Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

A. DEFINISI Stroke adalah sindrom yang terjadi dari tanda/gejala hilangnya fungsi saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit) (Ginsberg, 2008). Selain itu, stroke merupakan sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan sebagai tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat, namun karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Stroke ini meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto, 2009 dan Muttaqin, 2008). Stroke biasanya diakibatkan oleh empat kejadian, yaitu (1) trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher), (2) embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain), (3) iskemia (penurunan aliran darah ke otak), dan (4) hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) (Smeltzer & Brenda, 2002). Adapun stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi ketika pembuluh darah di otak pecah sehingga menyebabkan iskemia (penurunan aliran) dan hipoksia di sebelah hilir (Corwin, 2009). Menurut Muttaqin (2008), stroke hemoragik merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarachnoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu dan biasanya terjadi saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. B. ETIOLOGI Stroke hemoragik ini biasanya disebabkan oleh hipertensi, pecahnya aneurisma (dilatasi dinding arteri yang disebabkan kelainan kongenital atau perkembangan yang lemah pada dinding pembuluh darah tersebut), atau malformasi arteriovenosa (hubungan yang abnormal dimana massa arteri dan vena bergelunggelung dan tidak dapat menyalurkan oksigen ke otak karena tidak memiliki kapiler). Hemoragi dalam otak secara signifikan meningkatkan tekanan intrakranial yang memperburuk cedera otak yang dihasilkannya (Corwin, 2009 dan Gruendemann, 2006).

C. KLASIFIKASI Perdarahan otak dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Perdarahan Intraserebri (PIS) Perdarahan Intraserebri merupakan perdarahan primer yang berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak (Dewanto, 2009). Perdarahan ini terjadi karena pecahnya pembuluh darah karena hipertensi yang mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak (Muttaqin (2008). Selain itu, perdarahan ini juga disebabkan oleh perdarahan tumor, trauma, kelainan darah, gangguan pembuluh darah (malformasi arteriovenosa), vaskulitis, amiloidosis (kelainan metabolisme protein yang terjadi karena peradangan kronis dan terjadi pengendapan protein dalam jaringan atau organ tubuh). 2. Perdarahan Subarachnoid (PSA) Perdarahan ini sering terjadi karena ruptur aneurisma dimana terjadi kelemahan kongenital yang terjadi pada percabangan sirkulus Willisi, dan malformasi arteriovenosa (Ginsberg, 2008). Pecahnya arteri dan keluarnya ke subarachnoid menyebabkan peningkatan TIK mendadak, struktur peka nyeri meregang, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, afasia, gangguan hemisensorik). D. PATOFISIOLOGI Terlampir E. MANIFESTASI KLINIS Adapun manifestasi klinis stroke hemoragik adalah : 1. Perdarahan Intraserebral (PIS) a. Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi b. Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau marah c. Mual atau muntah pada permulaan serangan d. Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan e. Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (terjadi jam-2 jam). 2. Perdarahan Subarachnoid (PSA) a. Nyeri kepala hebat dan mendadak b. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi

c. Ada gejala atau tanda meningeal, seperti fotofobia, mual, muntah, tanda meningismus (kaku kuduk) dan tanda kernig d. Defisit neurologis fokal berupa disfasia, hemiparesis e. Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarachnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna. (Batticaca, 2008) f. peningkatan tekanan intrakranial, gambaran sistemiknya meliputi bradikardia, dan hipertensi, demam (disebabkan kerusakan oleh hipotalamus), edema paru dan aritmia jantung g. Kematian mendadak. F. KOMPLIKASI 1. Destruksi area ekspresif arau reseptif pada otak akibat hipoksia dapat menyebabkan kesulitan komunikasi 2. Hipoksia pada area motorik dapat menyebabkan paresis 3. Kerusakan korteks (sistem limbik) dapat menyebabkan perubahan emosional G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia, leukositosis (setelah terjadinya infeksi sistemik). Pemeriksaan koagulasi untuk menentukan riwayat koagulopati sebelumnya Ureum dan elektrolit untuk menentukan hiponatremia akibat salt wasting, glukosa serum untuk menentukan hipoglikemia. Rontgen toraks untuk melihat edema pulmonal atau aspirasi EKG 12 sadapan untuk melihat aritmia jantung atau perubahan segmen ST Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui stroke hemoragik ini adalah CT scan otak. CT scan sangat sensitif terhadap hemoragi (untuk keadaan darurat). Sebagian besar alat MRI walaupun bahkan lebih sensitif dari pada CT scan namun direkomendasikan untuk menentukan lokasi kerusakan yang tepat dan memantau lesi. H. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan stroke hemoragik ditujukan pada penanganan A (airway), B (Breathing), C (circulation), dan D (detection of focal neurological deficit). Terapi farmakologis untuk stroke hemoragik

a. Terapi umum Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma > 30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 1520% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP > 130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30o, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas. b. Terapi khusus Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar > 60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d cedera otak, penurunan perfusi serebral, peningkatan TIK, dan hipertensi intrakranial. 2. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, gangguan

muskuloskeletal, dan gangguan neuromuskuler pada ekstremitas. 3. Hambatan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak, kelemahan sistem muskuloskeletal. 4. Defisit perawatan diri b.d gangguan muskuloskeletal, kelemahan

J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Diagnosa Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d cedera otak, penurunan perfusi serebral, peningkatan TIK, dan hipertensi intrakranial. Tujuan & KH Intervensi Tujuan : setelah dilakukan asuhan Neurologic Monitoring keperawatan selama ...x... jam terjadi - Monitor ukuran, kesimetrisan, bentuk pupil peningkatan kapasitas adaptif - Monitor tingkat kesadaran klien - Monitor tingkat orientasi klien intrakranial. - Monitor GCS klien - Monitor tanda vital: suhu, tekenan darah, nadi, dan KH : pernapasan klien Neurogical status - Monitor status pernapasan: AGD, nadi oksimetri, - Kesadaran kedalaman, pola, kecepatan dan kemampuan bernapas - Pusat kontrol motorik klien - Fungsi pusat sensori dan motorik - Monitor parameter hemodinamik tindakan invasif yang - Tekanan intrakranial tepat - Mengkomunikasikan situasi yang - Monitor ICP dan CPP semestinya - Monitor refleks corneal - Ukuran pupil - Monitor refleks batuk dan gag - Reactivity pupil - Monitor kekuatan otot, kemampuan berpindah, dan cara - Pola gerakan mata klien berjalan klien - Pola napas - Monitor kesimetrisan wajah - Tekanan darah - Monitor gangguan visual klien: diplopia, nistagmus, - Nadi pandangan kabur, - RR - Monitor cara bicara klien:kefasihan, aphasia, kesulitan - Hipertermi menemukan kata - Sakit kepala - Monitor respon terhadap rangsangan: verbal, taktil Measurement Scale - Monitor respon terhadap pengobatan 1= severely compromised - Tingkatkan frekuensi monitoring neurologis sesuai 2= substantially compromised indikasi

3= Moderately compromised 4= mildly compromised 5= not compromised Circulation status - Tekanan darah sistolik - Tekanan darah diastolik - Tekanan nadi - Tekanan darah rata-rata - Urin output - Kapilery refil - Suara napas tambahan Measurement Scale 1= severely deviation from normal range 2= substantially deviation from normal range 3= Moderately deviation from normal range 4= mildly deviation from normal range 5= not deviation from normal range Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, gangguan muskuloskeletal, dan gangguan neuromuskuler pada

- Hindari kegiatan yang dapat meningkatkan TIK

ICP monitoring - Ukur peningkatan TIK dengan alat monitoring TIK - Catat adanya peningkatan TIK - Monitor kualitas dan karakteristik peningkatan TIK - Monitor tekanan perfusi serebral - Monitor status neurologis - Monitor intake dan output - Pertahankan sterilitas dari sistem monitor - Monitor temperatur dan jumlah leukosit darah - Berikan antibiotik - Posisikan kepala dan leher dengan posisi netral, hindari posisi ektrim fleksi panggul - Sesuaikan posisi kepala ntuk mengoptimalkan perfusi serebral - Beritahu dokter bahwa elevasi PTIK tidak berespon terhadap protokol pengobatan

Tujuan : setelah dilakukan asuhan Joint mobility : keperawatan selama ...x... jam klien - Tentukan keterbatasan pergerakan sendi mampu menunjukkan pergerakan - Kolaborasi dengan fisioterapist untuk mendukung program latihan ekstremitas. - Jelaskan pada pasien tentang tujuan latihan

ekstremitas.

KH : - Klien dapat mempertahankan pergerakan ekstremitas meliputi pergelangan kaki/tangan, siku, jari- jari, panggul, lutut, leher. -

Pantau lokasi ketidaknyamanan selama aktivitas Jaga pasien dari trauma selama latihan Bantu posisi optimal untuk pergerakan sendi baik pasif maupun aktif Lakukan ROM aktif/pasif sessuai indikasi Bantu untuk membuat jadwal latihan Bantu pergerakan sendi secara teratur dalam mengurangi nyeri, ketahanan, dan kelenturan Muscle control : - Kaji fungsi sensori pasien - Jelaskan rasional latihan tersebut dilakukan - Berikan lingkungan yang tenang untuk istirahat setelah dilakukan latihan - Pantau respon emosional, dan fungsi kardiovaskuler selama latihan - Pantau kebenaran tindakan saat latihan mandiri - Kaji kembali progres dari fungsi pergerakan tubuh pasien Hemodynamic regulation - Kenali adanya perubahan tekanan darah - Auskultasi suara paru dan suara tambahan lainnya - Aukultasi suara jantung - Monitor dan catat HR, ritme, dan denyut jantung - Monitor level elektrolit - Monitor resistensi pembulh darah sistemik dan pulmonal - Monitor curah jantung

Hambatan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak, kelemahan sistem muskuloskeletal.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x... jam komunikasi verbal teratasi. KH : - Menggunakan bahasa lisan - Menggunakan bahasa tulis - Menggunakan bahasa non verbal - Memahami isi dari pesan yang

diterima

- Monitor nadi periperal, capilarely refil, temperatur, warna ektremitas - Elevasi kepala dengan tepat - Berikan vasodialator/vasokonstriktor sesuai indkasi - Monitor intake output - Pasang kateter urin dengan tepat - Monitr efek pengobatan

DAFTAR PUTAKA Batticaca, Fransisca B. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika. 2008 Bulechek, Gloria M. Et al. Nursing Intervention Classification. Fifth Edition. United State of America : LSEVIER MOSBY. 2004 Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi. Ed.3. Jakarta : EGC. 2009 Dewanto, George, dkk. Panduan Praktis Diagnosis & tata laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC. 2009 Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. Jakata : PT Gelora Aksara Pratama. 2008 Gruendemann, Barbara J, dan Billie Fernsebner. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif, Vol.2. Jakarta : EGC. 2006 Herdman, T. Heather. Nanda International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC. 2012 Johnson, Marion et al. NOC and NIC Lingkages to NANDA-I and Clinical Condition. Supporting Critical Reasoning and Quality Care. United State of America : LSEVIER MOSBY. 2006 Moorhead, Sue et al. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition. United State of America : LSEVIER MOSBY. 2004 Muttaqin, Arif. Buku 1111111111111111111111111111111111111111111

C. PATOFISIOLOGI STROKE

Anda mungkin juga menyukai