Anda di halaman 1dari 3

Teori Belajar Bahasa

Pengajaran Membaca dan Menulis dalam Bahasa Indonesia

untuk Penutur Asing

HASNARIANTI

Hal yang akan dibicarakan dalam pembahasan kali ini adalah membaca dan menulis.
Pembelajaran membaca di sekolah dasar dan menengah membutuhkan waktu, uang, dan
usaha yang banyak.

Membaca memiliki tujuan yang berbeda. Rivers dan Temperly (1978) mengajukan
tujuh tujuan membaca yaitu: 1) untuk memperoleh informasi untuk suatu tujuan, 2)
untuk memperoleh suatu petunjuk tentang cara melakukan sesuatu, 3) untuk
erakting dalam sebuah drama, 4) untuk memahami surat-surat bisnis atau surat
teman, 5) untuk mengetahui kapan dan dimana sesuatu akan terjadi, 6) untuk
mengetahui apa yang telah terjadi atau akan terjadi, dan 7) untuk memperoleh
kesenangan atau hiburan.

Pendekatan bottom up memmandang membaca sebagai sebuah proses decoding berbagai


symbol tertulis ke dalam berbagai ekuivalen pendengaran dalam bentuk linear
Pendekatan top down memandang bahwa seseorang mulai dengan seperangkat hipotesis
atau prediksi tentang makna teks yang akan dibaca, kemudian secara selektif
membuat sampel dari teks untuk menentukan apakah prediksi seseorang benar atau
tidak. Seseorang mengkonstruksi makna, bukan mendekoding bentuk.

Teori skema menegaskan bahwa pengetahuan dan harapan-harapan tentang dunia


sangat mempengaruhi kemampuan untuk memahami informasi baru dengan memberikan
kerangka yang sesuai dengan informasi baru. Prinsip dasar di balik teori skema
itu sendiri adalah bahwa teks itu sendiri, tidak membawa makna. Malahan teks-teks
tersebut memberikan isyarat-isyarat untuk digunakan oleh penyimak atau pembaca
dalam mengkonstruksi makna asli penutur aslinya.

Hipotesis transfer mengatakan bahawa pembaca yang baik dalam bahasa pertama
sebaiknya mampu mentransfer keterampilan mereka ke dalam bahasa kedua. Namun,
keterampilan membaca bahasa pertama tidak memprediksikan kecakapan membaca kedua.

Aspek-aspek lintas budaya pemahaman membaca. Richards menyimpulkan prinsip-prisnip

pengajaran yang efektif terhadap pemahaman membaca, yaitu:

1) tujuan instruksional digunakan untuk membimbing dan mengorganisasi pelajaran.

2) guru memiliki teori yang komprehensif tentang membaca dalam bahasa kedua.

3) waktu kelas digunakan untuk belajar.

4) aktivitas instruksional memiliki focus pengajaran bukan pengetesan.

5) pelajaran memiliki struktur yang jelas.

6) berbagai macam aktivitas yang berbeda digunakan untuk selama masing-masing


pelajaran.

7) kegiatan kelas memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat umpan balik
tentang kinerja membaca mereka.
8) kegiatan instruksional berkaitan dengan tujuan membaca dunia nyata.

9) pengajaran terfokus pada siswa.

Tipe-tipe tugas. Model DART yang dikembangkan oleh Davies dan Green
dikarakteristikansebagai berikut, 1) biasanya menggunakan teks-teks otentik dan
menantang, 2) memberikan siswa kerangka retorika dan topik untuk memproses dan
menganalisis teks, 3) seringkali melibatkan pembaca teks secara lisan dengan
guru atau siswa yang diikuti dengan membac dalam hati atau membaca teks kembali,
4) melibatkan siswa berinteraksi dengan teks dan dengan siswa lain, 5)
melibatkan siswa dalam analisis langsung terhadap teks, dan 6) sering melibatkan
transfer informasi dari teks ke representasi visual atau diagram. Tipologi lain
yang dikembangkan oleh Grellet yaitu: 1) membuat peka (menarik kesimpulan,
memahami hubungan-hubungan dalam kalimat, menghubungkan kalimat dan gagasan), 2)
memperbaiki kecepatan membaca, 3) beralih dari membaca sepintas ke membaca cepat.
Sementara teknik kelas menggunakan strategi 1) menyusun rangkaian gambar, 2)
membandngkan teks dan gambar, 3) memncocokkan, menggunakan ilustrasi, 4)
melengkapi dokumen, 5) memetakan dokumen, 6) membaca terbalik, 7) mengorganisasi
informasi, 8) membandingkan beberapa teks, 9) melengkapi dokumen, 10) membuat
ringkasan, dan 11) mengambil catatan.

Langkah-langkah dalam proses rancangan membaca yaitu 1) memutuskan seluruh


tujuan, 2) identifikasi teks dan tugas, 3) identifikasi elemen-elemen linguistik,
4) merangkai dan mengintegrasikan teks tan tugas, 5) menghubungkan membaca
dengan keterampilan berbahasa lainnya.

Menulis. Pendekatan produk Vs Pendekatan Proses. Pendekatan rpoduk terfokus pada


hasil akhir dan tugas-tugas, teks yang koheren dan tanpa kesalahan sama sekali.
Pembelajar meniru, menyalin dan mentransformasikan model-model yang disediakan
pengajar atau buku ajar. Fokusnya lebih pada tata bahasa dalam tataran kalimat.
Sedangkan pendekatan proses terfokus pada langkah-langkah menyusun dan menyusun
kembali sepenggal karya. Tidak akan pernah ada teks yang sempurna, tetapi
kesempurnaan dapat didekati dengan menjaga keseimbangan, berefleksi dan
mengerjakan kembali rancangan-rancangan teks secara bergantian.

Menulis proses. Ada tiga belas bagian rangkaian aktivitas yang diajukan oleh
White dan Arndt, yang menurut sifat sosial dan kolaboratif, yaitu, 1) diskusi
kelas, 2) indoktriisasi/membuat catatan/mengajukan pertanyaan, 3) menulis cepat/
menyeleksi gagasan, 4) pembuatan rancangan kasar, 5) persiapan eveluasi diri, 6)
menata informasi, 7) rancangan pertama, 8) evaluasi kelompok/teman sebaya dan
pembuatan respon, 9) pertemuan, 10) rancangan kedua, 11) evaluasi diri
sediri/koreksi,
12) rancangan akhir, dan 13) pemberian respon akhir terhadap rancangan.

Perbedaan bahasa tulis dan bahasa lisan, yaitu 1) bahasa lisan bergantung pada
teks,, sedangkan bahasa tulis tidak, 2) bahasa lisan bersifat dialogis,
sedangkan bahasa tulis bersifat monologis, 3) bahasa lisan tanpa (latihan)
persiapan dan spontan tetapi bukan tidak dapat diprediksikan, sedangkan bahasa
tulis diedit dan dirancangulang, 4) bahasa lisan secara gramatikal berbelit-belit,

sedangkan bahasa tulis secara leksikal padat

The Disadvantaged School Project. dirancang oleh akademika Australia untuk


memperbaiki keterampilan menulis anak-anak yang kurang lancar berbahasa Inggris
dengan tujuan 1) mengerjakan tugas-tugas tulis dalam kelas secara efektif, 2)
membuat catatan-catatan yang efektif, 3) melakukan penelitian independen,
mengerjakan tugas/PR tertulis, 5) berpartisipasi sepenuhnya dalam berbagai
diskusi kelas tentang menulis. Untuk proses assesmennya dilakukan melalui tiga
cara, yaitu 1) struktur skema, 2) perkembangan topil, dan 3) acuan.

Teori genre mendasarkan tulisan pada berbagai konteks sosial tertentu, dan
menekankan siat kebayakn wacana yang terikat konvensi. Karena itu, menulis
melibatkan kesesuaian dengan pola-pola tertentu yang telah baku, dan peran guru
adalah membujuk siswa ke dalam berbagai komunitas wacana tertentu dan tipe-tipe
teks mereka masing-asing. Sebaliknya, pendekatan proses menonjolkan kreativitas
individu, penumbuhan individu, dan realisasi diri, sedangkan peran guru adalah
sebagai fasilitator bukannya pengarah.

Pendekatan menulis berbasis wacana. Untuk menghasilkan sebuah wacanayang koheren,


maka harus memperhatikan 1) menggunakan apa yang mereka ketahui tentang pokok
persoalan dan mengintegrasikannya dengan informasi dari sumber lain, 2)
menggunakan pengetahuan mengenai cara tata bahasa dan wacana berfungsi bersama,
3) menggunakan kohesi secara tepat, 4) memilih bentuk/fungsi yang tepat, 5)
memutuskan topiknya untuk membentuk titik tolak dari masinh-masing kalimay yang
berurutan dalam teks.

Dalam kelas menulis, beberapa pakar menegaskan bahwa analisis struktur topik
merupakan teknik yang sangat baik untuk memperbaiki koherensi karya tulis.
Lautamatti (1978) mengembangkan sebuah tekik untuk menganalisis tulisan dalam
kaitannya dengan hubungan antara topik wacana dan topik kalimat yang membentuk
sebuah teks. Teks dikembangkan dengan tiga cara, yaitu, 1) melaluikemajuan
paralel, yakni kalimat-kalimat berurutan dalam sebuah teks secara semantik
bersifat identik, 2) kemajuan berurutan, setiap topik masing-masing kalimat yang
berurutan adalah berbeda, dan 3) kemajuan paralel yang diperluas, ada upaya
kembali kepada topik yag telah dipasang dalam kalimat sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai