Peningkatan Kualitas Pektin dari Kulit Kakao melalui Metode Ekstraksi dengan Penambahan NaHSO3
Ellyta Sari1 , Erti Praputri1, Ade Rahmat 2dan Arif Okdiansyah2
2
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta Alumni Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta Jl. Gajah Mada 19 Gunung Pangilun Padang - 25143
ellyta_70@yahoo.co.id
Abstrak Kulit kakao merupakan limbah pengolahan dari biji kakao yang selama ini hanya dibuang sebagai sampah. Dan sering juga kulit kakao dibuang dengan meletakkan disekeliling tanaman kakao, hal seperti ini dapat menyebabkan kualitas tanaman kakao menjadi tidak baik karena terkontaminasi oleh mikroorganisme pembusuk yang terbawa dari limbah kulit kakao tersebut. Salah satu pemanfaatan kulit kakao dapat digunakan untuk pembuatan pektin. Pektin merupakan komponen tambahan penting dalam industri pangan, kosmetika, dan obat-obatan, karena kemampuannya dalam mengubah sifat fungsional produk pangan seperti kekentalan, emulsi, dan gel. Sehingga penggunaan pektin makin meningkat baik sebagai bahan baku industri pangan maupun industri non pangan. Tetapi warna yang dihasilkan masih coklat muda, hal ini kurang diminati pasar. Maka perlu dilakukan penelitian guna peningkatan kualitas akan perolehan pektin yang bermutu. Pada Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi padat-cair dengan solvent (pelarut) air dalam suasana asam (HCl). Proses pembuatan pektin dilakukan beberapa tahap yaitu persiapan bahan baku, ekstraksi pektin, pengentalan, pengendapan pektin, pencucian pektin masam, pengeringan dan penghalusan.Sebelum proses ekstraksi bubur kulit kakao dicampurkan dengan NaHSO3 guna memperbaiki kualitas pektin sehingga warna pektin yang diperoleh berwarna putih cerah. Kondisi operasi yang digunakan yaitu pH optimum 2,8 dengan memvariasikan waktu reaksi, temperatur dan konsentrasi NaHSO3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perolehan pektin yang tertinggi 3,6 % pada waktu ekstraksi 120 menit pada temperature 95oC , tetapi hasil perolehan ini belum maksimal dan kualitas pektin yang diperoleh berkadar metoksil antara 5,9 % hingga 6,1 %. Kualitas Pektin terbaik (berwarna putih ) diperoleh pada konsentrasi NaHSO3 39%. Kata kunci: Ekstraksi, Kulit Kakao, Pektin
Pendahuluan
Tanaman kakao merupakan salah satu anggota genus theobroma, divisio Spermatophyta dengan spesies Theobroma cacao. Tanaman kakao tumbuh subur di hutan hutan dataran rendah. Pertumbuhan tanaman kakao banyak dipengaruhi oleh kesuburan tanah, kelembaban, suhu, dan curah hujan. Adanya angin, musim kering, dan perubahan-perubahan iklim berpengaruh terhadap berbuahnya tanaman kakao. (Wikipedia, 2010). Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Perkembangan produksi komoditi utama perkebunan Sumatera Barat (khususnya) dari tahun 2005 s/d 2009 semakin meningkat dari 14,068 mencapai 40,988 ton. Kualitas kakao Indonesia tidak kalah dengan kualitas kakao di negara-negara lain, tetapi petani Indonesia pada umumnya mengolah kakao hanya sebatas pada bijinya saja, sedangkan kulitnya masih belum banyak diolah.
Kulit buah kakao bisa dimanfaatkan sebagai pupuk, biogas dan pektin yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Kulit buah kakao mengandung air dan senyawasenyawa lain. Salah satu yang bisa dimanfaatkan dalam kulit kakao yaitu pengambilan pektin. Komposisi kimia kulit buah kakao tergantung pada jenis dan tingkat kematangan buah kakao itu sendiri. Ditinjau dari komposisi kulit Kakao pada basis kering terdapat kandungan pektin yang lebih sedikit dari pada kulit kakao pada keadaan yang masih basah atau pengambilan dari pohon tidak terlalu lama pada saat pengolahan menjadi pektin, komposisi kulit buah kakao pada saat kering dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Komposisi Kulit Kakao (pada basis kering) Parameter Kandungan (%) Pektin 6 12,67 Air 5 11,67 Zat Padat Lainnya 82,33
(Sumber : Riyadi, 2003)
Gambar 3. Unit asam galakturonat Dalam SNI disebutkan bahwa pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna putih kekuningan, tidak berbau, dan memiliki rasa seperti lendir. Glicksman (1969) menyebutkan pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya. Pektin yang mempunyai kadar metoksil tinggi, larut dalam air dingin sedangkan pektin bermetoksil rendah, larut dalam alkali dan asam oksalat. Pektin tak larut dalam aseton dan alkohol (Kirk dan Othmer, 1952 dalam Jurnal: Isolasi dan Penentuan Sifat Pektin Labu Siam oleh: Betty M. Soebrata). Menurut Towle dan Christensen (1973) kelarutan pektin dalam air ditentukan oleh jumlah gugus metoksil, distribusinya, dan bobot molekulnya. Secara umum, kelarutan akan meningkat dengan menurunnya bobot molekul dan meningkatnya gugus metil ester. Namun pH, suhu, jenis pektin, garam, dan adanya zat organik seperti gula juga mempengaruhi kelarutan pektin. Pektin merupakan campuran polisakarida dengan komponen utama polimer asam a-Dgalakturonat yang merupakan kumpulan molekul pektin (Gambar 4) yang mengandung gugus metil ester pada konfigurasi atom C2.
Gambar 4 Rantai molekul pektin. Berdasarkan kadar metoksilnya dibedakan dua (2) jenis pektin yaitu : Pektin yang mempunyai kadar metoksil tinggi (7 9 %); dan Pektin yang mempunyai kadar metoksil rendah (3 6 %). Kadar metoksil didefinisikan sebagai jumlah mol methanol yang terdapat di dalam 100 mol asam galakturonat. Kadar metoksil pektin memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin (Constenla dan Lozano,2003). Sifat penting pektin adalah kemampuannya membentuk gel. Pektin metoksil tinggi membentuk gel dengan gula dan asam, yaitu dengan konsentrasi gula 58 - 75% dan pH 2,8 - 3,5. Pembentukan gel terjadi melalui ikatan hidrogen di antara gugus karboksil bebas dan di antara gugus hidroksil. Pektin bermetoksil rendah tidak mampu membentuk gel dengan asam dan gula tetapi
Gambar 2. Pektin pada struktur tumbuhan Tanpa kehadiran kedua ion ini, pektin larut dalam air. Garam-garam Mg- atau Ca-pektin dapat membentuk gel, karena ikatan itu berstruktur amorf (tak berbentuk pasti) yang dapat mengembang bila molekul air "terjerat" di antara ruang-ruang (Anonim, 2010).
48
a) Persiapan bahan baku. b) Ekstraksi pektin. c) Pengentalan. d) Pengendapan pektin. e) Pencucian pektin masam. f) Pengeringan. g) Penghalusan Bahan Utama dan Bahan Pendukung yang digunakan : Kulit buah kakao, HCl, Alkohol 96% (etanol), Aquadest, Sodium hidrogen sulfit (NaHSO3) dan Indikator PP. Parameter yang digunakan Parameter tetap yaitu : berat kakao 300 gr, volume air 1200 ml, pH 2,8; Temperatur 950C, sedangkan parameter peubah : waktu ekstraksi (90 dan 120 menit), Jumlah NaHSO3 yang ditambahkan (0,1% dan 39%) Analisa yang dilakukan yaitu rendemen pectin dan kadar Metoksil Alat-alat yang digunakan dalam proses ekstraksi pektin dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Alat-alat percobaan . No Alat yang No Alat yang digunakan digunakan 1 Pisau 9 Batang pengaduk 2 Beaker glass 10 Erlenmeyer 3 Hot plat 11 Buret 4 Thermometer 12 Blender 5 Neraca 13 Oven 6 Ember 14 Pisau 7 Saringan penghisap 15 Buret 8 Cawan porselen 16 Kain saring Prosedur Kerja Persiapan Bahan Baku 1. Membersihkan kulit buah kakao dari kotoran kotoran. 2. Kulit kakao yang telah dibersihkan sebanyak 300 gr digiling dengan blender dengan menambahkan air 1200 gr. 3. Hasil yang diperoleh disebut dengan bubur kulit kakao. 4. Membagi bubur kakao tersebut menjadi 3 wadah, a. Wadah I ditambah larutan NaHSO3 0,1% 10 ml b. Wadah II ditambahkan NaHSO3 39% 10 ml, c. Wadah III tanpa NaHSO3 5. Sebelum diolah lebih lanjut, bubur ini didiamkan selama 30 menit. Ekstraksi Pektin 1. Bubur kakao ini ditambah dengan larutan HCl 5% hingga pH antara 2,8 2. Hasil yang diperoleh disebut dengan bubur asam. 3. Bubur asam dipanaskan sampai suhu 95 0C sambil diaduk selama waktu sesuai dengan variabel (90 dan 120 menit). 4. Bubur asam yang telah dipanaskan, disaring dengan saringan penghisap untuk memisahkan filtratnya. 5. Filtrat ini disebut filtrat pektin. Pengentalan Filtrat Pektin
Metodologi
Model atau proses yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode ekstraksi padat - cair dengan menggunakan solvent (pelarut) air dalam suasana asam, asam yang digunakan asam klorida (HCl). Untuk mendapatkan pektin kering yang berasal dari daging kulit buah kakao menggunakan beberapa tahap, yaitu:
49
2. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan saringan penghisap. 3. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai pektin tidak bereaksi dengan asam lagi. Pektin yang tidak bereaksi dengan asam ialah pektin yang tidak berwarna merah bila ditambah dengan inidikator phenol phtalein (indikator PP). Pengeringan 1. Pektin basah dikeringkan pada suhu 30 - 40 0C selama 6 10 jam. 2. Hasil yang diperoleh disebut dengan pektin kering. 3. Pektin kering dihaluskan. Blok Diagram Proses Pembuatan Pektin Blok diagram pembuatan pektin dengan metoda ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 5
Pemisahan
Penghalusan
Bubur kakao
Bubur asam
Penyaringan
Filtrat pektin
penghalusan
Penyaringan
Pengadukkan
Penyaringan
Pektin kering
Gambar 5. Blok diagram proses pembuatan pektin 1. Rendemen Pektin (%) Untuk dapat melihat berat rendemen yang didapatkan pada penelitian ini , dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rendemen pektin yang didapat pada suhu 95 0 C dan pH 2,8 Waktu Percobaan Rendemen Pektin (%) (menit) Ap Bp Cp 1 2,7 2,5 2,7 90 2 2,9 2,5 3,0 3 2,7 2,7 2,7 1 3,4 3,4 3,6 120 2 3,4 3,4 3,5 3 3,6 3,4 3,4 Pada Tabel 5. menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi, rendemen pektin yang dihasilkan
Dari hasil penelitian rendemen pektin adalah perolehan berat pektin yang didapat pada penelitian dengan menggunakan variabel tetap suhu 950C dan pH optimum 2,8, sedangkan variabel yang divariasikan adalah sebagai berikut: 1. Variasi penambahan air tanpa NaHSO3 (dengan simbol Ap) 2. Variasi penambahan air dan NaHSO3 0,1 % (dengan simbol Bp) 3. Variasi penambahan air dan NaHSO3 39 % ( dengan simbol Cp) Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat dibahas dalam beberapa hal yang perlu yaitu sebagai berikut:
50
berkadar metoksil rendah efektif digunakan dalam pembentukan gel saus buah-buahan beku karena stabilitasnya yang tinggi pada proses pembekuan, thawing dan pemanasan, serta digunakan sebagai penyalut dalam banyak produk pangan (Glicksman 1969). Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar metoksil pektin semakin tinggi dengan meningkatnya waktu ekstraksi. Hal ini dapat disebabkan gugus karboksil bebas yang teresterifikasi semakin meningkat. 3. Pengaruh penambahan NaHSO3 terhadap warna yang dihasilkan. Untuk dapat melihat pengaruh penambahan NaHSO3 terhadap warna perolehan pektin yang didapatkan pada penelitian ini , dapat dilihat di Tabel 7. Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa penambahan NaHSO3 berpengaruh terhadap warna pektin yang dihasilkan, penambahan NaHSO3 berguna untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan pada getah yang dihasilkan secara enzim maupun non enzim (Buckle. 2007). Tabel 7 Pengaruh penambahan NaHSO3 terhadap warna pektin Waktu No ekstraksi Ap Bp Cp (menit) Coklat Coklat 1 90 Putih tua muda Coklat Coklat 2 120 Putih tua muda Berikut ini adalah gambar perbandingan pektin yang diperoleh dari ekstraksi kulit kakao dengan variasi yang dilakukan terhadap zat pemutih (NaHSO 3). Ap Coklat tua Bp Coklat muda Cp Putih
Dalam hal ini peran NaHSO3 dalam bentuk Ion bisulfit (HSO3-) dalam proses pencegahan pencoklatan secara enzimatis yaitu dengan menghambat aktivitas fenolase, Ion bisulfit (HSO3-) bereaksi dengan sisi aktif fenolase sehingga menutupi sisi aktif fenolase yang dapat menyebabkan terjadi perubahan warna yang disebut melamin, sehingga tidak terjadi perubahan reaksi dari hidrokuinon menjadi kuinon. Sedangkan untuk nonenzimatis NaHSO3 akan bereaksi dengan gugus karbonil pada gula sehingga gugus ini tidak bereaksi dengan asam amino dengan demikian tidak terjadi pembetukkan senyawa yang berwarna coklat (Gambar 7).
Gambar 7 Reaksi Pencoklatan pada Tanaman 4 Kesimpulan 1. Rendemen pektin yang didapat berkisar antara 2,5 % sampai 3,0% pada waktu ekstraksi 90 menit, dan berkisar antara 3,4 % sampai 3,6 % pada waktu ekstraksi 120 menit. 2. Kadar metoksil yang didapat pada waktu ekstraksi 90 menit berkisar antara 5,2 % hingga 5,3 %, dan pada waktu ekstraksi 120 menit kadar metoksil yang diperoleh berkisar antara 5,9 % hingga 6,1 %. 3. Penambahan NaHSO3 tidak begitu mempengaruhi rendemen pektin dan kadar metoksil yang didapat, tapi mempengaruhi warna pektin yang dihasilkan. 4. Semakin banyak penambahan NaHSO3 warna pektin yang didapatkan semakin putih.
DAFTAR PUSTAKA Agus Budiyanto dan Yulianingsih.2008. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Karakter Pektin dari Ampas Jeruk Siam (Citrus Nobilis l) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen .Pertanian.Bogor. Akhmaludin dan Arie Kurniawan.2009 .Pembuatan Pektin dari Kulit Cokelat dengan Cara Ekstraksi.
Semarang:Teknik Kimia .Universitas Diponegoro. Anonim. Kakao. Available on line at http://id.wikipedia.org. Diakses 29 Juli 2009. Arisandi,Dessy dan Yayuk Octavianingsih. 2003. Pengaruh pH terhadap Kadar Pektin dan Kandungan Metoksil pada Pektin dari Kulit Buah Jeruk Siam. Padang : Teknik kimia Universitas Bung Hatta. Afiznew,.2010,http://afiznew.blogspot.com./05/perencan aan-pabrik-kimia.html Berry dan Yusuf ahda.2008. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Menjadi Pektin. Semarang:Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Fessenden.1990.Kimia Organik.edisi ke Tiga .USA. University of Montana. Fachrulrasyid. 2010 http://wordpress.com//06/ Herbstreith, K dan G. Fox. 2005. Pectin. Available on line at http://www.herbstreith-fox.de. Diakses 29 Juli 2009. http://www.majarimagazine.com//03/ekstraksi, 2009 http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimiaindustri/teknologi-proses/pelaksanaan-prosesekstraksi Isroi, 2008 .http://files.wordpress.com/02/komposlimbah kakao .pdf Ippa.2002.http://www..info/historyofpectin.htm, Kirk, R.E and Othmer, D .F, 1958. Encyclopedia of Chemical Technology. Volume 14 theinterscience Encyclopedia Ins. In New york. Kertesz Z.I. 1951. The Pectic Substance. NewYork Stateagricultural Experiment Station,Cornel Universitiy,Geneva,N.Y. Lucas, Howard J, David Pressman. Principles and Practice In Organic Chemistry.
52