Anda di halaman 1dari 97

J u ma t , 0 4 M e i 2 0 1 2

Terapi Aktivitas Kelompok sosialisasi kepada klien


dengan menarik diri
BAB I
PENDAHULUAN
Sosialisasi adalah kemampuan untuk berhubungan dan
berinteraksi dengan orang lain (Gail W. Stuart, 2007). Penurunan
sosialisasi dapat terjadi pada individu yang menarik diri, yaitu percobaan
untuk menghindari interaksi dengan orang lain (Rowlins, 1993). Dimana
individu yang mempunyai mekanisme koping adaptif, maka peningkatan
sosialisasi lebih mudah dilakukan. Sedangkan individu yang mempunyai
mekanisme koping maladaptif (skizofrenia), bila tidak segera
mendapatkan terapi atau penanganan yang baik akan menimbulkan
masalah-masalah yang lebih banyak dan lebih buruk. (Keliat dan Akemat,
2005) menjelaskan bahwa untuk peningkatan sosialisasi pada klien
skizofrenia bisa dilakukan dengan pemberian Terapi Aktitas Kelompok
sosialisasi. Namun kenyatannya pada saat ini di Rumah Sakit Jiwa Menur
Surabaya pengaruh TAK sosialisasi masih diragukan, hal ini disebabkan
karena jumlah klien dengan riwayat menarik diri masih relatif banyak
meskipun TAK sosialisasi sudah dilakukan.
Hampir di seluruh dunia terdapat sekitar 450 juta (11%) orang
yang mengalami skizofrenia (ringan sampai berat) (WHO, 2006). Hasil
survey Kesehatan Mental Rumah Tangga di Indonesia menyatakan bahwa
Nama Ruangan:
Tanggal :
Tanda tangan :
185 orang per 1000 penduduk di Indonesia mengalami skizofrenia
(ringan sampai berat). Berdasarkan survey di rumah sakit jiwa, masalah
keperawatan yang paling banyak ditemukan adalah menarik diri (17,91
%), halusinasi (26,37 %), perilaku kekerasan (17,41 %), dan harga diri
rendah (16,92 %) (Pikiran Rakyat Bandung, 2007). Di Surabaya sendiri
terdapat 120 orang per hari datang ke RSJ dan RSU dengan keluhan
skizofrenia, 44 % diantaranya dengan masalah utama menarik diri dan
halusinasi, dan sekitar 10 % penduduk Surabaya mengalami skizofrenia
(ringan sampai berat) (Sinar Harapan Surabaya, 2008). Berdasarkan
studi pendahuluan penulis pada tanggal 5 sampai 7 januari 2012 di
ruang Gelatik Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya, terdapat 41 pasien
skizofrenia, dengan masalah utama menarik diri sebanyak 17 pasien,
halusinasi 15 pasien, gangguan konsep diri 6 pasien, perilaku kekerasan
3 pasien. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat
perhatian dari perawat dalam merawat klien dengan skizofrenia
khususnya klien dengan riwayat menarik diri. Menarik diri yang tidak
teratasi akan membahayakan baik diri klien, lingkungan maupun orang
lain. Gangguan ini diakibatkan karena klien tidak merasa nyaman untuk
bersosialisasi dengan orang lain sehingga terjadi menarik diri (Gail
W.Stuart, 2007)
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh menarik diri pada klien
skizofrenia adalah ; 1) Kerusakan komunikasi verbal dan non verbal, 2)
Gangguan hubungan interpersonal, 3) Gangguan interaksi sosial, 4)
resiko perubahan persepsi sensori (halusinasi). Bila klien menarik diri
tidak cepat teratasi maka akan dapat membahayakan keselamatan diri
sendiri maupun orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006)
Penatalaksanaan klien dengan riwayat menarik diri dapat
dilakukan salah satunya dengan pemberian intervensi Terapi Aktivitas
Kelompok sosialisasi, yang merupakan salah satu terapi modalitas
keperawatan jiwa dalam sebuah aktitas secara kolektif dalam rangka
pencapaian penyesuaian psikologis, prilaku dan pencapaian adaptasi
optimal pasien. Di RSJ Menur sendiri prosedur TAKS sama halnya seperti
pada teori Budi Anna Keliat dan dilaksanakan 3 kali dalam seminggu.
Dalam kegiatan aktitas kelompok, tujuan ditetapkan berdasarkan akan
kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh sebagian besar peserta.
Terapi Aktitas Kelompok (TAK) sosialisasi adalah upaya memfasilitasi
kemampuan klien dalam meningkatkan sosialisasi. Dari latar belakang
tersebut diatas penulis tertarik membuat penelitian untuk mengetahui
sejauh mana pengaruh Terapi Aktitas Kelompok (TAK) sosialisasi
terhadap peningkatan sosialisasi pada klien skizofrenia dengan riwayat
menarik diri di ruang Gelatik Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
Apakah Terapi Aktitas Kelompok sosialisasi berpengaruh terhadap
peningkatan sosialisasi pada klien skizofrenia dengan riwayat menarik
diri?
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1Tujuan umum
Mempelajari pengaruh Terapi Aktitas Kelompok Sosialisasi
terhadap peningkatan sosialisasi pada klien skizofrenia dengan
riwayat menarik diri di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.
1.3.2Tujuan khusus
1. Mengidentikasi sosialisasi pada klien skizofrenia dengan
riwayat menarik diri sebelum diberikan Terapi Aktitas Kelompok
Sosialisasi di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.
2. Mengidentikasi sosialisasi pada klien skizofrenia dengan
riwayat menarik diri sesudah diberikan Terapi Aktitas Kelompok
Sosialisasi di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.
3. Menganalisis pengaruh Terapi Aktitas Kelompok sosialisasi
terhadap peningkatan sosialisasi pada klien skizofrenia dengan
riwayat menarik diri di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1Bagi rumah sakit
1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang
pelayanan sebagai pemberi pelayanan keperawatan khususnya
Terapi Aktitas Kelompok sosialisasi tehadap peningkatan
sosialisasi pada klien skizofrenia dengan riwayat menarik diri.
2. Memberi informasi tentang pentingnya Terapi Aktitas Kelompok
sosialisasi terhadap peningkatan sosialisasi pada klien
skizofrenia dengan riwayat menarik diri sebagai salah satu upaya
yang terus menerus harus dilaksanakan dalam meningkatkan
kwalitas pelayanan kepada klien dan masyarakat.
3. Untuk meningkatkan pendapatan rumah sakit, karena dengan
kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan dalam bentuk
Terapi Aktitas Kelompok sosialisasi dapat meningkatkan
kepuasan klien dan keluarga yang pada akhirnya klien dan
keluarga tetap loyal pada rumah sakit yang bersangkutan dan
tidak pindah ke tempat pelayanan kesehatan yang lain.
1.4.2Bagi perawat dan petugas
1. Menambah pengetahuan dalam upaya meningkatkan kwalitas
personal perawat sebagai care giver.
2. Dapat memberi gambaran atau informasi bagi peneliti
berikutnya.
3. Menyadarkan perawat dan petugas tentang pentingnya Terapi
Aktitas Kelompok sosialisasi terhadap peningkatan sosialisasi
pada klien skizofrenia dengan riwayat menarik diri di dalam
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
4. Mengetahui setiap persoalan yang timbul pada pelayanan
keperawatan khususnya Terapi Aktitas Kelompok sosialisasi
terhadap peningkatan sosialisasi pada klien skizofrenia dengan
riwayat menarik diri, sejauh mana dapat memuaskan klien dan
keluarga dan memberikan alternatif pencegahannya.
1.4.3Bagi klien
1. Agar dapat menerima pelayanan yang lebih berkualitas
khususnya Terapi Aktitas Kelompok sosialisasi terhadap
peningkatan sosialisasi pada klien skizofrenia dengan riwayat
menarik dalam praktek keperawatan profesional.
2. Agar lebih nyaman, puas dan betah pada suatu rumah sakit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan konsep tentang (1) Kelompok (2) terapi
aktivitas kelompok, (3) menarik diri, (4) konsep skizofrenia.
2.1 Terapi Aktivitas Kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan
satu dengan yang lain, saling ketergantungan dan mempunyai norma
yang sama (Stuart & Laraia,2001). Anggota keompok mungkin datang
dan berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai keadaanya
seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan. ketidaksamaan,
kesukaan dan menarik diri (Yalom,1995 dalam Stuart dan
Laraia,2001). Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika
kelompok, dimana anggota kelompok memberi dan menerima umpan
balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam
kelompok. Tujuan dari kelompok adalah membantu anggota yang
berperilaku destruktif dalam berhubungan dengan orang lain dan
merubah perilaku yang maladaftif. Kekuatan kelompok ada pada
konstribusi dan tiap anggota kelompok dari pemimpin kelompok dalam
mencapai tujuan kelompok. Fungsi kelompok akan tercapai jika
anggota kelompok berbagai pengalaman dan saling membatu satu
sama lain. Jika anggota kelompok berbagi cara mereka menyelesaikan
masalah maka kelompok berfungsi dengan baik. Kelompok merupakan
laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan
interpersonal dan perilaku.
Kelompok terdiri dari delapan aspek yaitu (1) Struktur kelompok
(2) besar kelompok (3) Lamanya sesi (4) Komunikasi (5) Peran
kelompok (6) Kekuatan kelompok (7) Norma Kelompok (8) Kekohesifan
1. Struktur Kelompok
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses
pengambilan keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok.
Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan
pola prilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan
adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh
pemimpin, sedangakan keputusan diambil secara bersama.
2. Besar Kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil
yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jadwal anggota
kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia (2001) adalah 7-10
orang, menurut Lancester (1980) adalah 10-12 orang, sedang
menurut Rawlins, Williams, dan Beck (1993) adalah 5-10 orang.
Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota
kelompok mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan,
pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil,tidak cukup variasi
informasi dan interaksi yang terjadi.
3. Lamanya Sesi
Waktu yang optimal untuk sutu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi
kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok
yang tinggi (Stuart & Laraia, 2001). Biasanya dimulai dengan
pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan nishing
berupa terminasi. Banyaknya sesi tergantung pada tujuan
kelompok, dapat satu/dua kali per minggu; atau dapat
direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
4. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah
mengobservasi dan menganalisis pola komunikasi dalam kelompok.
Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi kesadaran
pada anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi. Pemimpin
kelompok dapat mengkaji hambatan dalam kelompok, konik
interpersonal, tingkat kompetisi dan seberapa jauh anggota
kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan yang dilaksanakan
Elemen terpenting dalam mengobservasi komunikasi verbal dan
nonverbal adalah : Komunikasi setiap anggota kelompok, rancangan
tempat dan duduk, tema umum yang diekspresikan, frekuensi
komunikasi dan orang yang dituju selama komunikasi, kemampuan
anggota kelompok sebagai pandangan terhadap kelompok, dan
proses penyelesaian masalah yang terjadi.
5. Peran Kelompok
Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok,
ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota
kelompok dalam kerja kelompok, yaitu (Berne & Sheats, 1948
dalam Stuart & Laraia, 2001) maintenance roles, task roles dan
individual roles. Maintenanace roles, yaitu peran serta aktif dalam
proses kelompok dan fungsi kelompok. Task roles, yaitu fokus pada
penyelesaian tugas. Individual roles adalah self-centered dan
distraksi pada kelompok.
6. Kekuatan Kelompok
Kekuatan kelompok adalah kemampuan anggota kelompok dalam
mempengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan
kekuatan anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa
yang paling banyak mendengar, dan siapa yang membuat
keputusan dalam kelompok.
Tabel 2.1 Peran dan Fungsi Kelompok (Stuart dan Laraia, 2001)
Peran Fungsi
Peran mempertahankan
Pendorong (encourager)
Penyelaras (harmonizer)
Pemusyawarah (compromiser)
Penjaga (gatekeeper)
Pengikut (follower)
Membuat peraturan (rule
maker)
Penyelesai masalah (problem
solver)
Memberi pengaruh positif pada
kelompok Menjaga tetap damai
Meminimalkan konik dengan
mencari alternatif
Menetapkan tingkat penerimaan
kelompok terhadap anggota secara
individual berperan sebagai peserta
yang menarik
Membuat standart perilaku
kelompok (misalnya, waktu)
Menyelesaikan masalah agar
kelompok dapat terus bekerja
Peran menyelesaiakan tugas
Pemimpin (leader)
Perannya (questioner)
Fasilitator (facilitator)
Penyimpul (summarizer)
Evaluator (evaluator)
Pemberi inisiatif (initiator)
Memberi arahan
Mengklarikasi isu dan informasi
Menjaga kelompok agar tetap fokus
Menyimpulkan posisi kelompok
Mengkaji kinerja kelompok
Memulai diskusi kelompok
Peran individu
Korban
Monopoli
Seduser
Diam
Tukang komplain
Negatif
Moralitas
Dipandang negatif oleh kelompok
Berperan aktif mengontrol kelompok
Menjaga jarak dan meminta
diperhatikan
Mengontrol secara pasif dengan
diam
Mengeluh dan marah pada kerja
kelompok
Mengecilkan kerja kelompok
Berperan sebagai penilai benar dan
salah
7. Norma Kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok.
Pengharapan terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan
datang berdasarkan pengalaman masa lalu dan saat ini.
Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok.
Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok
yang penting dalam menerima angota kelompok, Anggota kelompok
yang tidak mengikuti norma dianggap pemberontak darri ditolak
anggota kelompok yang lain.
8. Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama
dalam mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota untuk tetap
betah dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok
tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu diidentikasi agar
kehidupan kelompok dapat dipertahankan.
Pemimpin kelompok (terapis) perlu melakukan upaya agar
kekohesifan kelompok dapat terwujud, seperti mendorong anggota
kelompok bicara satu sama lain, diskusi dengan kata-kata kita,
menyampaikan kesamaan anggota kelompok, membantu anggota
kelompok untuk mendengarkan ketika yang lain bicara. Kekohesifan
perlu diukur melalui seberapa sering antara anggota memberi
pujian dan mengungkapkan kekaguman satu sama lain.
2.1.1 Perkembangan Kelompok
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas
untuk tumbuh dan kembang. Pemimpin akan mengembangkan
kelompok melalui empat fase, yaitu: 1. fase prakelompok 2. fase
awal kelompok 3. fase kerja kelompok 4. fase terminasi
kelompok
1. Fase prakelompok
Hal penting yang harus diperhatiakan ketika memulai
kelompok adalah tujuan dan kelompok. Ketercapaian tujuan
sangat dipengaruhi oleh perilaku pimpinan dan pelaksanaan
kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk
itu, perlu disusun proposal atau panduan pelaksanaan
kegiatan kelompok.
Garis besar isi proposal adalah; daftar tujuan umum
dan khusus, daftar pemimpin kelompok disertai keahliannya;
daftar kerangka teoritis yang akan digunakan pemimpin
untuk mencapai tujuan; daftar criteria anggota kelompok;
uraian proses seleksi anggota kelompok; uraian struktur
kelompok: tempat sesi, waktu sesi, jumlah anggota, jumlah
sesi, perilaku anggota yang diharapkan, dan perilaku
pemimpin yang diharapkan; uraian tentang proses evaluasi
anggota kelompok dan kalompok; uraian alat dan sumber
yang dibutuhkan; jika perlu, uraian dana panduan
menjalankan kegiatan kelompok.
2. Fase awal kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya
kelompok baru, dan peran yang baru. Yalom (1995) dalam
Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini menjadi tiga fase,
yaitu orientasi, konik, dan kohesif. Sementara itu, Tukman
(1965) dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya
dalam tiga fase, yaitu forming, storming, dan norming.
1) Tahap Orientasi
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam
memberi pengarahan. Pemimpin kelompok
mengorientasikan anggotanya pada tugas utama dan
melakukan kontrak yang terdiri dan tujuan, kerahasiaan,
waktu pertemuan, struktur, kejujuran, dan aturan
komunikasi, misalnya hanya satu orang yang bicara pada
satu waktu, norma perilaku, rasa memiliki, atau kohesif
antara anggota kelompok diupayakan terbentuk pada
fase orientasi
2) Tahap Konik
Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini,
sebagaian ingin pemimpin yang memutuskan dan
srbagaian ingin pemimpin lebih mengarahkan atau
sebaliknya anggota inggin berperan sebagai pemimpin.
Adapula anggota yang netral dan dapat membantu
menyelesaikan konik peran yang terjadi. Perasaan
bermusuhan yang ditampilkan, baik antar anggota
kelompok maupun anggota dengan pemimpin dapat
terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi
ungkapan perasaan, baik positif maupun anggota
membantu kelompok mengenali penyebab konik. Serta
mencegah perilaku yang tidak produktif, seperti menuduh
anggota tertentu sebagai penyebab konik.
3) Tahap Kohesif
Setelah tahap konik, anggota kelompok merasakan
ikatan yang kuat satu sama lain. Perasaan positif akan
semakin sering diungkapkan. Pada tahap ini, anggota
kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi
dan lebih intim satu dengan yang lain. Pemimpin tetap
berupaya membahayakan kehidupan anggota kelompok
dalam melakukan penyelesaian masalah. Pada tahap
akhir fase ini, tiap anggota kelompok belajar bahwa
perbedaan tidak perlu ditakutkan. Mereka membantu
pencapaian tujuan yang menjadi suatu realitas.
3. Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini kelompok sudah menjadi tim. Walaupun
mereka bekerja keras, tetapi menyenangkan bagi anggota
dan pemimpin kelompok. Kelompok menjadi stabil dan
realitas. Kekuatan terapiutik dapat tampak seperti dijelaskan
oleh Yalom dan Vinoradov (1989) dalam Stuart dan Laraia
(2001), yaitu sebelas faktor: memberi informasi, instalansi
harapan, kesamaan, altruisme, koreksi pengalaman,
pengembangan teknik intcraksi sosial, peniruan perilaku,
belajar hubungan inpersonal, faktor eksistensi, katarsis, dan
kekohesifan kelompok.
Tugas utama pemimpin adalah membantu kelompok
mencapai tujuan dan tetap menjaga kelompok ke arah
pencapaian tujuan. Serta mengurangi dampak dan faktor apa
saja yang dapat mengurangi produktitas kelompok. Selain
itu, pemimpin juga bertindak sebagai konsultan.
Beberapa masalah yang mungkin muncul adalah
subgroup, conict, self-desciosure, dan resistance. Beberapa
anggota kelompok menjadi sangat akrab, berlomba
mendapatkan perhatian pemimpin kelomppok agar segera
melakukan strukturisasi. Pada akhir fase ini, anggota
kelompok menyadari produktitas dan kemampuan yang
bertambah disertai percaya diri dan kemandirian. Pada
kondisi ini kelompok segera masuk ke fase berikut, yaitu
perpisahan.
4. Fase Terminasi
Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir.
Terminasi dapat pula terjadi karena anggota kelompok atau
pemimpin kelompok keluar dan kelompok. Evaluasi umumnya
difokukan pada jumlah pencapaian baik kelompok maupun
individu. Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan instrumen
evaluasi kemampuan induvidual dan anggota kelompok.
Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau beberapa
sesi yang merupakan paket dengan memperhatikan
pencapaian tertentu. Terminasi yang sukses ditandai oleh
perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan
secara individual pada kehidupan sehari-hari. Pada akhir
sesi, perlu dicatat atau didokumentasikan proses yang terjadi
berupa notulen. Juga didokumentasikan pada catatan
implementasi tindakan keperawatan tentang pencapaian dan
perilaku yang perlu dilatih pada klien di luar sesi.
2.1.2 Jenis Terapi Kelompok
Beberapa ahli membedakan kegiatan kelompok sebagai
tindakan keperawatan pada kelompok dan terapi kelompok.
Stuart dan Laraia (2001) menguraikan beherapa kelompok
yang dapat dipimpin dan digunakan perawat sebagai tindakan
keperawatan bagi klien misalnya, task groups, suporative
groups, brief therapy groups, intensive problem solving groups,
medication groups, activity therapy, dan peer support groups.
Wilson dan Kneisi (1992) menyampaikan beberapa terapi
kelompok seperti, analytic group psycho therapy, psycho
drama, self-help groups, remotivation, redukasi, dan client
government groups. Terapi aktivitas kelompok Rawlins,
Williams, dan Beck (1993) membagi kelompok menjadi tiga,
yaitu terapi kelompok, kelompok terapeutik, dan terapi
aktivitas kelompok.
1. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien
ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga
yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi
kelompok adalah membuat sadar diri, peningkatan
hubungan interpersonal, membuat perubahan atau
ketiganya.
2. Kelompok Terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi,
penyakit sik krisis, tumbuh kembang, atau penyesuaian
sosial, misalnya kelompok wanita hamil yang akan menjadi
ibu, individu yang kehilangan, dan penyakit terminal.
Banyak kelompok terapeutik yang dikembangakan menjadi
self-help-group. Tujuan dan kelompok ini adalah sebagai
berikut :
1) Mencegah masalah kesehatan
2) Mendidik dan mengembangkan potensi kelompok
3) Meningkatkan kualitas kelompok antara anggota
kelompok saling membantu dalam menyelesaiakan
masalah.
3. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok di bagi sesuai dengan
kebutuhan yaitu, stimulasi persepsi, slimulasi sensoris,
orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas kelompok
sering dipakai sebagai terapi tambahan. Sejalan dengan hal
tersebut, maka Lancaster mengemukakan beberapa
aktititas yang digunakan pada TAK. yaitu menggambar,
membaca puisi, mendengarkan musik, mempersiapkan
meja makan, dan kegiatan sehari-hari yang lain. Wilson dan
Kneisl (1992) menyatakan bahwa TAK adalah manual,
rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi pengalaman
seseorang serta meningkatkan respon sosial dan harga diri.
Aktitas yang digunakan sebagai terapi di dalam kelompok,
yaitu membaca puisi, seni, musik, menari, dan literature.
Dari uraian tentang terapi aktitas kelompok yang
dikemukakan oleh Wilson, Kneisl, dan Lancester ditemukan
kesamaan dengan terapi aktivitas kelompok tambahan yang
disampaikan oleh Rawlins, Williams, dan Beck. Oleh karena
itu, akan diuraikan kombinasi keduanya menjadi terapi
aktivitas kelompok.
Terapi aktitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi
aktivitas kelompok stimulasi kognitif / persepsi, terapi
aktivitas kelompok stimulasi sensori, aktivitas kelompok
orientasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
1) Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi / kognitif
Klien dilatih mempersiapkan stimulus yang disediakan
atau stimulus yang perna dialami. Kemampuan persepsi
klien dievaluasi dan ditingkatkan pada setiap sesi.
Dengan proses ini diharapkan respons klien terhadap
berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang
disediakan: baca artikel/majalah/ buku/puisi, menonton
acara TV (ini merupakan stimulus yang disediakan);
stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan
proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif,
misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan
pandangan negatif pada orang lain, dan halusinasi.
Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
2) Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensoris
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensoris
klien. Kemudian diobservasi reaksi sensoris klien
terhadap stimulus yang disediakan, berupa espresi
perasaan secara nonverbal ( ekspresi wajah., gerakan
tubuh). Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan
komunikasi verbal akan terstimulasi emosi dan
perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas
yang digunakan sebagai stimulus adalah musik, seni,
menyanyi, menari. Jika hobi klien diketahui sebelumnya,
dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan
klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
3) Terapi aktivitas kelompok orientasi realita
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar
klien, yaitu diri sendiri, orang lain yang ada di sekeliling
klien atau orang dekat dengan klien, dan lingkungan
yang pernah mempunyai hubungan dengan klien.
Demikian pula
dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan
rencana ke depan. Aktivitas dapat berupa orientasi
orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar, dan
semua kondisi yang nyata.
4) Terapi aktitas kelompok sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan
individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula
dilakukan secara bertahap dan interpersonal (satu dan
satu) kelompok, dan massa. Aktivitas dapat berupa
latihan sosialisasi dalam kelompok
Tabel 2.2 Tujuan, tipe, dan aktitas dan terapi aktitas
kelompok (Sumber Rawlins,Williams, dan Beck, 1993)
Tujuan Tipe Aktivitas
Mengembangkan
stimulasi persepsi
Bibliotherapy Menggunakan artikel,
buku, sajak, puisi, surat
kabar untuk merangsang
atau menstimulasi berkir
dan mengembangakan
hubungan dengan orang
lain. Stimuhis bisa berupa
berbagai hal yang
bertujuan untuk melatih
persepsi
Mengembangkan
stimulasi sensoris
Musik, seni menari
Relaksasi
Menyediakan kegiatan
mengekspresikan
perasaan
Belajar teknik relaksasi
dengan cara nafas dalam,
relaksasi otot, imajinasi
Mengembangkan
orientasi realita
Kelompok orientasi
realitas, kelompok
validasi
Foku pada orientasi waktu,
tempat, dan orang; benar
dan salah; Bantu
memenuhi kebutuhan
Mengembangkan
sosialisasi
Kelompok
remotivasi
Kelompok
mengingatkan
Mengorientasikan diri dan
regresi pada klien
menarik dan realitas
dalam berinteraksi atau
sosialisasi
Fokus pada mengingat
2.2 Perawat Kualikasi Terapis dalam Aktitas Kelompok
Rawlins, Williams dan Beck (1993 ) mengidentikasi tiga cara
yang perlu dipersiapkan untuk menjadi terapis atau pemimpin terapi
kelompok, yaitu :
1. Persiapan teoritis melalui pendidikan formal, literature dan
lokakarya
2. Praktek yang disuperfisi pada saat berperan sebagai pemimpin
kelompok
3. Pengalaman mengikuti terapi kelompok
Diperkenankan memimpin terapi kelompok jika telah
dipersiapkan Secara professional. American Nurses Association ( ANA )
menetapkan pada praktek keperawatan psikiatri dan klinikal spesialis
dapat berfungsi sebagai terapis kelompok sertikat dan ANA sebagai
spesialis klinik dalam keperawatan psikiatri-kesehatan jiwa menjamin
perawat mahir dan kompeten sebagai terapis kelompok.
The American Group Psychotherapy Association ( AGFA )
sebagai badan akreditasi terapi kelompok menetapkan anggotanya
minimal berpendidikan master.
Perawat yang memimpin kelompok terapiutik dan kelompok
tambahan ( TAK ), persyaratannya harus mengetahui tentang masalah
klien dan mengetahui metode yang dipakai untuk kelompok khusus
serta terampil berperan sebagai pemimpin.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) peran perawat dalam terapi
aktitas kelompok adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan program terapi aktitas kelompok
Sebelum melaksanakan terapi aktitas kelompok, perawat harus
terlebih dahulu membuat proposal. Proposal tersebut akan
dijadikan panduan dalam Melaksanakan terapi aktitas kelompok.
Komponen proposal dalam terapi aktitas kelompok adalah :
a. Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus
b. Menentukan siapa yang menjadi leader
c. Kriteria keanggotaan
d. Menentukan proses screening
e. Persiapan pelaksanaan meliputi menentukan waktu
pelaksanaan, tempat kegiatan, lamanya sessien, besar
kelompok. kondisi ruangan, alat Bantu yang digunakan, harapan
perilaku anggota dan leader
f. Uraian tugas leader, co leader, fasilitator dan observer
g. Biaya yang dibutuhkan
2. Sebagai Leader dan Co Leader
a. Menganalisa dan mengobservasi pola komunikasi dalam
kelompok
b. Membantu anggota kelompok untuk menyadari dinamika
kelompok
c. Membantu motivator
d. Membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat
peraturan
e. Mengarahkan dan memimpin jalanya terapi aktivitas kelompok
3. Sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok
sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada
anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalanya kegiatan
4. Sebagai observer
a. Mencatat serta mengamati respon klien
b. Mengamati jalanya aktitas terapi
c. Mencegah peserta yang draup out
Hal-hal yang perlu diobservasi dalam proses terapi aktitas
kelompok adalah :
a. Keanggotaan, meliputi : petugas, anggota yang lembat,
anggota yang absent peran perawat disini mencatat dan
mengamati respon dari anggota kelompok terapi aktitas
kelompok
b. Issue kelompok atau perilaku yang didiskusikan kelompok
c. Tema Kelompok
Tema kelompok harus selalu diamati oleh observer, agar selama
terapi aktitas kelompok berlangsung tidak keluar dari tema
yang di sepakati pada kontrak awal
d. Peran, norma perkembangan kelompok
Selama proses terapi aktitas kelompok berlangsung, observer
mengobservasi peran yang teradi dikelompok dan kesesuaian
perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok
e. Strategi kepemimpinan yang digunakan.
f. Mempredeksi anggota dan respon kelompok setiap session
5. Mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan
a. Adanya Sub kelompok
Apabila selama terapi aktitas kelompok ada beberapa anggota
kelompok yang secara tidak sengaja membentuk kelompok ( Sub
kelompok ), maka perawat harus segera mengatasinya
b. Keterbukaan yang kurang
c. Resistensi baik individu maupun kelompok
d. Adanya anggota kelompok yang draup out
Anggota kelompok yang draup out merupakan anggota
kelompok yang keluar atau tidak bisa mengikuti terapi aktitas
kelompok sarnpai selesai
Cara mengatasi masalah ini tergantung jenis kelompok terapis,
kontok dan kerangka teori yang mendasari terapi aktitas
tersebut
6. Program antisipasi masalah
Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi keadaan yang bersifat darurat ( emergensi dalam
terapi ) yang dapat mempengaruhi proses pelaksanann terapi
aktitas kelompok
7. Pelaksanaan
Waktu, tempat dan kegiatan pelaksanaan terapi aktitas kelompok
disesuaikan dengan panduan atau proposal yang telah di susun
2.3 Terapi Aktitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)
Terapi aktitas kelompok (TAK) : Sosialisasi (TAKS) adalah
upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan
masalah hubungan sosial (Keliat dan Akemat 2005)
1. Tujuan
Tujuan umum TAKS yaitu klien dapat meningkatkan hubungan sosial
dalam kelompok secara bertahap. Sementara tujuan khususnya
adalah :
a. Klien mampu mernperkenalkan diri
b. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
c. Klien mampu bercakap-cakap dcngan amggola kelompok
d. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik
percakapan
e. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah
pribadi pada orang lain
f. Kilen mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi
kelompok
g. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat
kegiatan TAKS yang telah dilakukan
2. Aktitas Indikasi
Aktivitas TAKS dilakukan tujuh sesi yang melatih kemampuan
sosialisasi klien. Klien yang mempunyai indikasi TAKS adalah klien
dengan gangguan hubungan sosial berikut:
1) Klien menarik diri yang telah melakukan interaksi interpersonal
2) Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespon sesuai
dengan stimulus
Sesi 1 : TAKS
Tujuan
Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama
lengkap, nama pangilan, asal dan hobi
Setting
1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
2) Ruangan nyaman dan tenang
Alat
1) Tape recorder
2) Kaset marilah kemari ( Titik puspa)
3) Bola tenes
4) Buku catatan dan pulpen
5) Jadwal kegiatan klien
Metode
1) Dinamika kelompok
2) Diskusi dan Tanya jawab
3) Bermain peran atau stimulasi
Langkah-langkah
1) Persiapan
a) Memilih klien sesuai dengan indikasi yaitu isolasi sosial
menarik diri
b) Membuat kontrak dengan klien
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2) Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan
a) Memberikan salam terapiutik : salam dari terapis
b) Evaluasi / validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini
c) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu memperkenalkan diri
(2) Menjelaskan aturan main berikut:
a. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok
harus meminta ijin kepada terapis
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan danriawal sampai
selesai
3) Tahap Kerja
a) Jelaskan kegiatan, yaitu kaset pada tape recorder akan
dihidupkan serta bola akan diedarkan berlawanan dengan
arah jarum jam (yaitu ke arah kiri) dan pada saat tape
dimatikan maka anggota kelompok yang memegang bola
memperkenalkan diri
b) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes
berlawanan dengun arah jarum jam
c) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang
memegang bola mendapat giliran untuk menyebutkan salam,
nama lengkap, nama pangilan, hobi dan asal dimulai terapis
sebagai contoh.
d) Tulis nama panggilan pada kertas/papan nama dan
temple/pakai.
e) Ulangi b, c dan d sampai semua anggota kelompok dapat
giliran
f) Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok
dengan memberi tepuk tangan
4) Tahap Terminasi
a) Evaluasi
(1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b) Rencana tindak lanjut
(1) Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih
memperkenalkan diri kepada orang lain di kehidupan
sehari-hari
(2) Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal
kegiatan harian klien
c) Kontrak yang akan datang
(1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan dengan
anggota kelompok.
(2) Menyepakati waktu dan tempat.
5) Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung,
khususnya pada tahap kerja untuk menilai kemampuan klien
melakukan TAK. Aspek yang di nilai adalah kemampuan klien
sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi I, Evaluasi
kemempuan klien memperkenalkan diri secara verbal dan non
verbal.
Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan klien yang dimiliki klien ketika TAK
pada catatan proses keperawatan tiap klien. Misalnya, klien
mengikuti Sesi 1 TAKS, klien mampu memperkenalkan diri
secara verbal dan non verbal, dianjurkan klien memperkenalkan
diri pada klien lain di ruang rawat.
Sesi 2 : TAKS
Tujuan
Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok :
a. Memperkenalkan diri sendiri Nama lengkap, nama panggilan,
asal dan hobi.
b. Menanyakan diri anggota kelompok lain : Nama lengkap, nama
pangilan, asal dan hobi
Setting
a. Klien dan terapis duduk bersamaan dalam lingkaran
b. Rungan nyaman dan tenang
Alat
a. Tape recorder
b. Kaset marilah kemari (Titik puspa)
c. Bola tenes
d. Biku catatan dan pulpen
e. Jadwal kegiatan klien
Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
c. Bermain peran / simulasi
Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada Sesi 1
TAKS
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2) Orientasi
a) Memberikan salam terapiutik
(1) salam dari terapis
(2) Peserta dan terapis memakai papan nama
b) Evaluasi / validasi
(1) Menanyakan perasaan klien saat ini
(2) Menanyakan apakah telah mencoba memperkenalkan diri
pada orang lain
c) Kontral
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan
anggota kelompok
(2) Menjelaskan aluran main berikut
a. Jika ada peserta yang akan meningalkan kelompok,
harus meminta ijin kepada terapis
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dan awal sampai
selesai
3) Tahap Kerja
a) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes
berlawanan dengan arah jarum jam.
b) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang
memegang bola mendapat giliran untuk berkenalan dengan
anggota kelompok yang ada di scbelah kanan dengan cara
a. Memberi salam
b. Menyebutkan nama lengkap, nama pangilan, asal dan
hobi
c. Menanyakan nama lengkap, nama pangilan, asal dan hobi
lawan bicara
d. Dimulai oleh terapis sebagai contoh
c) Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat
giliran
d) Hidupkan bembali kaset pada tape recorder dan edarkan
bola. Pada saat tape (dimatikan, minta pada anggota
kelompok yang memegang bola untuk memperkenalkan
anggota kelompok yang disebelah kanannya kepada
kelompok, yaitu nama lengkap, nama pangilan, asal dan hobi
dimulai dan tempis sebagai contoh.
e) Ulangi d sampai semua anggota mendapat giliran.
f) Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok
dengan memberi tepuk tangan.
4) Tahap Terminasi
a) Evaluasi
(1) Menanyakan perasaan klice setelah mengikuti TAK
(2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b) Rencana tindak lanjut
(1) Menganjurkan tiap anggota kelompok latihan berkenalan
(2) Memasukan kegiatan berkenalan pada jadwal kegiatan
harian klien
c) Kontrak yang akan datang
(1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu dengan
bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi
(2) Menyepakati waktu dan tempat
5) Evaluasi dan dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya
pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan
klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi 2, dievaluasi
kemampuan klien dalam berkenalan secara verbal dan non
verbal. Dokumentasi
Dokumentasi yang klien miliki ketika TAK pada catatan proses
keperawatan klien misalnya, jika nilai klien 7 untuk verbal dan 3
untuk non verbal. catatan keperawatan adalah Klien mengikuti
TAKS Sesi 2, klien mampu berkenalan secara verbal dan
nonverbal, anjurkan klien berkenalan dengan klien lain, buatj
adwal.
Sesi 3 : TAKS
Tujuan
Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
a. Menanyakan kehidupan pribadi kepada satu orang anggota
kelompok
b. Menjawab pertanyaan tentang kehidupan pribadi
Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b. Ruangan nyarnan dan tenang.
Alat
a. Tape recorder
b. Kaset marilah kernari ( Titik puspa )
c. Bola tenes
d. Buku catatan dan pulpen
e. Jadwal kegiatan klien
Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
c. Bermain peran / simulasi
Langkah Kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada Sesi 2
TAKS
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2) Orientasi
a) Salam terapiutik
Pada tahap ini terapis melakukan
(1) Memberi salam terapiutik
(2) Peserta dan terapis memakai papan nama
b) Evaluasi / validasi
(1) Menanyakan perasaan klien saat ini
(2) Menanyakan apakah telah mencoba memperkenalkan
diri pada orang lain
c) Kontral
(1) Menjelaskari tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan
anggota kelompok
(2) Menjelaskan aturan main berikut :
a. Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok,
harus meminta ijin kepada terapis
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dan awal sampai
selesai
3) Tahap Kerja
a) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes
berlawanan dengan arah jarum iam.
b) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang
memegang bola mendapat giliran
c) Untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada di
sebelah kanan dengan cara:
1. Memberi salam
2. Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal dan
hobi
3. Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan
hobi lawan
4. Dimulai oleh terapis sebagai contoh
d) Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat
giliran
e) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok
dengan memberikan tepuk tangan.
4) Tahap Terminasi
a) Evaluasi
(1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b) Rencana tindak lanjut
(1) Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap
tentang kehidupan pribadi dengan orang lain pada
kehidupan sehari-hari
(2) Memasukan kegiatan berkenalan pada jadwal kegiatan
harian klien
c) Kontrak yang akan datang
(1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu menyampaikan
dan membicarakan topik pembicaraan tertentu
(2) Menyepakati waktu dan tempat
5) Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya
pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan
klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Scsi 3, dievaluasi
kemampuan verbal dalam bertanya dan menjawab pada saat
bercakap-cakap serta kemampuan non verbalnya..
Dokumentasi
Dokumentasi yang klien miliki ketika TAK pada catatan proses
keperawatan klien misalnya, nilai kemampuan verbal bertanya 2,
kemampuan verbal menjawab 2, dan kemampuan non verbal 2,
maka catatan keperawatan adalah : Klien mengikuti TAKS Sesi 3,
klien belum mampu bercakap-cakap secara verbal dan non
verbal di anjurkan latihan di ulang di ruangan.
Sesi 4 : TAKS
Tujuan
Kilen mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan
anggota kelompok :
a. Menyampaikan topik yang ingin di bicarakan
b. Memilih topik yang ingin dibicarakan
c. Memberi pendapat tentang topik yang dipilih
Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b. Ruangan nyaman dan tenang
Alat
a. Tape recorder
b. Kaset marilah kemari ( Titik puspa )
c. Bola tenes
d. Buku catatan dan pulpen
e. Jadwal kegiatan klien
f. Flipehart / whiteboard dan spidol
Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan Tanya jawab
c. Bermain peran / simulasi
Langkah Kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada sesi 3
TAKS
b) Mempersiapkan alat dani tempat pertemuan
2) Orientasi
a) Salam terapiutik
Pada tahap ini terapis melakukan
(1) Memberi salam terapiutik
(2) Peserta dan terapis memakai papan nama
b) Evaluasi / validasi
(1) Menanyakan perasaan klien saat ini
(2) Menanyakan apakah telah mencoba latihan
bercakap-cakap dengan orang lain
c) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan,
memilih dan memberi pendapat tentang topik
percakapan.
(2) Menjelaskan aturan main berikut
a. Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok,
harus meminta ijin kepada terapis
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai
3) Tahap Kerja
a) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes
berlawanan dengan arah jarum jam.
b) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang
memegang bola mendapat giliran untuk menyampaikan satu
topik yang ingin di bicarakan. Dimulai oleh terapis sebagai
contoh misalnya : cara bicara yang baik atau cara mencari
teman.
c) Tuliskan pada ipchart / whiteboard topik yang di sampaikan
secara berurutan.
d) Ulangi a, b dan c sampai semua anggota kelompok
menyampaikan topik yang ingin di bicarakan.
e) Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenes. Pada saat
dimatikan anggota yang memegang bola memilih topik yang
disukai untuk dibicarakan dan daar yang ada.
f) Ulangi e sampai semua anggota kelompok memilih topik.
g) Terapis membantu menetapkan topik yang paling banyak
dipilih.
h) Hidupkan lagi kaset dan edarkan lagi bola tenes. Pada saat
dimatikan anggota yang memegang bola menyampaikan
pendapat tentang topik yang dipilih.
i) Ulangi h sampai semua anggota kelompok menyampaikan
pendapat.
j) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok
dengan memberi tepuk tangan
4) Tahap Terminasi
a) Evaluasi
(1) Menanyakan perasaan kilen setelah mengikuti TAK
(2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b) Rencana tindak lanjut
(1) Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap
tentang topik tertentu dengan orang lain pada kehidupan
sehari-hari
(2) Memasukan kegiatan berkenalan pada jadwal kegiatan
harian klien
c) Kontrak yang akan datang
(1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu menyampaikan dan
membicarakan masalah pribadi.
(2) Menyepakati waktu dan tempat
5) Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya
pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan
klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi 4, dievaluasi
kemampuan verbal menyampaikan, memilih dan memberi
pendapat tentang topik percakapan serta kemampuan non
verbalnya,.
Dokumentasi
Dokumentasi yang klien miliki ketika TAK pada catatan proses
keperawatan klien misalnya, kemampuan verbal menyampaikan
dan memilih topik percakapan 3, kemampuan memberi pendapat
2 , dan kemampuan non verbal 2. Oleh karena itu, catatan
keperawatan adalah : Klien mengikuti TAKS Sesi 4, klien mampu
menyampaikan dan memilih topik percakapan , tetapi belum
mampu memberi pendapat. Secara non verbal juga belum
mampu. Dianjurkan melatih klien bercakap-cakap dengan topik
tertentu di ruangan
Sesi 5 : TAKS
Tujuan
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah peribadi
dengan orang lain :
a. Menyampaikan masalah pribadi
b. Memilih satu masalah untuk dibicarakan
c. Memberi pendapat tentang masalah pribadi yang dipilih
Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b. Ruangan nyaman dan tenang.
Alat
a. Tape recorder
b. Kaset marilah kemari ( Titik puspa )
c. Bola tenes
d. Buku catatan dan pulpen
e. Jadwal kegiatan klien
f. Flipchart / whiteboard dan spidol
Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
c. Bermain peran / simulasi
Langkah Kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada sesi 4
TAKS
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2) Orientasi
a) Salam terapiutik
Pada tahap ini terapis melakukan
(1) Salam dari terapis
(2) Peserta dan terapis memakai papan nama
b) Evaluasi / validasi
(1) Menanyakan perasaan klien saat ini
(2) Menanyakan apakah telah latihan bercakap-cakap
tentang topik / hal tertentu dengan orang lain
c) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan
anggota kelompok
(2) Menjelaskan aturan main berikut :
a. Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok,
harus meminta ijin kepada terapis
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai
3) Tahap Kerja
a) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes
berlawanan dengan arah jarum jam.
b) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang
memegang bola mendapat giliran untuk menyampaikan satu
topik yang ingin dibicarakan. Dimulai oleh terapis sebagai
contoh misalnya : sulit bercerita atau tidak diperhatikan
ayah/ibu / kakak / teman.
c) Tuliskan pada ipehart / whiteboard masalah yang di
sampaikan.
d) Ulangi a, b dan c sampai semua anggota kelompok
menyampaikan masalah yang ingin dibicarakan.
e) Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenes. Pada saat
dimatikan anggota yang memegang bola memilih masalah
yang ingin dibicarakan.
f) Ulangi e sampai semua anggota kelompok memilih mamilih
masalah yang ingin dibicarakan.
g) Terapis membantu menetapkan topik yang paling banyak
dipilih.
h) Hidupkan lagi kaset dan edarkan lagi bola tenes. Pada saat
dimatikan anggota yang memegang bola menyampaikan
pendapat tentang masalah yang dipilih
i) Ulangi h sampai semua anggota kelompok menyampaikan
pendapat.
j) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok
dengan memberi tepuk tangan
4) Tahap Terminasi
a) Evaluasi
(1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b) Rencana tindak lanjut
(1) Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap
tentang masalah pribadi dengan orang lain pada
kehidupan sehari-hari
(2) Memasukan kegiatan bercakap-cakap tentang masalah
pribadi pada jadwal kegiatan jadwak klien
c) Kontrak yang akan datang
(1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu bekerja sama dalam
kelompok
(2) Menyepakati waktu dari tempat
5) Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya
pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan
klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi 5, dievaluasi
kemampuan verbal klien menyampaikan, memilih dan memberi
mendapat tentang topik percakapan mengenai masalah pribadi,
serta kemampuan verbalnya.
Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang klien miliki ketika TAK pada
catatan proses keperawatan klien misalnya, kemampuan verbal
menyampaikan topik masalah pribadi yang akan di percakapkan
3 memilih dan memberi pendapat memberi pendapat 2, dan
kemampuan non verbal 4. Oleh karena itu, catatan keperawatan
adalah : Klien mengikuti TAKS Sesi 5, klien mampu
menyampaikan masalah pribadi yang ingin dibicarakan, belum
mampu mernilih dan memberi pendapat, tetapi non verbalnya
baik. Dianjurkan melatih klien bercakap-cakap dengan tentang
masalah pribadi dengan perawat dan klien di ruangan.
Sesi 6 : TAKS
Tujuan
Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok :
a. Bertanya dan meminta sesuai dengan kebutuhannya pada
orang lain.
b. Menjawab dan memberi pada orang lain sesuai dengan
permintaan
Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b. Ruangan nyaman dan tenang.
Alat
a. Tape recorder
b. Kaset marilah kemari ( Titik Puspa)
c. Bola tenes
d. Buku catatan dan pulpen
e. Jadwal kegiatan klien
f. Kartu Kwartet
Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
c. Bermain peran / stimulasi
Langkah Kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada Sesi 5
TAKS
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2) Orientasi
a) Salam terapiutik
Pada tahap ini terapis melakukan
Memberi salam terapiutik
(1) Salam dari terapis
(2) Peserta dan terapis memakai papan nama
b) Evaluasi / validasi
(1) Menanyakan perasaan klien saat ini
(2) Menanyakan apakah telah latihan bercakap-cakap
tentang masalah pribadi dengan orang lain
c) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan bertanya dan
meminta kartu yang diperlukan serta menjawab dan
memberi kartu pada anggota kelompok.
(2) Menjelaskan aturan main berikut
a. Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok,
harus meminta ijin kepada terapis
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dan awal sampai
selesai
3) Tahap Kerja
a) Terapis membagi empat buah kartu kwartet untuk setiap
anggota kelompok Sisanya diletakkan di atas meja
b) Terapis meminta tiap anggota kelompok mcnyusun kartu
sesuai dengan sen (satu sen inenipunyai empat kartu )
c) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes
berlawanan dengan arah jarum jam
d) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang
memegang bola mcmulai permainan berikut :
(1) Meminta kartu yang dibutuhkan ( seri yang belum
lengkap) kepada anggota kelompok di sebelah kanannya.
(2) Jika kartu yang dipegang serinya lengkap, diumumkan
kepada anggota kelompok dengan membaca judul dari
sub judul.
(3) Jika kartu yang dipegang isinya tidak lengkap
diperkenankan mengambil satu kartu dari tumpukan
kartu di atas meja.
(4) Jika anggota kelompok memberikan kartu yang
dipegang pada yang meminta, ia herhak mengambil satu
kartu dari tumpukan kartu di atas meja.
(5) Setiap menerima kartu, diminta mengucapkan terima
kasih..
e) Ulangi c dan djika d. 2 atau d. 3 terjadi.
f) Deri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok
dengan memberi tepuk tangan.
4) Tahap Terminasi
a) Evaluasi
(1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b) Rencana tindak lanjut
(1) Menganjurkan tiap anggota kelompok latihan bertanya,
meminta, menjawab dan memberi pada kehidupan
sehari-hari.
(2) Memasukkan kegiatan bekerja sama pada jadwal
kegiatan harian klien
c) Kontrak yang akan datang
(1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu bekerja sama dalam
kelompok.
(2) Menyepakati waktu dan tempat
5) Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya
pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan
klien scsuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi 6, dievaluasi
kemampuan verbal klien dalam bertanya, meminta, menjawab
dan memberi serta kemampuan non verbal.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK
berlangsung, pada catatan proses keperawatan hari klien
misalnya, kemampuan verbal kemampuan verbal bertanya,
meminta, menjawab dan memberi 4, serta kemampuan non
verbal 4. maka catatan keperawatan adalah : Klien mengikuti
TAKS Sesi 6, klien mampu secara verbal dan non verbal daalam
bertanya, meminta, menjawab dan memberi. Anjurkan klien
melakukan di ruang rawat.
Sesi 7 : TAKS
Tujuan
Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
kelompok yang telah dilakukan.
Seting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b. Ruangan nyaman dan tenang.
Alat
a. Tape recorder
b. Kaset marilah kemari ( Titik puspa )
c. Bola tenes
d. Buku catatan dan pulpen
e. Jadwal kegiatan klien
Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
Langkah Kerja
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada Sesi 6
TAKS
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2) Orientasi
a) Salam terapiutik
(1) Salam dan terapis
(2) Peserta dan terapis memakai papan nama
b) Evaluasi / validasi
(1) Menanyakan perasaan klien saat ini
(2) Menanyakan apakah telah latihan bercakap-cakap
tentang masalah pribadi dengan orang lain
c) Kontrak
(1) Melaksanakan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan
manfaat enam kali pertemuan TAKS.
(2) Menjelaskan aturan main berikut
a. Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok,
harus meminta ijin kepada terapis
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai
3) Tahap Kerja
a) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes
berlawanan dengan arah jarun jam.
b) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang
memegang bola mendapat kesernpatan untuk menyampaikan
pendapat tentang manfaat dari enam kali pertemuan yang
telah berlalu.
c) Ulangi a, dan b sampai semua anggota kelompok
menyampaikan pendapat.
d) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok
dengan memberi tepuk tangan.
4) Tahap Terminasi
a) Evaluasi
(1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
(3) Menyimpulkan 6 kemampuan pada 6 kali pertemuan
yang lalu
b) Rencana tindak lanjut
(1) Menganjurkan tiap anggota kelompok tetap melatih diri
untuk enam kemampuan yang telah dimiliki, baik di RS
maupun di rumah
(2) Melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga untuk
memberi dukungan pada klien dalam menjalankan
kegiatan hidup sehari-hari.
c) Kontrak yang akan datang
Menyepakati rencana evaluasi secara periode
5) Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya
pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan
klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi 7, dievaluasi
kemampuan-kemampuan klien menyampaikan manfaat TAKS
yang telah berlangsung 6 sesi secaia verbal dan disertai
kemampuan nonverbal. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika akhir
TAKS, pada catatan proses keperawatan tiap klien. Disimpulkan
kemampuan yang telah dapat diterapkan oleh klien sehari-hari.
(melalui jadwal kegiatan harian ), Jika klien belum mampu, klien
dapat disertakan pada kelompok TAKS yang baru.
2.4 Menarik Diri
2.4.1 Pengertian Menarik Diri
Menarik diri merupakan keadaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain dan menghindari hubungan dengan
orang lain. ( Rowlins, 1993 ). Menarik diri juga diartikan sebagai
suatu kondisi kesepian yang di exspresikan oleh individu dan
dirasakan scbagai sesuatu yang ditimbulkan oleh orang lain dan
sebagai suatu keadaan negatif (Towsend, 1998).
2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Menarik Diri
Berbagai faktor yang dapat menyebabkan seseorang
menjadi menarik diri : (1) Faktor presdisposisi (2) Faktor
presipitasi.
1. Faktor Presdisposisi
a. Faktor Perkembangan
Kurang adanya sentuhan kasih sayang, perhatian,
kehangatan dan keluarga akan menyebabkan rasa tidak
aman sehingga kemampuan berhubungan tidak kuat yang
berkir dengan menarik diri.
b. Faktor Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon
neurobilogis yang maladaptive yang baru mulai dipahami.
Ini termasuk kedalam hal-hal berikut:
1) Penelitihan pencitraan otak sudah mulai menunjukan
keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan
skizofrenia. Lesi pada area frontal, temporal dan limbic
paling berhubungan dengan perilaku psikotik
2) Beberapa kimia otak dapat dikaitkan dengan
skizofrenia. Hasil penelitian sangant menunjukan
hal-hal berikut ini:
a. Dopamin neurotransmitter yang berlebihan
b. Ketidakseimbangan antara dopamine dan
neurotransmitter yang lain
c. Masalah-masalah pada system reseptor dopamine
Penelitihan pada keluarga yang melibatkan anak kembar
dan anak yang diadopsi telah diupayakan untuk
mengidentikasi penyebab genetic pada skizofrenia.
Sudah ditemukan bahwa kembar identik yang dibesarkan
secara terpisah mempunyai angka kejadian yang tinggi
pada skizofrenia daripada pasangan saudara sekandung
yang tidak identik. Penelitian genetic terahkir
memfokuskan pada gene mapping (pemetaan gen)
dalam keluarga dimana terdapat angka kejadian
skizofrenia yang tinggi.
c. Sosial Budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan
skizofrenia dan gangguan psikotik lain tetapi tidak
diyakini sebagai utama gangguan. Secara biologis
menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
2. Faktor Presipitasi
a. Kehilangan keterikatan, yang nyata atau dilayangkan,
termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi sik,
kedudukan atau harga diri, karena elemen actual dan
simbolik melibatkan konsep kehilangan, persepsi klien
merupakan hal yang sangat penting.
b. Peristiwa besar dalam kehidupan, sering dilaporkan
sebagai pendahulu episode depresi dan mempunyai
dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi
sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
c. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan
mempengaruhi perkembangan depresi, terutama pada
wanita.
d. Perubahan siologis diakibatkan oleh obat-obatan atau
berbagai penyakit sik, seperti : infeksi, neoplasma, dan
gangguan keseimbangan metabolic, dapat mencetuskan
gangguan alam perasaan diantara obat-obatan tersebut
terdapat obat anti hipertensi dan penyalahgunaa zat yang
menyebabkan kecanduan. Kebanyakan penyakit kronik
yang melemahkan tubuh juga sering disertai dengan
depresi. Depresi yang terdapat pada usia lanjut biasanya
bersifat kompleks karena untuk menegakkan diagnosisnya
sering melibatkan evaluasi dari kerusakan otak organic,
dan depresi klinik.
2.4.3 Tanda dan Gejala Menarik Diri
a. Tanda dan gejala yang dapat dikaji pada klien dengan
Menarik Diri adalah:
b. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
c. Menghindar dari orang lain atau menyendiri
d. Komunikasi kurang / tidak ada
e. Tidak ada kontak mata pasien lebih sering merunduk
f. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah.
g. Menolak berhubungan dengan orang lain
h. Tidak percaya dengan orang lain
2.4.4 Rentang Respon
Respon adaftif Respon maladaftif
Menyendiri
Otonomi
Kebersamaan
Saling
ketergantungan
Kesepian
Menarik diri
Ketergantungan
Manipulasi
Impulsif
Narsisisme
Menyendiri
1. Sifat individu manusia untuk lepas dari kehidupan sosial dalam
sementara waktu.
Otonomi
Dapat berdiri sendiri dalam kehidupan sosial. 1.
Tidak menggantungkan diri pada orang lain. 2.
Kebersamaan
1. Sifat sosial manusia untuk dapat beriteraksi dan berkomunikasi
dengan orang lain.
Saling ketergantungan
1. Saling menolong dan membantu dalam kehidupan sosial
2. Saling membutuhkan dalam mencapai kehidupan sosial.
Kesepian
Merasa sepi. 1.
Merasa orang lain tidak peduli. 2.
Merasa orang lain tidak memperhatikan. 3.
Menarik diri
1. Keadaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain dan
menghindari hubungan dengan orang lain.
Ketergantungan
Membutukan pertolongan dan bantuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya.
1.
Tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri. 2.
Manipulasi
Orang lain diperlakukan seperti objek. 1.
Berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi
pada orang lain.
2.
Narsisisme
Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian.
1.
Sikap egosentris 2.
Pencemburu. 3.
Marah jika orang lain tidak mendukung. 4.
Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu. 1.
Tidak mampu belajar dari pengalaman. 2.
Penilaian yang buruk. 3.
Tidak dapat diandalkan 4.
2.4.5 Asuhan Keperawatan Klien Menarik Diri
Menurut Townsend (1998) untuk memberikan intervensi
keperawatan pada klien Menarik Diri yang tepat dan benar
meliputi :
1. Tujuan Umum
Klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
dengan kriteria :
a. Klien mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
b. Klien mengunakan kontak mata, sifat responsive pada
wajah, dan perilaku non verbal lainya dalam berinteraksi
dengan orang lain
c. Klien tidak menarik diri dan kontak sik
2. Tujuan Khusus
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
verbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama pangilan
klien yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan pada klien
5) Jujur dan menepati janji
b. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
1) Bicarakan dengan klien penyebab tidak ingin bergaul
dengan orang lain
2) Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1) Bantu klien untuk menyebutkan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
2)Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain
3)Diskusikan tentang kerugian dan tidak berhubungan
dengan orang lain
4)Bantu klien mengidentikasi kemampuan yang dimiliki
klien untuk bergaul
d. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap
1) Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien
2) Motivasi / temani klien untuk berinteraksi dengan
klien lain / perawat lain
3) Tingkatkan interaksi klien secara bertahap
4) Libatkan klien dalarn terapi aktitas kelompok:
sosialisasi
e. Klien dapat melakukan hubungan social secara bertahap
1) Motivasi klien untuk mengungkapkan perasaanya
setelah berhubungan dengan oran, lain
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
f. Klien dapat menggunakan obat dengan baik dan benar
1) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat
yang harus diminum oleh klien
2) Bantu klien untuk memastikan bahwva klien minum
obat sesuai dengan program dokter
3) Observasi tanda- tanda yang terkait dengan efek
samping obat
4) Diskusikan dengan dokter bila ada efek samping obat
2.5 Konsep Skizofrenia
2.5.1 Denisi
Istilah skizofrenia berasal dari bahasa jerman, yaitu schizo
= perpecahan / split dan phrenos = pikiran / mind. Pada
skizofrenia terjadi suatu perpecahan pikiran, perilaku dan
perasaan.
2.5.2 Penyebab
1. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan
bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %,
bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita
Skizotrenia 40-68%, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar
satu telur 61-86 % ( Maramis, 1998; 215).
2. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya
Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau
puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak
dapat dibuktikan.
3. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizotrenia tampak
pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu
makan berkurang dan berat badan menurun serta pada
penderita dengan stupor katatonik konsurusi zat asam
menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan
pemberian obat halusinogenik.
4. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diartikan pada kelainan SSP yaitu pada
diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang
ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem
atau merupakan artefak pada waktu membuat sediaan.
5. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab
hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis
anatomis atau siologis yang khas pada SSP tetapi Meyer
mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau
penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya
Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu
reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul
disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut
menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
6. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul
karena penyebab psikogenil: ataupun somatik (2) superego
dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang
berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisme dan (3)
kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference)
sehingga terapi psiko analitik tidak mungkin.
7. Eugen Blueuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama
penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan
atau disharmoni antara proses berkir, perasaan dan
perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2
kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran,
gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala
sekunder (wahan, halusinasi dan gejala katatonik atau
gangguan psikomotorik yang lain).
8. Teori Lain
Skizofrenia scbagai suatu sindroma yang dapat disebabkan
oleh bermacam-macaam sebab antara lain keturunan,
pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit
badaniah seperti lues otak, arteroskierosis otak dan penyakit
lain yang belum diketahui.
2.5.3 Pedoman Diagnostik Skizofernia
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas
( dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu
kurang tajam atau kurang jelas) :
1) Thought echo adalah isi pikiran dirinya sendiri yang
berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras)
dari isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau Thought insertion or
withdrawal adalah isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
Thought broadcasting adalah isi pikirannya tersiar
keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
2) Delusion of control adalah waham tentang dirinya
dikendalikan oleh sesuatu kekuatan tertentu dari luar;
atau Delusion of inuence adalah waham tentang
dirinya dipengaruhi oleh sesuatu kekuatan tertentu dan
luar; atau Delusion pf passivity adalah waham tentang
dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang dirinya secara jelas merujuk
ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan, atau pengindraan khusus); Delusional
perception adalah indrawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat.
3) Halusinasi auditonik : suara halusinasi yang berkomentar
secara terus mencrus terhadap perilaku pasien, atau
mendisusikan perihal pasien diantara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.
4) Waham waham menetap jenis lainnya, yang menurut
budaya setempat dianggap tidak wajar dari sesuatu yang
mustahil, misalnya perihal keyakinan agama diatas
manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca,
atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia
lain).
2. Atau paling sedikit ada dua gejala dibawah ini yang harus
selalu ada secara jelas:
1) Halusinasi yang menetap dari panca indra apa saja,
apabila disertai baik oleh waham yang mengambang
maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
terus menerus
2) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpaion), yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
3) Perilaku katatonik, seperti kcadaan gaduh gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau
eksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
4) Gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis,
bicara yang jarang, dan respon emosional yang
menumpuk atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua
hal tersebut tidak disebabkan oleb depresi atau medikasi
neuroleptika;
5) Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah
berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih
(tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
6) Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan
bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari
beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanisvestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri
sendirii, (self-absorbed attitude), dan penarikan diri
secara sosial
2.5.4 Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis
berdasarkan gejala utama antara lain:
1. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama
berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berkir sukar ditemukan, waham dun
halusinasi jarang didapat, jenis initimbulnya perlahan-lahan.
2. Skizofernia Hebefrenia
Permulannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul
pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang
menyolok ialah gangguan proses berkir, gangguan kemauan
dan adaanya depersenalisasi atau double personality.
Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau
perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan
halusinasi banyak sekali
3. Skizofernia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut
serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi
gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
4. Skizofrnie Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan
waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan
pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses
berlikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
5. Episode Skizofrenia Akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti
dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut.
Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar
maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan
mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
6. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi
tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul
sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
7. Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofren ia terdapat menonjol secara
bersamaaan juga gejala-gejala depresi (skizo clepresif ) atau
gejala mania (psikomanik). Jenis ini cenderung untuk
menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul
serangan lagi.
2.5.5 Pengobatan
1. Farmakoterapi
Neroleptika dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat
pada penderita dengan skizofrenia yang menahun, yang
dengan dosis efektif tinggi lebih berfaedah pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat. Pada penderita
paranoid triuoperazin rupanya lebih berhasil. Dengan
fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang dalam
waktu 2-3 minggu. Bila tetap masih ada waham dan
halusinasi, maka penderita tidak begitu terpengaruh lagi dan
menjadi lebiuh kooperatif, mau ikut serta dengan kegiatan
lingkungannya dan mau turut terapi kerja.
2. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisa tidak membawa hasil
yang diharapkan, bahkan ada yang berpendapat tidak boleh
dilakukan pada penderita dengan skizofrenia karena justru
dapat menambah isolasi dan otisme. Yang dapat membantu
penderita ialah psikoterapi suportif individual atau kelompok,
serta bimbingan yang praktis dengan maksud untuk
mengembalikan penderita ke masyarakat.
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul
lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya dia tidak mengasingkan diri lagi, karena
bila dia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang
kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama. Pemikiran masalh falsafat atau kesenian
bebas dalam bentuk melukis bebas atau bermain musik
bebas, tidak dianjurkan sebab dapat menambah otisme. Bila
dilakukan juga, maka harus ada pemimpin dan adatujuan
yang lebih dahulu sudah ditentukan.
3. Terapi elektro-konvulsi (TEK)
Seperti juga dengan terapi konvulsi yang lain, cara
bekerjanya elektrokonvulsi belum diketahui dengan jelas.
Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek
serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan
penderita. Akan tetapi terpi ini tidak dapat mencegah
serangan yang akan datang.
4. Terapi koma insulin
Pemberian insulin yang berguna untuk mengatur
metabolisme karbohidrat. Meskipun pengobatan ini tidak
khusus, bila diberikan pada permulaan penyakit, hasilnya
memuaskan. Presentasi kesembuhan lebih besar bila dimulai
dalam waktu 6 bulan sesudah penderita jatuh sakit. Terapi
koma insulin memberi hasil yang baik pada katatonia dan
skizofrenia paranoid.
5. Lobotomi prefrontal
Pengeratan semua serabut saraf dari dan ke suatu bagian
otak. Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak
berhasil dan bila penderita sangat mengganggu
lingkungannya.
2.5.6 Prognosis
Untuk menentukan prognosis harus mempertimbangkan
beberapa faktor, antara lain:
1. Kepribadian prepsikotik; bila skizoid dan hubungan antar-
manusia memang kurang memuaskan, maka prognosa lebih
jelek
2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosa lebih
baik dan pada bila penyakit itu mulai secara perlahan lahan
3. Jenis; Prognosa jenis katatonik yang paling baik dan semua
jenis. Sering penderita-penderita dengan katatonia sembuh
dan kembali ke kepribadian prepsikotik. Kemudian menyusul
jenis paranoid. Hanyak dari pendenita ini dapat dikembalikan
ke masyarakat. Hebrifrenia dan skizofrenia simplex
mempunyai prognosa yang sama jelek. Biasanya penderita
dengan jenis skizofrenia ini menuju ke arah kemunduran
mental.
4. Umur ; Makin muda permulaanya, makin jelek prognosanya
5. Pengobatan ; Makin lekas diberi pengobatan, makin baik
prognosanya
6. Dikatakan bahwa bila mendapat faktor pencetus, seperti
penyakit badaniah atau stress psikologik, maka prognosanya
lebih baik
7. Faktor keturunan ; prognosa menjadi lebih berat bila
didalam keluarga terdapat seorang anggota keluarga yang
juga menderita.
Text Box:
Skizofrenia
BAB 3
Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian
Keterangan : Diukur Tidak
diukur
Gambar 2.1 Kerangka konseptual Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi Terhadap peningkatan sosialisasi pada klien
skizofrenia dengan riwayat menarik diri.di Rumah Sakit
Jiwa Menur Surabaya
Keterangan :
Menarik diri merupakan keadaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain dan menghindari hubungan dengan orang lain
sehingga pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengembalikan
klien agar mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
(Townsend, 1998)
Ada beberapa faktor yang membuat seseorang menjadi menarik
diri yaitu : Faktor presipitasi antara lain kehilangan keterikatan,
peristiwa besar, peran, perubahan siologis. Faktor predisposisi antara
lain biologi, psikologis dan sosial budaya. Menarik diri klien dapat pulih
kembali jika klien mampu berpandangan yang positif terhadap dirinya,
berkir realistis, mau berinteraksi dengan orang lain dan lingkunganya
dan dapat menghadapi setiap tantangan yang menghadang. Menarik
diri bisa di atasi bila klien mendapatkan stimulus yang tepat. Stimulus
yang di berikan diantaranya adalah terapi aktitas kelompok
sosialisasi.
Hipotesis
Ada pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap
peningkatan sosialisasi pada klien skizofrenia dengan riwayat menarik
diri.
BAB 4
METODE PENELITIAN
Metode penelitihan merupakan cara yang akan dilakukan dalam
proses penelitian (Aziz A, 2007) Pada bab ini akan dibahas mengenai
rancangan penelitihan, kerangka oprasional, desain sampling, identikasi
variabel dan denisi oprasional, populasi, sampel dan sampling, prosedur
pengumpulan data dan etika penelitian.
4.1 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasy
experiment penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan hubungan
sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping
kelompok eksperimental.
Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut
SUBYEK PRATEST PERLAKUAN PASKA TEST
K-A
K-B
0
0
Time 1
1
-
Time 2
01 A
01 B
Time 3
Keterangan
KA : Kelompok Perlakuan
KB : Kelompok control (tidak diberi terapi aktitas kelompok
Sosialisasi, tapi subyek tetap diberi tindakan rutin)
_ : Tidak diberi terapi
O : Observasi sebelum perlakuan
1 : Diberi terapi aktitas kelompok sosialisasi
01 (A+B) : Identikasi sesudah perlakuan
4.2 Kerangka Kerja

Gambar 3.1 Kerangka kerja penelitihan pengaruh terapi aktitas kelompok
sosialisasi terhadap peningkatan sosialisasi pada pasien
skizofrenia dengan riwayat menarik diri di Rumah Sakit Jiwa
Menur Surabaya
4.3 Populasi, Sampel dan Sampling
4.3.1Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek/subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Aziz A, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah
klien skizofrenia dengan riwayat menarik diri yang sedang menjalani
rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya yang berada di
ruangan Gelatik.
4.3.2Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau
sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Aziz
A, 2007). Dalam pemilihan sampel peneliti menetapkan kriteria
sebagai berikut:
Kriteria inklusi :
1) Klien menarik diri
2) Dapat membaca dan menulis
3) Usia 17 sampai dengan 45 tahun
Kriteria eksklusi
1) Klien dalam keadaan gelisah atau gawat darurat psikiatri
2) Klien mutisme (menolak untuk berbicara)
4.3.3Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan
kriteria inklusi. Didapatkan 16 sampel penelitian, 8 sebagai
kelompok perlakuan dan 8 sbagai kelompok control.
4.3.4Teknik Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dan populasi untuk
mewakili populasi, pada penelitian ini teknik sampling yang
digunakan non probability sampling tipe purposive sampling, dimana
teknik penerepan sampel dengan cara memilih sampel diantara
populasi sesuai dengan criteria inklusi, sehingga sample tersebut
dapat mewakili karakteristik populasi (Nursalam, 2003).
4.4 Identikasi Variabel
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai
beda terhadap sesuatu. (Nursalam, 2003).
4.4.1Variabel Independen
Variabel independen adalah suatu kegiatan stimulasi yang di
manipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel
dependen (Nursalam,2003). Atau variabel yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel dependen. Dalam penelitian ini
yang menjadi variabel independen adalah terapi aktitas kelompok
sosialisasi.
4.4.2Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena variabel bebas (Aziz A, 2007) serta faktor yang
diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau
pengaruh variabel bebas (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini
yang menjadi variabel dependen adalah peningkatan sosialisasi.
4.5 Denisi Operasional
Tabel 3.2 Denisi operasional pengaruh terapi aktivitas kelompok
sosialisasi terhadap peningkatan sosialisasi pada pasien
skizofrenia dengan riwayat menarik diri di Rumah Sakit Jiwa
Menur Surabaya.
Variabel
Denisi
Operasional
Parameter Alat Ukur Skala
Independen
TAK : Terapi
Aktitas
kelompok
sosialisasi
Bentuk terapi
yang
diberikan
kepada kIien
secara
berkelompok
untuk
menyelesaikan
masalah
hubungan
sosial
Sessi 1
Klien mampu
memperkenalkan
Diri dengan menyebut
nama
lengkap, nama
panggilan
Dan hobi
Sessi 2
Klien mampu
berkenalan
dengan anggota
kelompok
I .Klien mampu
memperkenaIkan diri
sendiri
2.Menanyakan diri
anggota
kelompok lain nama
lengkap, nama pangilan
dan
hobi.
Sessi 3
Klien mampu
bercakap-cakap
dengan anggota
kelompok
I . Menanyakan
kehidupan pribadi
kepada satu orang
anggota kelompok.
2. Menj awab
pertanyaan tentang
kehidupan pribadi.
Sessi 4
Klien mampu
menyampaikan topik
pembicaraan tertentu
dengan
anggota kelompok
Pedoman
pelaksanaan
TAK
Sosialisasi
1 . Menyampaikan
topik yang ingin
dibicarakan.
2. Memilih topik yang
ingin dibicarakan
3. Memberi pendapat
tentang topik yang
dipilih
Sessi 5
Kilen mampu
menyampaikan dan
Membicarakan masalah
pribadi dengan orang
lain.
1 . Menyampaikan
masalah pribadi
2. Memilih satu
masalah untuk
dibicarakan
3. Memberi pendapat
tentang masalah
pribadi
Sessi 6,
Kilen mampu bekerja
sama dalam permainan
sosialisasi kelompok.
I . Bertanya dan
meminta sesuai
dengan kebutuhan
pada orang lain.
2. Menjawab dan
memberi pada
orang lain sesuai
dengan permintaan.
Sessi 7
Kilen mampu
menyampaikan
pendapat tentang
manfaat kegiatab
kelompok yang telah
dilakukan.
Dependen
Peningkatan
sosialisasi
pada klien
skizofrenia
Hasil dari
individu yang
diperoleh agar
dirinya
mampu
1. Kilen mampu
memperkenalkan
Lembar
observasi
No 1
Ordinal
berinteraksi
dengan orang
lain
diri
a.
KemampuanVerbal
Menyebutkan
nama lengkap
nama panggilan
asal
hobi
b. Kemampuan
nonverbal
Kontak mata
Duduk tegak
Menggunakan
bahasa tubuh
yang sesuai
Mengikuti
kegiatan dari awal
sampai akhir
2. Klien mampu
berkenalan dengan
anggota kelompok .
a. Kemampuan
verbal
Menyebutkan
nama panggilan
nama lengkap
asal
Hobi
Menanyakan nama
lengkap
nama panggilan
asal
hobi
b. Kemampuan
nonverbal
Kontak mata
Duduk tegak
Menggunakan
bahasa tubuh yang
sesuai
Mengikuti kegiatan
dari awal sampai
akhir
3. Klien mampu
bercaka-cakap
dengan anggota
kelompok.
No 2
No. 3
a. Kemampuan verbal
Mengajukan
pertanyaan yang
jelas
ringkas
relevan
secara spontan
Menjawab dengan
jelas
ringkas
relevan
secara spontan
b. Kemampuan
nonverbal
Kontak mata
Duduk tegak
Menggunakan
bahasa tubuh yang
sesuai
Mengikuti kegiatan
dari awal sampai
akhir
4. Klien mampu
menyampaikan dan
membicarakan topik
percakapan
a. Kemampuan verbal
Menyampaikan
topik dengan jelas
ringkas
relevan
secara spontan
Memilih topik
dengan jelas
ringkas
relevan
secara spontan
Memberi pendapat
dengan jelas
ringkas
relevan
secara spontan
b. Kemampuan
nonverbal
Kontak mata
Duduk tegak
Menggunakan
bahasa tubuh yang
No 4
sesuai
Mengikuti kegiatan
dari awal sampai
akhir
5. Klien mampu
menyampaikan dan
membicarakan
masalah pribadi pada
orang lain.
a. Kemampuan verbal
Menyampaikan
topik dengan jelas
ringkas
relevan
secara spontan
Memilih topik
dengan jelas
ringkas
relevan
secara spontan
Memberi pendapat
dengan jelas
ringkas
relevan
secara spontan
b. Kemampuan
nonverbal
Kontak mata
Duduk tegak
Menggunakan
bahasa tubuh yang
sesuai
Mengikuti kegiatan
dari awal sampai
akhir
6. Klien mampu bekerja
sama dalam
permainan sosialisasi
kelompok.
a. Kemampuan verbal
Bertanya dan
meminta dengan
jelas
ringkas
relevan
secara spontan
Menjawab dan
No 5
No 6
memberi dengan
jelas
ringkas
relevan
secara spontan
b. Kemampuan
nonverbal
Kontak mata Duduk
tegak
Menggunakan
bahasa tubuh yang
sesuai
Mengikuti kegiatan
dari awal sampai
akhir
7. Klien mampu
menyampaikan
pendapat tentang
manfaat kegiatan
TAKS yang telah
dilakukan.
a. Kemampuan verbal
Menyebutkan
manfaat secara
jelas ringkas
relevan
secara spontan
b. Kemampuan
nonverbal
Kontak mata Duduk
tegak
Menggunakan
bahasa tubuh yang
sesuai
Mengikuti kegiatan
dari awal sampai
akhir
No 7
4.6 Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.6.1Instrumen
Instrumen adalah alat ukur penelitian (Aziz A,2007). Adapun
instrument yang digunakan dalam penelitihan ini adalah lembar
observasi.
Variabel Independen dalam penelitihan ini menggunakan
panduan TAK yang mengambil dan konsep Budi Anna Keliat, 2005,
sedangkan pada Variabel dependen observasi yang digunakan
mengacu pada komponen peningkatan sosialisasi pada klien
skizofrenia oleh Stuart dan Sundeen, 2005 yang kemudian
dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan mempertimbangkan
kebutuhan data dalam penelitihan ini.
Lembar observasi yang digunakan adalah tunggal yakni
lembar observasi yang digunakan dalam pre test dan post test
adalah sama dengan tujuan untuk rnemudahkan melihat perbedaan
hasil pre test dan post test setelah diberikan perlakuan. Dalam
observasi ini peneliti mengamati kemampuan klien dalam
peningkatan sosialisasi pada responden dan menimbulkan tanda
(V) pada kolom yang sesuai.
4.6.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya di
ruangan Gelatik Waktu pengumpulan data dimulai pada bulan april
sampai bulan mei 2009.
4.6.3 Prosedur Pengumpulan Data
Setelah mendapatkan ijin dari Rumah Sakit Jiwa Menur
Surabaya, peneliti mengadakan pengambilan data pada klien
menarik diri, data dan sample yang dijadikan responden baik
perlakuan maupun kontrol diidentikasi sebelum perlakuan (pre
test) dan sesudah perlakuan (post test) sebagal data awal.
Responden dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok dari
kelompok kontrol, satu kelompok terdiri dan 8 orang, pada
kelompok perlakuan akan diberikan terapi aktilitas kelompok
sosialisasi dan kelompok control tidak diberikan TAK. Hanya
diberikan prosedur tindakan harian untuk klien dengan menarik
diri.
Pemberian terapi aktilitas kelompok sosialisasi terdiri atas
tujuh sessi, setiap sessi akan dipimpin oleh seorang kader/terapis
dan dibantu oleh 5 fasilitator serta satu observer, saat pemberian
TAK pada kelompok perlakuan langsung dapat diobservasi tingkat
pencapaian klien dalam mencegah menarik diri dengan
menggunakan alat observasi yang ada dalam panduan TAK.
Terapi aktitas kelompok diberikan sebanyak tujuh sesi dan
dilaksanakan kurang lebih selama 14 hari, setelah selesai
pemberian TAK kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dapat
dilakukan observasi sebagai data akhir lalu di analisis pre dan post
untuk melihat perbedaan dan pengaruh pemberian TAK sosialisasi
untuk meningkatkan sosialisasi diri pada klien Skizofrenia dengan
riwayat menarik diri di ruang Glatik Rumah Sakit Jiwa Menur
Surabaya.
4.6.4 Analisa Data
Dalam penelitian ini analisis data dilakukan melalui tahap-tahap
sebagai berikut :
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data
yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada
tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2) Coding
Merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa katagori. Pemberian
kode ini sangat penting untuk memudahkan kembali melihat
lokasi dan arti suatu kode dari suatu variable.
3) Entri data
Adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikupulkan ke
dalam master tabel atau database computer, kemudian
membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan
membuat tabel kontigensi.
4) Kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan Wilcox on
sign rank test dan disajikan dalam bentuk tabulasi silang antara
variable independen dan variable dependen dengan
menggunakan komputer windows program SPSS 16.
5) Untuk mengetahui pcngaruh Variabel Independen dan Variabel
dependen dilakukan uji statistik Mann Whitney tes menggunakan
komputer windows program SPSS 16.
4.7 Etik Penelitian
Dengan melakukan penelitian ini peneliti mendapat rekomendasi
STIKES Insan Unggul Surabaya dan ijin Direktur Rumah Sakit Jiwa Menur
Surabaya. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian
menekankan masalah etik yang meliputi :
1) Informed Concent kepada dokter yang merawat/bertanggung jawab
kepada klien yang memenuhi kriteria inklusi untuk bersedia menjadi
responden penelitian. Apabila dokter yang bertanggung jawab
terhadap klien tersebut menolak untuk diikutkan dalam penelitian ini
maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
2) Anonimily (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data atau
kuesioner yang akan diisi oleh responden. Lembar ini hanya diberi
kode tertentu oleh peneliti.
3) Condentiality (kerahasiaan)
Klien yang menjadi obyek penelitian akan dijaga kerahasiaannya oleh
peneliti, dan hanya disajikan pada kelompok tertentu yang
berhubungan dengan penelitian.
4.8 Keterbatasan
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian data
1) Instrumen atau alat pengumpulan data
Penggunaan alat pengumpulan data yang disusun oleh peneliti
sendiri memungkinkan validitas dan reabilitas yang masih kurang
sehingga perlu dilakukan penelitian selanjutnya.
2) Faktor feasibility
Penelitian ini hanya dilakukan dengan memberikan 7 kali perlakuan
pada kelompok perlakuan sehingga memberikan hasil yang mungkin
kurang signikan karena keterbatasan waktu dan biaya dan
kemampuan peneliti
3) Peneliti
Keterbatasan peneliti dalam menggunakan tehnik pemilihan
sampling dengan menggunakan teknik purposif sampling dapat
menyebabkan tidak semua sampel memperoleh kesempatan yang
sama untuk menjadi sampel dalam penelitian ini karena sampel
dipilih sendiri oleh peneliti sesuai dengan penelitian inklusi sample
yang telah ditetapkan. Teknik pemilihan sampling ini ditujukan untuk
mempermudah penulis dalam melakukan penelitian Selain itu juga
adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam
melakukan penelitian.
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dideskripsikan hasil penelitian dan pembahasan
sesuai dengan tujuan penelitian. Pengkajian hasil dibagi menjadi dua bagian,
yaitu data umum dan data khusus. Data umum meliputi: gambaran umum
lokasi penelitian, karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, riwayat pekerjaan, status perkawinan dan agama. Data
khusus menerangkan tentang jati diri sebelum dan setelah dilakukan terapi
aktivitas kelompok (TAK) : Sosialiasi dan analisa pengenalan jati diri baik
kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol.
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Data Umum
Dalam data umum ini akan dibahas mengenai gambaran umum
tentang lokasi penelitian dan karakteristik demogras responden.
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rawat inap ruang Gelatik rumah sakit jiwa
Menur Surabaya, yang beralamat di Jl. Menur 120 Surabaya, merupakan
Rumah Sakit Daerah Tingkat I dengan akreditasi rumah sakit tipe B plus.
Rawat inap terdiri dari Ruang Flamboyan (kelas III perempuan), Kenari
(kelas III laki-laki), Gelatik (kelas III laki-laki), Wijaya Kusuma (ruang
akut), Puri Mitra Permata Harapan (kelas II) dan Puri Angrek (kelas I).
Dari segi ketenagaan secara keseluruhan berjumlah 378 pegawai,
untuk perawat berjumlah 79 orang yang terdiri dari 3 orang bertugas di
dalam struktural, dan 76 orang di fungsional. Di ruang Gelatik sendiri
jumlah perawat adalah 9 orang yang terdiri dari 1 kepala ruangan, 1 CE,
dan 7 perawat pelaksana. Pasien yang dirawat berjumlah rata-rata 150
orang perbulan, pada tahun 2008 BOR rawat inap di RS Jiwa Menur
Surabaya 85%. Ruang Gelatik memiliki kapasitas 50 tempat tidur
dengan BOR tahun 2008 terhitung 99%, pada saat pengambilan data Mei
2009 Jumlah pasien yang dirawat berjumlah 41 yang mengalami menarik
diri sebanyak 17 orang dan yang diambil sebagai responden karena
memenuhi kriteria inklusi sejumlah 16 orang.
2. Karakteristik Demogra Responden
Didalam karakterisktik demogra responden ini akan diuraikan
karakteristik demogra baik kelompok perlakuan maupun kelompok
kontrol berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat
pekerjaan, riwayat perkawinan, dan agama.
1) Distribusi Responden Berdasarkan Umur Kelompok Perlakuan Dan
Kelompok Kontrol
Gambar 5.1 Distribusi Responden Kelompok Perlakuan dan
Kelompok Kontrol Berdasarkan Umur di RS. Jiwa Menur
Surabaya, Mei 2009
Berdasarkan gambar 5.1 responden kelompok perlakuan
sebagaian besar berumur 17-31 tahun dan 32 45 yaitu masing-
masing sebanyak 4 orang (50%). Sedangkan pada kelompok kontrol
sebagian besar berumur 17-31 tahun yaitu sebanyak 5 orang
(62,5%) dan berumur antara 32-45 tahun berjumlah 3 orang
(37,5%).
2) Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Kelompok
Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Gambar 5.2 Distribusi Responden Kelompok Perlakuan dan Kelompok
Kontrol Berdasarkan Jenis Kelamin di RS. Jiwa Menur
Surabaya, Mei 2009
Berdasarkan gambar 5.2 responden kelompok perlakuan terdiri
dari laki-laki sebanyak 8 orang (100%). Sedangkan kelompok kontrol
jumlah responden laki - laki sama 8 orang (100%).
3) Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok
Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Gambar 5.3 Distribusi Responden Kelompok Perlakuan dan Kelompok
Kontrol Berdasarkan tingkat pendidikan di RS. Jiwa Menur
Surabaya, Mei 2009
Berdasarkan gambar 5.3 distribusi responden kelompok
perlakuan sebagian besar berpendidikan SD yaitu 4 orang (50%),
SLTP 3 orang (37,5%) dan sisanya 1 orang berpendidikan SLTA
(12,5%). Sedangkan pada kelompok kontrol sebagaian besar
responden juga berpendidikan SD dan SLTP masing masing 3 orang
(37,5%) dan sisanya 2 orang (25%) berpendidikan SLTA.
4) Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Pekerjaan Kelompok
Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Gambar 5.4 Distribusi Responden Kelompok Perlakuan dan Kelompok
Kontrol Berdasarkan Riwayat Pekerjaan di RS. Jiwa Menur
Surabaya, Mei 2009
Berdasarkan gambar 5.4 distribusi responden kelompok
perlakuan berdasarkan riwayat pekerjaan adalah bekerja sebagai
buruh pabrik sebanyak 2 orang (25%), bekerja swasta 3 orang
(37,5%) dan tidak bekerja sebanyak 3 orang (37,5%). Sedangkan
responden kelompok kontrol sebagian besar tidak bekerja yaitu
sebanyak 7 orang (87%) dan sisanya 1 orang (12,5%) bekerja
sebagai buruh pabrik.
5) Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan Kelompok
Gambar 5.5 Distribusi Responden Kelompok Perlakuan dan Kelompok
Kontrol Berdasarkan Status Perkawinan di RS. Jiwa Menur
Surabaya, Mei 2009
Berdasarkan gambar 5.5 komposisi responden kelompok
perlakuan berdasarkan status perkawinan sebagaian besar tidak
kawin yaitu sebanyak 6 orang (75%) dan sisanya kawin sebanyak 2
orang (25%). Pada kelompok kontrol sebagaian besar juga tidak
kawin yaitu sebanyak 6 orang (75%), kawin 1 orang (12,5 %) dan
sisanya duda cerai sebanyak 1 orang (12,5%)
6) Distribusi responden berdasarkan agama
Gambar 5.6 Distribusi Responden Kelompok PerJakuan dan Kelompok
Kontrol Berdasarkan Agama di RS. Jiwa Menur Surabaya,
Mei 2009
Berdasarkan gambar 5.6 distribusi responden baik kelompok
perlakuan maupun kelompok kontrol berdasarkan agama didapatkan
100% semua responden beragama Islam
5.1.2 Data Khusus
Pada bagian ini akan disajikan gambaran menarik diri responden
sebelum dan sesudah diberikan terapi aktivitas (TAK) sosialisasi pada
klien di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.
Distribusi Menarik diri Responden Sebelum Diberikan Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK) Sosialisasi Kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
1.
Gambar 5.7 Gambaran menarik diri Responden Kelompok Perlakuan
dan Kelompok Kontrol Sebelum diberikan (TAK)
Sosialisasi di RS. Jiwa Menur Surabaya, Mei 2009
Berdasarkan gambar 5.7 memberikan gambaran bahwa
menarik diri responden sebelum diberikan TAK sosialisasi baik
kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol didapatkan 100%
semua responden menarik diri berat.
Distribusi menarik diri Responden setelah diberikan terpai aktivitas
(TAK) Sosialisasi Kelompok Perlakuan Dan Kelompok Kontrol
2.
Gambar 5.8 Distribusi Gambaran Menarik Diri Responden Kelompok
Perlakuan dan Kelompok Kontrol Setelah diberikan TAK
Sosialisasi di RS. Jiwa Menur Surabaya, Mei 2009
Berdasarkan gambar 5.8 memberikan gambaran bahwa
menarik diri responden kelompok perlakuan setelah diberikan TAK
sosialisasi ada peningkatan dari yang semula semua responden
menarik diri menjadi 50% responden (4 orang) mau bersosialisasi
dan 50% (4 orang) menarik diri sedang. Dan untuk kelompok kontrol
sebagain besar masih menarik diri berat, yaitu sebanyak 6 orang
(75%) dan 2 orang (25%) menarik diri sedang, peningkatan ini bisa
terjadi karena tingkat pendidikan yang cukup yaitu SLTA dan prosedur
keseharian di RSJ Menur Surabaya selain TAKS.
Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) sosialiasi terhadap
peningkatan sosialisasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
3.
Tabel 5.1 Gambaran menarik diri responden kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan TAK
sosialisasi berdasarkan uji Wilcoxon sign rank test dan
Mann Whitney test di RS. Jiwa Menur Surabaya, 2009
Menarik diri Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Kelompok Kelompok
Perlakuan
Setelah TAK
pos
TAK
Sebelum
TAK
Sesudah
TAK
Pre
TAK
Pos
TAK
Mau
bersosialisasi
0
0%
4
50%
0
0%
0
0%
4
50%
0
0%
Menarik diri
sedang
0
0%
4
50%
0
0%
2
25%
4
50%
2
25%
20Menarik diri berat 8100% 0
p%
8
100%
6
75%
2
0%
6
75%
Total
8
100%
8
100%
8
100%
8
100%
8
100%
8
100%
Uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test Mann Whitney Test
P
0,010 0,157 0,002
Negatif Ranks 0 0
^brdrsPositif
Ranks
8 2
Ties 0 6
<4~ertalc
$(
|lx4302^clwWidth1759
Keterangan :
Negatif Ranks = Menarik diri setelah TAKS < Menarik diri sebelum TAKS
Positif Ranks = Menarik diri setelah TAKS > Menarik diri sebelum TAKS
Ties = Menarik diri setelah TAKS = Menarik diri sebelum TAKS
Berdasarkan label 5.1 diatas dapat diketahui bahwa pada
kelompok perlakuan terdapat 8 orang atau 100% responden terjadi
peningkatan sosialisasi. Dimana sebelum diberikan TAK semua
responden menarik diri berat, akan tetapi setelah diberikan TAK 50%
yaitu 4 responden mau bersosialisasi dan sisanya 50% menjadi
menarik diri sedang. Sedangkan kelompok kontrol terdapat 6
responden atau 75% responden, menarik diri tetap berat, dan 2
responden atau 25% responden menarik diri meningkat menjadi
sedang. Pada kelompok kontrol tidak didapatkan pasien mau
bersosialisasi.
Hasil uji statistik dengan penggunaan uji Wilcoxon Signed
ranks Test sebelum dan sesudah pemberian terapi aktivitas kelompok
sosialisasi pada kelompok perlakuan didapatkan nilai kemaknaan p =
0,010 dimana p < 0,05, yang berarti HI diterima. Hasil uji statistik
dengan menggunakan uji Mann Whitney Test kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol setelah diberikan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi didapatkan nilai kemaknaan p = 0,002 dimana p < 0.05,
yang berarti H
1
diterima.
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan
Menurut Salbiah (2006) ada beberapa faktor yang, mempengaruhi
menarik diri, yaitu terkembangan individu yang gagal, ideal diri tidak
realistis, gangguan sik dan mental, sistem keluarga yang tkdak
berfungsi serta pengalarnan traumatik yang bevulang, Faktr-fcktor
tersebut dapat menimbulka~ persepsi negatif terhadap dirinya. Akibat
persepsi negatif itu dapat mengakibatkan(mengejek dan mengkritik diri
sendiri, meobenci diri endiri dan menolak diri, bila penolakan diri tidak
segera ditangani, akan`mengalami menarik diri, halusinasi, curiga,
melukai ozang lain bihkan dapat mendorong mengakhiri hidupnya
(Salbiah:2006).^par =55727 Dari hasil observasi$peneliti pada saat
sebelum perlakuan didapatkan bahwa sebagaian besaz responden"tidak
berkir realistis, sehingga mempunyai pandangan yang negatif terhadap
dirinya. Selain itu(juga ada beberapa hal yang menyebabkan semua
responden menarik diri, yaitu: 1) Perasaan-purasaan bersalah kadang-
kadang menguasainya- kesemasan-kecamasan yang berlebihan, gaga!
beradaptasi, tidak mampu menangani krisis-krisis dengan baik dan
ke|idakmampuan ini mengurangi kgpercayaan dirinya, sehingga klien
me~arik diri. 2) Selama di rumah sakit responden mempunyai perasaan
ang negatif terhadap dirinya, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal
mencapai keinginan serta tidak menyadari bahwa sebenarnya dirinya
mempunyai hal-hal positif yang masih berguna untuk dirinya dan atau
orang lain.
Semua responden pada kelompok perlakuan setelah diberi terapi
aktivitas kelompok sosialisasi mengalami peningkatan sehingga klien
tidak menarik diri lagi. Hal ini bisa dilihat pada tampilan tabel 5.1 yang
menunjukkan bahwa 100% responden terjadi peningkatan sosialisasi.
Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan sebagian besar masih
menarik diri berat yaitu sebesar 75%. Pada kelompok ini juga terjadi
peningkatan sosialisasi yaitu hanya 25% responden yang respon
sosialisasinya meningkat, menjadi menarik diri sedang saja, tidak
didapatkan klien mau bersosialisasi.
Menurut Mary C. Townsend (1998) secara umum individu dapat
dikatakan tidak menarik diri bila, yaitu:. Klien mulai berinteraksi dengan
diri dan orang lain, klien mengunakan kontak mata sifat responsif pada
wajah dan perilaku-perilaku non verbal lainya dalam berinteraksi dengan
orang lain, klien tidak menarik diri dari kontak sik
Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi adalah upaya
memfasilitasi kemampuan bersosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan sosial. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi untuk klien
menarik diri bertujuan untuk melatih klien agar dapat meningkatkan
hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap (keliat dan
Akemat:2005).
Dalam penelitian ini peneliti tidak mengidentikasi tingkat
pendidikan dengan peningkatan sosialisasi. Umur responden kelompok
perlakuan relatif sama atau sebaya, sehingga didalam kelompok
responden mempunyai lingkungan pergaulan dengan teman sebaya.
Dengan demikian timbul rasa kebersamaan, respon penerimaan, dan
interaksi yang lebih baik didalam kelompok, hal ini dapat merangsang
terjadinya proses terapi aktivitas kelompok yang sangat baik. Proses
terapi aktivitas keiompok yang berlsngsung baik ini rnendukung
terjadinya pencegahan menarik diri responden. Terapi aktivitas yang
dilakukan peneliti merupakan upaya-upaya untuk pencegahan menarik
diri, yaitu : identikasi hal postif diri dan melatif hal postif pada diri.
Selama pelaksanaan terapi aktivitas kelompok berlangsung kekohesifan
terjadi dengan baik. Menurut Stuart dan Laraia (2001) tujuan aktivitas
keiompok dapat dicapai salah satunya disebabkan adanya kekohesifan
yang baik, dimana kekohesifan merupakan kekuatan anggota kelompok
bekerjasama dalarn mencapai tujuan.
Pada kelompok kontrol meskipun tidak diberikan terapi aktivitas
kelompok sosialisasi ada dua responden yang meningkat yaitu dari
menarik diri berat menjadi menarik diri sedang, meskipun tidak
signikan, hal ini kemungkinan disebabkan karena, 1) tingkat pendidikan
responden sebagian besar SLTA, ada responden yang pernah masuk
bangku kuliah meskipun tidak sampai selesai karena masuk rumah sakit
jiwa menur, selain itu juga sebagian besar responden yang tingkat
pendidikannya SLTP sebenarnya juga sempat sekolah di SLTA tetapi tidak
sampai lulus, 2) pada kelompok ini meskipun tidak diberikan terapi
aktivitas kelompok sosialisasi, kelompok kontrol tetap diberikan terapi
tindakan perawatan harian sesuai protap rumah sakit.
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi secara signikan memberikan
perubahan terhadap peningkatan sosialisasi responden. Hal ini dapat
terjadi bila terapi aktitas kelompok dilakukan secara terus menerus dan
terprogram dengan baik hal tersebut diterapkan penulis selama
penelitian ini selama 7 hari terbuktikan dengan adanya peningkatan
menarik diri responden sebesar 100% pada kelompok perlakuan setelah
diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi, pada kelompok kontrol
tidak didapatkan responden yang mau bersosialisasi, dan 75%
responden masih menarik diri berat.
Pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan
hanya didapatkan positif ranks, yaitu sebanyak 8, yang berarti bahwa
pada semua kelompok perlakuan sosialisasinya mengalami peningkatan
dari pada sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok. Sedangkan pada
kelompok kontrol didapatkans3, 2 |langfe1033rosivif ranks dan 6 ties,
yang berarti bahwa pada kelompok kontrol meskipun tidak didapatkan
klien mau bersosialisasi, tetapi sebenarnya masih didapatkan 2
responden yang menarik dirinya meningkat walaupun peningkatannya
sedikit, sehingga belum sampai pada klien mau bersosialisasi. Hal ini
menunjukkan bahwa terapi aktivitas kelompok sosialisasi sangat
diperlukan untuk peningkatan sosialisasi selain tindakan rutin harian di
rumah sakit.
Tampilan tabel 5.1 mengenai gambaran menarik diri responden
pada kedua kelompok baik kelompok perlakuan maupun kelompok
kontrol dapat dijelaskan adanya peningkatan sosialisasi yang sangat
bermakna yaitu p = 0,011. Dari data tersebut menunjukkan bahwa hal
tersebut diatas sesuai dengan teori Wilson dan Kneisl, yang dikutip oleh
Keliat,BA (2005) menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok (TAK)
adalah manual, rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi
pengalaman seseorang serta meningkatkan respon sosial dan harga diri.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan
saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan
masalah. Menurut Keliat dan Akemat (2005) Kelompok adalah kumpulan
individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling
bergantung dan mempunyai norma yang sama dengan tujuan untuk
membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah
perilaku yang destruktif dan maladaptif
Dengan adanya terapi aktivitas kelompok sosialisasi ini klien dapat
meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap,
sehingga responden merasa bahwa terayata dirinya masih bermanfaat
dan dibutuhkan oleh orang-orang disekitarnya. Semua itu dapat
menumbuhkan pandangan positif tentang dirinya, berkir realistis,
menerima diri sendiri dan dapat berinteraksi dengan orang lain atau
lingkungan sekitamya, sehingga peningkatan sosialisasi dapat terjadi
pada responden.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Menarik diri klien gangguan jiwa menunjukan perbedaan sebelum dan
sesudah pemberian terapi aktitas kelompok sosialisasi. Sebelum
pemberian terapi aktitas kelompok sosialisasi menarik diri semua
klien berat yaitu 100%, sebaliknya terjadi perubahan atau
peningkatan klien menjadi mau bersosialisasi 50% dan menjadi
menarik diri sedang 50% setelah pemberian terapi aktitas kelompok
sosialisasi.
1.
Terapi aktitas kelompok sosialisasi merupakan upaya
$memfasilitasi kemampuan;84877 bersosialisasi klien sehingga klien
dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap
sehingga klien!dapat berinteraksi dengan orang lain dan ningkungan
sekitarnya.
2.
7.2 Saran
1. Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok sosialisasi kepada klien
dengan menarik diri sebagai upaya untuk membantu klien dalam
berinteraksi dengan orang lain. Diharapkan adanya pemberian Terapi
Aktitas Kelompok Sosialisasi terjadi peningkatan sosialisasi terhadap
klien dengan riwayat menarik diri.
1.
Mengingat hasil penelitian ini ada pengaruh yang bermakna antara
terapi aktitas kelompok sosialisasi dengan peningkatan sosialisasi
klien, maka sebaiknya di rumah sakit jiwa terapi aktitas kelompok
sosialisasi ini dijadikan sebagai salah satu program terapi yang akan
diberikan pada klien dan juga dibuat protap yang terstruktur dengan
disarankan kepada rumah sakit membuat perencanaan untuk
pengembangan staf.
2.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,S. (2006). Prosedur Penelitian, suetu pendgkatan praktek.
Jakarta: PT. Ribeka Cipta, Hal. 73
Aziz.$A, (2008). Metode Penelitian Keperawatan(dcn Teknik Analisis Data.
Surabaya: Salemba Medika
Carpenito,L.J. : (2000). <267064Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi
VII, Jakarta EGC, Hal. 370
Keliat dan Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa Terapi aktivitas
Kelompok.`Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, Hal. 3-05
Keliat. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Lumbantobing. (2007). Skizofrenia Gila. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Maramis,W.F. (2004). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Halaman 213-234
Maslim. R, (2003). = Buku Sau Diagnosis Gangguan Jiwa. Dirjend
Pelayanan Medik, Depkes RI
Nursalam, (2003). Konsep dan penerapan Metodologi Penelitian Ylmu
Keperawaan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Istrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, Halaman 102
Notoatmodjo, (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Zakarta: Rineka
Cipta
Panji (2008). Asuhan Keperawatan Menarik Diri. http//keperawatan-
gun.blogspot.com. /2008/06/askep menarik diri.html
Panji (2008). Cara menyusun proposal penelitian. http//www.google.coid
/search?hl=jd&q=Cara+menyusun+proposal+penelitian&
start=10&sa=N
Panji (2008). Cara penulisan skripsi. http//www.google.co.id
/search?hl=jd&q=Cara+penulisan+skripsi&start=10&sa=N
Panji (2008). Faktor Presipitasi Menarik Diri. http//www.google.
coid/search?hl=jd&q=Faktor+Presipitasi+Menarik+Diri&
start=10&sa=N
Panji (2008). Kelompok. http//www.google.co id/search? hl=jd&q=
kelompok +adalah&start=10&sa=N
Panji (2008). Menarik diri. http//www.google.coid/search?hl=jd&q
=menarik+diri+adalah&start=10&sa=N
Panji (2008). Skizofrenia. http//www.google.coid /search?hl=jd&q=
Skizofrenia+ adalah&start=10&sa=N
Panji (2008).` p6Terapi Aktivitas Kelompok. http//www.googlm.coid
/search? hl=jd&q=terapi+aktivitas+kelmpok+adalah&
start?10&sa=N
Panji (2008). Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. http//www.google.
coid/search?hl=jd&
q=terapi+aktivitas+kulompok+sosialisasi+adalah&start=10&sa=N
Ramali, A. (2003). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan
Rudyanto, B. (2007). Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Soesanto. W, (2008). Biostatistik Penelitian Kesehatan. Surabaya: Perc.
Dua tujuh
Stuart. W, (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC, Hal.
240-253
Yosep. I, (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Reka Aditama
Zainuddin, M. (2000). Metodologi Penelitian. Surabaya
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESZONDEN
Nama saya Irwan Panji mahasiswa program studi S1 Ilmu
Keperawatan STIKES Insan Unggul Surabaya. Dalam rangka memenuhi
syarat tugas akhir program pendidikan di Program Studi Ilmu
Keperawatan diwajibkan melakukan penelitian. Dalam rangka ini saya
mengambil judul Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi
Terhadap Peningkatan Sosialisasi Pada Klien Skizofrenia dengan Riwayat
Menarik Diri di Ruang Gelatik Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya .
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi
aktivitas kelompok (TAK) terhadap peningkatan sosialisasi pada klien
skizofrenia dengan riwayat menarik diri. Untuk kelancaran penelitian ini
saya mengharapkan partisipasi saudara/i untuk mengijinkan klien yang
menjadi tangung jawab/ pengawasan/ pengobatan saudara/i menjadi
responden pada penelitian ini.
Christy Arum di 20.08
Kegiatan penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Direktur
RSJ menur Surabaya. Sehingga saudara tidak perlu meragukan
keabsahanya. Kesediaan klien saudara/i menjadi responden dipergunakan
hanya untuk mengembangkan ilmu keperawatan dan tidak untuk maksud
yang lain.
Jika saudara/i memberi ijin klien untuk menjadi responden dalam
penelitian ini, Silahkan saudara menandatangani kolom dibawah ini. Atas
partisipasi Saudara saya ucapkan terima kasih.
LEMBAR OBSERVASI
1. DATA DEMOGRAFI
i Umur
`^shpbottom852re>87950 21-30 tahun
:40~oze|wtxt0y9{p 31-40 tahun
41-50 tahun
ii Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
iii ^adjustright Pendidikan
p>87950 oproof=SD
~g1024SLTP
~ 01outInCellSLTA
Akademi/Perguruan Tinggi
iv Riwayat pekerjaan
BuruhxSwasta
p5{n fFlipH

Beranda
Lihat versi web
Berbagi
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Christy Arum
Lihat prol lengkapku
is't me
Diberdayakan oleh Blogger

Anda mungkin juga menyukai