Anda di halaman 1dari 15

HEMATOLOGI II

Oleh : Nama : Gyneaeri Aisyah Hayom Wismanti NIM : B1J011153 Rombongan : VI Kelompok : 4 Asisten : Santi Herowati

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2012

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Darah membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total dan memiliki volume rerata 5 liter pada wanita dan 5,5 liter pada pria. Darah terdiri dari tiga jenis elemen selular khusus, eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (keping darah) yang membentuk suspensi dalam cairan kompleks plasma. Masing-masing komponen sel darah memiliki struktur, bentuk, dan fungsi yang berbeda. Eritrosit merupakan tipe sel darah yang jumlahnya paling banyak. Setiap milliliter darah mengandung sekitar 5 milyar eritrosit. Struktur eritrosit sangat sesuai dengan fungsi utamanya dalam mengangkut O2 dalam darah (Sherwood, 2011). Keoptimalan eritrosit dalam menjalankan perannya dapat dicapai dengan menjaga konsentrasi internal selnya dari segala perubahan lingkungan eksternal yang sering kali mempengaruhi struktur dan bentuk eritrosit sehingga berdampak langsung pada fungsi primer eritrosit itu sendiri. Perubahan lingkungan eksternal akan mengakibatkan keabnormalan pada struktur eritrosit. Respon yang ditimbulkan oleh sel darah merah dapat berupa pembengkakan atau pengerutan. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya aliran materi (air) dari atau ke dalam sel darah merah. Ada tiga macam respon sel darah merah tehadap berbagai konsentrasi eksternal, yaitu hipotonis, hipertonis, dan isotonis. Hemostasis adalah penghentian pendarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak. Pendarahan dapat terjadi apabila tekanan di bagian dalam pembuluh yang rusak lebih besar dari pada tekanan di luarnya. Trombosit merupakan kunci hemostasis karena keping darah ini jelas berperan besar dalam membentuk sumbat trombosit (Sherwood, 2011). Praktikum hematologi kali ini menggunakan darah manusia dan ikan Lele (Clarias batrachus). Darah manusia dapat mewakili kelas Mamalia, mudah didapat, mekanisme pembekuannya mudah dipahami dan waktu pembekuannya relatif singkat. Darah ikan Lele (Clarias batrachus) yang mewakili kelas Pisces mudah didapat dan ukurannya relatif kecil sehingga mudah diamati.

1.2 Tujuan Tujuan praktikum kali ini adalah untuk memahami respon sel darah merah terhadap berbagai macam media yang mempunyai konsentrasi osmosis berbeda, mengetahui konsentrasi internal sel darah merah, memahami dan membandingkan bentuk dan struktur sel darah merah pada ikan dan manusia, memahami proses pembekuan darah, dan menentukan lamanya waktu pembekuan darah pada manusia.

II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah darah segar manusia dan hewan yaitu ikan Lele (Clarias batrachus), akuades, larutan NaCl (0.2 %, 0.4 %, 0.6 %, 0.9 %, dan 1.0 %), alkohol 70 %, dan larutan EDTA. Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah cawan petri, lancet, pipet tetes, gelas beaker, pembuluh kaca kapiler, mikrometer objektif, spuit injeksi, mikroskop, object glass, cover glass, kapas, tissue

2.2 Cara Kerja Konsentrasi Sel Darah Merah 1. Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Kalibrasi mikrometer okuler dengan mikrometer objektif. 3. Telunjuk dibersihkan dengan alkohol 70 % lalu dikeringanginkan. 4. Tusuk telunjuk dengan lancet steril lalu darah dikeluarkan dengan memijit ke arah ujung jari dan ditampung dalam cawan petri yang sebelumnya sudah dibilas dengan larutan EDTA. 5. Bersihkan telunjuk dengan kapas beralkohol hingga luka segera menutup. 6. Ambil darah tersebut menggunakan pipet tetes lalu dikeluarkan satu tetes pada object glass. 7. Tambahkan NaCl 0.4%, 0.9%, dan 1% pada masing-masing tetesan, lalu tutup dengan cover glass. 8. Amati dan hitung diameter sel darah merah pada masing-masing pemberian konsentrasi NaCl menggunakan skala mikrometer okuler.

Struktur Sel Darah Merah 1. Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Telunjuk dibersihkan dengan alkohol 70 % lalu dikeringanginkan. 3. Tusuk telunjuk dengan lancet steril lalu darah dikeluarkan dengan memijit ke arah ujung jari dan ditampung dalam cawan petri yang sebelumnya sudah dibilas dengan larutan EDTA. 4. Bersihkan telunjuk dengan kapas beralkohol hingga luka segera menutup.

5. Ambil setetes darah tersebut menggunakan pipet tetes lalu diletakkan di atas object glass dan tutup dengan cover glass. 6. Amati bentuk dan struktur sel darah merah manusia. 7. Ambil darah ikan Lele menggunakan spuit injeksi pada jantung dengan cara menelentangkannya. 9. Pindahkan darah ikan Lele (Clarias batrachus) yang berada di dalam spuit ke dalam cawan petri yang sebelumnya sudah dibilas dengan larutan EDTA. 10. Ambil setetes darah tersebut menggunakan pipet tetes lalu diletakkan di atas object glass dan tutup dengan cover glass. 11. Amati bentuk dan struktur sel darah merah ikan Lele. 12. Bandingkan struktur dan bentuk sel darah manusia dan ikan Lele.

Waktu Beku Darah 1. Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Telunjuk dibersihkan dengan alkohol 70 % lalu dikeringanginkan. 3. Tusuk telunjuk dengan lancet steril lalu darah dikeluarkan dengan memijit ke arah ujung jari. 4. Tempelkan telunjuk yang mengeluarkan darah pada pipa kaca kapiler pada sisi yang berwarna merah sampai darah mengisi setengah dari pipa tersebut. 5. Bersihkan telunjuk dengan kapas beralkohol hingga luka segera menutup. 6. Menggunakan interval waktu 1 menit, potonglah sedikit demi sedikit pembuluh kaca kapiler tersebut sampai terjadi penggumpalan darah. 7. Catat waktu yang diperlukan darah untuk membeku.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Tabel 1. Hasil pengamatan konsentrasi sel darah rombongan VI Kelompok 1 2 3 4 5 6 Hewan uji Lele Manusia Lele Manusia Lele Manusia 10.0 7.5 Diameter sel darah pada konsentrasi NaCl 0.2% 0.4% 0.6% 0.9% 1.0% 2.0 7.5 5.825 7.5 12.5 10.0 2.0 5.0 3.0 7.5 8.155 7.5 8.155 5.0 5.0 10.0

Tabel 2. Hasil pengamatan waktu pembekuan darah rombongan VI Kelompok 1 2 3 4 5 6 Waktu Beku Darah 3 menit 4,32 menit 2,45 menit 5 menit 3 menit 4 menit

Perhitungan Kalibrasi mikroskop = MOb x 10 = 5/20 x 10 = 2.5 m MOk Diameter sel darah (D) = kalibrasi x skala hasil pengukuran - Darah + larutan NaCl 0.4 % - Darah + larutan NaCl 0.9 % - Darah + larutan NaCl 1.0 % = 3 x 2.5 = 7.5 m = 3 x 2.5 = 7.5 m = 2 x 2.5 = 5.0 m

Gambar 1. Sel Darah Manusia Perbesaran 100x

Gambar 2. Sel Darah Ikan Lele Perbesaran 100x

Gambar 3. Sel Darah Manusia + NaCl 0.4% Perbesaran 100x

Gambar 4. Sel Darah Manusia + NaCl 0.9% Perbesaran 100x

Gambar 5. Sel Darah Manusia + NaCl 1.0% Perbesaran 100x

3.2 Pembahasan Hematologi pada praktikum kali ini meliputi pengamatan konsentrasi sel darah merah, struktur sel darah merah, dan waktu beku darah. Bahan utama yang digunakan berupa darah manusia dan hewan uji ikan Lele (Clarias batrachus) yang mewakili kelas Pisces. Bahan-bahan lain yang digunakan meliputi larutan NaCl (0.2 %, 0.4 %, 0.6 %, 0.9 %, dan 1.0 %) sebagai media yang memiliki konsentrasi osmosis berbeda dengan sel darah konsentrasi (Hoffbrand dan Pettit, 1987), alkohol 70 % untuk mensterilkan telunjuk, cover glass, dan object glass, serta larutan EDTA sebagai anti koagulan. Alat-alat yang digunakan adalah gelas beaker untuk menampung larutan, cawan petri untuk menampung darah ikan Lele dan manusia, lancet steril untuk menusuk telunjuk agar darah dapat keluar, pipet tetes untuk memindahkan larutan, pembuluh kaca kapiler dapat menampung darah dalam menghitung waktu koagulasi darah manusia, pengkalibrasian menggunakan mikrometer objektif dan mikrometer okuler untuk mengukur skala diameter sel darah, spuit injeksi untuk mengambil darah ikan Lele, mikroskop untuk mengamati sel darah manusia dan ikan Lele, object glass sebagai tempat preparat sel darah manusia dan ikan Lele, cover glass untuk menutup object glass yang berisi preparat, kapas beralkohol untuk membersihkan ujung telunjuk, dan tissue untuk membersihkan alat-alat. Berdasarkan pengamatan konsentrasi sel darah enam kelompok pada rombongan empat didapatkan hasil, antara lain hasil kalibrasi kelompok satu senilai 1, sedangkan lima kelompok lainnya senilai 2.5. Kelompok pertama, ketiga, dan kelima mendapatkan ikan Lele sebagai hewan uji, sedangkan sisanya menggunakan darah manusia. Diameter sel darah yang teramati dari masing-masing kelompok, sebagai berikut: kelompok pertama menggunakan konsentrasi NaCl 0.2% dengan diameter sel darah sebesar 2.0 m, 0.6% sebesar 2.0 m, dan 0.9% sebesar 3.0 m; kelompok kedua menggunakan konsentrasi NaCl 0.2% dengan diameter sel darah sebesar 7.5 m, 0.6% sebesar 5.0 m, dan 0.9% sebesar 7.5 m; kelompok ketiga menggunakan konsentrasi NaCl 0.4% dengan diameter sel darah sebesar 5.825 m, 0.9% sebesar 8.155 m, dan 1.0 % sebesar 8.155 m; kelompok keempat menggunakan konsentrasi NaCl 0.4% dengan diameter sel darah sebesar 7.5 m, 0.9% sebesar 7.5 m, dan 1.0 % sebesar 5.0 m; kelompok kelima menggunakan konsentrasi NaCl 0.2% dengan diameter sel darah sebesar 10

m, 0.6% sebesar 12.5 m, dan 1.0 % sebesar 5.0 m; dan kelompok keenam menggunakan konsentrasi NaCl 0.4% dengan diameter sel darah sebesar 7.5 m, 0.6% sebesar 10.0 m, dan 1.0 % sebesar 7.0 m. Larutan NaCl 0.2% dan 0.4% bersifat hipotonis karena memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah dibanding sel darah merah, sehingga tekanan osmosis eritrosit lebih tinggi dari larutan NaCl 0.2% dan 0.4%. Apabila sel darah dimasukkan ke dalam larutan yang hipotonis, cairan di luar sel (NaCl 0.2% dan 0.4%) akan berpindah secara osmosis ke dalam sel darah melewati membran semipermiabel eritrosit. Hal ini menyebabkan volume cairan dalam sel terus bertambah sampai

melampaui batas daya tampung sel. Akibatnya, sel membengkak dan membran plasma sel pecah sehingga sitoplasma keluar dari sel. Peristiwa tersebut sering disebut hemolisis (Wulangi, 1993). Sebaliknya, larutan NaCl 0.9% dan 1.0 % merupakan larutan hipertonis karena memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi dibanding sel darah merah, sehingga tekanan osmosis eritrosit lebihrendah dari larutan NaCl 0.9% dan 1.0%. Apabila sel darah dimasukkan ke dalam larutan yang hipertonis, cairan di dalam sel darah akan berpindah secara osmosis ke dalam larutan NaCl 0.9% dan 1.0% yang juga melewati membran semipermiabel eritrosit. Hal ini menyebabkan sitoplasma sel terus berkurang volumenya yang menyebabkan pengerutan sehing ga ukuran sel darah merah mengecil dan yang tersisa hanya zat terlarutnya. Peristiwa tersebut sering disebut krenasi (Mediawati, et al., 2009). Lain halnya dengan larutan NaCl 0.6% yang bersifat isotonis. Sel darah merah cenderung tidak

megalami perubahan apapun. Hal ini disebabkan oleh larutan NaCl 0.6% bersifat fisiologis yang dapat menyediakan lingkungan fisiologis yang hampir sama dengan keadaan di dalam tubuh. Membran yang betul-betul semi permeabel adalah membran yang hanya dapat ditembus oleh molekul air saja, tetapi tidak dapat ditembus oleh subtansi lain (Wulangi, 1993). Singkatya, konsentrasi NaCl rendah (hipotonis) menjadikan sel

membengkak, konsentrasi NaCl fisiologis (isotonis) tidak berpengaruh terhadap konsentrasi sel darah merah, dan konsentrasi NaCl yang tinggi (hipertonis) dapat membuat sel mengerut. Hasil pengamatan konsentrasi darah kelompok empatlah yang hampir sesuai dengan teori. Hanya saja pada NaCl 0.4% (hipotonis) memiliki diameter sel darah merah yang sama dengan

NaCl 0.9% (hipertonis), tetapi terjadi pengecilan diameter pada larutan NaCl 1.0% (hipertonis).

Gambar 6. Respon Eritrosit terhadap Konsentrasi Osmotik Berbeda Manusia dan ikan Lele memiliki tekanan osmotik darah yang berbeda. Penambahan tekanan osmotik yang lebih besar maupun lebih kecil akan mempengaruhi konsentrasi sel-sel darah tersebut (Pearce, 1989). Sesuai dengan pernyataan Thibodeau dan Patton (1993), bahwa tanggapan sel darah merah yang berbeda terhadap larutan yang berbeda. Jadi, penentuan sifat suatu larutan atau cairan hipotonis, hipertonis atau isotonis sepenuhnya ditentukan oleh tanggapan yang dihasilkan sel (Kay, 1998). Hasil pengamatan struktur sel darah yaitu pada manusia tidak mempunyai inti dan bentuknya bulat, sedangkan sel darah merah ikan Lele berbentuk bulat dan berinti. Sel darah merah berinti berukuran lebih besar dari pada sel darah merah yang tidak berinti (Evelyn, 2006). Hal ini sesuai dengan pustaka yang menyebutkan bahwa sel darah manusia tidak berinti, bentuknya bulat, cakram, dan bikonkaf, yaitu cekung pada kedua sisinya dan jika dilihat dari samping seperti dua bulan sabit yang bertolak belakang (Wulangi, 1993). Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 mikrometer dan ketebalan 2 mikrometer, lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh manusia. Ikan sebagaimana vertebrata lain memiliki sel darah merah (eritrosit) berinti dan berwarna merah kekuningan dengan bentuk dan ukuran bervariasi antara satu spesies dengan spesies lainnya. Terkadang dijumpai bahwa bentuk eritrosit pada ikan menyerupai bentuk eritrosit pada manusia. Eritrosit dewasa berbentuk lonjong, kecil, dan diameter 7-36 mikrometer tergantung pada spesies ikannya. Sel darah merah pada

kebanyakan vertebrata lain seperti pada katak berbentuk lonjong, berinti, dan bikonfeks (Evelyn, 2006). Berbagai macam molekul kecil senyawa organik dapat berefek

pada bentuk eritrosit manusia. Ada kelompok besar senyawa yang menyebabkan eritrosit mengalami krenasi dengan cara meningkatkan konsentrasinya sampai konsentrasi cukup besar yang menyebabkan sel membentuk bola dan akhirnya mengalami lisis atau pecah. Sebagian besar krenator adalah amfifatik, anionik molekul, dan mencakup beberapa senyawa penting seperti semua mitokondria fosforilasi-oksidatif yang tidak berpasangan (uncouplers), asam lemak bebas, barbiturat, phioretin dan phlorizin, bilirubin, dan salisilat (Sheetz dan Singer, 1976). Dallman dan Brown (1992) menyatakan bahwa sel darah hewan yang berukuran kecil, jumlahnya banyak. Sebaliknya yang ukurannya lebih besar akan mempunyai jumlah yang lebih sedikit. Jumlah sel darah merah yang banyak, juga menunjukkan besarnya aktivitas hewan tersebut. Hewan yang aktif

bergerak/beraktivitas akan memiliki eritrosit dalam jumlah yang banyak pula, karena hewan yang aktif akan mengkonsumsi banyak oksigen. Pengikatan oksigen dilakukan oleh hemoglobin yang akan membentuk oksihemoglobin, sehingga hemoglobin menjadi struktur dasar eritrosit itu sendiri. Hasil pengamatan dari enam kelompok diperoleh rata-rata waktu pembekuan darah selama 3,63 menit. Pembekuan darah paling cepat terjadi pada kelompok ketiga yaitu selama 2 menit 45 detik, sedangkan yang paling lambat adalah kelompok keempat selama 5 menit. Normalnya, pembekuan darah terjadi antara 2 sampai 6 menit (Sherwood, 2011). Jadi, dapat dikatakan bahwa waktu pembekuan darah enam kelompok tersebut masih termasuk normal. Proses pembekuan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor intrinsik (misalnya fibrinogen, protrombin, prokonvertin, perbedaan kadar glukosa dalam darah serta perbedaan kekentalan darah) dan ekstrinsik darah (misalnya tromboplastin jaringan, tromboplastin pembuluh, luka, permukaan kasar atau halus, suhu lingkungan, pengenceran, dan bahan anti koagulasi) (Fried, 1999). Koagulasi darah atau pembekuan darah adalah transformasi darah dari cairan menjadi gel padat. Trombosit atau el-sel darah pembeku atau keping-keping darah adalah sel-sel kecil kira-kira sepertiga ukuran sel darah merah, bentuknya tidak teratur, mudah pecah dan tidak

mempunyai inti (nukleus). Setiap 1 mm darah terdapat kira-kira 300.000 trombosit. Sel-sel darah pembeku dibentuk di dalam sumsum merah tulang dan setiap sel-selnya memiliki enzim trombokinase. Bila kulit terluka, darah akan keluar sehingga menyebabkan sel-sel pembeku ikut pula keluar dan bersentuhan dengan permukaan kasar. Sel-sel darah pembeku akan pecah serta keluar dari dalam suatu zat yakni protrombin. Zat ini a k a n b e r u b a h m e n j a d i trombin karena pengaruh g a r a m g a r a m k a l s i u m ( C a ) , v i t a m i n K , d a n t r o m b o p l a s t i n . T rombin adalah suatu enzim yang dapat merubah fibrinogen menjadi fibrin. (Irianto, 2004). Fi b r i n o g e n merupakan suatu protein plasma

b e s a r y a n g d i h a s i l k a n o l e h h a t i d a n d a l a m keadaan normal selalu larut dalam plasma, a k a n t e r b e n t u k h a n y a k e t i k a p r o t e i n plasma ini diubah ke dalam bentuk aktifn ya yaitu fibrin, suatu molekul yang menjadi b e n a n g d a n b e r s i f a t t i d a k l a r u t d a l a m p l a s m a d a r a h y a n g m e n g g u m p a l menjadi benang-benang yang membentuk anyaman (Campbell, 2004). P e r u b a h a n menjadi

f i b r i n i n i d i k a t a l i s a s i o l e h e n z i m trombin di tempat pembuluh yang mengalami cedera (Sherwood, 2011). Pembentukan suatu bekuan di atas sumbat trombosit memperkuat dan menunjang sumbat, memperkuat tambahan yang menutupi lubang di pembuluh. Seiring dengan memadatnya darah di sekitar defek pembuluh, darah tidak lagi dapat mengalir.

Gambar 7. Mekanisme Pembekuan atau Koagulasi Darah

Jadi, untuk menghasilkan penggumpalan darah maka diperlukan 4 faktor: 1) Garam kalsium dan vitamin K yang dalam keadaan normal ada dalam darah. 2) Sel yang terluka yang membebaskan trombokinase. 3) Trombin yang terbentuk dari protrombin bila ada trombokinase. 4) Fibrin yang terbentuk dari fibrinogen disamping trombin (Leeson,1990). Peran trombosit pada pembekuan darah telah lama diketahui. Selain fungsi tersebut, trombosit juga merupakan yang sumber berbagai pada faktor proses

pertumbuhan

(growth

factors)

berperan

penting

penyembuhan luka, respons akut jaringan terhadap trauma, dan terlibat pada beberapa proses fisiologis selular, misalnya pertumbuhan, diferensiasi, dan replikasi sel. Banyak ahli ingin mendapatkan berbagai manfaat faktor pertumbuhan dan menggunakan beberapa metode untuk mengekstraksi faktor pertumbuhan tersebut, salah satunya dengan membuat plasma kaya trombosit (PKT). Plasma kaya trombosit (PKT) adalah fraksi plasma darah dengan konsentrasi trombosit 3-5 kali diatas nilai normal (konsentrasi trombosit pada whole blood). Tingginya konsentrasi trombosit dan berbagai faktor pertumbuhan di dalamnya, telah membuat PKT dimanfaatkan pada banyak cabang ilmu kedokteran, yaitu bedah mulut, bedah plastik, bedah kraniofasial, bedah jantung, ortopedi, neurologi, kedokteran olah raga, dan dermatologi (Satriyo, et al., 2011). Adapun kendala dalam praktikum hematologi II ini yaitu terbatasnya alat-alat yang tersedia sehingga banyak membuang waktu, contohnya mikrometer objektif. Kendala lainnya yaitu hewan uji yang tersedia sangat terbatas sehingga rombongan VI tidak mendapat hewan uji katak dan diganti dengan ikan Lele.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan

hasil

pengamatan

dan

pembahasan

dapat

diambil

kesimpulan bahwa: 1. Konsentrasi NaCl rendah (0.2% dan 0.4%) bersifat hipotonis menjadikan sel membengkak dan mengalamai hemolisis, sedangkan konsentrasi NaCl yang tinggi (0.9% dan 1.0%) bersifat hipertonis

dapat membuat sel mengerut dan mengalami krenasi. Konsentrasi NaCl fisiologis (0.6%) bersifat isotonis tidak berpengaruh terhadap konsentrasi internal sel darah merah. 2. Struktur sel darah manusia tidak mempunyai inti dan bentuknya bulat, sedangkan sel darah merah ikan Lele berbentuk bulat dan berinti. Sel darah merah berinti berukuran lebih besar dari pada sel darah merah yang tidak berinti 3. Proses koagulasi dimulai saat terjadi luka, trombosit dalam darah akan keluar dan pecah sehingga mengeluarkan enzim trombokinase yang mempercepat perubahan protrombin m e n j a d i trombin dengan dibantu garam-garam kalsium (Ca) dan vitamin K.

T rombin merupakan enzim yang dapat membantu merubah fibrinogen menjadi fibrin yang m e n g g u m p a l menjadi benangbenang yang membentuk anyaman. Luka tertutup dan pendarahan pun berhenti. 4. Rata-rata waktu pembekuan darah rombongan VI selama 3,63 menit. Normalnya, pembekuan darah terjadi antara 2 sampai 6 menit

DAFTAR REFERENSI

Campbell, Neil A, Jane B. Reece dan Lawrence G. Mitchell. 2004. Biologi Jilid 2 Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta. Dallman, D.M. and Brown, E.M. 1989. Text Book of Vaterinary Histology. Lea and Fabige, New York. Evelyn, Franklin. 2006. Fisiologi Manusia untuk Paramedis. Sinar Wijaya, Surabaya. Fried, George. 1999. Schaum Is Outline Of Theory and Problems of Biology. Airlangga, Jakarta. Hoffbrand, A. V dan J. E. Pettit. 1987. Haematologi. EGC, Jakarta. Irianto. 2004. S t r u k t u r d a n F u n g s i P a r a m e d i s . Yrama Widya, Bandung Tubuh Manusia untuk

Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Biddles, Guilford. Leeson, C. R., et al. 1990. Buku Ajar Histologi Edisi V. EGC. Jakarta. Mediawati, Dina, dkk. 2009. Fisiologi Darah Katak dan Manusia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta. Jakarta. Pearce, Evelyn C. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta. Satriyo, Adi, Eddy K. D., dan Farida Z. 2011. Peran plasma kaya trombosit pada dermatologi. MDVI. Vol. 38.No.1: 22-28. Sheetz, Michael P. and S. J. Singer. 1976. Equilibrium and kinetic effects of drugs on the shapes of human erythrocytes. The journal of cell biology. Vol. 70 : 247-251. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia . E G C , Jakarta. Thibodeau, G.A dan Patton K.T. 1993. Anatomy and Physiology Second Edition. Mosby Year Book, Inc., Toronto. W ulangi, Kartolo S. 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. B i o l o g i FMIPA ITB, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai