Anda di halaman 1dari 19

Referat

SYOK DALAM KEBIDANAN DAN PENATALAKSANAAN

Oleh : Anita Fitriani Murzam Nurfajri Nurhafizah

Pembimbing: Dr. dr. Donel Suhaimi, KFM

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KEGAWATDARURATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah keseluruh tubuh dalam jumlah yang memadai, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme. Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organorgan penting. Syok merupakan suatu kondisi yang gawat dan mengancam jiwa serta erlu tindakan segera dan intensif. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan atau dehidrasi) atau perubahan yang terjadi pada pembuluh darah(misalnya pada reaksi alergi atau infeksi). Penyebab syok pada kasus gawat darurat dalam kebidanan biasanya adalah perdarahan (syok hipovolemik), sepsis (syok septik), gagal jantung (syok kardiogenik), rasa nyeri (syok neurogenik), alergi (syok anafilaktik). Syok dalam kehamilan akan menyebabkan syok pada janin, dan perlu diatasi secara cepat.

B. Batasan Masalah Referat ini membahas tentang definisi, klasifikasi, gejala dan tanda serta penatalaksanaan syok dalam kehamilan.

C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini sebagai berikut: 1. Memahami syok dan klasifikasi syok dalam kebidanan. 2. Memahami gejala-gejala syok dalam kebidanan dan tatalaksananya. 3. Menambah wawasan mengenai syok dan penalaksanaan syok dalam kebidanan.

4. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kegawatdaruratan Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

D. Metode penulisan Referat ini disusun dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai literatur.

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Syok Syok adalah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan kolapsnya hemodinamik tubuh berupa perfusi yang tidak adekuat pada kulit, ginjal dan sistem syaraf pusat. Syok adalah berkurangnya darah dalam peredaran darah umum dengan disertai gangguan perfusi darah dalam jaringan pada tingkat pembuluh-pembuluh darah kapiler jaringan tubuh. Syok adalah sindrom klinis akibat perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hipoperfusi yang dipicu oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dan substrat makanan menyebabkan disfungsi seluler. Keadaan itu juga dapat menginduksi produksi dan pelepasan mediator inflamasi yang akan memperburuk perfusi lewat perubahan struktural dan fungsional dalam mikrovaskular. Hal-hal tersebut akan menyebabkan disfungsi organ, gagal organ dan bila tidak dihentikan dapat menyebabkan kematian. Gejala klinik syok pada umumnya sama pada semua jenis syok antara lain tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah akibat perdarahan. Jika terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kulit menjadi pucat, keringat dingin, sianosis jari-jari kemudian diikuti sesak nafas, penglihatan kabur, gelisah dan oliguri/anuri dan akhirnya dapat menyebabkan kematian ibu.

B. Klasifkasi Syok 1. Syok hipovolemik Syok hipovolemik atau syok hemoragik diinduksi oleh penurunan volume darah yang terjadi secara langsung karena perdarahan. Tanda dan gejala pada syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi gejala awal dan lanjut. Tanda dan gejala awal berupa tingkat kesadaran yang berubah, kadang-kadang berupa agitasi dan kegelisahan atau depresi sistem saraf pusat. Pemeriksaan fisik meliputi tanda-tanda

yang nonspesifik seperti kulit dingin, lembab, hipotensi ortostatik, takikardia ringandan vosokonstriksi. Hipovolemik ringan (<20% volume darah) menimbulkan takikardia ringan dengan tanda eksternal yang relatif sedikit terutama pada pasien muda dalam kondisi istirahat telentang. Pada hipovolemik moderat (20-40% volume darah) menimbulkan gejala gelisah, agitasi dan takikardi. Meskipun tekanan darah masih normal pada posisi telentang, hipotensi postural yang signifikan dan takikardi dapat ditemukan. Hipovolemik berat (>40% volume darah) dapat ditemukan tekanan darah menurun dan menjadi tidak stabil meskipun dalam posisi telentang, takikardi yang nyata, oliguria, penurunan kesadaran berupa agitasi atau confusion. Perfusi pada otak dapat dipertahankan kecuali jika syok menjadi berat. Gejala klinik syok hemoragik bergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi mulai dari yang ringan sampai berat seperti terlihat pada tabel berikut: I Kehilangan darah (ml) 750 Kehilangan darah (% 15% volume darah) Nadi (per menit) Tekanan darah Tekanan nadi <100 Normal Normal /meningkat Pengisian kapiler Normal Melambat Melambat Melambat >100 Normal Menurun >120 Menurun Menurun >140 Menurun Menurun II 750-1500 15%-30% III IV 40% 1500-2000 2000 30%-40%

2. Syok kardiogenik Syok kardiogenik ditandai dengan hipoperfusi sistemik karena depresi berat index (<22 (L/min)m2) dan hipotensi sistolik arterial yang menetap (<90 mmHg), walaupun terdapat peningkatan tekanan pengisian pulmonarry capilarry wedge pressur (PCWP) > 18 mmHg.

Kebanyakan pasien mengeluh nyeri dada, sesak, tampak pucat dan keringat dingin. Status mental dapat terganggu, somnolen, nampak kebingungan dan agitasi. Pulasasi biasanya lemah dan cepat atau bahkan sangat lambat bila terdapat blok AV derajat berat. Tekanan darah sistolik menurun dengan tekanan nadi yang sempit (<30 mmHg). Takipneu, respirasi cheyne stokes dan distensi vena jugularis dapat ditemui. Prekordium biasanya tampak lebih tenang, dengan pulsasi apikal yang lemah. Bunyi jantung S1 biasanya lembut, dan galop S3 dapat didengar.

3. Syok obstruktif Patofisiologi yang mendasari terjadinya syok obstruktif adalah adanya obstruksi mekanis aliran darah di luar jantung yang akan menyebabkan menurunnya perfusi sistemik. Syok obstruktif salah satunya dapat ditemukan pada keadaan tamponade jantung. Pada tamponade jantung, adanya akumulasi cairan perikardium akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakardial. Akibatnya terjadi gangguan pengisian ventrikel dan perubahan volume aliran balik vena akibat kompresi cairan perikardium yang mengganggu curah jantung. Jumlah cairan perikardium yang dapat memengaruhi pengisian diastolik jantung bergantung pada jumlah akumulasi cairan dan daya regang perikardium.

4. Syok distributif 4.1 Syok septik Sepsis adalah sindrom inflamasi respon sistemik dengan bukti infeksi. Sindrom inflamasi respon sistemik adalah bila ditemukan dua dari kondisi berikut: Demam atau hipotermi Takipneu (>24 kali/ menit) Takikardia (denyut jantung > 90 kali/ menit) Leukositosis (>12000/L), leukopenia (<4000 atau 10% neutrofil batang)

4.2 Syok anafilaktik Anafilaksis merupakan bentuk terberat dari reaksi obat, yang dapat berupa reaksi anafilaktik dan reaksi anafilaktoid. Reaksi anafilaktik adalah gejala yang timbul melalui reaksi alergen dan antibodi. Sedangkan reaksi anafilaktoid tidak melalui reaksi imunologik, namun karena gejala dan pengobatannya tidak dapat dibedakan, maka reaksi anafilaktoid juga disebut sebagai anafilaksis. Syok anafilaktik ditandai dengan adanya hipotensi yang nyata dan kolaps sirkulasi darah. Anafilaksis yang berat dapat pula terjadi tanpa hipotensi, dimana obstruksi saluran napas menjadi gejala utamanya. Kematian karena anafilaksis sebesar dua pertiganya disebabkan oleh obstruksi saluran napas (terutama pada usia muda) dan sisanya oleh kolaps kardiovaskular (terutama usia lanjut). Ciri khas anafilaksis yang pertama adalah gejala yang timbul beberapa detik hingga beberapa menit setelah terpajan alergen atau faktor pencetus non alergen seperti zat kimia, obat, atau kegiatan jasmani. Ciri kedua, anafilaksis merupakan reaksi sistemik sehingga melibatkan multiorgan yang gejalanya timbul serentak atau hampir serentak.

4.3

Syok neurogenik Adanya interupsi pada input vasomotor simpatis setelah cedera medula

spinalis servikal, cedera kepala hebat atau migrasi chepalad anastesi spinal dapat menyebabkan syok neurogenik. Sebagai tambahan pada keadaan dilatasi arteriolar, venodilasi menyebabkan pooling darah pada sistem vena, yang mengakibatkan penurunan aliran balik vena dan cardiac output. Ekstremitas seringkali hangat, berbeda dengan ekstremitas dingin akibat vasokontriksi pada syok hipovolemik atau kardiogenik.

C. Gejala dan tanda Gejala dan tanda syok secara umum meliputi : Nadi cepat dan lemah (110 kali per menit atau lebih) Tekanan darah yang rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg) Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan, atau sekitar mulut) Keringat atau kulit terasa dingin dan lembab Pernafasan yang cepat (30 kali per menit atau lebih) Gelisah, bingung, atau kehilangan kesadaran Urin yang sedikit (kurang dari 30 ml per jam)

D. Penatalaksanaan 1. Prinsip Dasar Penanganan Syok Tujuan utama dalam penanganan pasien syok ialah dengan melakukan penanganan awal dan khusus untuk menstabilkan kondisi pasien, memperbaiki volume cairan sirkulasi darah, dan mengefisiensikan sistem sirkulasi darah. Penyebab syok dapat ditentukan apabia pasien sudah mulai stabil. 2. Penanganan Awal Minta bantuan untuk dapat memobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa jalan napas bebas. Pantau tanda vital Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan risiko terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk memastikan jalan napasnya terbuka. Jaga suhu pasien agar tetap hangat tetapi jangan sampai terlalu panas, karena hal ini akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.

Naikkan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung (jika memungkinkan tinggikan tempat tidur pada bagian kaki).

3. Penanganan Khusus Mulailah infuse intravena (2 jika memungkinkan) dengan menggunakan kanula atau jarum terbesar (no. 16 atau ukuran terbesar yang tersedia). Darah diambil sebelum pemberian cairan infuse untuk pemeriksaan golongan darah dan uji kecocokan (cross match), pemeriksaan Hb, dan hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostasis, dan uji pembekuan. Uji pembekuan sederhana bisa dilakukan Segera berikan cairan infuse (garam fisiologis atau RL)awalnya dengan kecepatan 1 liter dalam 15-20 menit Berikan paling sedikit 2 liter cairan ini pada 1 jam pertama. Jumlah ini melebihi cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berjalan Setelah kehilangan cairan dikoreksi, pemberian cairan per infuse

dipertahankan dalam kecepatan 1 liter per 6-8 jam Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi, lakukan venous cut-down Pantau terus tanda-tanda vital (setiap 15 menit) dan darah yang hilang. Hatihati agar tidak berlebihan memberi cairan. Nafas pendek dan pipi bengkak merupakan kemungkinan tanda kelebihan pemberian cairan. Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang masuk dan jumlah urin yang keluar. Produksi urin harus diukur dan dicatat. Berikan oksigen dengan kecepatan 6-8 liter per menit dengan sungkup atau kanula hidung

4. Penentuan dan Penanganan Penyebab Syok dalam Kebidanan Penyabab dari syok ditentukan ketika keadaan ibu sudah stabil, apabila penyebabnya sudah diketahui barulah dilakukan penanganan secara lanjut.

4.1 Syok hemoragik / perdarahan Penilaian kasus syok hemoragik dalam kebidanan tergantung pada penyebabnya tetapi pada umumnya: Melihat rekam medis pasien kebidanan tersebut dan memeriksa daerah perdarahannya Mengkosongkan kandung kemih Memastikan tidak ada hasil konsepsi dan laserasi saluran kemih Perkiraan kehilangan darah Menilai status hemodinamik pasien dan memulai resusitasi yang tepat

Syok dalam kebidanan mengindikasikan suatu perdarahan yang masif. Perempuan hami normal mempunyai toleransi terhadap perdarahan 500-1000 ml pada waktu persalinan tanpa bahaya oleh karena adaptasi fisiologik kardiovaskuler dan hematoogi selama kehamilan. Perdarahan masif dalam kebidanan didefinisikan meliputi perdarahan yang lebih dari 1500 ml, penurunan hemoglobin lebih dari 4 g/dl, transfusi darah lebih dari 4 unit, atau pasien kebidanan yang menerima pengobatan koagulopati. Syok yang disebabkan karena perdarahan dapat dilakukan langkahlangkah secara berurutan untuk menghentikan perdarahan (seperti oksitosin, masase, kompresi bimanual, kompresi aorta, persiapan untuk tindakan pembedahan). Transfusi dilakukan sesegera mungkin untuk menggantikan kehilangan darah. Pada kasus syok karena perdarahan, transfusi darah dibutuhkan jika Hb < 8 gram%. Biasanya darah yang diberikan ialah darah segar yang baru diambil dari donor darah. Keterlambatan dalam mengembalikan volume resusitasi perlu dihindari. Hal ini karena mengakibalkan komplikasi yang serius, hipotensi berkepanjangan, meningkatkan morbiditas dan mortalitas, dan meningkatkan resiko DIC. Pemberian kristaloid, 0,9 % normal salin atau larutan Hartmann harus menjadi terapi lini pertama dalam resusitasi awal. Pada situasi koloid diberikan, maksimum pemberiannya 1000-1500 ml dalam 24 jam, volume yang lebih besar dapat mempengaruhi fungsi hemostasik. Diberikan bolus sampai tekanan darah sistolik kembali mencapai 80-100 mmHg.

Penyebab perdarahan dalam kasus kebidanan antara lain: Jika perdarahan terjadi pada 22 minggu pertama kehamilan, curigai adanya abortus, KET, dan mola hidatidosa Jika perdarahan terjadi setelah 22 minggu atau pada saat persalinan tetapi sebelum melahirkan, curigai plasenta previa, solusio plasenta, atau rupture uteri. Jika perdarahan terjadi setelah melahirkan, curigai robekan dinding uterus, atonia uteri, robekan jalan lahir, dan plasenta yang tertinggal Perdarahan 22 minggu pertama kehamilan disebut juga perdarahan pada kehamilan muda atau awal kehamilan. Literatur yang menjelaskan tentang penanganan perdarahan masif awal kehamilan masih sedikit. Pendekatan penanganan perdarahan masif awal kehamilan sama dengan perdarahan pasca kehamilan. Hal tersebut meliputi penilaian penyebab perdarahan, menilai tingkat keparahan perdarahan, pemeriksaan, resusitasi, pengobatan dan manajemen bedah. Upaya dengan menggunakan teknik bedah sebagai kontrol perdarahan awal kehamilan telah banyak diterangkan beberapa literatur dalam bentuk studi kasus. Dilatasi suction dan kuretase merupakan manajemen operasi lini pertama dalam penanganan perdarahan awal kehamilan dan teknik bedahnya selaras dengan kasus perdarahan setelah melahirkan/ postpartum/ pasca salin. Penggunaan balon kateter untuk tamponade perdarahan pasca salin dilaporkan juga berhasil dalan penanganan kasus perdarahan abortus. Kateter yang digunakan yaitu kateter Foley dengan ukuran volume yang bervariasi mulai dari 30-150ml. Intervensi radiologi ( embolisasi arteri uterus - uterine artery embolisation UAE) didapatkan mengurangi angka penanganan dengan laparotomi dan

histerektomi. UAE juga telah dilakukan bersamaan dengan laparoskopi dan laparotomi dalam mengontrol perdarahan dalam kasus perbaikan perforasi uterus. UAE juga menjaga kesuburan wanita yang mengharapkan kehamilan berikutnya. Pada keadaan perdarahan yang masih berlanjut setelah teknik bedah lini pertama dan intervensi radiologi, laparotomi mungkin perlu dilakukan. Jahitan hemostatik, seperti jahita B-Lynch sebelum histerektomi dalam literatur merupakan pengobatan definitif untuk perdarahan.

Ada beberapa poin penting dalam kasus perdarahan pasca salin: -Perdarahan pasca salin primer (primary post partum haemorrhage ) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca salin. -Perdarahan pasca salin sekunder ( secondary post partum haemorrhage ) adalah perdarahan yang terjadi setelah periode 24 jam tersebut. Pada umumnya perdarahan pascasalin dini lebih berat dan lebih tinggi tingkat morbiditas dan mortalitasnya di bandingkan perdarahan pasca salin lanjut. -Perdarahan pasca salin bisa disebabkan oleh 4 faktor yaitu kelemahan tonus uterus, robekan jalan lahir ( dari perineum, vagina sampai uterus ), sisa jaringan konsepsi, dan gangguan faktor pembekuan. -Manajemen aktif kala III terdiri dari pemberian oksitosin 10 IU intramuskuler 1 menit setelah bayi lahir, melakukan peregangan tali pusat terkendali dengan melakukan traksi berlawanan setinggi os pubis, masase uterus, jika tidak terjadi penurunan plasenta traksi dihentikan dan tunggu kontraksi selanjutnya, dan setelah plasenta lahir masase fundus uteri setiap 15 menit selama 1 jam untuk merangsang kontraksi. -Masase fundus uteri adalah meletakkan telapak tangan pada fundus uteri, kemudian dengan lembut dan mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi setiap 15 menit. -Kompresi bimanual eksterna adalah meletakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri di atas simfisis pubis, kemudian letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri sejajar dengan dinding depan korpus uteri, setelah itu lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. -Kompresi bimanual interna adalah mengepalkan tangan dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang, tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini

memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka ( bekas implantasi plasenta ) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.

Regimen obat yang diberikan meliputi: -Oxytocin infusion / ergometrin / prostaglandin dapat diberikan oksitosin ( Syntocinon ) 40 unit dalam 500 cc normal salin dan dipasang dengan kecepatan 125 cc / jam. Hindari kelebihan cairan karena dapat menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak yang pada akhimya dapat menyebabkan kejang karena hiponatremia. Hal ini timbul karena efek antidiuretic hormone ( ADH ) - like effect dan oksitosin. Jadi monitoring ketat input dan output cairan sangat esensial dalam pemberian oksitosin dalam jumlah besar. -Ergometrin dapat diberikan secara intramuskuler atau intravena dengan dosis awal 0,2 mg ( secara perlahan ). Dosis lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit bila masih diperlukan. Pemberian ergometrin dapat diulang setiap 2 - 4 jam bila masih diperlukan. Dosis maksimal adalah 1 mg atau 5 dosis per hari. Ergometrin tidak boleh diberikan / kontraindikasi pada preeklampsia, vitium cordis, dan hipertensi. Bila perdarahan pascasalin tidak berhasil dengan pemberian ergometrin atau oksitosin, dapat diberikan misoprostol per rektal 800 - 1000 ug. Selain resusitasi cairan dan pemberian obat-obat uterotonik pada perdarahan masif perlu diberikan transfusi darah, bahkan juga diperlukan pemberian fresh frozen plasma ( FFP ) untuk menggantikan faktor pembekuan yang turut hilang. Direkomendasikan pemberian 1 liter FFP ( 15 m1 / kg ) setiap 6 unit darah. Pertahankan trombosit di atas 50.000, bila perlu diberikan transfusi trombosit. Cryopresipitat direkomendasikan bila terjadi DIC
yang ditandai dengan kadar fibrinogen <1 gr/dl (10 gr/L). Operatif (prosedur-teknik operatif)

a. Shift to theatre Bila perdarahan masif masih tetap terjadi, segera evakuasi pasien ke ruang operasi. Pastikan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya sisa plasenta atau selaput ketuban. Bila diduga ada sisa jaringan, segera lakukan tindakan kuretase. Kompresi bimanual dilakukan selama ibu dibawa ke ruang operasi.

b. Tamponade intra uterine or uterine packing Pada keadaan perdarahan masih berlangsung setelah langkah - langkah di atas, pikirkan juga kemungkinan adanya koagulopati yang menyertai atonia yang refrakter. Tamponade uterus dapat membantu mengurangi perdarahan. Tindakan ini juga dapat memberi kesempatan koreksi faktor pembekuan. Segera libatkan tambahan tenaga dokter spesialis kebidanan dan hematologis, juga menyiapkan ruang ICU. Dapat dilakukan tamponade test dengan menggunakan Tube Sengstaken, yang mempunyai nilai prediksi positif 87% untuk menilai keberhasilan penanganan PPH. Bila pemasangan tube tersebut mampu menghentikan perdarahan berarti pasien tidak memerlukan tindakan bedah lebih lanjut. Akan tetapi bila setelah pemasangan tube perdarahan masih tetap masif maka pasien harus menjalani tindakan bedah. Pemasangan tamponade uterus dengan menggunakan baloon relatif mudah dilaksanakan dan hanya memerlukan waktu beberapa menit. Tindakan ini dapat menghentikan perdarahan, mencegah koagulopati karena perdarahan masif dan kebutuhan tindakan bedah. Hal ini perlu dilakukan pada pasien yang tidak membaik dengan terapi medis. Walaupun saat ini yang paling banyak dipakai adalah Sengstaken - Blakemore oesophageal catheter ( SBOC ), dapat juga dipakai Rush urological hydrostatic baloon dan Bakri SOS baloon. Biasanya dimasukkan 300 400cc cairan untuk mencapai tekanan yang cukup adekuat sehingga perdarahan berhenti. Balon tamponade ini dilengkapi alat untuk membaca tekanan intrauterin sehingga dapat diupayakan mencapai tekanan mendekati tekanan sistolik untuk menghentikan perdarahan. Saat ini alat tersebut sedang dalam proses uji klinik setelah sukses dengan pemakaian balon SBOC. c. Apply compression suture Harus selalu dipertimbangkan antara mempertahankan hidup dan keinginan mempertahankan fertilitas. Sebelum mencoba setiap prosedur bedah konservatif harus dinilai ulang keadaan pasien berdasarkan perkiraan jumlah darah yang keluar, perdarahan yang masih berlangsung, keadaan hemodinamik dan paritasnya. Keputusan untuk melakukan laparotomi harus cepat setelah melakukan informed consent terhadap segala kemungkinan tindakan yang akan dilakukan di ruang operasi.

Ikatan kompresi, pertama kali diperkenalkan oleh Christopher B - Lynch sehingga tindakan tersebut dinamakan Ikatan B - Lynch ( B - Lynch suture ). Benang yang dapat dipakai adalah kromik catgut no.2, Vicryl 0 ( Ethicon ), chromic catgut 1 dan PDS 0 tanpa adanya komplikasi. Akan tetapi perlu diingat bahwa tindakan B - Lynch ini harus didahului test tamponade yaitu upaya menilai efektifitas tindakan B - Lynch dengan cara kompresi bimanual uterus secara langsung di meja operasi. Penting sekali kerjasama yang baik dengan ahli anestesi untuk menilai kemampuan pasien bertahan lebih lanjut dalam keadaan perdarahan bila upaya konservatif gagal. Khususnya di negara Indonesia, karena pasien seringkali datang ke tempat rujukan dalam keadaan sudah kehilangan banyak darah dan cadangan darah yang minim atau tidak ada. Dalam keadaan ini, lebih bijaksana bila klinisi langsung melakukan histerektomi, daripada melakukan upaya konservatif. Upaya bedah konservatif hanya dilakukan bila kondisi pasien stabil. d. Systemic Pelvic Devascularization a. Ligasi a. uterine. b. Ligasi a. hipogastrika. e. Subtotal or total abdominal hysterectomy Setelah dilakukan penanganan nilai ulang kondisi ibu dalam waktu 20-30 menit setelah pemberian cairan, nilai ulang keadaan ibu untuk meihat adanya tandatanda perbaikan. Tanda-tanda kondisi pasien stabil atau sudah ada perbaikan sebagai berikut: a. Tekanan darah mulai naik, sistolik mencapai 100mmHg b. Denyut jantung stabil c. Kondisi mental pasien membaik, ekspresi ketakutan berkurang d. Produksi urin bertambah. Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4 jam atau 30 ml/1 jam

4.2 Syok septik

Syok yang disebabkan oleh infeksi, dilakukan pengambilan sample darah secukupny untuk kultur mikroba sebelum memulai terapi antibiotika, jika fasilitas memungkinkan. Penyebab utama syok septic (70% kasus) ialah bacteria gram negative seperti escherchia coli, klebsiella pneumonia, serratia, enterobakter, dan Pseudomonas. Antibiotika harus diberikan apabila di duga atau terdapat infeksi, misalnya pada kasus septic, syok septic, cedera intraabdominal,dan perforasi uterus. Kebanyakan kasus dipilih antibiotika berspektrum luas yang efektif terhadap kuman gram negative, gram positif, anaerobic, dan klamidia. Antibiotika harus diberikan dalam bentuk kombinasi agar diperoleh cakupan yang luas. Kombinasi antibiotika diberikan untuk mengobati infeksi aerob dan anaerob dan teruskan sampai ibu tersebut bebas demam selama 48 jam, kombinasi antibiotika yang digunakan: Penisillin G 2 juta unit atau ampisillin 2 g IV setiap 6 jam Ditambah gentamisin 5 mg/kgbb IV setiap 24 jam Ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam Setelah dilakukan penanganan, lakukan penilaian ulang untuk menilai tandatanda perbaikan. 4.3 Syok akibat trauma Syok akibat trauma lakukan persiapan untuk tindakan pembedahan.

5. Penilaian ulang Setelah dilakukan penangan terhadap ibu yang mengalami syok, selanjutnya lakukan penilaian ulang respon ibu terhadap pemberian cairan dalam waktu 30 menit untuk menetukan apakah kondisi membaik. Jika kondisi membaik maka sesuaikan kecepatan infuse menjadi 1 liter per 6 jam dan teruskan penatalaksanaan untuk penyebab syok. Jika kondisi tersebut tidak membaik, berarti ibu membutuhkan penanganan lebih lanjut.

6. Penanganan Lebih Lanjut Teruskan infuse cairan IV, sesuaikan kecepatan infuse menjadi 1 liter dalam waktu 6 jam dan pertahankan oksigen 6-8 liter per menit

Pantau dengan ketat kondisi ibu Lakukan tes laboratorium meliputi hematokrit, golongan darah dan rhesus dan cross-match. jika fasilitas memungkinkan, periksa elektrolit serum, kreatinin serum, dan pH darah

7. Pemberian Obat Pemberian intra vena dipilih untuk kondisi syok, kondisi gawat darurat yang mungkin membutuhkan tindakan pembedahan segera, setiap infeksi yang serius termasuk sepsis dan syok septic. Pemberian IM dipilih apabila pemberian IV tidak mungkin dilakukan dan apabila obat yang terpilih dapat diberikan melalui cara ini. Pemberian per oral hanya dapat diberikan pada kasus yang stabil kondisinya dan mampu menelan obat per oral. Jangan memberikan obat per oral pada kasus syok, cedera abdominal, perforasi uterus, KET, atau kondisi lainnya yang memerlukan tindakan bedah segera. a) Obat pengurang rasa nyeri Dalam memilih obat pengurang rasa nyeri yang tepat, harus dipertimbangkan kondisi pasien pada saat itu, saat dan cara pemberian obat, dan beberapa hal khusus yang harus diperhatikan untuk setiap jenis obat yang dipilih. Penderita dalam syok atau akan mengalalmi pembedahan segera, hanya boleh mendapat obat IV dan IM. Hindari sedasi berlebihan, sebab sedasi berlebihan dapat menyembunyikan gejala yang penting untuk membuat diagnosis. Setiap narkotika dapat menekan pernafasan yang mungkin fatal, oleh sebab itu pasien yang mendapatkan narkotika harus dalam pengamatan yang ketat dan cermat. Obat anti radang nonsteroid dan aspirin dapat mengganggu pembekuan darah.

Kombinasi obat pengurang rasa nyeri dengan obat penenang seperti diazepam meningkatkan risiko depresi pernafasan. Obat analgetika yang

direkomendasikan: Morfin 10-15 mg IM atau 15 mg IV Petidin 50-100 mg IM

Parasetamol 500 mg per oral Parasetamol dan codein 30 mg per oral Tramadol oral atau IM 50 mg atau supossitoria 100 mg

b) Toksoid tetanus Berikan jika ada riwayat abortus serisiko tinggi untuk infeksi tetanus, misalnya sangat kotor, luka tusuk tetapi dalam, sebaiknya diberi booster vaksin tetanus. Apabila pasien belum mendapat satu imunisasi lengkap dalam 5-10 tahun terakhir atau tidak dapat dipastikan status imunisasinya, seharusnya diberi vaksin tetanus dan antitoksik tetanus. c) Diuretika Pengguanaan diuretika seperti furosemid hanya boleh diberikan apabila terdapat gagal jantung dan edema paru-paru. Jika pasien kurang sadar, kateter harus dipasang, banyaknya produksi urin per jam harus diukur dan dicatat. Harus diperhatikan keseimbangan penggunaan diuretika dengan banyaknya cairan infuse yang masuk.

BAB III SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Syok adalah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan kolapsnya

hemodinamik tubuh berupa perfusi yang tidak adekuat pada kulit, ginjal dan sistem syaraf pusat. 2. Penyebab syok pada kasus gawat darurat dalam kebidanan biasanya adalah perdarahan (syok hipovolemik), sepsis (syok septic), gagal jantung (syok kardiogenik), rasa nyeri (syok neurogenik), alergi (syok anafilaktik). 3. Syok dalam kehamilan akan menyebabkan syok pada janin, dan perlu diatasi secara cepat.

B. SARAN 1. Mengenali tanda-tanda syok dan melakukan tatalaksana segera pada pasien syok. 2. Mencegah terjadinya komplikasi yang lebih lanjut pada organ-organ penting.

Anda mungkin juga menyukai