Anda di halaman 1dari 23

1

PRESENTASI KASUS
Penggunaan Anestesi Umum pada Multipel limfadenopati regio colli

Pembimbing:
Dr. Satriyo Y. Sasono, Sp. An
Dr. Muhammad Gusno Rekozar, Sp. An
Dr. Diah Annisa, Sp. An


Penyusun:
Christopher Immanuel
030.08.069







Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi
Rumah Sakit Otorita Batam
Periode 22 Januari - 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
2



LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Chisthoper Immanuel S
NIM : 030. 08. 069
Judul : Penggunaan anestesi umum pada multipel limfadenopati regio colli


Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Satriyo Y. Sasono, Sp. An pada:
Hari :
Tanggal :

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Anestesi di
Rumah Sakit Otorita Batam.


Batam, 18 februari 2013



Dr. Satriyo Y. Sasono, Sp. An







3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan tugas Case dalam Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anestesi di RS OTORITA
BATAM yang saya beri judul Penggunaan anestesi umum pada multiple limfadenopati regio
colli. Dalam pembuatan karya tulis ini, saya mengambil referensi dari literatur dan jaringan
internet.
Saya ucapkan terimakasih kepada Dr. Satriyo Y. Sasono, Sp. An, Dr. Muhammad Gusno
Rekozar, Sp. An, Dr. Diah Annisa, Sp. An selaku konsulen anestesi, orang tua kami yang telah
memberikan dukungan baik secara moral dan materiil, tak lupa kami ucapkan terimakasih
kepada rekan-rekan yang telah membantu dan bekerjasama dalam pembuatan laporan kasus ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun kami harapkan dari para pembaca. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.













4


BAB I
ILUSTRASI KASUS

Identitas
Nomor catatan medis : 104584
Nama : Nn. S
Umur : 18 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Villa Alam
Status pernikahan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Suku : padang


Tanggal masuk ruangan : -

Pemeriksaan pre operasi
Anamnesis (dilakukan Auto anamnesis tanggal 23 Januari 2013)
Keluhan Utama : Benjolan 2 buah di leher bagian belakang kanan dan kiri
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli Bedah RSOB dengan keluhan benjolan berjumlah dua pada
bagian leher belakang kanan dan kiri pasien sejak 2 bulan yang lalu, benjolan
dirasakan tidak nyeri, tidak merah, tidak berisi cairan dan tidak berdarah. Pasien
mengaku benjolan yang kanan bertambah besar sedangkan yang kiri mengecil,
namun benjolan dirasakan mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Pasien
menyangkal adanya benjolan di tempat lain, batuk, pilek, dan demam.
Riwayat Penyakit Dahulu :
5

Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini. Pasien belum pernah operasi
sebelumnya. Pasien mengaku memiliki penyakit asma sejak kecil. Pasien
menyangkal mempunyai penyakit sistemik hipertensi, diabetes, penyakit paru,
penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit rematik, dan infeksi
saluran kemih seperti disangkal pasien.
Riwayat Penyakit keluarga :
Pasien juga mengaku bahwa orangtua pasien juga menderita asma. Namun
riwayat hipertensi, diabetes, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal,
penyakit hati, penyakit rematik, dan infeksi saluran kemih disangkal pasien.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol, merokok, ataupun obat-obatan tertentu.
Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya alergi obat-obatan, makanan, dan zat lain.


PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : TB: 158 cm
BB: 61 kg
BMI: 24
Tanda vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 84 x/mnt
- Suhu : 36,8 C
- Pernapasan : 20 x/mnt

Status Generalis
Kepala : Tampak normocephali
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera kuning -/-
6

Leher : Lihat status lokalis
Thorax : Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen : Datar, supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani, bising usus (+)
normal.
Ekstremitas : akral hangat disetiap ekstremitas, edema tidak ada.

Status Lokalis

Inspeksi : Benjolan pada regio colli berbentuk bulat sebesar bola pingpong berjumlah 2
dengan diameter 4cm dan 2 cm. Darah (-) Pus(-), permukaan licin tidak berbenjol.
Warna sesuai dengan permukaan kulit sekitar.
Palpasi :Nyeri tekan (-), Hangat (-), permukaan licin, konsistensi kenyal, melekat pada
dasar

PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Pemeriksaan laboratorium tanggal 11/10/2012)
Hemoglobin : 13,1 g%
Leukosit : 5.020 mcL
Trombosit : 363.000 rb
Hematokrit : 41,3%
GDS : 98 mg/dl
Masa Pembekuan : 7 30
Masa Perdarahan : 2 45
Gol. Darah / Rh : A / +

Perencanaan anestesi :
Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan anestesi umum dengan orotracheal tube

Kesimpulan :
7

ASA II dengan hasil laboratorium normal

Intraoperasi

Status anestesi
o Diagnosa pre operasi : Lymphadenopati colli
o Diagnos post operasi : Lymphadenopati colli
o Jenis operasi : multiple eksisi KGB bilateral
o Rencana teknik anestesi : General anestesi
o Status fisik : ASA II
o Anestesi dengan:
- O
2
0,5 liter/menit
- N
2
O 0,5 liter/menit
- Sevoflurane
Induksi (inhalasi)
Sevoflurane 4 vol%
O
2
: N
2
O = 50%:50%

- Intravena:
Premedikasi
Sedacum 10 mg
Fentanil 75 mcg
Medikasi
Roculax 50mg

o Pernapasan: Kendali
o Posisi: Telungkup
o Infus: RAS tangan kiri
8

o Komplikasi selama pembedahan: -
o Keadaan akhir pembedahan:
Tekanaan darah : 120/75 mmHg
Nadi : 86x/ menit
Saturasi O
2
: 99 %
Mual/ muntah : -/-
Sianosis : -
o Terapi khusus pascabedah: -
o Komplikasi pasca bedah: -
o Hipersensitivitas/alergi: -
o Kematian: -
o Sebab kematian: -
o Teknik khusus: -
o Jam mulai anestesi : 14.20 WIB
o Jam mulai operasi : 14.40 WIB
o Jam selesai operasi : 15.20 WIB
o Jam selesai anestesi : 15.30 WIB
o Lama operasi : 40 menit
o Lama anestesi : 70 menit

Persiapan Alat
Peralatan Anestesi Umum
- (S) : Stetoskop, laringoskop
- (T) : laryngeal mask
- (A) : Oral airway (Guedel),
- (T) : Plester
- (I) : Mandrin/Stilet (pada pasien ini tidak dipakai)
- (C) : Connector
- (S) : Suction
9

Balon/pump
Mesin anestesi
EKG monitor
Sfigmomanometer digital
Oksimeter/saturasi
Infuse set
Spuit 10cc
Gel
Sungkup muka
Persiapan Obat
Antiemetik : ondansetron
Analgetik : fentanil, xilokain, chirokain
Gas inhalasi : isoflurane, sevoflurane, N
2
O, O
2

Obat emergency : recofol, sedacum, atracurium, sulfas atropine, efedrin
Analgetik post op : remopain
Kronologis Anestesi
14.15 WIB Anestesi dimulai dengan pemberian premedikasi secara intravena. Dimasukkan
obat premedikasi, yaitu sedacum 5 mg dan fentanil 75 mg
14. 18 WIB Pasien diberikan Roculax (rocuronium) 50 mg sebagai pelemas otot untuk
merelaksasikan pernapasan karena dilakukan operasi multiple eksisi di regio
colli dan pasien diposisikan telungkup maka dokter anestesi memilih untuk
melakukan intubasi orotrakheal kendali agar pasien dapat dianestesi sekaligus
bernapas dengan adekuat.
14.20 WIB Pasien disungkup dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin
anestesi yang menghantarkan gas (sevofluran) dengan ukuran 4 vol% bersamaan
dengan O2 0,5 liter/menit dan N2O 0,5 liter/menit dari mesin ke jalan napas
pasien dengan melakukan bagging selama kurang lebih 3 menit untuk menekan
pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari pelemas otot sehinga
mempermudah dilakukan pemasangan orotrakheal tube.
14.22 WIB Setelah pasien diintubasi dengan menggunakan orotrakheal tube, maka dialirkan
sevofluran 3vol%. Ventilasi dilakukan dengan kendali mesin dengan frekuensi
10

20 x/menit. Setelah beberapa saat setelah induksi, tekanan darah pasien mulai
turun oleh karena obat-obat induksi ini menandakan anestesi yang dijalankan
sudah dalam.
14.40 WIB Operasi dimulai
15.20 WIB Operasi selesai dengan tekanan darah 92/55mmHg, nadi 90 dan sat oksigen
100%. Kondisi terkontrol.
15.25 WIB Pemeliharaan inhalasi pasien. Pernafasan pasien mulai spontan, sistem ventilasi
kendali diubah menjadi sistem ventilasi spontan. Ventilasi spontan sudah
adekuat, aliran sevoflurane dimatikan, dilakukan oksigenasi dengan O
2
5
liter/menit dan N
2
O dimatikan alirannya. Kemudian dilakukan ekstubasi
orotrakeal tube dan digantikan dengan sungkup.
15.35 WIB Pasien sadar dipindahkan ke ruang pemulihan

Pemberi Cairan
Kebutuhan Cairan Basal = (4 x 10 kg) + (2 x 10 kg) + (1 x 41 kg)
= 40 + 20 + 41 = 101 cc

Kebutuhan Cairan Operasi = Operasi kecil x Berat badan
= 4 x 61 kg = 244 cc

Kebutuhan Cairan Puasa = Lama jam puasa x Kebutuhan Cairan Basal
= 5 jam x 101 cc = 505 cc

Pemberian Cairan Jam Pertama = Kebutuhan Basal + Kebutuhan Operasi + 50% puasa
= 101 + 244 + 252,5 = 597,5 cc


POST-OPERASI
Tekanan darah : 98/55 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Saturasi O
2
: 99%
Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) :
Nilai 2 1 0
Kesadaran Sadar, orientasi
baik
Dapat dibangunkan Tak dapat
dibangunkan
Warna Merah muda
(pink) tanpa O
2,
SaO
2
> 92 %
Pucat atau
kehitaman perlu O
2

agar SaO
2
> 90%
Sianosis dengan O
2

SaO
2
tetap < 90%
Aktivitas 4 ekstremitas
bergerak
2 ekstremitas
bergerak
Tak ada
ekstremitas
bergerak
Respirasi Dapat napas Napas dangkal Apnu atau
11

dalam
Batuk
Sesak napas obstruksi
Kardiovaskular Tekanan darah
berubah 20 %
Berubah 20-30 % Berubah > 50 %

Total = 10 Pasien dapat dipindahkan kebangsal.




















12


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. I. Anestesi Umum
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Pada pasien yang dilakukan anestesi dapat
dianggap berada dalam keadaan ketidaksadaran yang terkontrol dan reversible. Anestesi
memungkinkan pasien untuk mentolerir tindakan pembedahan. Komponen anestesia yang ideal
terdiri hipnotik, analgesia, dan relaksasi.
Indikasi anestesi umum:
- Infant & anak usia muda
- Dewasa yang memilih anestesi umum
- Pembedahannya luas / ekstensif
- Penderita sakit mental
- Pembedahan lama
- Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
- Riwayat penderita toksik/ alergi obat anestesi lokal
- Penderita dengan pengobatan antikoagulan
Metode anestesia umum dibagi menjadi 3, antara lain:
1. Parenteral (IM atau IV) biasanya diberikan untuk tindakan singkat.
2. Perektal (untuk anak- anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan singkat)
3. Inhalasi dengan menggunakan gas atau agen volatil
Sebelum dilakukan anestesia, perlu untuk dilakukan penilaian dan persiapan pra anestesi,
tujuan utama kunjungan pra anestesi ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi,
mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Penilaian dan
13

persiapan pra anestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboraturium,
penentuan status fisik, masukan oral, dan premedikasi.
Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang
berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat
prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak
samping pembedahan.
Klasifikasi ASA Deskripsi pasien

Kelas I Pasien normal dan sehat fisik dan mental.
Kelas II Pasien dengan penyakit sistemik ringan
dan tidak ada keterbatasan fungsional.
Kelas III Pasien dengan penyakit sistemik sedang
hingga berat yang menyebabkan
keterbatasan fungsi.
Kelas IV Pasien dengan penyakit sistemik berat
yang mengancam hidup dan
menyebabkan keterbatasan fungsi.
Kelas V Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan
dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi.
Kelas E Bila operasi dilakukan darurat/cito.

Tatalaksana jalan nafas
Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya
pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Pada pasien tidak sadar atau
dalam keadaan anestesia, tonus otot jalan nafas atas, otot genioglossus hilang, sehingga lidah
akan menyumbat hipofaring dan menyebabkan obstruksi jalan nafsas baik total ataupun parsial.
Keadaan ini dapat diatasi dengan beberapa cara, misalnya manuver tripel jalan nafas,
14

pemasangan alat jalan nafas faring (pharyngeal airway), pemasangan alat jalan nafas sungkup
laring (laryngeal mask airway), pemasangan pipa trakea (endotracheal tube). Obstruksi juga
dapat disebabkan oleh spasme laring pada saat anestesia ringan dan mendapat rangsangan nyeri
atau rangsangan oleh sekret.
LMA telah digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET (endotracheal
tube) dan pemakaian face mask. LMA diinsersi secara blind ke dalam pharing dan membentuk
suatu sekat bertekanan rendah sekeliling pintu masuk laring.
Indikasi LMA diantaranya:
- Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk tatalaksana jalan nafas,
namun LMA bukan suatu pengganti E ketika pemakaian ET menjadi suatu indikasi.
- Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak diperkirakan
- Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri.

Kontraindikasi untuk LMA mencakup pasien dengan patologi faring (misalnya, abses),
obstruksi faring, perut penuh (misalnya kehamilan, hernia hiatus), dan gangguan kompliens paru.
Meskipun jelas bukan pengganti intubasi trakea, LMA telah terbukti sangat membantu pada
pasien dengan jalan nafas sulit (mereka yang tidak dapat diintubasi atau berventilasi) karena
kemudahan penyisipan dan tingkat keberhasilan yang relatif tinggi.
Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok,dengan insidensi
10% sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA.
Kelebihan dan kekurangan sungkup laring dibanding sungkup muka dan pipa trakea:
Kelebihan Kekurangan
Di bandingkan dengan
sungkup muka
Lebih mudah untuk
mempertahankan jalan nafas
Lebih invasif
Trauma mata dan nevus
fasialis lebih sedikit
Lebih bresiko menyebabkan
trauma jalan nafas
Polusi terhada kamar operasi
kurang
Perlu anestesi dalam
Lebih sederhana untuk opeasi Perlu mobilitas dari sendi
15

THT rahang
Dibandingkan dengan ET Kurang invasif Resiko aspirasi lebih tinggi
Sangat berguna pada pasien
yang sulit di intubasi
Kurang aman untuk posisi
tengkurap
Trauma laring dan gigi lebih
sedikit
Jalan nafas kurang aman
Tidak perlu obat pelumpuh
otot
Dapat menyebabkan distensi
lambung

Persiapan Obat
Induksi : Propofol (Recofol, diprivan), Ketamin
Propofol
Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter recovery
anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol merupakan cairan emulsi
minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1ml=10mg) dan
mudah larut dalam lemak. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh
GABA. Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai
dalam waktu 30 detik.
Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis sedasi 25-
100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis untuk induksi
maupun maintenance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untuk pasien dewasa
dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu
melalui infuse, namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada pemberian pada orang
dewasa dibawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan
kecepatan tetesan juga lebih lambat.
Ketamin
16

Ketamin (ketalar) kurang digemari untuk induksi anestesia, karena sering menimbulkan
takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, mual muntah, pandangan kabur, dan mimpi
buruk.
Sebaiknya diberikan sedatif terlebih dahulu seperti midazolam atau diazepam dengan dosis 0,1
mg/kg secara IV dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.
Dosis bolus untuk induksi IV adalah 1-2 mg/kg dan untuk IM 3-10 mg. Ketamin dikemas dalam
cairan bening dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg), 5% (1ml = 50 mg), dan 10% (1 ml = 100
mg).
Maintanance anestesi : Isoflurane, N
2
O
Isoflurane
Isomer dari enfluran dengan efek-efek samping yang minimal. Induksi dan masa pulih
anestesia dengan isofluran cepat. Sifat fisis: titik didih 58,5, koefisien partisi darah/gas 1.4, MAC
1.15%
Farmakologi:
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk
anestesa teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.
N2O
N2O diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240C (NH4 NO3 2H2O
+ N2O)
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan
beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.
Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk
mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi
dikombinasikan dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir
anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi
pengenceran O2 100% selama 5-10 menit.
17

Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu 60% : 40%,
70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic digunakan dengan perbandingan 20% :
80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila
digunakan pada pasien pneumothoraks, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan
timpanoplasti.
Analgesik : Fentanil, Petidin, Tramadol
Fentanil
Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x morfin. Lebih larut dalam
lemak dibanding petidin dan menembus sawar jaringan dengan mudah. Setelah suntikan
intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi
terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya. Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi
dan hidroksilasidan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
Efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesinya. Dosis 1-3 ug/kgBB analgesinya
kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anestesia
pembedahan daan tidak untuk pasca bedah.
Dosis besar 50-150 ul/kgBB digunakan untuk induksi anestesia dan pemeliharaan anestesia
dengan kombinasi bensodiasepin dan anestetik inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Efek
tak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot.
Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin,
aldosteron dan kortisol.
2

Petidin
Petidin adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan morfin, tetapi
mempunyai efek klinik dan efek samping yang mendekati sama. Perbedaan dengan morfin yaitu:
1. Petidin lebih larut dalam lemak, morfin lebih larut dalam air.
2. Dimetabolisme hepar > cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat,
dan asam normepiridinat.
3. Menyebabkan mulut kering, pandangan kabur, dan takikardi.
18

4. Lama kerja > pendek.
5. Dapat menghilangkan gemetaran (20-25 mg/kg IV) pasca operasi yang tidak ada
hubungannya dengan hipotermi.
Dosis petidin IM 1-2 mg/kgBB dapat diulang tiap 3-4 jam. Dosis IV 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin
subkutan tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan iritasi.
Tramadol
Tramadol diindikasikan untuk mengobati dan mencegah nyeri yang sedang hingga berat,
nyeri akut dan kronik yang berat, dan nyeri pasca bedah.
Kontra Indikasi penggunaan tramadol: keracunan akut oleh alkohol, hipnotik, analgesik atau
obat-obat yang mempengaruhi SSP lainnya, penderita yang mendapat pengobatan penghambat
monoamin oksidase (MAO), penderita yang hipersensitif terhadap tramadol.
Tramadol merupakan analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara
spsifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghentikan sensasi nyeri dan respon
terhadap nyeri. Di samping itu tramadol menghambat pelepasan neutrotransmiter dari saraf
aferen yang bersifat sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.
Sedatif : Miloz (midazolam)
Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi, dan
pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena
transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan
perubahan organic otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan
secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan.
Dosis premedikasi dewasa 0.07 0.10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien.
Dosis lazim adalah 5 mg. Pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0.025-0.05 mg/kgBB.
Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan, umumnya
hanya sedikit.
Muscle relaksan : Atracurium (notrixum)
19

Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru, sifatnya tidak
mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, dan tidak menyebabkan perubahan fungsi
kardiovaskular yang bermakna dan pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan,
dosis 0,5 mg/kg BB, durasi 15-30 menit.
Obat Emergency : efedrin sulfat
Efedrin merupakan vasopresor dan bronkodilator. Efedrin meningkatkan curah jantung,
tekanan darah, dan nadi melalui stimulasi adrenergic alfa dan beta. Meningkatkan aliran darah
koroner dan menimbulkan bronkodilatasi melalui stimulasi reseptor beta-2.
Dosis IV 5-20mg, IM 25-50mg, PO 25-50mg setiap 3-4 jam.
Antiemetik : Ondansetron
Ondansetron digunakan untuk pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca
bedah. Ondansetron tidak menstimulasi peristaltic usus dan lambung.
II. III. lymphadenopati

Pembengkakan kelenjar getah bening bersifat tidak sakit, simetris dan kebanyakan terdapatdi leher
bagian belakang dan depan, di bawah rahang bawah, di ketiak serta di tempat lain,tidak termasuk di
inguinal. Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak karena PGL akibat HIVtidak berwarna merah.
Kelenjar yang bengkak kadang kala sulit dilihat, dan lebih mudahditemukan dengan cara menyentuhnya.
Biasanya kelenjar ini berukuran sebesar kacangpolong sampai sebesar buah anggur.- Infeksi
bakteriPeradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta hemolitikus Grup A
ataustafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries dentis dan penyakitgusi,
radang apendiks atau abses tubo-ovarian.

20


Limfadenopati adalah istilah yang berarti "diseaseof node thelymph." Hal ini, bagaimanapun,
almostsynonymously digunakan dengan "bengkak / pembesaran kelenjar getah bening". Ini bisa
disebabkan oleh infeksi, auto-immunedisease keganasan, atau keganasan. Peradangan kelenjar getah
bening disebut limfadenitis
Localized limfadenopati
: Karena tempat lokal infeksi misalnya kulit kepala tempat terinfeksi onthe akan menyebabkan kelenjar
getah bening di leher pada sisi yang sama membengkak

Generalized limfadenopati: karena infeksi umum seluruh tubuh eginfluenza
o limfadenopati generalisata persisten (PGL): bertahan untuk waktu yang lama, mungkin tanpa sebab
yang jelas

Limfadenopati Dermatopathic: limfadenopati terkait dengan kulit disease.Tangier penyakit (ABCA1
defisiensi) juga dapat menyebabkan hal ini
21

menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening adalah gejala umum dalam sejumlah penyakit menular
dan ganas. Itis gejala diakui banyak penyakit, yang sebagian adalah sebagai berikut:
Reaktif: acuteinfection (misalnya bakteri, atau virus), atau infeksi kronis (limfadenitis, TB kucing-awal
penyakit).
o Gejala yang paling khas dari plagueis pes EXTREME pembengkakan satu atau lebih kelenjar getah
bening yang tonjolan keluar dari kulit sebagai "buboes." The buboes sering becomenecrotic dan bahkan
bisa pecah.
o Infeksi mononucleosisis infeksi virus akut, ciri khas yang pembesaran kelenjar getah bening ismarked
thecervical.
o Ini juga merupakan gejala antraks kulit, measlesand trypanosomiasis Afrika Manusia, limfadenopati
dua terakhir memberikan pada kelenjar getah bening di theneck.
o Toxoplasmosis, penyakit parasit, memberikan limfadenopati generalisata ( Piringer-Kuchinka
limfadenopati).
o Plasma sel varian penyakit-terkait withHHV 8infection-Castleman dan infeksi HIV.
o Limfadenitis mesenterika setelah infeksi sistemik virus (terutama di GALTin lampiran) umumnya dapat
hadir seperti usus buntu.
Tumoral:
o Primer: Hodgkin lymphomaand non-Hodgkin limfoma memberikan limfadenopati dalam semua atau
beberapa kelenjar getah bening.
o Sekunder: metastasis, Node Virchow, Neuroblastoma, dan Lymphocytic leukemia kronis.
Autoimmuneetiology: lupus eritematosus sistemik, rheumatoid arthritis semua memberikan
limfadenopati generalisata.
Immunocompromised etiologi: AIDS. Limfadenopati generalisata merupakan tanda awal infeksi
dengan human immunodeficiency virus (HIV), virus yang menyebabkan acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS). "Limfadenopati sindrom" telah digunakan todescribe tahap gejala pertama
HIVprogression, sebelum diagnosis AIDS.
Gigitan dari ular berbisa tertentu, terutama mamba hitam, kraits, ular coklat Australia, ular karang,
ular harimau, taipan, penambah kematian, dan beberapa spesies yang lebih beracun dari kobra.
Diketahui etiologi: Kikuchi penyakit, transformasi progresif pusat germinal, sarkoidosis, hialin-vaskular
varian penyakit Castleman, Rosai-Dorfman, penyakit Kawasaki
Jinak (reaktif) limfadenopati
Ada tiga pola yang berbeda dari limfadenopati jinak:
Folikular hiperplasia - Terlihat dalam infeksi, gangguan autoimun, dan nonspecificreactions.
Hiperplasia Paracortical - Terlihat dalam infeksi virus, penyakit kulit, dan reaksi spesifik.
Sinus histiocytosis - Terlihat pada kelenjar getah bening tungkai pengeringan, lesi inflamasi, dan
keganasan.

22

BAB III
KESIMPULAN


Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Pada pasien yang dilakukan anestesi dapat
dianggap berada dalam keadaan ketidaksadaran yang terkontrol dan reversible. Anestesi
memungkinkan pasien untuk mentolerir tindakan pembedahan. Komponen anestesia yang ideal
terdiri hipnotik, analgesia, dan relaksasi.
Asma adalah penyakit inflamasi kronik dari saluran napas di mana terjadi hiper respon yang
menyebabkan terjadinya episode mengi, sesak, sakit dada, batuk khususnya malam hari. Hiper respon ini
disebabkan oleh obstruksi yang luas,reversible baik secara spontan maupun dengan terapi.Inflamasi ini
berhubungan erat dengan hiperreaktivitas saluran napas terhadaprangsangan spesifik maupun non
spesifik. Dan agen-agen anestesi termasuk yang dapat merangsang hipereaktivitas pada asma.
Pada kasus ini anestesi umum dipilih karena dianggap masih lebih mudah dan simpel
untuk dilakukan. Dipilih karena posisi dan lokasi pembedahan yang sulit. Namun dengan
penyulit pada pasien ini yaitu enyakit asma, teknik anestesi yang lebih menguntungkan adalah
regional anestesi. Inilah yang membuat kasus ini menjadi cocok untuk bahan diskusi dan belajar
kita.







23

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Davidson KJ,Eckhard III WF,Perese DA.. Clinical anesthesa:procedures of the
Massachusetts general hospital. 4
th
ed. Little brown&co Massachusetts. 1993; 226-68.
2. Longnecker DE, tinker JH, morgan GE. Principles and Practice of Anesthesiology 2
nd
ed.
Mosby St Louis 1998; 2409-25.
3. Rushman GB, Davies NJH, Cashman JN. Lees Synopsis of Anaesthesia. 12
th
ed.
Butterworth Heinemann Oxford 1999; 27-36.
4. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi: Edisi Kedua. 2009.
Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI ; 133-145
5. Muhiman M et al. Anestesiologi. 2004. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FKUI ; 87-92, 201-205.
6. Omoigui S. Buku Saku Obat-Obatan Anestesia. Edisi ke 2. Jakarta : ECG; 1997
7. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. Clinical Anaesthesiology, 4thed, New York :
Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2006
8. Putra, IB. Tumor Jinak Kulit. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3410/1/08E00609.pdf. Diakses tanggal
23 September 2012

Anda mungkin juga menyukai