Anda di halaman 1dari 22

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

GANGGUAN DEPRESIF
1.1 Definisi Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar. Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya.

1.2

Etiologi Etiologi depresi terdiri dari : 1. Faktor genetik Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut. Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang. Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari

penderita gangguan depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama.

2. Faktor Biokmia Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter norepinefrin, serotonin dan dopamine (Gambar 1.1). Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi neurendokrin dan neuroanatomis. Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nocturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki.

Gambar 1.1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter

Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu: a) Hipotesis Katekolamin Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi katekolamin pada reseptor otak. Reserpin yang menekan amina otak diketahui kadang-kadang menimbulkan depresi lambat. Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin otak) menurun dalam urin pasien depresi sewaktu mereka mengalami episode depresi dan meningkat di saat mereka gembira. b) Hipotesis Indolamin Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-hidroxitriptamin (5 HT). metabolit utamanya asam 5-hidroksi indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi, dan 5 HIAA rendah pada otak pasien yang bunuh diri. LTriptofan, yang mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak.

3. Faktor Hormon Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol dan kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason. Pasien depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil abnormal ini didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien dengan depresi bipolar, waham dan ada riwayat penyakit ini dalam keluarga. Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan pruerperium atau menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum menstruasi. Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore. Hal ini menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan faktor penting dalam menentukan etiologi.

4. Faktor Kepribadian Premorbid Personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan selama hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna. Kepribadian depresi ditunjukkan dengan perilaku murung, pesimis dan kurang bersemangat. Personalitas hipomania berperilaku lebih riang, energetik dan lebih ramah dari rata-rata. Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar, mereka
3

cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif.

5. Faktor Lingkungan Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih banyak peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak memuaskan dan mereka keluar dari lingkungan social. 80% serangan pertama depresi didahului oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi hanya 50% pada serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih sering pada anak yang kehilangan orang tua di masa kanak-kanak dibandingkan dengan populasi lainnya. Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan depresif muncul. Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Satu teori yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan yang
4

bertahan lama tersebut dapat meyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor external.

1.3

Diagnoasa dan Klasifikasi Episode Depresif Episode depresif diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : episode depresif ringan,

episode depresif sedang, dan episode depresif berat. Ketiga episode depresif tersebut memiliki gejala utama sebagai berikut. a. afek depresif, b. kehilangan minat dan kegembiraan, c. dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan berkurangnya aktivitas. Adapun gejala lazim lainnya yang dapat dijumpai pada episode depresif adalah sebagai berikut. a. Konsentrasi dan perhatian berkurang b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe ringan sekalipun) d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri f. Tidur terganggu g. Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan (ringan, sedang, dan berat), diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. Kategori diagnosis episode depresif ringan (F.32.0), sedang (F.32.1) dan berat (F.32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan dibawah salah satu gangguan depresif berulang (F.33.-).
5

F.32.0 Episode depresi ringan Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif seperti tersebut di atas. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala lainnya (a) sampai (g) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang dilakukannya. F.32.1 Episode depresi sedang Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif seperti tersebut diatas Ditambah sekurang-kurangnya 3 gejala lainnya (a) sampai (g) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu Menghadapi kesulitan nyata dalam meneruskan kegiatan dan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga. F.32.2 Episode depresi berat tanpa gejala psikotik Semua 3 gejala utama gangguan depresif harus ada Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikometer) yang mencolok, maka penderita mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode gangguan depresif berat masih dapat dibenarkan Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu Sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau rumah tangga kecuali pada tarif yang sangat terbatas.

F32.3 Episode depresi berat dengan gejala psikotik Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas Disertai waham, halusinasi atau stupor. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan penderita merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor Jika diperlukan, waham atau halusisnasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent) F 32.8 Episode Depresif Lainnya F 32.9 Episode Depresif YTT F 33.- Gangguan Depresif Berulang

1.4

Tatalaksana Episode Depresif Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya. Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin terganggu. 1. Terapi Farmakologis Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan.
7

Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak. Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs). a. Trisiklik Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat. Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut, yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik. Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake

neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsif terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan lebih responsif terhadap amin tersier. b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors) MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar einefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik. Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam
8

pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati. c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik. Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital. d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors ) Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat dari reuptake norepinefrin. Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini.

Gambar 1.2. Pilihan obat-obatan antidepresan 2. Terapi Non Farmakologis Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku telah menemukan predictor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini : (1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi. Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif. Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan: pertama, masalah interpersonal sekarang kemungkinan
10

memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresif sekarang.

1.5

Prognosis Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala. Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yangstabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya.

11

BAB II P-TREATMENT

Kasus : Seorang Bapak berusia 35 tahun, dibawa oleh keluarganya ke dokter karena keluarga khawatir dengan keadaannya saat ini. Pasien mengatakan bahwa 1 bulan terakhir Ia menjadi mudah lelah bahkan ketika melakukan pekerjaan yang ringan. Disamping itu pasien juga mengeluhkan nafsu makan yang menurun, dan insomnia. Dari anamnesis yang lebih lanjut, diketahui bahwa pasien seringkali merasa dirinya tidak berguna lagi bagi keluarga dan, pasien juga menjadi sangat pesimis akan masa depannya. Pasien lebih banyak berdiam diri dan selalu tampak murung. Pasien juga mengalami hambatan dalam melakukan berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya bahkan dengan anggota keluarga sendiri. Semua keluhan ini terjadi sejak sekitar 1 bulan yang lalu, dan 2 bulan sebelumnya pasien di PHK oleh perusahaan tempat Ia bekerja.

2.1

Analisa Kasus : Keluhan-keluhan yang telah disampaikan oleh pasien dan keluarganya mengarah pada terjadinya gangguan suasana perasaan (mood). Gangguan mood yang terjadi pada pasien ini berupa gangguan episode depresif yang sedang, berdasarkan pedoman diagnose PPDGJ III, sebagai berikut. Sekurang-kurangnya terdapat 2 dari 3 gejala utama. Pada pasien ini terdapat 2 gejala utama, yaitu : lebih banyak berdiam diri dan murung (merujuk pada kehilangan minat dan kegembiraan) serta pasien merasa mudah lelah bahkan ketika melakukan pekerjaan yang ringan. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (sebaiknya 4) dari gejala lainnya. Pada pasien 4 gejala lain tersebut, yaitu : nafsu makan yang menurun, insomnia, merasa dirinya tidak berguna bagi keluarga, serta merasa pesimis akan masa depannya. Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu. Pada pasien ini episode depresif sudah berlangsung sejak 1 bulan yang lalu. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga. Pada pasien ini, Ia mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, bahkan dengan anggota keluarganya sendiri.

12

2.3

P-Treatment 1) Menentukan Masalah Pasien a. Masalah utama : pasien merasa mudah lelah bahkan ketika melakukan pekerjaan yang ringan, nafsu makan menurun, dan insomnia. b. Masalah tambahan : banyak berdiam diri dan murung, merasa dirinya tidak berguna bagi keluarga, serta merasa pesimis akan masa depannya.

2) Tujuan Terapi Mengatasi masalah-masalah yang dirasakan pasien dengan mengobati gangguan depresif yang dialaminya.

3) Pemilihan Terapi a. Terapi non-farmakologi Terapi interpersonal menekankan pada peningkatan kemampuan interpersonal atau sosial, serta interaksi dengan orang lain. Terapi ini lebih kepada terapi kelompok yang menekankan pada pemahaman yang baik mengenai masalah interpersonal yang mendorong depresi. Pasien

dibebaskan untuk mendiskusikan berbagai masalah interpersonal saat ini dan bukan masa lampau. Terapi keluarga bekerja dengan keluarga untuk memelihara perubahan dan perkembangan. Ini cenderung untuk melihat perubahan dalam hal sistem interaksi antar anggota keluarga. Ini menekankan hubungan keluarga sebagai faktor penting dalam kesehatan psikologis. Terapi spiritual

b. Terapi Farmakologi Memberikan pengobatan antidepresan yang tepat dan aman bagi pasien.

13

Pemilihan Golongan Obat Anti-Depresant : Golongan Obat Trisyclic Antidepressants (TCAs) Efficacy
+++ FD : bekerja dengan menghambat pengambilan kembali norepinefrin dan serotonin ke saraf presinaptik terminal. Walaupun begitu, dengan konsentrasi therapeutic TCAs tidak menghambat transpoter dopamine. TCAs mengakibatkan peningkatan konsentrasi monoamine di celah sinaps. Onset dari peningkatan mood membutuhkan 2 minggu atau lebih.

Safety
+ ES : penglihatan kabur, mulut kering, retensi urin, konstipasi, memperparah glukoma dan epilepsy, perangsangan berlebih pada jantung yang dapat mengancam nyawa, hipotensi ortostatik, takikardi, efek sedative pada minggu pertama pengobatan, peningkatan berat badan. Disfungsi seksual (pada sebagian kecil pasien).

Suitabilility
++ KI : Hipersensitivitas, gangguan kardiovaskular yang berat, glukoma sudut sempit, pemberian bersama MAOI, pemulihan akut post-MI. Tofranil :

Cost
+++

Tab. Salut 25 mg x 50 x 10 ( Rp 260.546,-)

P : BPH, retensi urin/GI, hipertitoid, glukoma sudut terbuka, gangguan kejang, tumor otak, perburukan saluran nafas.

FK : Diabsorbsi dengan baik dengan pemberian oral, terdistibusi secara luas dan segera berpenetrasi ke dalam CNS. Obat ini memiliki waktu paruh yang panjang. Dimetabolisme di hati. Eksresi melalui urin TCAs memiliki index terapi yang sempit. TCAs menghalangi receptor serotonergik, -adrenergik, histamine dan muskarinik.

Selektive Serotonin Re-Uptake Inhibitors (SSRIs)

+++ FD : SSRIs menghambat re-uptake serotonin, meningkatkan neurotransmitter pada celah sinaps

++ ES :gangguan tidur, disfungsi seksual, diare, mual, sakit kepala, anoreksia, somnolen,

+++ KI : hipersensitivitas, penggunaan bersama dengan MAOI, penggunaan bersama Courage :

+++

Kapl. 20 mg x 30 ( Rp 22.000)

14

dan pada akhirnya menigkatkan aktivitas neuron postsinaps. Antidepresan, termasuk SSRIs, memerlukan waktu 2 minggu untuk memperbaiki gangguan mood, dan keuntungan maksimum dapat diperoleh dalam 12 minggu atau lebih. SSRIs memiliki sedikit aktivitas untuk menghalangi receptor muskarinik, -adrenergik, histamin H1. FK : diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral, makanan memiliki sedikit efek pada absorbsi obat. Obat ini terdistribusi dengan baik, waktu paruh di plasma dalam rentang 16-36 jam. Metabolisme di hepar, eksresi melalui urin, feses.

kecemasan.

dengan pimozide /thioridazine, laktasi.

P : anak dan remaja, penggunaan bersama NSAIDS, hipoglikemik, wanita hamil, gangguan hepatic.

Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)

+++ FD : bekerja dengan menghambat aktivasi dari enzim monoamine oxidase dalam neuron, sehingga kelebihan neurotransmitter dapat berdifusi ke celah sinaps efek antidepresan. Efek antidepresan

+ ES : sakit kepala, takikardi, mual, hipertensi, aritmia jantung stroke, mengantk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, mulut kering, disuria, konstipasi.

++ KI : hipersensitivitas, CHF, penyakit liver, gangguan ginjal berat, pembedahan elektif dengan anastesi umum, penggunaan bersama dengan obat simpatomimetik, --

15

diperoleh 2-4 minggu selama terapi.

MAOIs tidak hanya mengahambat enzim MAO,

meperidine, dextromethorphan.

FK : diabsorbsi dengan baik melalui pemberian oral. Eksresi melalui urin.

tetapi juga enzim-enzim lain, karena itu obat ini mengganggu metabolisme banyak obat di hati.

Serotonin Norefinefrin ReUptake Inhibitors (SNRIs)

+++ FD : SNRIs bekerja dengan menghambat pengambilan kembali serotonin, dan pada dosis yang lebih tinggi menghambat pengambilan kembali norepinefrin. SNRIs juga memiliki efek yang ringan dalam menghambat reseptor dopamin. SNRIs tidak memiliki aktivitas pada reseptor adrenergic, muskarinik, dan histaminic.

++ ES : mual, pusing, sedative, konstipasi, sakit kepala, bingung, gangguan ejakulasi, mulut kering, berkeringat.

++ KI : hipersensitivitas, pemberian bersama MAOIs P : glukoma sudut tertutup, bipolar mania, riwayat kejang, gagal ginjal, dan gangguan hati. --

Bupropion

+++ FD: Belum diketahui dengan pasti; secara stuktur tidak berhubungan dengan SSRIs, TCAs, MAOIs. Tidak menghambat aktivitas monoamin oksidase atau pengambilan kembali serotonin. Mungkin bekerja melalui jalur dopaminergik atau

+ EF : agitasi, ansietas, dan insomnia. Mulut kering, migrain, mual, muntah, konstipasi, tremor, nyeri perut, penurunan memory, arthritis, berdebar-debar, nyeri dada, infeksi, paresthesia.

+++ KI : hipersensitivitas, gangguan kejang, bulimia/anorexia, pasien yang terhenti menggunakan alcohol atau sedatives secara tiba-tiba. Penggunaan bersama MAOIs. --

16

noreadenergik sehingga menghambat pengambilan kembali noreepinefrin dopamin.

Maprotilin

+++ FD : golongan tetrasiklik, meningkatkan konsentrasi norepinefrin sinaps di CNS dengan menghalangi NE re-uptake oleh membrane neuron presinaps.

++ ES : mengantuk dan efek kolinergik, hipotensi, takikardi, rush, mulut kering

++ KI : hipersensitivitas, kelainan cardiovascular, glukoma sudut sempit, penggunaan bersama dengan MAOIs Ludios :

25 mg x 5 x 10 ( Rp 125.000)

Golongan obat antidepresan yang dipilih adalah Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor (SSRIs). Pada dasarnya, semua obat anti depresi mempunyai efek primer (klinis/ efikasi) yang sama, perbedaan terutama pada efek samping. Dipilih golongan SSRIs yang efek sampingnya sangat minimal, spektrum efek anti-depresi luas, dan gejala putus obat sangat minimal, serta lethal dose yang tinggi sehingga relative aman.

Pemilihan Obat dari Golongan SSRIs Fluoksetin


+++ FK : Peak plasma time: 6-8 jam Protein bound : 95% Half-life : 7-9 hari Metabolisme : Liver Eksresi : urin. +++ ES : sakit kepala, mual, insomnia, anoreksia, ansietas, diare, somnolen. +++ KI : hipersensitivitas, bersamaan dengan MAOIs, bersaman dengan pimozide/thioridazine, laktasi. Courage : Kapl. 20 mg x 30 ( Rp 22.000) +++

17

Sertralin

+++ FK : Peak plasma time : 4,5-8,4 jam Protein bound : 98% Half-life : 26 jam Metabolisme : Liver Ekstresi : 12-14% uine; 40-45% feses.

++ ES : Diare, mual, sakit kepala, insomnia, gangguan ejakulasi, pusing, mulut kering, lelah, somnolen.

+++ KI : hipersensitivitas, hipersensitivitas, bersamaan dengan MAOIs, bersaman dengan pimozide. Iglodep :

Tab. salut 50 mg x 30 (Rp 246.000)

Flufoksamine

++ FK : Peak plasma time : 3-8 jam Protein bound : 80% Half-life : 15,6 jam Metabolisme : Liver Ekstresi : 85% uine;

++ ES : mual, sakit kepala, somnolen, berkeringat, insomnia, diare, pusing, xerostomia, anorexia, gangguan ejakulasi.

+++ KI : hipersensitivitas, hipersensitivitas, bersamaan dengan MAOIs, Luvox :

Tab. salut 100 mg x 30 (399.000)

Obat antidepresan yang dipilih dari golongan SSRIs ini adalah Fluoxetine. Efficacy, safety, suitability dari golongan SSRIs ini hampir sama. Namun perbedaan mencolok terdapat cost.

18

4) Penulisan dan Pemberian Resep dr. Putri SIP. 123456789 Jln. K.H. Wahid Hasyim No 90 Telp. 0541 777777 Rabu, 12-10-2012 R/ Courage Kapl. 20 mg No. XV 1 dd Kapl. I o.m.

Pro Usia

: Tn. A : 35 tahun

Alamat : Jln. Pramuka No.5

5) Komunikasi Terapi Informasi Penyakit : Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir di semua aspek kehidupannya. Informasi Terapi Faktor-faktor yang dapat menyebabkan stress sebaiknya dihindarkan dari pasien. Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam pemulihan dan kesembuhan kondisi pasien, sehingga pihak keluarga juga harus membentuk suatu lingkungan yang kondusif bagi pasien.

19

Obat yang diberikan berfungsi untuk mengurangi keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien dan memperbaiki gangguan moodnya. Pengobatan ini berlangsung selama 2-6 bulan, tergantung dari pemulihan pasien. Informasi Pemakaian Obat Courage kapl. 20 mg diminum 1x/hari tiap pagi. Obat ini dapat diminum sebelum ataupun setelah makan

6) Monitoring dan Evaluasi Pasien kembali kontrol setelah 2 minggu pengobatan/ketika obat yang diberikan habis untuk mengevaluasi pengobatan yang telah diberikan. Segera kontrol ke dokter bila keluhan berkurang atau jika muncul keluhan lain.

20

DAFTAR PUSTAKA

1.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), 2007. Pharmaceutical Care untuk Penderita Gangguan Depresif. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI

2.

Kaplan, Harold I. et al. 2010. Aspek Neuropsikiatrik dari Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan Sindrom Imunodefsiensi Didapat (AIDS). Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Binarupa Aksara: Tangerang.

3.

National Academy on An Aging Society. 2000. Depression: A Treatable Disease. http://www.agingsociety.org/depression.pdf (diakses 3 Maret 2011).

4.

Ismail; Siste, 2010. Buku Ajar Psikiatri. BAB 14: Gangguan Depresi. Jakarta: FKUI. P: 209-222.

5.

Ingram G, 1993. Catatan Kuliah Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

6.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik 1993.

7.

Akhtar, Danesh. 2007. Relation Between Depression and Sociodemoghraphic factors. International Journal of Mental Health Systems 1:4 (p) 1-9. Biomed Central: Canada.

8.

Tomb, David A. 2004. Klasifikasi Psikiatrik dan Pengkajian DSM-IV. Buku Saku Psikiatri. EGC: Jakarta.

9.

Trisdale, Sandra.K. 2003. Stress, Depression and HIV. http://img.thebody.com/legacyAssets/48/63/stress.pdf (diakses 3 Maret 2011).

10. Slotten, Rose.MD. 2004. Coping with Depression. Journal Positively Aware : 38-40. http://img.thebody.com/legacyAssets/10/31/mayjun_04.pdf (diakses 3 Maret 2011). 11. Institut Nasional Kesehatan Mental. (2002). Breaking tanah, melanggar melalui: Rencana strategis penelitian gangguan mood Institut Nasional Kesehatan Mental (Publication No 0507-B-05). Diakses diakses 3 Maret 2011 dari NIMH situs web via GPO Access: http://purl.access.gpo.gov/GPO/LPS20906. 12. Arozal, Wawaimuli. Gan, Sulistia. 2007. Psikotropik. Farmakologi dan Terapi. FKUI : Jakarta. 13. Howland, R. D., & Mycek, M. J.2006. Pharmacology 3rd Edition. Lippincott Williams & Wilkin.
21

TUGAS P-TREATMENT

ANTIDEPRESSANT

Disusun oleh :

Alfi Wakhianto Noerwanti Y. Ridwan Putri Khumairotullaon Sari Hestiyarini

(05.48873.00274.09) (0808015039) (0808015063) (0808015043)

Pembimbing : dr. Ika Fikriah, M. Kes

LABORATORIUM FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA OKTOBER 2012

Anda mungkin juga menyukai