Anda di halaman 1dari 5

KEPANITERAAN ILMU ANESTESIOLOGI RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG Periode 24 Juni 2013 31 Agustus 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

S KRISTEN KRIDA WACANA

Nama NIM Dokter Pembimbing

: Dyana Nabila binti Mohd Nasir : 2012 11 216 : dr Imam Sudrajat, Sp. An.

PERSIAPAN ANESTESI PREOPERATIF Semua pasien yang dijadwalkan akan menjalani tindakan pembedahan harus dilakukan persiapan dan pengeloaan perioperasi dengan optimal. Kunjungan praanestesi pada tindakan bedah elektif dilakukan 1 2 hari sebelumnya dan pada bedah darurat dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Kunjungan ini bertujuan untuk mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal, merencanakan dan memilih teknik dan obat-obatan anestesi yang sesuai untuk digunakan serta menentukan klasifikasi yang sesuai menurut ASA. Kesalahan yang terjadi akibat tindakan ini tidak dilakukan akan meningkatkan resiko pasien terhadap morbiditas dan mortalitas perioperasi. Tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya pengelolaan preoperasi termasuk di dalamnya adalah sebagai berikut : Mengkonfirmasikan bahwa tindakan bedah yang akan dilakukan terhadap penderita akan memberikan hasil yang optimal dengan segala resikonya. Dapat mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin terjadi dan memastikan bahwa fasilitas dan tenaga yang ada cukup terlatih untuk melakukan perawatan perioperasi yang memuaskan. Memastikan bahwa penderita dipersiapkan dengan tepat untuk pembedahan dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyulit yang mungkin ada yang dapat meningkatkan resiko buruk dari hasil tindakan. Mendapatkan informasi yang tepat tentang keadaan pasien dan dapat merencanakan teknik anestesi yang tepat. Meresepkan atau melakukan premedikasi dan/atau obat-obatan profilaksis spesifik lainnya yang mungkin diperlukan.

Kunjungan pra anestesi Kunjungan (visite) pra anestesi bertujuan :

1. Mengetahui riwayat penyakit bedah dan penyakit penyerta, riwayat penyakitsekarang dan penyakit dahulu. 2. Mengenal dan menjalin hubungan dengan pasien. 3. Menyiapkan fisik dan mental pasien secara umum (optimalisasi keadaan umum). 4. Merencanakan obat dan teknik anestesi yang sesuai. 5. Merancang perawatan pasca anestesi. 6. Memprediksi komplikasi yang mungkin terjadi. 7. Memperhitungkan bahaya dan komplikasi. 8. Menentukan status ASA pasien. Secara umum, tujuan kunjungan pra anestesi adalah menekan mobiditas dan mortalitas.

Anamnesis a. Identitas pasien b. Riwayat penyakit sekarang c. Riwayat penyakit dahulu : apakah pasien pernah menderita penyakit infeksi sebelumnya atau mempunyai penyakit yang sama seperti sekarang. Riwayat penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung, asma dan sebagainya. d. Riwayat penggunaan obat-obatan seperti obat anti koagulan (aspirin) e. Riwayat alergi f. Riwayat operasi g. Riwayat anestesi ; misalnya pernah menggunakan halotan sebelumnya jadi sebaiknya jangan diulang dalam waktu tiga bulan. Penggunaan pelumpuh otot seperti suksinilkolin yang dapat menimbulkan apnue berkepanjangan juga jangan diulang. h. Kebiasaan pasien : Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi system kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan pernafasan dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi sputum. Kebiasaan minum alkohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.

Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum: BB, TB, tanda-tanda vital b. Status gizi : kaheksia, obesity c. Status psikis

d. Status neurologis : status mentalis, kelainan saraf cranial atau saraf motorik e. Sistemik : a. Kepala, b. Leher : leher pendek dan kaku akan menyulit

c. Mulut : gigi geligi, tindakan buka mulut, bentuk lidah, darejat Mallampati. d. Kulit e. Thoraks (jantung dan paru) : tanda-tanda penyakit jantung dan pernapasan f. Abdomen g. Extremitas : deformitas, edema h. Tulang belakang/ vertebra : scoliosis, athrosis, dsb.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang terdiri dari periksaan laboratorium dan radiologi. Pemeriksaanlaboratorium terbagi menjadi pemeriksaan rutin dan khusus.Data laboratorium yang harus diketahui diantaranya : hemoglobin (minimal 8% untuk bedah elektif)leukosithitung jenisgolongan darahclotting time dan bleeding timeAtas indikasi dilakukan skrining : HBSAgJika usia > 40 tahun, perlu diperiksa elektrolit (terutama natrium dan kalium),ureum, kreatinin.Urinalisis : tes reduksi, tes sedimen

Sedangkan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan lainnya yang diperlukan diantaranya foto toraks, EKG pada pasien berusia > 40 tahun atau bila ada sangkaan penyakit jantung. Echokardiografi (wajib pada penderita jantung), dan tes faal paru (spirometri). Jika diperlukan, pasien dikonsulkan ke bagian lain (penyakit dalam, jantung, dll) untuk memperoleh gambaran kondisi pasien secara lebih spesifik. Konsultasi bukan untuk meminta kesimpulan / keputusan apakah pasien ini boleh dianestesi atau tidak. Keputusan akhir tetap beradaa di tangan anestetis. Setelah kondisi pasien diketahui, anestetis kemudian dapat meramalkan prognosa pasien serta merencakan teknik dan obat anestesi yang akan digunakan.

Perencanaan anestesi Obat atau zat anestesi yang akan digunakan : misalnya dapat orang dengan gangguan hepar dikontraindikasikan dari penggunaan halotan. Tehnik anestesi yang akan dipakai : anestesi umum, regional atau kombinasi Persiapan komplikasi pembedahan : malignant hyperthermia, thyroid storm

Prognosis Prognosis dibuat berdasarkan klasifikasi status fisik pasien. Klasifikasi yang dipakai berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA).

ASA I : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia. ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang. ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat. ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam. ASA VI : Pasien donor organ Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantum huruf E.

Persiapan hari operasi Pembersihan dan pengosongan saluran cerna Pasien dewasa umumnya harus puasa 6-8 jam, pada anak-anak sekitar 4-6 jam , pada bayi 3-4 jam. Hal ini perlu untuk mengurangi risiko regurgitasi isi lambung yang akan mengganggu proses anesthesia. Tanggalkan gigi palsu, perhiasan, dan kosmetik Pengosongan kandung kemih Pakai label Informed consent pada pasien dan dijelaskan tentang operasi dan tehnik operasi yang akan dilakukan Pemeriksaan fisik ulang Persiapan obat-obat : o obat premedikasi : antiemetic, diazepam

o obat dan zat anestesi yang akan dipakai : propofol, bupivakain, sevofluran o obat-obat yang kemungkinan dipakai : obat pelumpuh otot o obat emergency : adrenalin, sulfas atropin Premedikasi Persiapan alat-alat o Mesin anestesi : sumber gas, flowmeter, vaporizer, ventilator, facemask, ETT o Alat pendukung : meja operasi, laringoskop

Premedikasi Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi. Diantaranya : Meredakan kecemasan dan ketakutan Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus Meminimalkan jumlah obat anestetik Mengurangi mual muntah pasca bedah Menciptakan amnesia Mengurangi reflex yang tidak diingini.

Kecemasan merupakan reaksi alami jika seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan menentramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan bias digunakan diazepam per oral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi anesthesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan petidin 50mg intramuscular. Cairan lambung 25ml dengan pH 2.5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk meminimalkan kejadiaan tersebut dapat diberikan antagonis reseptor H2, misalnya ranitidine peroral 150mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi. Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan suntikan intramuscular untuk dewasa ondansetron 2-4mg.

Daftar Pustaka 1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi 2 . Jakarta; Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007; 3: 29-32

Anda mungkin juga menyukai