Anda di halaman 1dari 12

PROSI DI NG 201 2 HASI L PENELI TI AN FAKULTAS TEKNIK

Arsi tektur El ektro Geol ogi Mesi n Perkapalan Si pi l



Vol ume 6 : Desember 2012 Group Tekni k Elektro I SBN : 978-979-127255-0-6
TE4 - 1
ANALISIS SISTEM PROTEKSI PETIR (LIGHTING PERFORMANCE)
PADA SUTT 150 kV SISTEM SULAWESI SELATAN

Gassing
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, 90245
Telp./Fax: (0411) 588111


Abstrak
Pulau Sulawesi yang berada di daerah sangat dekat dengan garis khatulistiwa dan kondisi
geografis pulau yang dikelilingi laut memiliki petir dengan frekuensi tinggi dan karakteristik
tipikal. Selain faktor geografis tersebut, Sulawesi Selatan menggunakan jaringan transmisi
tegangan tinggi 150 kV dalam transmisi daya jarak menengah. Keberadaannya yang
terekspos di atas tanah serta dengan kerapatan sambaran petir yang sangat tinggi di
Sulawesi Selatan, jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Gardu Induk (GI)
150 kV mengalami banyak gangguan petir. Perbaikan sistem proteksi petir melibatkan studi
karakteristik petir tropis. Parameter sambaran petir tropis tersebut dapat digunakan untuk
mengevaluasi lightning performance saluran udara eksisting dan kemudian menentukan
perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan baik dengan metoda konvensional maupun
metoda khusus. Perbaikan dengan metoda konvensional meliputi perbaikan sistem
pentanahan, kawat tanah, sudut lindung, penambahan isolator, dan lightning arrester.
Perbaikan dengan metoda khusus dilakukan sistem konvensional yang digunakan sudah
maksimal tetapi masih diperlukan proteksi yang lebih baik. Perbaikan dengan metoda
khusus ini merupakan sistem proteksi tambahan berupa extended mast terminal (EMT).
Pemasangan EMT diprioritaskan pada daerah dengan kerapatan sambaran tinggi dan pada
beberapa menara menuju gardu induk.
Kata Kunci: karakteristik petir tropis, lightning performance, perbaikan



PENDAHULUAN

Petir merupakan fenomena alam yang tidak dapat ditiadakan. Dalam masyarakat modern petir menjadi
permasalahan yang sangat penting karena petir memiliki kemampuan untuk mengganggu dan bahkan merusak
infrastruktur publik seperti sistem tenaga listrik (pembangkitan, transmisi dan distribusi), sistem
telekomunikasi, dan peralatan elektronik.

Indonesia, khususnya pulau Sulawesi berada dekat dengan garis khatulistiwa (equatorial belt) yang mendapat
sinar matahari sepanjang tahun. Selain itu, Sulawesi Selatan juga dikelilingi oleh laut dan terletak pada daerah
yang sangat kuat dipengaruhi oleh serta angin lokal, yakni angin darat dan angin laut, dan Samudra Indonesia.
Keberadaan sinar matahari, uap air, dan pergerakan angin tersebut menimbulkan pembentukan awan petir pada
hampir seluruh daerah di Sulawesi selatan yang di dalamnya terdapat jaringan transmisi 150 kV.


LANDASAN TEORI

Sebab-sebab Terjadinya Petir

Petir merupakan gejala alam yang bisa dianalogikan dengan sebuah kapasitor raksasa, di mana lempeng
pertama adalah awan (bisa lempeng negatif atau lempeng positif) dan lempeng kedua adalah bumi (dianggap
netral). Seperti yang sudah diketahui kapasitor adalah sebuah komponen pasif pada rangkaian listrik yang bisa
menyimpan energi sesaat.

Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi. Proses terjadinya pemisahan muatan pada
awan karena dia bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia akan berinteraksi dengan
awan lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan
muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Jika perbedaan potensial antara awan dan bumi cukup besar,


Anali si s Si stem Proteksi Peti r. .. . Gassi ng
Arsi tektur El ektro Geol ogi Mesi n Perkapalan Si pi l

I SBN : 978-979-127255-0-6 Group Tekni k Elektro Vol ume 6 : Desember 2012
TE4 - 2
maka akan terjadi pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk mencapai
kesetimbangan. Pada proses pembuangan muatan ini, media yang dilalui elektron adalah udara. Pada saat
elektron mampu menembus ambang batas isolasi udara inilah terjadi ledakan suara. Petir lebih sering terjadi
pada musim hujan, karena pada saat terseut udara mengandung kadar air yang lebih tinggi sehingga daya
isolasinya turun dan arus lebih mudah mengalir. Karena ada awan bermuatan negatif dan awan bermuatan
positif, maka petir juga bisa terjadi antar awan yang berbeda muatan.

Selama ini belum pernah ada ilmuan yang pernah menekuni langsung bagaimana proses terjadinya petir.
Namun, para ilmuan menduga bahwa lompatan bunga api listrik yang ada pada petir terjadi karena ada
beberapa tahapan yang dilalui. Beberapa tahapan yang menyebabkan terjadinya petir adalah:

Tahap pemampatan muatan yang terjadi di awan (mengumpulnya uap air di dalam awan).
Terjadi loncatan muatan listrik antara awan dengan bumi.
Ketinggian antara permukaan atas dan permukaan bawah pada awan dapat mencapai jarak sekitar 8 km
dengan temperatur bagian bawah sekitar 60
o
F dan temperatur bagian atas sekitar - 60
o
F. Akibatnya, di
dalam awan tersebut akan terjadi kristal-kristal es.
Karena di dalam awan terdapat angin ke segala arah, maka kristal-kristal es tersebut akan saling
bertumbukan dan bergesekan sehingga terpisahkan antara muatan positif dan muatan negatif.
Bagian atas awan bemuatan negatif, bagiantengah bermuatan positif dan di bagian bawah berbaur antara
muatan positif dan negatif. Pemisahan muatan inilah yang menjadi sebab utama terjadinya sambaran petir.












Gambar 1. Proses Pembentukan Awan Bermuatan


Besar medan listrik minimal yang memungkinkan dapat menimbulkan petir adalah sekitar 1.000.000 volt per
meter. Akibat kondisi tertentu, bumi yang cenderung menjadi peredam listrik statis, bisa ikut berinteraksi. Hal
ini dimungkinkan jika pada suatu luasan tertentu terjadi pengkonsentrasian listrik bermuatan positif di bawah
bangunan atau pohon. Apabila beda muatan antara dasar awan dengan ujung bangunan /pohon sudah mencapai
batas tertentu, maka akan terjadi perpindahan listrik. Dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai petir
menyambar bangunan/pohon. Muatan yang begitu besar akan segera menyebar ke seluruh bagian
bangunan/pohon, kemudian menjalar ke tanah dan ternetralisasi pada kedalaman yang mengandung air tanah.

Konsep elektrogeometri atau metode bola gelinding menghubungkan jarak sambar petir dengan arus
puncaknya. Konsep ini mengatakan bahwa sebuah bola imajiner dengan ujung leader pada pusat bola
menggelinding ke sebuah struktur. Semua titik kontak yang mengenai permukaan bola kemudian akan disambar
petir.

Metode ini didasarkan pada hipotesis berikut:
a) Jika sebuah leader petir bergerak mendekati objek di permukaan bumi dan radius bola mengenai objek
maka petir akan menyambar ke objek yang terdekat.
b) Jarak sambar didefinisikan dari amplituda arus pada sambaran pertama. Armstrong dan Whitehead
menurunkan koefisien rumus jarak sambar sebagai radius bola berdasarkan rumus Wagner dari eksperimen
Paus dan Watanabe sebagai berikut:

rs = 6,71 I
0,85
(m) (1)

I = arus puncak sambaran pertama [kA]

c) Perhitungan sudut lindung dengan batang franklin konvensional didefinisikan dari rumus empirik Hasse


PROSI DI NG 201 2 HASI L PENELI TI AN FAKULTAS TEKNIK
Arsi tektur El ektro Geol ogi Mesi n Perkapalan Si pi l

Vol ume 6 : Desember 2012 Group Tekni k Elektro I SBN : 978-979-127255-0-6
TE4 - 3
dan Wiesinger yaitu:

= sin
1
(1

) (2)

= sudut lindung dari batang finial []


htotal= tinggi struktur dan batang finial [m]
rs= jarak sambar [m]

Di samping proteksi konvensional seperti batang franklin, sangkar faraday, dan konsep elektrogeometri
alternatif desain lainnya adalah Collection Volume Method (CVM). Metoda desain ini diusulkan oleh
Dr.A.J.Eriksson. Parameter desain dari CVM ini meliputi tinggi struktur, intensifikasi medan, muatan leader,
ketinggian tempat, dan kecepatan propagasi leader.

Eriksson (1987) menguji validitas CVM dengan perhitungan pada berbagai tinggi struktur (10 200 meter)
dengan parameter petir. Hubungan antara radius atraktif, tinggi struktur, dan arus puncak diturunkan menjadi
persamaan:

Ra = 0.84k. Ip
0.74
H
0.6
(3)

Ra = radius atraktif [m]
Ip = arus puncak [kA]
H = tinggi struktur [m]
k = faktor lokal

Hari Guruh tahunan

Hari guruh adalah hari dimana guruh terdengar minimal satu kali dalam satu hari. Jumlah hari guruh yang
terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut Isokreaunic Level dan disimbolkan dengan Ikl.

Kerapatan sambaran petir ke tanah (ground flash density) adalah jumlah sambaran petir ke tanah yang terjadi
dalam satu tahun pada suatu wilayah yang luasnya dalam satuan km. Relasi empiris antara kerapatan sambaran
petir ke tanah dengan hari guruh tahunan diberikan pada Tabel 2.1. Terkait bahwa kerapatan sambaran petir ke
tanah berbeda-beda untuk setiap wilayah. Pada umumnya kerapatan sambaran petir ke tanah dirumuskan
sebagai berikut:

ns = (0.15 0.2)Ikl (4)

Dimana:
ns = kerapatan sabaran petir ke tanah [sambaran/km
2
- tahun]
Ikl= jumlah hari guruh (Isokreaunic Level) [sambaran/km
2
-tahun]

Untuk wilayah Indonesia sendiri dalam menentukan kerapatan sambaran petir yang terjadi, dihitung sebagai
berikut:

ns =0.15I kl (5)

Tabel 1. Relasi Empiris antara Kerapatan Sambaran Petir dan Hari Guruh Tahunan (Sumber:Hutahuruk,1991:136)

















Anali si s Si stem Proteksi Peti r. .. . Gassi ng
Arsi tektur El ektro Geol ogi Mesi n Perkapalan Si pi l

I SBN : 978-979-127255-0-6 Group Tekni k Elektro Vol ume 6 : Desember 2012
TE4 - 4
Tegangan Lebih Petir pada Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 kV

Tegangan lebih adalah tegangan yang hanya dapat ditahan untuk waktu terbatas. Berdasarkan sumber-
sumbernya, IEC mengklasifikasikan tegangan lebih menjadi tegangan lebih petir, tegangan lebih switching dan
tegangan lebih temporer.

Tegangan lebih petir yang terjadi pada sistem tenaga listrik disebabkan oleh dua macam sambaran, yaitu
sambaran langsung dan tidak langsung. Pada saluran udara, sambaran langsung tersebut dapat mengenai kawat
fasa, kawat tanah, dan menara, sedangkan sambaran tidak langsung adalah sambaran ke tanah yang berada
didekat saluran udara. Untuk saluran transmisi seperti SUTT 150 kV, dampak sambaran tidak langsung dapat
diabaikan.

Sambaran Langsung

a. Sambaran pada Kawat Fasa
Jika sambaran tersebut mengenai kawat fasa pada suatu titik maka akan muncul gelombang berjalan ke dua arah
yang berlawanan pada saluran tersebut. Tegangan yang terjadi pada suatu titik di saluran akan dibaca oleh
isolator sebagai berikut:

V=
.

(6)

Impedansi surja kawat fasa dapat ditentukan dari persamaan berikut ini [Hileman]:

Z =
0
.

1
(7)


Dengan :

Z0 =

(8)

Z0= impedansi surja natural

1
= 60ln
2

(9)


hf= Jarak rata-rata kawat fasa ke tanah (m)

R = Jari-jari efektif kawat fasa dipengaruhi korona (m)

Gambar 2. Sambaran Langsung pada Kawat Fasa


Tabel 2. Nilai Z0 menurut IEC Publication 71-2


b. Sambaran Pada Menara
Tegangan lebih yang timbul pada menara akibat terkena sambaran petir akan dibaca oleh isolator sebagai
berikut:



PROSI DI NG 201 2 HASI L PENELI TI AN FAKULTAS TEKNIK
Arsi tektur El ektro Geol ogi Mesi n Perkapalan Si pi l

Vol ume 6 : Desember 2012 Group Tekni k Elektro I SBN : 978-979-127255-0-6
TE4 - 5
V = I . R + L
dI
dt
(10)


R = tahanan kaki menara (tower footing resistance)

Menurut GUIDELINES dari IEEE tahanan kaki menara dianggap konstan sedangkan menurut CIGRE tahanan
dipengaruhi juga oleh ionisasi tanah.

Menara dapat direpresentasikan sebagai impedansi surja atau induktansi. Tegangan lebih yang terjadi pada
menara sebagai impedansi surja berbanding lurus dengan arus puncak, sedangkan pada menara sebagai
induktansi tegangan lebih berbanding lurus dengan kecuraman arus.Impedansi surja menara diturunkan dari
bentuk geometri menara. Menurut Sargent dan Darveniza, impedansi surja menara ZT tipe kerucut adalah
seperti pada gambar a di bawah ini:
Gambar 3. Penampang Menara Transmisi untuk Menghitung Impedansi Surja Menara (hutahuruk, 1991:144)


Induktansi menara dapat diperoleh dari:

Gambar 4. Kurva Induktansi Menara
[12]
Gambar 5. Sambaran Langsung pada Menara Transmisi


c. Sambaran pada Kawat Tanah
Jika kawat tanah disambar petir, sebagian arus yang muncul akan mengalir ke menara. Tegangan yang timbul
pada menara adalah:

VM = I .R +L
dI
dt
(11)

dI/dt = kecuraman arus puncak [kA/s]
L = induktansi menara [H]
R = tahanan kaki menara []

Besar tegangan lebih yang timbul pada isolator adalah:

V = k . VM (12)

k = faktor kopling kawat tanah dan kawat fasa [m]


Anali si s Si stem Proteksi Peti r. .. . Gassi ng
Arsi tektur El ektro Geol ogi Mesi n Perkapalan Si pi l

I SBN : 978-979-127255-0-6 Group Tekni k Elektro Vol ume 6 : Desember 2012
TE4 - 6
hg = tinggi kawat tanah rata-rata = h 2/3 s [m]
h = tinggi menara [m]
s = sag kawat tanah [m]


PEMBAHASAN

Pulau Sulawesi yang berada di daerah sangat dekat dengan garis khatulistiwa dan kondisi geografis pulau yang
dikelilingi laut memiliki petir dengan frekuensi tinggi dan karakteristik tipikal. Selain faktor geografis tersebut,
Sulawesi Selatan menggunakan jaringan transmisi tegangan tinggi 150 kV dalam transmisi daya jarak
menengah.

Keberadaannya yang tersebar di atas tanah serta dengan kerapatan sambaran petir yang sangat tinggi di
Sulawesi Selatan, jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Gardu Induk (GI) 150 kV mengalami
banyak gangguan petir.

Berdasarkan pengamatan, memperlihatkan daftar rele jarak (distancerelay Protection) sistem 150 kV
Sulawesi Selatan. Di mana lokasi pemasangan relenya dibagi atas 2 sektor yaitu sektor Utara dan Sektor
selatan. Kedua sektor tersebut meliputi beberapa gardu induk yaitu:

A. Sektor Utara meliputi: B. Sektor Selatan meliputi :
1. GarduInduk Bakaru 1. Gardu Induk Pangkep
2. GarduInduk Polmas 2. Gardu Induk Bosowa
3. GarduInduk Parepare 3. Gardu Induk Tallo
4. GarduInduk Suppa 4. Gardu Induk Tallo Lama
5. GarduInduk Sidrap 5 Gardu Induk Takalar
6. GarduInduk Soppeng 6. Gardu Induk Jeneponto
7. GarduInduk Bone 7. Gardu Induk Bulukumba
8. GarduInduk Sengkang 8. Gardu Induk Sinjai

Dalam kajian ini, akan diambil data arus puncak dan probabilitas kejadian petir tropis, yang diambil dari
karakteristik petir di Gunung Tangkuban Perahu. Berikut ini merupakan rangkuman karateristik petir di Gunung
Tangkuban Perahu:

Tabel 3. Mt. Tangkuban Perahu Lightning Characteristics[8]
















Berikut menunjukkan hubungan sebaran kejadian petir terhadap waktu (bulan). Dari hubungan ini dapat
diperoleh informasi siklus kejadian petir bulanan, pada bulan-bulan apa saja siklus petir maksimum dan
minimum. Data petir bulanan pada tahun 2009 sampai dengan 2011 terlihat pada gambar di bawah ini:



PROSI DI NG 201 2 HASI L PENELI TI AN FAKULTAS TEKNIK
Arsi tektur El ektro Geol ogi Mesi n Perkapalan Si pi l

Vol ume 6 : Desember 2012 Group Tekni k Elektro I SBN : 978-979-127255-0-6
TE4 - 7

Gambar 6. Diagram Kerapatan Sambaran Petir pada Daerah Sungguminasa, Makassar dan Sekitarnya pada
Tahun 2009-2011 oleh BMKG


Terlihat pada kurva di atas menjelaskan bahwa puncak dari kerapatan sambaran petir sejak 3 (tiga) tahun
terakhir adalah pada bulan Oktober dimana terjadi sambaran sebanyak 50000000 sambaran yang jenisnya -IC
(negative intercloud) yaitu sambaran yang hanya terjadi di permukaan awan, kemudian 10% dari 10000000
atau 1000000 sambaran yang jenisnya +CG (positive cloud to ground) dimana disini terjadi sambaran langsung
ke bumi. Inilah yang mengindikasikan terjadinya gangguan pada SUTT yang ada di Sulawesi Selatan yang
merupakan daerah pantauan langsung dari pusat BMKG stasiun Geofisika Gowa Sulawesi Selatan.

Data Transmisi

Tabel 4. Data Saluran Udara Tegangan Tinggi 150kV Sistem Sulawesi Selatan

























Sumber: AP2BPT.PLN(Persero)Unit Bisnis SulSelRa

Tabel 5. Konstantan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Sulawesi Selatan

Penghantar
Resistansi(R)
(Ohm/Km)
Reaktansi(X)
(Ohm/Km)
ACSR 240mm
2

ACSR 400mm
2

ACSR430mm
2

0,11830
0,06691
0,03970
0,4239
0,40263
0,2720
Sumber:PT. PLN AP2B Unit Bisnis SulSelRa
0
10000000
20000000
30000000
40000000
50000000
60000000
+IC
-IC
+CG
-CG

No.
GarduInduk
Tegangan
Jarak
(km)

Jenis Penghantar Dari Ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Bakaru
Bakaru
Bakaru
Polmas
Parepare
Pinrang
Parepare
Parepare
Parepare
Sidrap
Soppeng
Sengkang
Barru
Pangkep
Pangkep
Bosowa
Tello
Bone
Sinjai
B.Kumba
Bantaeng
Jeneponto
Takalar
Takalar
S.Minasa
Pinrang
Parepare
Polmas
Parepare
Suppa
Parepare
Barru
Pangkep
Sidrap
Soppeng
Bone
Soppeng
Pangkep
Tello
Bosowa
Tello
Tellolama
Sinjai
B.Kumba
Bantaeng
Jeneponto
Takalar
Tello
S.Minasa
Tello
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
150kV
58,50
89,90
50,60
91,30
7,50
26,40
44,80
89,20
18,49
52,90
43,27
35,34
44,40
44,25
30,42
23,67
6,20
110,0
68,00
32,00
31,00
52,00
37,30
26,50
10,90
ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSRZEBRA2x400mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSR 2X240 mm
2

ACSRZEBRA2x430mm
2

ACSRZEBRA2x430mm
2

ACSRZEBRA2x430mm
2



Anali si s Si stem Proteksi Peti r. .. . Gassi ng
Arsi tektur El ektro Geol ogi Mesi n Perkapalan Si pi l

I SBN : 978-979-127255-0-6 Group Tekni k Elektro Vol ume 6 : Desember 2012
TE4 - 8
ANALISIS

Perhitungan jari-jari jarak sambar dengan metode bola gelinding.

Gambar 7. Konsep Elektrogeometrik


Metode ini didasarkan pada hipotesis berikut:
a. Jika sebuah leader petir bergerak mendekati objek di permukaan bumi dan radius bola mengenai objek
maka petir akan menyambar ke objek yang terdekat.
b. Jarak sambar didefinisikan dari amplituda arus pada sambaran pertama. Armstrong dan Whitehead
menurunkan koefisien rumus jarak sambar sebagai radius bola berdasarkan rumus Wagner dari eksperimen
Paus dan Watanabe sebagai berikut:

rs = 6,71 I
0,85
(m) (13)

I = arus puncak sambaran pertama [kA]
r = jari- jari bola gelinding merupakan jarak sambar ujung lidah petir ke obyek diatas tanah.

Dimana :
I = Probabiliti arus puncak pada tabel sebesar 18 kA

Maka didapat jari-jari sebesar r = 78 meter


Gambar 8. Jarak SambarPetir (Oleh Ricky CahyaAndrian)


Penentuan Tegangan Lebih Pada SUTT 150 kV

Sambaran pada Kawat Fasa
Jika sambaran tersebut mengenai kawat fasa pada suatu titik maka akan muncul gelombang berjalan ke dua arah
yang berlawanan pada saluran tersebut. Tegangan yang terjadi pada suatu titik di saluran akan dibaca oleh
isolator sebagai berikut:



PROSI DI NG 201 2 HASI L PENELI TI AN FAKULTAS TEKNIK
Arsi tektur El ektro Geol ogi Mesi n Perkapalan Si pi l

Vol ume 6 : Desember 2012 Group Tekni k Elektro I SBN : 978-979-127255-0-6
TE4 - 9
Gambar 9. Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir


Jika I puncak digunakan 50% positif pada tabel.= 18KA
Dimana impedansi sambaran sesuai diagram Z= 0.5422

V=
.
2
=
(0,5422) . (18)
2
= 4879.8 kV
[8]


Tegangan lebih yang timbul sebesar 4879.8 kV jauh melebihi CFO / V BIL sebesar = 750 kV, perlu diingat
bahwa arus 18 kA merupakan probabilitas 50% hal ini menunjukkan bahwa tidak saja arus sebesar 18 kA atau
lebih yang akan menyebabkan flashover melainkan hampir setiap sambaran langsung ke kawat fasa akan
menimbulkan flashover.

Tegangan lebih akibat sambaran langsung ke menara (tower).

VL = I x RE+L

+ VM (3.2)
[8]
VL = 6 x 1 + 40 x 20 + 115 = 921 kV

Dari hasil perhitungan di atas diketahui bahwa BIL pada rate tegangan 150 kV pada tabel adalah 500 kV,
sedangkan tegangan lebih akibat sambaran langsung ke menara, sebesar = 921 kV.

Sambaran pada Kawat Tanah
Jumlah Sambaran Petir pada Transmisi Hantaran Udara, dari data yang telah di rangkum maka, dapat diketahui
kerapatan petir dengan persamaan berikut :

Untuk, ht = 35.5m

Jika kawat tanah disambar petir maka arus tersebut sebagian akan dialirkan ke menara. Tegangan yang terjadi
pada menara adalah:

= . +

[kV]

Besar tegangan lebih yang timbul pada isolator adalah:

= .

[kV]

Untuk saluran udara 150 kV eksisting, bila terjadi sambaran langsung ke kawat tanah:

I=40 kA(50%) di/dt=30 kA/s (50%)
L=0.4666 e
0.0161xR
H/m

Dengan tinggi menarah = 35.5 m, sag kawat tanah s =4,576 m, dan sag kawat fasa = 5,4m maka tinggi rata-rata
kawat tanah dan fasa sebagai berikut :

h
g
=h 0.667s =35.50.667x4.576= 32.45 m
h
R
= h 0.667s= 30.73 0.667x5.4= 27.13 m
h
S
=h 0.667s =26.03 0.667x5.4 =22.43 m
h
T
= h 0.667s =21.33 0.667x5.4 =17.73 m

jadi, dapat diketahui;



Anali si s Si stem Proteksi Peti r. .. . Gassi ng
Arsi tektur El ektro Geol ogi Mesi n Perkapalan Si pi l

I SBN : 978-979-127255-0-6 Group Tekni k Elektro Vol ume 6 : Desember 2012
TE4 - 1 0
ns = (0.15)Ikl {0.0133(17,73 + 2.32,45)+ 0.1sg}[2]
= (0.15)Ikl {0.0133(82.63)+ 0.1}
= (0.15)Ikl {1.198979}
= 0.17984685 [sambaran/ km
2
- tahun]


Gambar 10. Grafik IKL terhadap Tinggi Menara SUTT 150 kV.


Terlihat pada grafik di atas adalah perbandingan IKL terhadap ketinggian menara yang bervariasi, pada
dasarnya kita ketahui bahwa ketinggian pada suatu menara akan berdampak pada gangguan yang diakibatkan
oleh sambaran petir pada tiap tahunnya. Kita sadar bahwa gangguan yang terjadi disebabkan oleh sambaran
petir tidak dapat untuk ditiadakan tetapi dapat dikurangi gangguan tersebut, dengan menggunakan peralatan
pelindung tambahan. Terkait hal ini maka dipandang perlu adanya pembenahan terhadap sistem propteksi
petir pada SUTT 150 kV sistem Sulawesi-Selatan.


Analisis Sistem Proteksi Petir Pada SUTT 150 kV Sistem Sulawesi Selatan

Adapun beberapa metode yang harus diperhatikan dalam melakukan perbaikan desain proteksi petir yaitu:
1. Sudut perlindungan terhadap sambaran petir
2. Menurunkan angka induktansi (L).
3. Memperbanyak grounding rod. dan
4. Menggunakan tambahan peralatan proteksi petir.

Sesuai dengan standarisasi level proteksi petir dari IEC dengan nomor: 60235-1 pada tabel di bawah ini:

Tabel 6. Level Proteksi Petir IEC 60235-1



Perbaikan sudut perlindungan terhadap sambaran petir

Dengan memilih beberapa metode yang digunakan ialah Cone protection methode (desain eksisting) dan
Rolling sphere methode (perbaikan desain).


0.14
0.15
0.16
0.17
0.18
0.19
0.2
0.21
30 30.5 31 31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 36 36.5 37 37.5 38 38.5 39 39.5 40 40.5 41


PROSI DI NG 201 2 HASI L PENELI TI AN FAKULTAS TEKNIK
Arsi tektur El ektro Geol ogi Mesi n Perkapalan Si pi l

Vol ume 6 : Desember 2012 Group Tekni k Elektro I SBN : 978-979-127255-0-6
TE4 - 1 1
a. Cone protection methode (desain eksisting)
Metode ini digunakan untuk memudahkan dalam menentukan sudutp roteksi yang baik, dalam menentukan
besar sudut yang mampu memberikan perlindungan yang baik terhadap gangguan khususnya pada gangguan
sambaran petir, dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


Gambar 11. Sudut Desain Eksisting


Dengan demikian kita dapat melihat sudut proteksi pada menara transmisi SUTT 150 kV pada gambar di
bawah ini
Gambar 12. Sudut Proteksi pada Menara 150 kV


Dapat diperhatikan pada gambar 4.17, terlihat pada menara masuk pada daerah proteksi. Maka, perlu dilakukan
peninjauan perbaikan sudut proteksi dengan menggunakan metode yang lain, apabila terjadi sambaran petir
maka dapat dipastikan sistim dengan aman.

b. Rolling sphere methode (perbaikan desain)
Konsep elektrogeometri atau metode bola gelinding menghubungkan jarak sambar petir dengan arus
puncaknya. Konsep ini mengatakan bahwa sebuah bola imajiner dengan ujung leader pada pusat bola
menggelinding kesebuah struktur. Semua titik kontak yang mengenai permukaan bola kemudian akan disambar
petir. Dimana metode ini sangat memudahkan dalam menentukan desain proteksi petir yang handal.
Berikut ini adalah gambar dari menara SUTT 150 kV dengan menggunakan Rolling sphere methode.

Gambar 13. Menara SUTT 150 kV dengan Menggunakan Rolling Sphere Methode.


Anali si s Si stem Proteksi Peti r. .. . Gassi ng
Arsi tektur El ektro Geol ogi Mesi n Perkapalan Si pi l

I SBN : 978-979-127255-0-6 Group Tekni k Elektro Vol ume 6 : Desember 2012
TE4 - 1 2
KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat di simpulkan bahwa:
1. IKL disulawesi selatan dengan ketinggian rata-rata menara 35.5 m adalah 0.17984685 [sambaran/ km
2
-
tahun].
2. Kerapatan sambaran petir sejak 3 (tiga) tahun terakhir adalah pada bulan Oktober dimana terjadi sambaran
sebanyak 50000000 sambaran yang jenisnya -IC (negative intercloud) yaitu sambaran yang hanya terjadi
di permukaan awan, kemudian 10% dari 10000000 atau 1000000 sambaran yang jenisnya +CG (positive
cloud to ground) dimana disini terjadi sambaran langsung ke bumi. Inilah yang mengindikasikan terjadinya
gangguan pada SUTT yang ada di Sulawesi Selatan.
3. Dari hasil analisis diperoleh, bahwa ketinggian menara saluran udara tegangan tinggi berpengaruh terhadap
gangguan yang terjadi akibat sambaran petir.
4. Dari hasil analisis diperoleh, bahwa metode desain eksisting (Cone protection method) sangat baik
digunakan untuk perlindungan sambaran petir sedangan metode perbaikan desain (Rolling sphere method)
lebih baik lagi karena lebih andal dalam melindungi sambaran petir pada saluran transmisi 150 kV
5. Gangguan akibat sambaran petir tidak dapat untuk ditiadakan melainkan dapat dikurangi gangguan akibat
sambaran petir dengan menggunkan peralatan pelindung tambahan.


SARAN

Diharapkan agar adanya evaluasi pada sistem proteksi pada sistem Sulawesi selatan. Mengingat cuaca di
Sulawesi sendiri tidak menentu.
Dengan memberikan peralatan pelindung tambahan terhadap menara transmisi yang dianggap rawan
terkena sambaran petir, seperti finial air.


DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar, A dan Kuwahaara, S.,(1993). Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jakarta : Pradnya
Paramita, Jilid II.
2. Hutahuruk, T. S.,1982. Transmisi Daya Listrik ,Bandung : ITB.
3. SPLN 13: 1978, Perencanaan Saluran Udara 20,66,dan 150 kv.
4. Hergiawan, I. S.,2008, skripsi Evaluasi sistem proteksi petir (lightning performance) Pada SUTT dan GI
150 kv Batam,Bandung :ITB.
5. IEC. 60235-1, Level Proteksi Petir.
6. IEC 62305, Minimal Material Grounding.
7. Zoro, Reynaldo. 1987. Proteksi Sistem Tenaga I : Proteksi Terhadap Tegangan Lebih pada Sistem Tenaga
Listrik. Bandung: Penerbit ITB.
8. Hileman, A.R. 1999. Insulation Coordination for Power Sistems. New York: Marcel Dekker, Inc.
9. Eriksson, A.J. 1987. The Incidence Of Lightning Strikes To Power Lines. IEEE Trans. Pow. Del., 2, pp
859-870.
10. Zoro, Reynaldo. 1999. Karakteristik Petir Tropis Kasus di Gunung Tangkuban Perahu. Bandung:
Doctoral Dissertation of ITB
11. Anderson, J.G. 1982. Chapter 12 :Lightning Performance of Transmission Line, ndTransmission Line
Reference Book, 345 kV and Above, 2 ed. Palo Alto, California: Electric Power Research Institute
12. Razevig, D.V. 1979. High Voltage Engineering. Delhi: Kahnna Publisher
13. Whitehead, E.R. 1977. Chapter 22 : Protection of Transmission Lines, Lightning Volume 2 Lightning
Protection. London: Academic Press
14. IEEE Guide for Improving the Lightning Performance of Transmission Lines. IEEE Standard 1243-1997.
June 1997
15. Barros, M.T.Correia de, et al. Methodologies for Evaluating Lightning Performance of Transmission Lines.
Universidade Tecnica de Lisboa
16. LAPI ITB. 2002. Studi Pengaman Petir di PT Caltex Pacific Indonesia - Final Report. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai