Oleh : Anita Lolyta Ikawati (5511312009) Zenny Kurniyati (5511312015)
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA D3 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2013/2014 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi manusia. Tanpa adanya air, maka segala kegiatan aktivitas manusia akan terganggu. Selain digunakan untuk minum, air juga dipakai manusia untuk memasak, mandi, mencuci, dan masih banyak lagi fungsi air bagi manusia. Karena itu keberadaan air ,terutama air bersih sangat penting bagi manusia. Ketersediaan air baik secara kuantitas, kualitas, mauupun kontinuitas sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia. Di daerah perkotaan, kebutuhan akan air bersih sangat besar. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk sehingga kebutuhan akan air pun meningkat. Selain itu di daerah perkotaan sangatlah sulit untuk mendapatkan sumber air bersih karena terjadi penurunan kualitas air akibat banyaknya pencemaran yang terjadi di sungai dan air tanah yang menjadi sumber air bagi manusia sehingga air tersebut tidak dapat digunakan oleh manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu upaya untuk mengatasi keterbatasan air bersih akibat pencemaran air yang terjadi dan juga agar air yang akan digunakan telah memenuhi standar yang telah ditetapkan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengolahan air dari air yang tercemar yang tidak layak untuk digunakan menjadi air bersih yang dapat digunakan manusia untuk melakukan segala aktivitasnya. Salah satu cara pengolahan air bersih yaitu dengan proses koagulasi- flokulasi. Koagulasi dan flokulasi merupakan salah satu cara pengolahan air untuk menghilangkan zat-zat yang berbahaya dalam air untuk menghasilkan air bersih yang bisa digunakan manusia. Koagulasi adalah proses destabilisasi koloid dan partikel- partikel yang ada di dalam air sehingga membentuk flok dengan melakukan penambahan bahan kimia (koagulan) dan proses pengadukan cepat. Proses koagulasi ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendap dengan sendirinya. Sedangkan flokulasi adalah proses penggabungan flok-flok yang dihasilkan dari proses koagulasi menjadi flok yang lebih besar sehingga membuat partikel-partikel tersebut dapat mengendap. Penggabungan flok-flok tersebut disebabkan karena proses pengadukan lambat. Karena itu koagulasi dan flokulasi adalah proses yang terjadi berurutan dan tidak dapat dipisahkan. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa itu proses koagulasi-flokulasi dalam pengolahan air? 2. Bagaimana proses koagulasi-flokulasi dalam pengolahan air? 3. Apa saja jenis alat-alat atau bahan kimia yang digunakan untuk melakukan proses koagulasi-flokulasi? 4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi-flokulasi pada instalasi pengolahan air? 5. Apa kelebihan dari proses koagulasi-flokulasi dalam usaha pengolahan air?
1.3. Tujuan 1. Mengetahui apa itu proses koagulasi dan flokulasi dalam sistem penyediaan air minum 2. Mengetahui Proses kimia dari koagulasi dan flokulasi dalam sistem penyediaan air minum 3. Mengetahui jenis alat-alat atau bahan kimia yang digunakan untuk melakukan proses koagulasi-flokulasi. 4. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi. 5. Mengetahui kelebihan dari proses koagulasi dan flokulasi dalam sistem penyediaan air minum
1.4. Manfaat Manfaat dari penulisan paper ini adalah : 1. Menambah pengetahuan mengenai proses koagulasi dan flokulasi dalam instalasi pengolahan air. Sebagai bahan referensi bagi pembaca mengenai metode koagulasi dan flokulasi dalam instalasi pengolahan air
BAB II PENGERTIAN DAN PROSES KOAGULASI-FLOKULASI 2.1 KOAGULASI 2.1.1 Pengertian Koloid Koloid merupakan sistem yang partikel-partikelnya terdispersi secara merata dalam suatu medium. Partikel koloid memiliki beberapa sifat yang khas, diantaranya tidak dapat disaring, fasa terdispersi tersebar secara merata dalam medium pendispersi, serta dapat memberikan suatu hamburan cahaya yang bergerak tidak teratur jika terkena seberkas cahaya yang dinamakan efek Tyndall. Definisi koloid yang lain adalah partikel-partikel yang memiliki beberapa karakteristik dalam larutan juga memiliki diameter yang berukuran 0,001-1mikrometer dan beberapa koloid ada yang berukuran sampai 10 mikrometer. Partikel koloid dapat dipisahkan dari larutannya dengan cara pendestabilisasian menjadi agregat-agregat yang memiliki ukuran yang lebih besar sehingga mudah diendapkan. Proses pendestabilan ini disebut proses koagulasi. 2.1.2 Pengertian Koagulasi Koagulasi secara umum didefinisikan sebagai penambahan zat kimia (koagulan) ke dalam air baku dengan maksud mengurangi gaya tolak-menolak antar partikel koloid, sehingga partikel partikel tersebut dapat bergabung menjadi flok-flok halus. Koagulasi terpenuhi dengan penambahan ion-ion yang mempunyai muatan berlawanan dengan partikel koloid. Partikel koloid umunya bermuatan negatif oleh karena itu ion-ion yang ditambahkan harus kation atau bermuatan positif. Kekuatan koagulasi ion-ion tersebut bergantung pada bilangan valensi atau besarnya muatan. Ion bivalen (+2) 30-60 kali lebih efektif dari ion monovalen (+1). Ion trivalen (+3) 700-1000 kali lebih efektif dari ion monovalen.
2.1.3 Proses Koagulasi Pada proses koagulasi-flokulasi terdiri dari dua tahap besar, yaitu : 1. Penambahan koagulan Aluminium sulfat (Al 2 (SO 4 ) 3 .18H 2 O) dan 2. Pengadukan campuran koagulan-air umpan, yang terdiri dari, a) Pengadukan cepat Pengadukan cepat (Rapidmixing) merupakan bagian integral dari proses Koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah, serta untuk menghasilkan dispersi yang seragam dari partikel-partikel koloid, dan untuk meningkatkan kesempatan partikel untuk kontak dan bertumbukan satu sama lain b) Pengadukan pelan. Pengadukan pelan ini bertujuan menggumpalkan partikel- partikel terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi/ berkumpul dengan partikel-partikel tersuspensi lainnya (Duliman, 1998). Setelah pengadukan pelan selesai flok-flok yang terbentuk dibiarkan mengendap. Setelah proses pralakuan koagulasi- flokulasi selesai, derajat keasaman (pH) air umpan mikrofiltrasi akan turun. Selanjutnya air umpan jernih hasil koagulasi dialirkan ke reservoir kedua agar terpisah dari endapan - endapan yang terbentuk. Air inilah yang kemudian akan diumpankan pada proses mikrofiltrasi oleh membran. Pada proses koagulasi, juga dibagi dalam tahap secara fisika dan kimia. 1. Secara fisika Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti: a. Pemanasan Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan antar partikel- partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan. contoh:darah b. Pengadukan, contoh: tepung kanji c. Pendinginan, contoh: agar-agar 2. Secara kimia Sedangkan proses koagulasi secara kimia yaitu seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan, dan penambahan zat kimia koagulan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan koloid bersifat netral, yaitu: a. Menggunakan Prinsip Elektroforesis. Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan yang berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral. b. Penambahan koloid, dapat terjadi sebagai berikut: Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi. (Sudarmo,2004) c. Penambahan Elektrolit. Jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan mengadsorpsi koloid dengan muatan positif (kation) dari elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengadsorpsi partikel negatif (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi koagulasi.
Dalam proses koagulasi, stabilitas koloid sangat berpengaruh. Stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunyai muatan permukaan sejenis (negatip). Beberapa gaya yang menyebabkan stabilitas partikel, yaitu: 1. Gaya elektrostatik yaitu gaya tolak menolak tejadi jika partikel-partikel mempunyai muatan yang sejenis. 2. Bergabung dengan molekul air (reaksi hidrasi). 3. Stabilisasi yang disebabkan oleh molekul besar yang diadsorpsi pada permukaan.
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Koagulasi a. Suhu air Suhu air yang rendah mempunyai pengaruh terhadap efisiensi proses koagulasi. Bila suhu air diturunkan , maka besarnya daerah pH yang optimum pada proses kagulasi akan berubah dan merubah pembubuhan dosis koagulan. b. Derajat Keasaman (pH) Proses koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada pada daerah pH yang optimum. Untuk tiap jenis koagulan mempunyai pH optimum yang berbeda satu sama lainnya.
Gambar 1.1 Koagulasi (Rapid Mixing) c. Jenis Koagulan Pemilihan jenis koagulan didasarkan pada pertimbangan segi ekonomis dan daya efektivitas daripadakoagulan dalam pembentukan flok. Koagulan dalam bentuk larutan lebih efektif dibanding koagulan dalam bentuk serbukatau butiran. d. Kadar ion terlarut Pengaruh ion-ion yang terlarut dalam air terhadap proses koagulasi yaitu : pengaruh anion lebih bsar daripada kation. Dengan demikian ion natrium, kalsium dan magnesium tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap proses koagulasi. e. Tingkat kekeruhan Pada tingkat kekeruhan yang rendahproses destibilisasi akan sukar terjadi. Sebaliknya pada tingkat kekeruhan air yang tinggi maka proses destabilisasi akan berlangsung cepat. Tetapi apabila kondisi tersebut digunakan dosis koagulan yang rendah maka pembentukan flok kurang efektif. f. Dosis koagulan Untuk menghasilkan inti flok yang lain dari proses koagulasi dan flokulasi sangattergantung dari dosis koagulasi yang dibutuhkan Bila pembubuhan koagulan sesuai dengan dosis yang dibutuhkan maka proses pembentukan inti flok akan berjalan dengan baik. g. Kecepatan pengadukan Tujuan pengadukan adalah untuk mencampurkan koagulan ke dalam air. Dalam pengadukan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengadukan harus benar-benar merata, sehingga semua koagulan yang dibubuhkan dapat bereaksi dengan partikel-partikel atau ion-ion yang berada dalam air. Kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap pembentukan flok bila pengadukan terlalu lambat mengakibaykan lambatnya flok terbentuk dan sebaliknya apabila pengadukan terlalu cepat berakibat pecahnya flok yang terbentuk h. Alkalinitas Alkalinitas dalam air ditentukan oleh kadar asam atau basa yang terjadi dalam air. Alkalinitas dalam air dapat membentuk flok dengan menghasil ion hidroksida pada reaksihidrolisa koagulan. 2.2. FLOKULASI Flokulasi adalah suatu proses aglomerasi (penggumpalan) partikel-partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan dapat dipisahkan oleh sedimentasi dan filtrasi. Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan proses tarik- menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap. Gradien kecepatan merupakan faktor penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai gradien terlalu besar maka gaya geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika nilai gradient terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan antar partikulat tidak akan terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit dihasilkan. Untuk itu nilai gradien kecepatan proses flokulasi dianjurkan berkisar antara 90/detik hingga 30/detik. Untuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap maka bak flokulasi dibagi atas tiga kompartemen, dimana pada kompertemen pertama terjadi proses pendewasaan flok, pada kompartemen kedua terjadi proses penggabungan flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi pemadatan flok. Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi, perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan koagulasi.
Gambar 1.2 Flokulasi (Slow Mixing) 2.2.1 Efektivitas Flokulasi Efisiensi dari proses flokulasi pada prakteknya seringkali dapat dilihat dari kualitas air setelah dilakukan pemisahan flok secara mekanik. Dengan demikian, cara pemisahan zat padat atau flok sangat penting dan sangat dipengaruhi oleh bentuk flok yang ada, misalnya untuk melakukan flotasi diperlukan bentuk flok yang lain berbeda dengan flok untuk sedimentasi. Jika dipakai sedimentasi diperlukan flok dengan berat jenis dan diameter yang besar. Pada proses flotasi dibutuhkan flok yang lebih kecil dan mempunya berat jenis yang lebih ringan tetapi mempunyai sifat untuk bergabung dengan gelembung udara. Untuk filtrasi dibutuhkan flok yang kompak yang cukup homogen dengan struktur yang kuat terhadap abrasi dan dengan sifat mudah melekat diatas partikel media penyaring (filter) untuk menjamin pemisahan yang efisien dan operasional penyaringan yang ekonomis. Untuk efek penjernihan air secara keseluruhan, belum cukup apakah flok bisa dipisahkan dari air secara efektif, karena belum dapat menjamin dengan pasti apakah kualitas air yang diinginkan bisa tercapai hanya dengan kondisi ini saja. Selain itu dibutuhkan bahwa semua zat yang akan dihilangkan dari air juga melekat pada flok. 2.3. Proses pengolahan air (Koagulasi - Flokulasi) Air baku dari air permukaan sering mengandung bahan-bahan yang tersusun oleh partikel koloid yang tidak bisa diendapkan secara alamiah dalam waktu singkat. Partikel- partikel koloid dibedakan berdasarkan ukuran. Jarak ukurannya antara 0,001 mikron (10- 6 mm) sampai 1 mikron (10-3 mm). Partikel yang ditemukan dalam kisaran ini meliputi (1) partikel anorganik, seperti serat asbes, tanah liat, dan lanau/silt, (2) presipitat koagulan, dan (3) partikel organik, seperti zat humat, virus, bakteri, dan plankton. Dispersi koloid mempunyai sifat memendarkan cahaya. Sifat pemendaran cahaya ini terukur sebagai satuan kekeruhan. Koloid merupakan partikel yang tidak dapat mengendap secara alami karena adanya stabilitas suspensi koloid. Stabilitas koloid terjadi karena gaya tarik van der Waal's dan gaya tolak/repulsive elektrostatik serta gerak brown. Kestabilan koloid dapat dikurangi dengan proses koagulasi (proses destabilisasi) melalui penambahan bahan kimia dengan muatan berlawanan. Terjadinya muatan pada partikel menyebabkan antar partikel yang berlawanan cenderung bergabung membentuk inti flok. Untuk penghilangan zat-zat berbahaya dari air, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang terjadi secara berurutan untuk mentidakstabilkan partikel tersuspensi, menyebabkan tumbukan partikel dan tumbuh menjadi flok. Proses koagulasi selalui diikuti oleh proses flokulasi, yaitu penggabungan inti flok atau flok kecil menjadi flok yang berukuran besar. Tahap awal dimulai dengan proses koagulasi, koagulasi melibatkan netralisasi dari muatan partikel dengan penambahan elektrolit. Dalam hal ini bahan yang ditambahkan biasanya disebut sebagai koagulan atau dengan jalan mengubah pH yang dapat menghasilkan agregat/kumpulan partikel yang dapat dipisahkan. Hal ini dapat terjadi karena elektrolit atau konsentrasi ion yang ditambahkan cukup untuk mengurangi tekanan elektrostatis di antara kedua partikel. Agregat yang terbentuk akan saling menempel dan menyebabkan terbentuknya partikel yang lebih besar yang dinamakan mikroflok, dimana mikroflok ini tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Pengadukan cepat untuk mendispersikan koagulan dalam larutan dan mendorong terjadinya tumbukan partikel sangat diperlukan untuk memperoleh proses koagulasi yang bagus. Biasanya proses koagulasi ini membutuhkan waktu sekitar 1-3 menit. Tahap selanjutnya dari proses koagulasi adalah proses flokulasi. Flokulasi disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang disebut sebagai flokulan (Rath & Singh, 1997). Mikroflok yang terbentuk pada saat proses koagulasi sebagai akibat penetralan muatan, akan saling bertumbukan dengan adanya pengadukan lambat. Tumbukan tersebut akan menyebabkan mikroflok berikatan dan menghasilkan flok yang lebih besar. Pertumbuhan ukuran flok akan terus berlanjut dengan penambahan flokulan atau polimer dengan bobot molekul tinggi. Polimer tersebut menyebabkan terbentuknya jembatan, mengikat flok, memperkuat ikatannya serta menambah berat flok sehingga meningkatkan rate pengendapan flok. Waktu yang dibutuhkan untuk proses flokulasi berkisar antara 15-20 menit hingga 1 jam. Proses koagulasi-flokulasi terjadi pada unit pengaduk cepat dan pengaduk lambat, (seperti terlihat pada gambar 1.3) . Pada bak pengaduk cepat, dibubuhkan bahan kimia (disebut koagulan). Pengadukan cepat dimaksudkan agar koagulan yang dibubuhkan dapat tercampur secara merata/homogen. Pada bak pengaduk lambat, terjadi pembentukan flok yang berukuran besar hingga mudah diendapkan pada bak sedimentasi.
Koagulan yang banyak digunakan dalam pengolahan air minum adalah aluminium sulfat atau garam-garam besi. Kadang-kadang koagulan-pembantu, seperti polielektrolit dibutuhkan untuk memproduksi flok yang cepat mengendap. Faktor utama yang mempengaruhi koagulasi dan flokulasi air adalah kekeruhan, padatan tersuspensi, temperatur, pH, komposisi dan konsentrasi kation dan anion, durasi dan tingkat agitasi selama koagulasi dan flokulasi, dosis koagulan, dan jika diperlukan, koagulan-pembantu. Beberapa jenis koagulan beserta sifatnya dapat dilihat pada Tabel 5.1. Pemilihan koagulan dan kadarnya membutuhkan studi laboratorium atau pilot plant (menggunakan jar test apparatus) untuk mendapatkan kondisi optimum. Reaksi kimia untuk menghasilkan flok adalah:
Pada air yang mempunyai alkalinitas tidak cukup untuk bereaksi dengan alum, maka perlu ditambahkan alkalinitas dengan menambah kalsium hidroksida
Gambar 1.10 Alat Jar-Test Sumber: EPA, 2002
Gambar 1.3 Proses Koagulasi-Flokulasi
Menurut Davis dan Cornwell (1991) dalam Yuliati (2006), ada tiga hal penting yang harus diperhatikan ketika memilih suatu koagulan, yaitu: kation bervalensi tiga (trivalen) merupakan kation yang paling efektif untuk menetralkan muatan listrik koloid, tidak beracun, tidak larut dalam kisaran pH netral (Koagulan yang ditambahkan harus terendapkan dari larutan sehingga ion-ion tersebut tidak tertinggal dalam air)
Tabel 1.1 Beberapa Jenis Koagulan dalam praktek pengolahan Air 2.3.1. Tahapan Pada Proses Koagulasi dan Flokulasi Proses koagulasi-flokulasi dijelaskan secara ringkas pada Gambar 1.4, dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Partikel koloid tidak bisa mengendap karena bersifat stabil. 2) Kestabilan koloid dapat diganggu dengan penambahan koagulan dan pengadukan cepat. 3) Partikel yang tidak stabil cenderung untuk saling berinteraksi dan bergabung membentuk flok yang berukuran besar. Unit proses koagulasi-flokulasi biasanya terdiri dari tiga langkah pengolahan yang terpisah yaitu (Metcalf and Eddy, Inc. 1991 dalam Ebeling dan Ogden 2004): Pada proses pengadukan cepat, bahan-bahan kimia yang sesuai ditambahkan ke dalam aliran air limbah yang kemudian diaduk pada kecepatan tinggi secara intensif, Pada proses pengadukan lambat, air limbah diaduk pada kecepatan sedang supaya membentuk flok-flok besar sehingga mudah diendapkan, Pada proses sedimentasi, flok yang terbentuk selama flokulasi dibiarkan mengendap kemudian dipisahkan dari aliran effluent.
Gambar 1.4 Ringkasan Proses Koagulasi dan flokulasi 2.3.1.1. Pengadukan Faktor penting pada proses koagulasi-flokulasi adalah pengadukan. Berdasarkan kecepatannya, pengadukan dibedakan menjadi dua, yaitu pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Kecepatan pengadukan dinyatakan dengan gradien kecepatan (G), yang merupakan fungsi dari tenaga yang disuplai (P):
a) Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan alat pengaduk berupa impeller yang digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Umumnya pengadukan mekanis terdiri dari motor, poros pengaduk, dan gayung pengaduk (impeller), lihat Gambar 1.5. Pengadukan lambat secara mekanis umumnya memerlukan tiga kompartemen dengan ketentuan G di kompartemen I lebih besar daripada G di kompartemen II dan G di kompartemen III adalah yang paling kecil.
Gambar 1.5 Gambar 1.6 b) Pengadukan hidrolis adalah pengadukan yang memanfaatkan gerakan air sebagai tenaga pengadukan. Sistem pengadukan ini menggunakan energi hidrolik yang dihasilkan dari suatu aliran hidrolik. Energi hidrolik dapat berupa energi gesek, energy potensial (jatuhan) atau adanya lompatan hidrolik dalam suatu aliran. Beberapa contoh pengadukan hidrolis adalah terjunan (Gambar 1.7), loncatan hidrolis, parshall 68 flume, baffle basin (baffle channel, Gambar 1.8), perforated wall, gravel bed dan sebagainya.
c) Pengadukan pneumatic adalah pengadukan yang menggunakan udara (gas) berbentuk gelembung yang dimasukkan ke dalam air sehingga menimbulkan gerakan pengadukan pada air (Gambar5.7). Injeksi udara bertekanan ke dalam suatu badan air akan menimbulkan turbulensi, akibat lepasnya gelembung udara ke permukaan air. Makin besar tekanan udara, kecepatan gelembung udara yang dihasilkan makin besar dan diperoleh turbulensi yang makin besar pula. Gambar 1.7 Gambar 1.8
2.4. Kelebihan Koagulasi - Flokulasi Lebih cepat, efektif dan efisien menghilangkan bahan-bahan limbah dalam bentuk koloid, dengan menambahkan koagulan. Dengan koagulasi, partikel-partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk flok (Suryadiputra, 1995), serta memudahkan partikel-partikel tersuspensi yang sangat lembut dan bahan-bahan koloidal di dalam air menjadi agregat/jonjot (proses sebelum penggumpalan) dan membentuk flok, sehingga dapat dipisahkan dengan proses pengendapan dan dapat juga berfungsi menghilangkan beberapa jenis organisme dalam air. Flokulasi terjadi setelah koagulasi dan berupa pengadukan pelan pada air limbah. Dengan mengendapnya koloid, diharapkan laju fouling yang terjadi pada membran akan berkurang, sehingga penggunaan mikrofiltrasi dalam proses pengolahan air bersih menjadi layak untuk dilakukan. Dengan aplikasi teknologi koagulasi-flokulasi zat yang berbentuk suspensi atau koloid dirubah bentuknya menjadi zat yang dapat dipisahkan dari air. Agregasi sebagai akibat dari pemakaian koagulan/flokulan adalah tahap awal dimana selanjutnya dilakukan pemisahan flok dari air misalnya dengan proses sedimentasi, filtrasi atau flotasi. Proses koagulasi-flokulasi selain untuk menurunkan tingkat kekeruhan untuk memperoleh air yang bening, juga ada efek samping yaitu fraksi zat tersuspensi dalam air yang seringkali menyebabkan pencemaran. Dengan koagulasi-flokulasi zat suspensi tersebut yang juga sebagai pencemar, bisa dihilangkan dari air.
Gambar 1.9 Tabel 1.2. Ringkasan Proses Koagulasi-Flokulasi Koagulasi Flokulasi Destabilisasi partikel koloid Pembubuhan bahan kimia: koagulan, misal koagulan, misal: tawas Dilakukan pengadukan cepat (rapid mixing): Hidrolis: terjunan atau hidrolik jump Mekanis: menggunakan batang pengaduk Lamanya proses: 30 90 detik Pembentukan dan pembesaran flok Dilakukan pengadukan lambat (slow mixing): Pneumatis Mekanis Hidrolis Waktu operasi: 15 30 menit
Zat tersuspensi yang mempunyai ukuran lebih dari 5 10 m dapat dihilangkan agak mudah dengan filtrasi atau sedimentasi dan filtrasi. Sedangkan penghilangan koloid yang tidak tercemar berat dapat menggunakan saringan pasir lambat. Timbul kesulitan bilamana kualitas air baku tidak baik sehingga tidak semua zat koloid dan kotoran lainnya dapat dihilangkan dengan saringan pasir cepat atau saringan pasir lambat. Untuk mengatasi hal ini maka proses koagulasi dengan menggunakan bahan kimia dilakukan. Selain itu juga penting bagi proses desinfeksi dengan adanya pemisahan zat padat sebelum desinfeksi dilakukan, karena sering kali mikroorgamisme terdapat di dalam zat padat, yang tidak dapat dimusnahkan oleh proses oksidasi reduksi, karena oksidan akan tereduksi oleh zat organik didalam flok sebelum bisa menembus mikroorganisme untuk dimusnahkan. Proses koagulasi-flokulasi bisa juga menghilangkan sebagian atau seluruh zat terlarut, sehingga hal ini yang menjadi fungsi utama dari koagulasi-flokulasi. Teknologi koagulasi-flokulasi bisa juga dipadukan dengan proses pengendapan secara kimiawi (bukan proses pengendapan flok secara fisik), akan tetapi reaksi kimia antara koagulan/flokulan dan zat terlarut didalam air yang menghasilkan senyawa kimia yang tidak larut.
Pada gambar circular clarifier pengambilan contoh air di lokasi IPAL pabrik jamu PT X, terlihat masih banyak sekali padatan yang mengapung dan melayang. Padatan tersuspensi pada contoh air keluaran unit tersebut bahkan seringkali lebih tinggi dibandingkan padatan tersuspensi yang terkandung pada contoh air limbah yang baru digenerasi pada proses produksi. Pengolahan biologis lumpur aktif aerobik memang akan menghasilkan padatan yang perlu dipisahkan. Namun tingginya kandungan padatan tersuspensi setelah melewati proses pengendapan mengindikasikan dibutuhkannya peningkatan performa penyisihan pada circular clarifier yang sudah ada. Limbah dari tangki koagulasi yang merupakan campuran limbah nabati dan limbah yang dihasilkan dari proses ekstraksi, dilakukan penambahan koagulan FeSO4 dan PAC.
BAB III KESIMPULAN Koagulasi-flokulasi merupakan proses berkelanjutan, dimana koagulasi adalah proses awal dengan pengadukan cepat untuk menyatukan koloid-koloid menjadi flok-flok kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses flokulasi yaitu pengadukan lambat untuk membentuk flok menjadi lebih besar sehingga lebih mudah untuk dipisahkan dengan air. Proses koagulasi memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih cepat, efektif dan efisien menghilangkan bahan-bahan limbah dalam bentuk koloid, dengan menambahkan koagulan.