Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya lah kami dapat menyelesaikan laporan Tutorial pada sub modul ke-5 dalam PBL ( Problem Based Learning ) 1 proses pembelajaran efektif Sel dan perubahannya. Penulisan laporan ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas PBL. Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih, dan semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi kita semua serta bisa dijadikan bahan bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan kita.

Jakarta,

November 2011

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .. 1 DAFTAR ISI .... 2 BAB 1 ANALISA MASALAH 1.1 Skenario 3 1.2 Klarifikasi Kata Kunci .. 3 1.3 Identifikasi Masalah dengan Rumusan Pertanyaan .. 3 1.4 Tujuan Pembelajaran 4 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Radang Akut . 6 2.2 Radang Kronik .. 13 2.3 Perbedaan Radang Akut dan Radang Kronik .. 21 2.4 Mekanisme Radang Akut dan Radang Kronik 22 DAFTAR PUSTAKA .. 24 LAMPIRAN . 25

BAB 1 ANALISA MASALAH

1.1 Skenario Sub modul 5 An. A, datang dengan tonsillitis akut. Saat yang hampir bersamaan, datang pula An. B dengan tonsillitis kronik. Dengan jenis penyakit yang sama yaitu tonsillitis, kondisi An. A dan An. B ada yang berbeda. An. A mengeluh demam dan nyeri, sedangkan An. B tidak merasakannya. Meskipun radang terjadi pada organ yang sama, namun penatalaksanaannya berbeda.

1.2 Klarifikasi Kata Kunci Inflamasi Akut Inflamasi Kronik

1.3 Identifikasi Masalah dengan Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Radang Akut? 2. Apa yang dimaksud dengan Radang Kronik? 3. Sebutkan perbedaan dari Radang Akut dan Radang Kronik! 4. Bagaimana mekanisme dari Radang Akut dan Radang Kronik?

1.4 Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan apa itu radang akut 2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan apa itu radang kronik 3. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan perbedaan dari radang akut dan radang kronik 4. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan mekanisme dari radang akut dan radang kronik

BAB 2 PEMBAHASAN

Sebelum kita membahas radang akut dan radang kronik, sebaiknya kita membahas Radang terlebih dahulu. Radang/ inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal. Respon radang merupakan dasar terjadinya reaksi anafilaktik yang mengancam nyawa akibat gigitan serangga atau obat, dan merupakan dasar terjadinya penyakit kronik tertentu, seperti artritis rheumatoid dan aterosklerosis. Fungsi dari radang adalah mengantar leukosit ke tempat jejas. Leukosit akan melawan agen jejas, membunuh bakteri dan mikroorganisme lain.

Komponen respon radang akut dan kronik: sel dan protein dalam sirkulasi, sel dinding pembuluh darah, dan sel serta elemen matriks pada jaringan ikat ektravaskuler. Sel dan protein tidak tergambar dalam skala.

2.1.

Apa yang dimaksud dengan Radang Akut? Radang Akut adalah Radang yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik yang menonjol. Radang Akut merupakan respon segera dan dini terhadap jejas yang dirancang untuk mengirimkan leukosit ke tempat jejas. Tanda Radang Akut 1. Rubor (kemerahan) akibat hiperemia atau kongesti 2. Kalor (panas) akibat lebih banyak darah 3. Dolor (nyeri) akibat perubahan pH, kadar ion, toksin yang merangsang saraf, juga pembengkakan 4. Tumor (pembengkakan) kumpulan darah dan cairan eksudat 5. Fungsio lesa (hilangnya fungsi) bengkak, nyeri dan perubahan lingkungan

Penyebab
Infeksi microbial: bakteri piogenik, virus Reaksi hipersensitivitas: parasite, basil tuberculosis Agen fisik: trauma, radiasi pengion, panas, dingin Kimiawi dan obat: korosif, asam, basa, agen pengurang, toksin bakteri Jaringan nekrosis: infark iskemik

Perubahan Vaskular
Perubahan pada caliber dan aliran pembuluh darah. Setelah vasokonstriksi sementara, terjadi vasodilatasi arteriol, yang mengakibatkan peningkatan aliran darah dan penyumbatan local ( hyperemia ) pada aliran darah kapiler selanjutnya. Merupakan penyebab timbulnya warna merah ( eritema ) dan hangat yang secara khas terlihat pada inflamasi akut. Selanjutnya, mikkrovaskulatur menjadi permeable, mengakibatkan masuknya cairan kaya protein kedalam jaringan ektravaskular. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik sehingga meningkatkan viskositas darah dan memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopis perubahan ini digambarkan oleh dilatasi pada sejumlah pembuluh darah kecil yang dipadati oleh eritrosit ( stasis ). Saat terjadi stasis, leukosit ( terutama neutrophil ) mulai keluar dari aliran darah dan berakumulasi di sepanjang permukaan endotel pembuluh darah ( marginasi ). Setelah melekat pada endotel, leukosit menyelip di antara sel endotel tersebut dan bermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan interstisial.

Peningkatan permeabilitas vascular. Pada tahap awal inflamasi, vasodilatasi arteriol dan aliran darah yang bertambah meningkatkan tekanan hidrostatik intravascular dan pergerakan cairan dari kapiler. Cairan ini disebut transudate, merupakan ultrafiltrat plasma darah dan mengandung sedikit protein. Namun, transudate segera menghilang dengan meningkatnya permeabilitas vascular yang memungkinkan pergerakan cairan kaya protein, bahkan sel ke dalam interstisium ( eksudat ). Hilangnya cairan kaya protein ke dalam ruang perivascular menurunkan tekanan osmotic intravascular dan meningkatkan tekanan osmotic cairan interstisial. Hasilnya adalah mengalirnya air dan ion ke dalam jaringan ektravaskular; akumulasinya disebut edema.

Inflamasi akut menyebabkan kebocoran selapis endotel melalui sejumlah cara. Arteriol, kapiler, dan venula mengalami hal ini secara berbeda-beda, bergantung pada mekanisme yang berperan, serta onset, durasi, volume, dan karakteristik cairan yang dihasilkan. kontraksi sel endotel menimbulkan

interselular gap pada venula. Pada permeabilitas vascular yang meningkat, bentuk kontraksi sel endotel adalah suatu proses reversible yang dihasilkan oleh histamine, bradikinin, leukotriene, dll. Kontraksi sel berlangsung cepat dan singkat ( respon segera sementara ). Jejas endotel kebocoran langsung vascular akan dengan

mengakibatkan

menyebabkan nekrosis dan lepasnya sel endotel. Kontraksi cepat dan berlangsung lama. Jejas endotel yang bergantung leukosit

dapat terjadi akibat akumulasi leukosit selama respons inflamasi terjadi. Berlangsung lama. Peningkatan transitosis melalui jalur vesicular intrasel meningkatkan permeabilitas venula, khususnya setelah pajanan terhadap mediator tertentu. Kebocoran dari pembuluh darah baru.

Berbagai Peristiwa yang Terjadi pada Sel

Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi)Urutan kejadian ekstravasasi leukosit dari lumen pembuluh darah ke ruang ekstravaskular dibagi menjadi (1) marginasi dan rolling, (2) adhesi dan transmigrasi antar endotel, dan (3) migrasi pada jaringan interstisial terhadap suatu rangsang kemotatik. Rolling, adhesi, dan transmigrasi diperantarai oleh ikatan molekul adhesi komplementer pada leukosit dan permukaan endotel. Mula-mula sel darah putih bergerak terakumulasi di tepi pembuluh darah (marginasi) dan menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel (rolling) pada aliran yang tersendat tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel. Selanjutnya adalah proses emigrasi, yaitu proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh darahTempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata.

Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri. Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granulagranula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit.

10

Defek pada Fungsi Leukosit


DEFEK PADA FUNGSI LEOKOSIT Penyakit Genetik Defisiensi adhesi leukosit 1 Rantai integrin CD11/ CD18 Sialil-Lewis X (reseptor Defisiensi adhesi leukosit 2 selektin) Ketiadaan granula spesifikDefisiensi granula spesifikneutrophil neutrophil Kemotaksis defektif Penurunan pembakaran Penyakit granulomatosa kronik terkait-X oksidatif NADPH oksidase (komponen membrane) NADPH oksidase (komponen Resesif autosom sitoplasma) Hilangnya system MPO-H2O2 Defisiensi mieloperoksidase Membrane protein yang terlibat organelle trafficking Sindrom Chediak-Higashi Defek

Kemotaksis Akuisista (didapat) Cedera suhu, diabetes, sepsis, dll Hemodialysis, diabetes Leukemia, sepsi, diabetes, malnutrisi, dan lain-lain Adhesi Fogositosis dan aktivitas mikrobisial

11

Akibat Inflamasi Akut


Ada tiga akibat Inflamasi Akut Resolusi: jaringan menjadi normal kembali setelah proses resolusi, eksudat dan debris selular mencair dan dibuang oleh makrofag dan melalui saluran limfe. Regenerasi: jika terjadi nekrosis jaringan sebelum agen jejas dapat dinetralkan maka jaringan nekrosis akan diganti oleh jaringan regenerasi atau sikatriks. Supurasi: pada infeksi bakteri purulent terjadi migrasi netrofil yang berlebihan disertai nekrosis likuefaksi (mencair). Masa ini disebut pus dan jika dibatasi oleh dinding disebut abses. Radang kronis: jika agen jejas tidak dapat dinetralkan pada reaksi radang akut maka terjadi respon imun yang menyebabkan terjadinya radang kronis.

12

2.2.

Apa yang dimaksud dengan Radang Kronik? Radang Kronik adalah Radang yang berlangsung lebih lama ( berhari-hari sampai bertahun-tahun ) dan ditandai khas dengan proliferasi pembuluh darah dan pembentukan jaringan parut. Radang Kronik dapat dianggap sebagai inflamasi memanjang ( berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun ), dan terjadi inflamasi aktif, jejas jaringan, dan penyembuhan secara serentak.

Penyebab dan dampak inflamasi kronik Inflamasi kronik dapat berkembang dari inflamasi akut. Perubahan ini terjadi ketika respons akut tidak teratasi karena agen cedera yang menetap atau karena gangguan proses penyembuhan normal. Contoh, ulkus peptikum duodenum awalnya memperlihatkan inflamasi akut yang diikuti dengan tahap awal perbaikan (resolusi). Namun, jejas epitel duodenum yang berulang dapat menghentikan proses resolusi ini dan menimbulkan suatu lesiyang ditandai dengan kedua inflamasi akut dan kronik. Kemungkinan lain, beberapa bentuk jajas (misal, infeksi virus) menimbulkan respons, yaitu inflamasi kronik yang pada dasarnya terjadi sejak awal.

13

Penyebab
Infeksi virus: Infeksi intrasel apapun secara khusus memerlukan limfosit dan makrofag untuk mengidentifikasi dan mengeradikasi sel yang terinfeksi. Infeksi mikroba persisten: Pajanan mikroba yang patogenisitasnya lemah namun berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan hipersensitivitas lambat yang berpuncak pada reaksi granulomatosa (salah satu contoh radang kronik). Contohnya pada infeksi Treponema pallidum. Pajanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik: Agen-agen asing dapat menyebabkan radang kronik apabila terpajan dalam jangka waktu yang lama. Agen tersebut dapat berupa agen endogen (seperti jaringan adiposa yang nekrotik, kristal asam urat, tulang) dan dapat berupa agen eksogen (seperti materi silika yang terinhalasi atau serabut benang yang tertanam). Penyakit autoimun: Respons imun terhadap antigen dan jaringan tubuh sendiri yang berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan radang kronik, contohnya adalah penyakit arthritis rheumatoid atau sklerosis multipel. Penyakit spesifik yang etiologinya tidak diketahui: Contohnya kolitis ulseratif (penyakit radang kronik usus) Penyakit granulomatosa primer: Seperti penyakit Crohn, sarkoidosis, reaksi terhadap berilium.

14

Berbagai kejadian pada resolusi inflamasi yang komplet: (1) permeabilitas vascular yang kembali normal; (2) hilangnya cairan dan protein edema dengan drainase ke dalam saluran limfe atau (3) melalui pinositosis makrofag; (4) fagositosis neutrophil apoptotic dan (5) debris nekrotik oleh makrofag; dan (6) eksodus akheksodus akhir makrofag.

Sel dan Mediator Inflamasi Kronik


Makrofag merupakan sel yang relatif besar dengan diameter sekitar 30m, bergerak dengan cara ameboid, memberikan respons terhadap rangsangan kemotaksis tertentu (sitokin dan kompleks antigen-antibodi) dan mempunyai kemampuan fagositik untuk mencerna mikroorganisme dan sel debris. Bila dibandingkan dengan neutrofil, makrofag memiliki jangka waktu hidup yang lebih lama dan kemampuan mencerna material yang lebih banyak jenisnya. Selain itu, makrofag dapat membatasi organisme (agen asing) yang hidup andaikata tidak mampu membunuhnya dengan enzim lisosom, contohnya adalah pada Mikobakterum tuberkulosis dan Mikobakterium lepra. Apabila makrofag kemudian ikut serta dalam reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap organisme tersebut, makrofag sering mengalami kematian dan melepaskan enzim lisosomnya sehingga menyebabkan nekrosis yang meluas.

15

Makrofag pada jaringan yang mengalami radang berasal dari monosit darah yang telah bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan mengalami perubahan (aktivasi) di dalam jaringan. Karena itu makrofag merupakan bagian dari sistem fagosit mononuklear. Pada jaringan ikat makrofag tersebar secara difus, sedangkan di organ dijumpai makrofag yang khas seperti sel Kupffer (hati), sel mikroglia (otak) atau makrofag alveolus (paru). Aktivasi makrofag saat bermigrasi ke daerah yang mengalami peradangan diperlihatkan dalam bentuk ukurannya yang bertambah besar, sintesis protein, mobilitas, aktivitas fagositik dan kandungan enzim lisosom yang dimilikinya. Aktivasi ini diinduksi oleh sinyal-sinyal, mencakup sitokin yang diproduksi oleh limfosit-T yang tersensitisasi (IFN ), endotoksin bakteri, berbagai mediator selama radang akut dan protein matriks ekstrasel seperti fibronektin. Makrofag yang sudah teraktivasi (siap untuk menjalankan proses fagositosis) akan menghasilkan produk sebagai berikut:

Protease asam dan protease netral

Protase asam dan protease netral merupakan mediator kerusakan jaringan pada peradangan.

Komponen komplemen dan faktor koagulasi

Makrofag teraktivasi dapat mengeluarkan komponen komplemen dan faktor koagulasi, meliputi protein komplemen C1-C5, properdin, faktor koagulasi V dan VIII dan faktor jaringan.

Spesies oksigen reaktif dan NO

Spesies oksigen reaktif berfungsi dalam proses fagositosis dan degradasi mikroba.

Metabolit asam arakhidonat

Metabolit asam arakhidonat seperti prostaglandin dan leukotrien merupakan mediator dalam proses peradangan.

Sitokin

Sitokin seperti IFN dan , IL 1, 6 dan 8, faktor nekrosis tumor (TNF ) serta berbagai faktor pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi sel otot polos, fibroblas dan matriks ekstraselular.

16

Pada radang kronik, makrofag dapat berakumulasi dan berproliferasi di tempat peradangan. Limfosit teraktivasi akan mengeluarkan IFN- yang akan mengaktivasi makrofag. Makrofag teraktivasi, selain bekerja memfagositosis penyebab radang dan mengeluarkan mediator-mediator lain, juga akan mengeluarkan IL-1 dan TNF yang akan mengaktivasi limfosit, sehingga dengan demikian akan membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit, yang menyebabkan makrofag akan bertambah banyak di jaringan dan menyebabkan terbentuknya fokus radang. Selain itu makrofag juga dapat berfusi menjadi sel besar berinti banyak disebut sel Datia.

Maturasi monosit dalam sirkulasi menjadi makrofag jaringan yang teraktivitas. Makrofag dapat diaktivasi oleh sitokin (terutama interferon-y [IFN-y]) dari sel T yang teraktivasi-imun atau oleh rangsang nonimunologik, seperti endotoksin. Tampak produk yang dibuat oleh makrofag teraktivasi yang memerantarai cedera dan fibrosis jaringan. AA, asam arakhidonat; FGF, fibroblast growth factor, FDGF, platelet-derived growth factor, TGF-, transforming growth factor .

17

Limfosit, Sel Plasma, Eosinofil dan Sel Mast


Selain makrofag, pada peradangan kronik juga ditemukan limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast. Limfosit-T dan limfosit-B bermigrasi ke tempat radang dengan menggunakan beberapa pasangan molekul adhesi dan kemokin yang serupa dengan molekul yang merekrut monosit. Limfosit dimobilisasi pada keadaan setiap ada rangsang imun spesifik (infeksi) dan peradangan yang diperantarai nonimun (infark atau trauma jaringan). Telah disebutkan di atas bahwa aktivasi limfosit memiliki hubungan dengan aktivasi makrofag, menyebabkan terjadinya fokus radang akibat proliferasi dan akumulasi makrofag di tempat cedera. Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel limfosit-B yang mengalami diferensiasi akhir. Sel plasma dapat menghasilkan antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen di tempat radang atau melawan komponen jaringan yang berubah. Eosinofil secara khusus dapat ditemukan di tempat radang sekitar terjadinya infeksi parasit atau bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE yang berkaitan khusus dengan alergi. Kedatangan eosinofi dikendalikan oleh molekul adhesi yang sama seperti yang digunakan oleh neutrofil dan juga kemokin eotaksin yang dihasilkan oleh sel leukosit atau sel epitel. Granula eosinofil mengandung suatu protein disebut MBP (major basic protein), yaitu suatu protein kationik bermuatan besar dan bersifat toksik terhadap bakteri. Adapun sel mast merupakan sel yang tersebar luas dalam jaringan ikat dan dilengkapi oleh IgE terhadap antigen tertentu. Apabila terpajan dengan antigen tersebut, maka sel mast akan mengeluarkan histamin dan produk asam arakhidonat yang menyebabkan perubahan vaskular pada radang akut. Sel mast juga dapat mengelaborasi sitokin seperti TNF yang berperan pada respons kronik yang lebih besar. interaksi limfosit-makrofag pada inflamasi kronik. Limfosit dan makrofag teraktivasi saling merangsang satu sama lain, dan kedua jenis sel melepaskan mediator peradangan yang memengaruhi sel lain. IFN-y,

interferon-y; IL-1, interleukin 1; TNF, tumor necrosis factor.

18

Kerjasama Seluler pada Radang Kronik


Infiltrat jaringan limfositik pada radang kronik meliputi dua jenis utama limfosit, yaitu limfosit-B dan limfosit-T. Limfosit-B, pada saat kontak dengan antigen, cepat berubah menjadi sel plasma, yang merupakan sel khusus yang sesuai untuk produksi antibodi. Sedangkan limfositT bertanggung jawab pada sel perantara imunitas. Pada saat kontak dengan antigen, limfosit-T memproduksi berbagai faktor pelarut yang disebut sitokin yang memiliki sejumlah aktivitas penting:

Pengumpulan makrofag ke dalam area

Telah diketahui bahwa makrofag dikumpulkan ke daerah lesi terutama dipengaruhi oleh faktor penghambat migrasi (migration inhibition factors = MIF) yang akan mengikat makrofag dalam jaringan. Faktor pengaktif makrofag (makrofag activation factors = MAF) merangsang makrofag memakan dan membunuh bakteri.

Produksi mediator radang

Limfosit-T memproduksi sejumlah mediator radang, termasuk sitokin, faktor kemotaksis untuk neutrofil, dan faktor lain yang meningkatkan permeabilitas vaskuler.

Pengumpulan limfosit lain

Interleukin merangsang limfosit lain untuk membelah dan memberikan kemampuan membentuk sel perantara respons imun terhadap berbagai antigen. Limfosit-T juga bekerja sama dengan limfosit-B membantunya untuk mengenali antigen.

Destruksi sel target

Faktor-faktor seperti perforin diproduksi untuk menghancurkan sel lain melalui perusakan membran selnya.

Produksi interferon

Interferon , diproduksi oleh sel-T teraktivasi, mempunyai sifat antivirus dan pada saat tertentu mengaktifkan makrofag. Interferon dan , diproduksi oleh makrofag dan fibroblas, yang mempunyai sifat antivirus dan sel pembunuh alami yang aktif (activate natural killer cells = NK cells) dan makrofag.

19

Inflamasi Granulomatosa
CONTOH INFLAMASI GRANULOMATOSA Bakteri Tuberculosis (Mycobacterium tuberculosis) Lepra (Mycobacterium leprae) Gumma sifilitika (Treponema pallidum) Penyakit cakaraan-kucing (Bartonella henselae) Parasite Schistosomiasis (Schistosoma mansoni, S. haemotobium, S. japonicum) Fungus Histoplasma capsulatum Blastomikosis Cryptococcus neoformans Coccidioides immitis Logam atau Debu Anorganik Silicosis Berylliosis Benda Asing Benang, prosthesis payudara, graft pembuluh darah Tidak diketahui Sarkoidosis

Gambaran Morfologi Inflamasi Akut dan Kronik


1. Inflamasi serosa 2. Inflamasi fibrinosa 3. Inflamasi supurativa (purulen)

20

2.3.

Sebutkan perbedaan dari Radang Akut dan Radang Kronik! Akut Infark Infeksi bakteri Toksin Trauma Kronik Infeksi Virus Infeksi Kronik Jejas persisten Penyakit Autoimun

Penyebab

Durasi

Beberapa Jam atau Hari

Berminggu-minggu sampai berbulan-bulan

Resolusi Pembentukan abses peradangan

Penghancuran jaringan Fibrosis Nekrosis

Hasil

Kronis Amina Vasoaktif Interferon gamma Spesies Oksigen yang reaktif

Mediator Gejala Sel-sel yang Berperan

Rubor (Merah) Kalor (Panas) Dolor (Nyeri) Tumor (Bengkak) Functio Laesa (Penurunan Fungsi) Netrofil

Infiltrasi sel mononuklear Destruksi Jaringan Repair (perbaikan)

Makrofag Limfosit Sel Plasma

21

2.3.

Bagaimana mekanisme dari Radang Akut dan Radang Kronik?

Mekanisme radang akut


1. Peningkatan aliran darah ke daerah cedera. Disebabkan oleh Vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah). Vasodilatasi menyebabkan rubor, kalor, tumor karena pemicu dari mediator terutama histamine dan nitrat oksida, terhadap otot polos vascular. 2. Peningkatan permeabilitas vascular. Disebabkan oleh Vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah). Karena permeabilitas meningkat, pori-pori pembuluh darah akan membesar dan menyebabkan keluarnya protein plasma. Keluarnya protein plasma menyebabkan menurunkan tekanan osmotic intravascular, meningkatnya tekanan hidrostatik intravascular, dan meningkatnya cairan interstisium. Meningkatnya cairan interstisium dan meningkatnya netto cairan ekstravaskular menyebabkan edema. 3. Ekstravasasi leukosit. Dengan tahapan : Di lumen endotel diaktifkan dengan tujuan pengikatan leukosit. Transmigrasi leukosit melalui endotel. Migrasi leukosit karena rangsang kemotaktik menuju tempat cedera. Pengaktifan leukosit dengan cara meningkatkan Ca2+ dan enzim aktif. Fagositosis oleh leukosit dengan tahap pengenalan, pencaplokan, dan pemusnahan) Leukosit mengeluarkan produk seperti enzim-enzim lisosom, radikal bebas, produk metabolism asam arakhidonat (prostaglandin dan leukotrien) Defek leukosit Penghentian radang akut ditandai adanya sinyal stop dari proses pengeluaran mediator inflamasi

22

Mekanisme Radang Kronik

Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang (berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis). Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi.

23

DAFTAR PUSTAKA

Kumar. Abbas. Fausto. Mitchell. (2007). BS Dasar Patologis Penyakit 7th ed. Kamus Kedokteran Dorland 31th ed. Robins. Patologi volume 1: Edisi 7 EGC Kumar V, Cotran R, Robbins S. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC; 2000.

24

Lampiran

REFLEKSI
1. Apa yang telah dicapai oleh kelompok dalam pembahasan sub modul tersebut? Dapat memahami dan menjelaskan apa itu radang akut, apa itu radang kronik, perbedaan dari radang akut dan radang kronik, serta mekanisme darari radang akut dan radang kronik 2. Apa yang belum tercapai oleh kelompok dalam pembahasan sub modul tersebut? Tidak ada 3. Sebutkan kekuatan kelompok dalam membahas sub modul tersebut! Dapat bekerja sama dengan baik dalam proses tutorial. 4. Sebutkan kelemahan kelompok dalam membahas sub modul tersebut! Kurang mencari bahan untuk referensi 5. Bagaimana rencana kelompok bila menghadapi masalah yang sama di kemudian hari? Memanfaatkan waktu lebih baik dalam menyelesaikan permasalahannya.

25

Anda mungkin juga menyukai