Anda di halaman 1dari 10

PNEUMOTORAKS 1. Definisi Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura.

Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh : Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut sebagai closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura viseralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama

semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumotoraks (Berck, 2010). 2. Epidemiologi

Pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi pneumotoraks spontan dan traumatik. Pneumotoraks spontan merupakan pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa atau dengan adanya penyakit paru yang mendasari. Pneumotoraks jenis ini dibagi lagi menjadi pneumotoraks primer (tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari) maupun sekunder (terdapat riwayat penyakit paru sebelumnya). Insidensinya sama antara pneumotoraks primer dan sekunder, namun pria lebih banyak terkena dibanding wanita dengan perbandingan 6:1. Pada pria, resiko pneumotoraks spontan akan meningkat pada perokok berat dibanding non perokok. Pneumotoraks spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun). Sementara itu, pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi iatrogenik maupun non-iatrogenik. Pneumotoraks iatrogenik merupakan tipe pneumotoraks yang sangat sering terjadi (Berck, 2010).

Umur : Biasanya terjadi pada orang yang ber usia 20-40 tahun Seks : Lebih sering pada pria Pneumotoraks spontan primer Biasanya terjadi pada tahun Incidens pada usia tertentu: 7,4-18 kasus per 100.000 orang per tahun pada laki-laki 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun pada perempuan anak laki-laki yang tinggi, kurus dan usia 10-30

Pneumotoraks spontan sekunder Umur : Puncak kejadian di usia 60-65 tahun insidensi 6,3 kasus per 100.000 orang per tahun pada laki-laki 2,0 kasus per 100.000 orang per tahun pada perempuan 26 per 100.000 pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik per tahun (McCool FD, 2008) Kejadian pneumotoraks spontan primer adalah 18 per 100.000 orang per tahun dan 6 per 100.000 perempuan per tahunnya. Hal ini terjadi paling sering di usia 20-an, dan pneumotoraks spontan primer jarang terjadi di atas usia 40. Pneumotoraks spontan sekunder biasanya terjadi antara usia 60 dan 65.

3.

Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Mekanisme Kejadian a. Pneumotoraks spontan a) Pneumotoraks Spontan Primer Pneumotoraks ini merupakan pneumotoraks yang terjadi pada paruparu yang sehat dan tidak ada pengaruh dari penyakit yang mendasari. Angka kejadian pneumotoraks spontan primer (PSP) sekitar 18-28 per 100.000 pria pertahun dan 1,2-6 per 100.000 wanita pertahun (Mackenzie and Gray, 2007). Umumnya, kejadian ini terjadi pada orang bertubuh tinggi, kurus, dan berusia antara 18-40 tahun. Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP adalah ruptur bleb subpleura pada apeks paru-paru (Heffner and Huggins, 2004). Udara yang terdapat di ruang intrapleura tidak didahului oleh trauma, tanpa disertai kelainan klinis dan radiologis. Namun banyak pasien yang dinyatakan mengalai PSP mempunyai penyakit paru-paru subklinis. Riwayat keluarga dengan kejadian serupa dan kebiasaan merokok meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks ini (Heffner and Huggins, 2004). Faktor yang saat ini diduga berperan dalam patomekanisme PSP adalah terdapat sebagian parenkim paru-paru yang meningkat porositasnya.

Peningkatan porositas menyebabkan kebocoran udara viseral dengan atau tanpa perubahan emfisematous paru-paru. Hubungan tinggi badan

dengan peningkatan resiko terjadinya PSP adalah karena gradien tekanan pleura meningkat dari dasar ke apeks paru. Akibatnya, alveoli pada apeks paru-paru orang bertubuh tinggi rentan terhadap meningkatnya tekanan yang dapat mendahului proses pembentukan kista subpleura (Mackenzie and Gray, 2007). PSP umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh penderitanya karena tidak adanya penyakit paru-paru yang mendasari (Heffner and Huggins, 2004). Pada sebagian besar kasus PSP, gejala akan berkurang atau hilang secara spontan dalam 24-48 jam. Kecepatan absorpsi spontan udara dari rongga pleura sekitar 1,25-1,8% dari volume hemitoraks per hari, dan suplementasi oksigen sebesar 10 lpm akan meningkatkan kecepatan absorpsi sampai dengan empat kali lipat (Mackenzie and Gray, 2007). Beberapa macam terapi yang dapat dilakukan pada pasien PSP antara lain observasi, drainase interkostal dengan atau tanpa pleurodesis, dan videoassisted thoracoscopic surgery (VATS) (Heffner and Huggins, 2004). b) Pneumotoraks Spontan Sekunder PSS merupakan pneumotoraks yang terjadi pada pasien dengan penyakit paru yang mendasari. Umumnya PSS terjadi sebagai komplikasi COPD, fibrosis kistik, tuberkulosis, pneumocystits pneumonia, dan

menstruasi. PSS juga dapat terjadi ada penyakit intersisiel paru seperti sarcoidosis, lymphangioleiomyomatosis, langerhans cell histiocytosis and tuberous sclerosis. Secara umum udara pada PSS memasuki rongga pleura melalui alveoli yang melebar atau rusak. Perburukan klinis dan sequelae biasanya terjadi akibat adanya kondisi komorbid. Causa terbanyak PSS adalah COPD, khususnya COPD sedang-berat. Apabila pneumotoraks terjadi pasien COPD gejala sesak napas yang progresif muncul dan biasanya bersamaan dengan nyeri pleuritik. PSS merupakan penanda signifikan untuk mortalitas pasien COPD. Setiap kejadian pneumotoraks meningkatkan resiko kematian sampai dengan empat kali lipat. Sekitar 40-50% pasien akan mengalami PSS yang kedua apabila pleurodesis tidak dilakukan (Heffner and Huggins, 2004). Untuk penangan PSS, ACCP merekomendasikan pemasangan chest tube untuk setiap pasien PSS, dan pleurodesis pada episode pertama PSS guna mencegaj rekurensi. Sedangkan rekomendasi BTS merekomendasikan aspirasi dengan syringe dan kateter untuk pasien pneumotoraks kecil dengan penyakit paru yang mendasari ringan. Sebagian besar pasien

membutuhkan drainase melalui chest tube. Pelepasan chest tube dilakukan setelah terjadi re-ekspansi paru dan resolusi kebocoran udara.

Pleurodesis merupakan terapi pilihan terakhir dan dilakukan pada pasien dengan kebocoran udara yang tidak teratasi dan mengalami pneumotoraks rekuren (Mackenzie and Gray, 2007).

b.

Pneumotoraks Traumatik a) Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik Pneumotoraks iatrogenikmerupakan pneumotoraks yang terjadi akibat pembukaan rongga paru secara paksa saat tidakan dianosis atau terapi invasif dilakukan . Tindakan seperti thoracocentesis, biopsi pleura, pemasangan kateter vena sentral, biopsi paru perkutan, bronkoskopi dengan biopsi transbronkial, aspiasi transtoracic, dan ventilasi tekanan positif dapat menjadi etiologinya. Akibatnya, pasien perlu lebih lama dirawat di rumah sakit (Yilmaz, et al, 2002). Penyebab utama terjadinya pneumotoraks iatrogeni adalah aspirasi jarm halus transthoracic. Dua faktor yang memegang perang penting adalah ukuran dan kedalaman lesi. Apa bila lesi kecil dan dalam maka resiko pneumotoraks meningkat. Penyebab kedua terbanyak adalah pemasangan kateter vena sentral. Penyebab lainnya antara lain akupunkktur transthoracic, resusitasi jantung-paru, dan penyalahgunaan obat melalui vena leher (Sharma, 2009). b) Pneumotoraks Traumatik Non Iatrogenik Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam yang merusak pleura viseralis atau parietalis. Pada trauma tajam, luka

menyebabkan udara dapat masuk ke rongga pleura langsung ke dinding toraks atau memenuju pleura viseralis melalui cabang-cabang trakeobronkial. Luka tusuk atau luka tembak secara langsung melukai paru-paru perifer menyebabkan terjadinya hemothoraks dan pneumotoraks di lebih dari 80% lesi di dada akibat benda ajam (Sharma, 2009). Pada trauma tumpul pneumotoraks terjadi apabila pleura viseralis terobek oleh fraktur atau dislokasi costa. Kompresi dada tiba-tiba

menyebabkan peningkatan tekanan alveolar secara tajam dan kemudian terjadi ruptur alveoli. Saat alveoli ruptur udara masuk ke rongga intersisiel dan terjadi diseksi menuju pleura viseralis atau mediastinum. Pneumotoraks terjadi saat terjadi ruptur pada pleura masuk ke rongga viseralis atau mediastinum dan udara

pleura. Manifestasi klinisnya dapat berupa Fallen lung

sign/peptic lung sign di mana hilus paru terletak lebih rendah dari normal atau

terdapat pneumotoraks persisten dengan chest tube terpasang dan berfungsi dengan baik (Sharma, 2009). Pneumotoraks traumatik noniatrogenik juga dapat terjadi akibat barotrauma. Pada suhu konstan, volume massa udara berbanding terbalik dengan tekanannya, sehingga apabila ditempatkan pada ketinggian 3050 m, volume udara yang tersaturasi pada tubuh meningkat 1,5 kali lipat daripada saat di ketinggian permukaan laut. Pada peningkatan tekanan tersebut, udara yang terjebak dalam bleb dapat mengalami ruptur dan menyebabkan pneumotoraks. Hal ini biasanya terjadi pada kru pesawat terbang. Sedangkan pada penyelam, udara yang terkompresi dialirkan ke paru-paru harus melalui regulator dan sewaktu naik ke permukaan barotrauma dapat terjadi seiring dengan penurunan tekanan secara cepat sehingga udara yang terdapat di paru-paru dapat menyebabkan pneumotoraks (Sharma, 2009) 4. Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Jenis Fistulanya a. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami reekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif.Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan vakum pleura negatif (Alsagaff, 2009). b. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax) Pneumotoraks terbuka yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar karena terdapat luka terbuka pada dada. Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif.Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound) (Alsagaff, 2009). c. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta

percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya

tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer.Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas (Alsagaff, 2009). 5. Patofisiologi Pneumotoraks

Pneumotoraks

diklasifikasikan

atas

pneumotoraks

spontan,

traumatik,

iatrogenik. Pneumotoraks spontan dibagi lagi menjadi pneumotoraks spontan primer dan sekunder. Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma pada organ paru dan pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari intervensi diagnostic ataupun terapeutik. Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang mendasarinya, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula subpleural ditemukan pada 76-100% pasien pneumotoraks spontan primer dengan tindakan video-assisted thoracoscopic surgery dan torakotomi. Kasus pneumotoraks spontan primer sering dihubungkan dengan faktor resiko merokok yang mendasari pembentukan bula subpleural, namun pada sebuah penelitian dengan komputasi tomografi (CT-scan) menunjukkan bahwa 89% kasus dengan bula subpleural adalah perokok berbanding dengan 81% kasus adalah bukan perokok. Mekanisme pembentukkan bula masih merupakan spekulasi namun sebuah teori menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok yang kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan makrofag. Proses ini menyebabkan ketidakseimbangan protease-antiprotease dan sistem oksidan-

antioksidan serta menginduksi terjadinya obstruksi saluran nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan meningkatkan tekanan alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial paru menuju hilus dan menyebabkan

pneumomediastinum. tekanan di mediastinum akan meningkat dan pleura parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks. Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi oleh udara akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai tercapainya keseimbangan tekanan tercapai atau bagian yang ruptur tersebut ditutup. Paru-paru akan bertambah kecil dengan bertambah luasnya pneumotoraks. Konsekuensi dari proses ini adalah timbulnya sesak akibat berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya PO2. Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa patogenesis terjadinya pneumotoraks spontan faktor genetik berperan dalam primer. Beberapa kasus

pneumotoraks spontan primer ditemukan pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan, homosisteinuria, serta sindrom Birt-Hogg-Dube.

Pneumotorakas spontan sekunder terjadi akibat kelainan/penyakit paru yang sudah ada sebelumnya. Mekanisme terjadinya adalah akibat peningkatan tekanan alveolar yang melebihi tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus akan berpindah ke interstitial menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. Selanjutnya udara akan berpindah melalui pleura parietalis pars mediastinal ke rongga pleura dan menimbulkan pneumotoraks. Beberapa penyebab terjadinya pneumotoraks spontan sekunder adalah: Penyakit saluran napas: PPOK Kistik fibrosis Asma bronchial

Penyakit infeksi paru: Pneumocystic carinii pneumonia Necrotizing pneumonia (infeksi oleh kuman anaerobik, bakteri gram negatif atau staphylokokus) Penyakit paru interstitial: Sarkoidosis Fibrosis paru idiopatik Granulomatosis sel Langerhans Limfangioleimiomatous Sklerosis tuberus

Penyakit jaringan penyambung Artritis rheumatoid Spondilitis ankilosing Polimiositis dan dermatomiosis Sleroderma Sindrom Marfan Sindrom Ethers-Danlos

Kanker Sarkoma Kanker paru

6.

Diagnosis Pneumotoraks a. Anamnesis a) Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya padasaat bernafas dalam atau batuk.

b)

Sesak, dapat samapai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila sebagian paru yang kolaps sudah mengembang kembali

c) d)

Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat. Warna kulit yang kebiruan disebabkan karena kurangnya oksigen (cyanosis)

b.

Pemeriksaan Fisik a) Inspeksi: dapat terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan nafas, tertinggal pada sisi yang sakit b) Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar, iktus jantung terdorong kesisi thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau menghilang. c) Perkusi: Suara ketok hipersonor samapi tympani dan tidak bergetar, batas jantung terdorong ke thoraks yang sehat, apabila tekanannya tinggi d) Auskultasi: suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat amforik apabila ada fistel yang cukup besar

c.

Pemeriksaan Penunjang a) Radiologis: 1. Tampak bayangan hiperlusen baik bersifat lokal maupun general 2. Pada gambaran hiperlusen ini tidak tampak jaringan paru, jadi avaskuler. 3. Bila pneumotoraks hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya kolaps dari paru- paru sekitarnya, sehingga massa jaringan paru yang terdesak ini lebih padat dengan densitas seperti bayangan tumor. 4. Biasanya arah kolaps ke medial 5. Bila hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya perdorongan pada jantung misalnya pada pneumotoraks ventil atau apa yang kita kenal sebagai tension pneumothorax 6. Juga mediastinum dan trakea dapat terdorong kesisi yang berlawanan. b) ABG: untuk memeriksa kadar oksigen dalam darah pasien

7.

Penatalaksanaan Pneumotoraks a. Penatalaksanaan Awal pada Pneumotoraks Penatalaksanaan awal pada semua pasien trauma adalah dilakukan stabiisasi leher hingga dipastikan pasien tidak mengalami cedera cervical dengan cara memasang cervical collar atau dengan kantong berisi pasir. Evaluasi tingkat

kesadaran dengan menyapa pasien dan dilaknjutkan dengan pemeriksaan ABC (airway, breathing, circulation) (Boon, 2008). Pada pemeriksaan jalan nafas yaitu membuka jalan nafas dengan jaw thrust (bila dicurigai terdapat cedera cervical/pada pasien tidak sadar) atau head tilt chin lift dilanjutkan dengan membersihkan rongga mulut dengan swab mengunakan jari telunjuk, mempertahankan jalan nafas agar tetap terbuka. Pada pasien tidak sadar dilakukan pemasangan orofaringeal tube untuk mencegah lidah jatuh dan menutup jalan nafas (Boon, 2008). Pemeriksaan pernafasan yaitu melihat, mendengar, dan merasakan dilakukan secara bersamaan. Pada pasien dengan pneumotoraks perkembangan dinding dada asimetris, deviasi trakea ke paru yang sehat, JVP meningkat, suara nafas menurun bahkan menghilang dan pada perkusi didapatkan hipersonor. Bila didapatkan tanda-tanda tersebut, langsung dilakukan tindakan needle thoracostomy (Boon, 2008). Pemeriksaan nadi carotis dan radialis didapatkan takhikardi, akral dan memeriksa capillary refill test. Dilakukan pemasangan intravenous line, bila terjadi perdarahan masif dilakukan pemasangan double line dengan cairan kristaloid (Boon, 2008). b. Penatalaksanaan Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Kebanyakan simple pneumothoraces akan membutuhkan pemasangan

intecostal chest drain sebagai terapi definitif. Pneumothoraces kecil, khususnya yang hanya terlihan dengan CT dapat diobservasi. Keputusan untuk data diobservasi berdasarkan status klinis pasien prosedur yang direncanakan berikutnya.

Pemasangan chest tube cocok pada kasus yang terdapat multiple injury, pasien yang menjalani anestesia yang berkepanjangan, atau pasien yang akan ditransfer dengan jarak yang jauh dimana deteksi peningkatan atau tension pneumothorax mungkin sulit atau tertunda c. (Brohi, 2004).

Penatalaksanaan Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax) Oksigen 100% harus diberikan melalui facemask. Intubasi harus

dipertimbangkan bila oksigenasi atau ventilasi tidak adekuat. Intubasi tidak boleh menunda pemasangan chest tube dan penutupan luka. Manajemen definitif pada open pneumotoraks adalah menutup luka dan segera memasang intercostal chest drain (Brohi, 2004). Bila chest drain tidak tersedia dan pasien jauh dari fasilitas yang bisa melakukan terapi definitif perban dapat diletakkan di atas luka dan diplester pada tiga sisinya. Secara teori, hal tersebut bertindak sebagai katup-flap untuk memungkinkan udara keluar dari pneumotoraks selama ekspirasi, namun tidak masuk selama

inspirasi. Hal ini mungkin sulit bila dilakukan pada luka yang luas dan efeknya sangat bervariasi. Sesegera mungkin chest drain harus dipasang dan luka ditutup (Brohi, 2004) d. Penatalaksanaan Tension Pneumothorax a) Needle Thoracostomy Manajemen klasik tension pneumothorax adalah dekompresi dada emergensi dengan needle toracostomy. Jarum ukuran 14-16 G ditusukkan pada Intercostal Space (ICS) II Mid Clavicular Line (MCL). Jarum

dipertahankan hingga udara dapat dikeluarkan melalui spuit yang terhubung dengan jarum. Jarum ditarik dan kanul dibiarkan terbuka di udara. Udara yang keluar dengan cepat dari dada menunjukkan adanya tension pneumothorax. Manuver ini mengubah tension pnemothorax menjadi simple pneumothorax (Brohi, 2004). b) Pemasangan Chest Tube Pemasangan chest tube merupakan terapi definitif pada tension pnemothorax. Chest tube harus tersedia dengan cepat di ruang resusitasi dan pemasangannnya biasanya cepat. Pemasangan terkontrol chest tube lebih baik untuk blind needle thoracostomy. Hal ini menyebabkan status respiratori dan hemodinamik pasien akan menoleransi beberapa menit tambahan untuk melakukan surgical thoracostomy. Setelah pleura dimasuki (diseksi

tumpul), tekanan akan didekompresi dan pemasangan chest tube dapat dilakukan tanpa terburu-buru. Hal ini terutama berlaku bagi pasien yang terventilasi manual dengan tekanan positif (Brohi, 2004).

Anda mungkin juga menyukai

  • Cover Laporan Kasus
    Cover Laporan Kasus
    Dokumen1 halaman
    Cover Laporan Kasus
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • RT 01
    RT 01
    Dokumen1 halaman
    RT 01
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen4 halaman
    Daftar Isi
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • DM Scribd
    DM Scribd
    Dokumen1 halaman
    DM Scribd
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen4 halaman
    Daftar Isi
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • DAFTAR PUSTAKA Fix
    DAFTAR PUSTAKA Fix
    Dokumen2 halaman
    DAFTAR PUSTAKA Fix
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • DAFTAR PUSTAKA Fix
    DAFTAR PUSTAKA Fix
    Dokumen2 halaman
    DAFTAR PUSTAKA Fix
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • BAB I Fix
    BAB I Fix
    Dokumen1 halaman
    BAB I Fix
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • BAB I Fix
    BAB I Fix
    Dokumen1 halaman
    BAB I Fix
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Stroke Hemoragik
    Stroke Hemoragik
    Dokumen10 halaman
    Stroke Hemoragik
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Stroke Hemoragik
    Stroke Hemoragik
    Dokumen10 halaman
    Stroke Hemoragik
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Cover Lapsus
    Cover Lapsus
    Dokumen3 halaman
    Cover Lapsus
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • I. Cover Abortus Inkomplete
    I. Cover Abortus Inkomplete
    Dokumen1 halaman
    I. Cover Abortus Inkomplete
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Stroke Perdarahan
    Stroke Perdarahan
    Dokumen22 halaman
    Stroke Perdarahan
    Listiani Ayu
    Belum ada peringkat
  • Isolasi Dan Identifikasi
    Isolasi Dan Identifikasi
    Dokumen3 halaman
    Isolasi Dan Identifikasi
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Cover Lapsus
    Cover Lapsus
    Dokumen2 halaman
    Cover Lapsus
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat Kista Ovarium
    Cover Referat Kista Ovarium
    Dokumen2 halaman
    Cover Referat Kista Ovarium
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Referat Kista Ovarium
    Referat Kista Ovarium
    Dokumen24 halaman
    Referat Kista Ovarium
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Referat Perdarahan Pada Trimester 1
    Referat Perdarahan Pada Trimester 1
    Dokumen39 halaman
    Referat Perdarahan Pada Trimester 1
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Obat Saraf
    Obat Saraf
    Dokumen5 halaman
    Obat Saraf
    Pahala Simanjuntak Bpk Alvin
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat
    Cover Referat
    Dokumen1 halaman
    Cover Referat
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • PPOK Anggie
    PPOK Anggie
    Dokumen26 halaman
    PPOK Anggie
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan Laporan Kasus
    Lembar Pengesahan Laporan Kasus
    Dokumen3 halaman
    Lembar Pengesahan Laporan Kasus
    Intan Sulistiani
    Belum ada peringkat