 15 meter. Sebagian besar kuman-
kuman infeksius penyebab demam tifoid ditularkan melalui jalur fecal-oral
yang dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda
yang tercemar dengan tinja. Air merupakan salah satu media yang sangat
mudah untuk proses itu.

25
Kualitas air minum hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan
kesehatan, setidaknya diusahakan persyaratan air sehat yaitu persyaratan fisik
yaitu tidak berasa, bening atau tidak berwarna. Sedangkan secara bakteriologi
air harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Dari sisi kimiawi
air minum yang sehat itu harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah
tertentu seperti flour, chlor, besi dan lain-lain (Notoadmodjo, 2003).
b. Kebersihan jamban
J amban jenis septik merupakan cara yang paling memenuhi
persyaratan, oleh sebab itu cara pembuangan tinja semacam ini yang
dianjurkan (Notoadmodjo, 1999). Dengan adanya jamban dalam suatu rumah
mempengaruhi kesehatan lingkungan sekitar. Untuk mencegah atau
mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan tinja
manusia harus di satu tempat tertentu agar menjadi jamban yang sehat. J amban
yang sehat untuk daerah pedesaan harus memenuhi persyaratan yaitu tidak
mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban, tidak mengotori permukaan
air di sekitarnya, tidak terjangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau,
mudah digunakan dan dipelihara, sederhana desainnya, murah, dapat diterima
oleh pemakainya (Notoadmodjo, 2003).
Penularan penyakit demam tifoid bersifat fecal-oral, maka
pembuangan kotoran melalui jamban menjadi penting. Penggunaan jamban
keluarga dengan baik dan bersih, dapat mengurangi resiko demam tifoid.
Transmisi kuman demam tifoid ditemukan dengan Cara menelan makanan

26
atau air yang tercemar tinja manusia. Salmonella typhi hanya dapat hidup pada
tubuh manusia. Sumber penularan berasal dan tinja dan urine karier, dari
penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan (Soegijanto
S, 2002).
6. Rumah Sakit
Pekerja pelayanan kesehatan selalu beresiko terpapar terhadap
mikroorganisme infeksius. The Occupational Safety and Health Act of (OSHA)
1991 menetapkan kaidah dan peraturan untuk melindungi pekerjaan dari
kecelakaan infeksius dalam tempat kerja (OSHA, 1991). Panduan OSHA
digabungkan dengan kebijakan dan prosedur dari institusi pelayanan kesehatan.
Elemen dari panduan OSHA termasuk yang berikut ini:
a. Rencana control-paparan. Institusi harus memiliki rencana control paparan
yang dirancang untuk mengeliminasi atau meminimalkan paparan terhadap
pegawai. Rencana harus dapat dicapai oleh semua pegawai. Rencana tersebut
juga menggambarkan bagaimana menghindari paparan terhadap lembaga
infeksius, seperti kapan harus menggunakan peralatan perlindungan.
b. Pemenuhan tindakan pencegahan standar. Pegawai harus melaksanakan
tindakan pencegahan untuk mencegah kontak dengan darah atau materi
infeksius lainnya selama perawatan rutin terhadap klien. Peralatan
perlindungan individu harus disediakan tanpa perlu dibayar untuk pegawai
yang beresiko terpapar.
c. Housekeeping. Tempat kerja harus dipelihara dalam kondisi bersih dan sehat.

27
Pembersihan yang rutin dan prosedur dekontaminasi harus ditetapkan.
d. Resiko tinggi terpapar. J ika pekerja perawatan kesehatan terpapar secara
parenteral (jarum) atau melalui membran mukosa terhadap darah atau cairan
tubuh infeksius lainnya, kecelakaan tersebut harus segera dilaporkan.
e. Pelatihan. Pimpinan harus memastikan bahwa semua pegawai yang beresiko
terhadap paparan di tempat kerja ikut Serta dalam program pelatihan. Program
tersebut akan menyajikan rencana control paparan bagi institusi dan secara
spesifik menjelaskan tindakan yang harus dilakukan oleh pegawai untuk
keselamatan mereka. Kebijakan dan panduan tertulis harus disediakan bagi
semua personel mengenai pencegahan infeksi dan tindakan mengontrol
infeksi.
Dalam rumah sakit, pelayanan keperawatan beroperasi selama 24 jam
perhari. Rumah-rumah sakit menerapkan pola ketenagaan yang berbeda untuk
memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan. Beberapa rumah sakit menerapkan
jam tugas 2 kali 12 jam, sementara rumah sakit lain menerapkan 3 kali 8 jam
tugas, yang terbagi atas tugas pagi, siang dan malam. Peran dan tanggung jawab
perawat yang bekerja antar rumah sakit bervariasi karena tiap-tiap rumah sakit
sangat berbeda dari segi ukuran dan struktur organisasi.
Klien di rumah sakit secara umum membutuhkan 24 jam asuhan
keperawatan. Perawatan mungkin di ruang penyakit akut, kronik, atau rehabilitasi.
perawat yang bekerja di ruang rawat akut merawat klien yang sakit berat dan
masalah yang kompleks.

28
Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam
fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu dari tempat yang
paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme
yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisters terhadap, antibiotik.
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksius yang ditularkan dari
rumah sakit kepada pekerja pelayanan kesehatan.

C. Kerangka Teori


Pola Makan
Kebersihan makanan
Kebersihan diri
Perilaku cuci tangan
Kebersihan badan
Tingkat pengetahuan
Hygiene sanitasi
Kualitas sumber air
Kebersihan jamban
Rumah sakit

Demam Tifoid











Gambar 2.1 Kerangka teori: faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya demam
tifoid pada perawat (Soegijanto S. et.al, 2002, Nursalam, et.al, 2005,
Potter &P, Griffin, 2005, Noer S, 1996, Sudoy o A, et.al, 2006).

Anda mungkin juga menyukai