Anda di halaman 1dari 3

.

Teori Klasik
Crum dan Brown dan Fraser (1869), mengaktakan bahwa aktivitas
biologis suatu senyawa merupakan fungsi dari struktur kimianya dan tempat
obat berinteraksi pada sistem biologis mempunyai sifat karakteristik
Langley (1878), dalam studi efek antagonis dari atropin dan
pilokarpin, memperkenalkan konsep reseptor yang pertama kali, kemudian
dikembangkan oleh Ehrlich (1907), memperkenalkan istilah
reseptor dan membuat konsep sederhana tentang interaksi obat reseptor
yaitu corpora non agunt nisi fixate atau obat tidak dapat menimbulkan efek
tanpa mengikat reseptor. Reseptor biologis timbul bila ada interaksi antara
tempat dan struktur dalam tubuh yang karakteristik atau sisi reseptor,
dengan molekul asing yang sesuai atau obat, yang satu sama yang lainnya
merupakan stuktur yang saling mengisi.Reseptor obat digambarkan seperti
permukaan logam yang halus dan mirip dengan struktur molekul obat

Teori Pendudukan
Clark (1926) memperkirakan bahwa satu molekul obat akan
menempati sati sisi reseptor dan obat harus diberikan dalam jumlah yang
berlebihan agar tetap efektif selama proses pembentukan kompleks.
(http://sarmoko.blog.unsoed.ac.)
Obat (O) akan berinteraksi dengan reseptor (R) membentuk kompleks obat-
reseptor (OR), dan menghasilkan efek biologis. A.J.Clark, yang pertama
kali menerapkan prinsip matematika pada teori reseptor obat. Ia mengkaji
efek asetilkolin pada berbagai jaringan terpisah dan mencatat bahwa
hubungan antara konsentrasi obat dan respon berkaitan erat dengan
persamaan :


Di mana x adalah konsentrasi obat dan y adalah persentase dari respon
maksimal terhadap obat. Penyusunan ulang dari persamaan (1)
menghasilkan bentuk persamaan isoterm adsorbsi Langmuir :

Clark menerbitkan suatu risalah pada tahun 1937 yang merangkum dan
mengembangkan teori tentang interaksi obat reseptor. Masalah utama
pada saat itu adalah kurangnya pengetahuan tentang hubungan antara
pendudukan reseptor dan respon jaringan. Oleh karena itu, asumsi yang
paling sederhana yang dibuat oleh Clark dalam risalah itu adalah :
Respon maksimum terhadap suatu obat (E
m
) adalah respon maksimum
jaringan
Respon jaringan fraksional (E
A
/E
m
) berbanding langsung dengan
pendudukan reseptor fraksional( http://arimjie.blogspot.com).
3. Teori Kecepatan
Croxatto dan Huidobro (1956) memberikan postulat bahwa obat
hanya efisien pada saat berinteraksi dengan reseptor.
Paton (1961) mengatakan bahwa efek biologis obat setara dengan
kecepatan kombinasi obat-reseptor dan bukan jumlah reseptor yang
didudukinya.Di sini, tipe kerja obat ditentukan oleh kecepatan
penggabungan (asosiasi) dan peruraian (disosiasi) komplek obat-reseptor
dan bukan dari pembentukan komplek obat-reseptor yang stabil

Asosiasi dissolusi
O + R < =========> komplek (OR) > respon biologis
Senyawa dikatakan agonis jika memiliki kecepatan asosiasi (mengikat
reseptor ) dan dissolusi yang besar. Senyawa dikatakan antagonis jika
memiliki kecepatan asosiasi (mengikat reseptor) dan dissolusi kecil. Di sini,
pendudukan reseptor tidak efektif karena menghalangi asosiasi senyawa
agonis yang produktif.
Senyawa dikatakan agonis parsial jika kecepatan asosiasi dan
dissolusinya tidak maksimal. Konsep di atas ditunjang oleh fakta bahwa
banyak senyawa antagonis menunjukkan efek rangsangan singkat sebelum
menunjukkan efek pemblokiran.
Pada permulaan kontak obat-reseptor, jumlah reseptor yang diduduki
oleh molekul obat masih relatif sedikit, kecepatan penggabungan obat-
reseptor maksimal sehingga timbul efek rangsangan yang singkat. Bila
jumlah reseptor yang diduduki molekul obat cukup banyak, maka kecepatan
penggabungan obat-reseptor akan turun sampai di bawah kadar yang
diperlukan untuk menimbulkan respon biologis sehingga terjadi efek
pemblokiran

Anda mungkin juga menyukai