Anda di halaman 1dari 10

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS

Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI


PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA









Oleh:
WIDYARTO MARGONO
C64103076



























PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
2
RINGKASAN


WIDYARTO MARGONO. Perkembangan dan Pertumbuhan Karang
Jenis Lobophyllia hemprichii Yang Ditransplantasikan Di Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Dibimbing oleh DEDI
SOEDHARMA dan BEGINER SUBHAN.

Teknologi transplantasi karang (Coral transplantation) adalah salah satu
alternatif upaya untuk pemulihan terumbu karang melalui pencangkokan atau
pemotongan karang hidup untuk di tanam di tempat lain atau di tempat yang
karangnya telah mengalami kerusakan, bertujuan untuk pemulihan atau
pembentukan terumbu karang alami. teknologi ini mulai banyak diaplikasikan di
perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup
(survival rate) dan laju pertumbuhan karang jenis Lobophyllia hemprichii yang
ditransplantasikan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Lokasi
Stasiun penelitian ini berada di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka pada
koordinat 05
o
4403,7 LS dan 106
o
3642,5 BT. Waktu kegiatan transplantasi
karang dilakukan pada bulan April 2008 sampai Oktober 2008. Metode
pengambilan data di lapangan dengan menggunakan pengukuran manual
dengan jangka sorong dan underwater camera untuk data foto terumbu karang.
Parameter fisika-kimia perairan yang diambil meliputi suhu, salinitas dan pH
perairan. Analisis data yang digunakan adalah tingkat kelangsungan hidup,
pemulihan luka, dan laju pertumbuhan karang.
Lobophyllia hemprichii yang digunakan adalah indukan yang dipelihara dari
hasil fragmentasi penelitian Riset Unggulan Terpadu (RUT) yang berumur 4
tahun merupakan pertumbuhan Filial 1 (F1), sehingga hasil dari pemotongan ini
adalah yang kedua kalinya (F2).
Transplantasi yang dilakukan pada penelitian ini berhasil dengan tingkat
keberhasilan kelangsungan hidup karang dengan semua perlakuan mencapai
100%. Pertumbuhan rata-rata Lobophyllia hemprichii pada perlukaan satu (T1)
meningkat dari awal hingga akhir pengamatan. Tingkat pertumbuhan yang
tercepat (tertinggi) terjadi pada Bulan September sampai Oktober. Panjang rata-
rata setiap bulan pada Perlakuan 1 dengan awal panjang rata-rata 66.8 mm
mengalami perubahan panjang sebesar 10.7 mm, setelah 6 bulan menjadi 77.6
mm. Pertumbuhan rata-rata pada perlukaan dua (T2) tidak jauh berbeda dengan
T1 yang mengalami peningkatan dari awal hingga akhir periode yang diuji.
Pertumbuhan yang sangat jelas perbedaannya terlihat antara bulan September
sampai Oktober. Panjang rata-rata setiap bulan pada Perlakuan 2 dengan awal
panjang rata-rata 75.9 mm setelah 6 bulan menjadi 88.69 mm.
Berdasarkan analisis sidik ragam (P<0,05) adanya pengaruh nyata perlakuan
perbedaan Luka 1 dan Luka 2 terhadap pertumbuhan panjang Lobophyllia
hemprichii. Rata-rata total pertumbuhan selama 6 bulan pada Luka 2 sebesar
81,90 mm sedangkan pada Luka 1 sebesar 72,03 mm.







3
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Terumbu Karang Indonesia dengan luasan sebesar 50,875 km
2
yang
merupakan 18 persen dari total seluruh terumbu karang di dunia (Burke et al.,
2002). Namun Terumbu karang di bagian barat Indonesia dengan kondisi yang
baik atau sangat baik (tutupan karang hidup lebih dari 50%), hanya sekitar 23%,
sedangkan di bagian timur Indonesia sekitar 45% (Burke et al., 2002).
Penangkapan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan kimia beracun
masih banyak dijumpai di beberapa daerah di Indonesia. Limbah Industri dan
limbah rumah tangga serta pencemaran minyak juga mengancam kelestarian
terumbu karang (Wilkinson, 2002).
Teknologi transplantasi karang (Coral transplantation) adalah salah satu
alternatif upaya untuk pemulihan terumbu karang melalui pencangkokan atau
pemotongan karang hidup untuk di tanam di tempat lain atau di tempat yang
karangnya telah mengalami kerusakan, bertujuan untuk pemulihan atau
pembentukan terumbu karang alami (Sadarun, 1999). Prinsip transplantasi
terumbu karang adalah memotong cabang karang dari karang hidup, lalu di
tanam pada terumbu karang yang mengalami kerusakan atau pada substrat
buatan. Teknik ini diharapkan dapat mempercepat regenerasi terumbu karang
yang telah rusak dan dapat dipakai untuk membangun daerah terumbu karang
yang baru. Transplantasi juga dilakukan untuk mempercepat dan memperbanyak
tutupan karang (Clark dan Edward, 1995).
Penelitian tentang transplantasi karang di Kepulauan Seribu ini dilakukan
sejak tahun 1997 oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) - LPPM IPB
bekerja sama dengan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI serta Asosiasi Koral
Kerang dan Ikan Hias Indonesia (AKKII) di Area Perlindungan Laut (APL) yang
termasuk ke dalam kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Hal ini sangat
menguntungkan karena pada area ini kegiatan nelayan yang bisa mengganggu
terumbu karang, sangat dibatasi. Oleh karena itu gangguan terhadap kegiatan
transplantasi ini akibat dari kegiatan nelayan dapat dihindari.
Pada penelitian ini diambil indukan Lobophyllia hemprichii yang berasal
dari hasil transplantasi Riset Unggulan Terpadu (RUT), yang telah
ditransplantasikan kembali oleh Respati pada bulan Agustus sampai dengan
4
desember 2004. Hasil yang didapat menunjukkan perbedaan perlakuaan
pemotongan tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan panjang karang.

1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup,
waktu pemulihan luka dan laju pertumbuhan karang jenis Lobophyllia hemprichii
dengan variasi luka / pemotongan menggunakan metode pengukuran jangka
sorong dan foto dengan Image J Processing.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan terhadap
penangkaran karang hias untuk memenuhi kebutuhan ekspor tanpa harus
mengambil indukan dari alam.
























5
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi dan Bentuk Koloni
Terumbu karang merupakan satu kesatuan dari berbagai jenis karang.
Menurut Nybakken (1992) terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang
penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh hewan karang
(Filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan
sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang
mengeluarkan kalsium karbonat (CaCO
3
).
Karang merupakan binatang sederhana berbentuk tabung dengan mulut
berada di atas dan berfungsi juga sebagai anus. Di sekitar mulut dikelilingi oleh
tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan. Mulut dilanjutkan dengan
tenggorokan yang pendek dan menghubungkan dengan rongga perut. Di dalam
rongga perut berisi semacam usus yang disebut misentri filamen berfungsi
sebagai alat pencerna (Suharsono, 1996).
Polip merupakan hewan yang sangat kecil dengan diameter kurang dari
satu milimeter, walaupun ditemukan juga polip yang berukuran mencapai lebih
dari 50 centimeter (Tomascik et al., 1997). Pada beberapa jenis karang, individu
polip karang ini mempunyai beragam bentuk yang kembar identik dan tersusun
rapat membentuk formasi koloni yang mampu mencapai ukuran yang sangat
besar sampai berkilo-kilo meter lebarnya (Burke et al.,2002) dan beberapa meter
tingginya (Tomascik et al.,1997). Karang mampu berdiri tegak dengan seluruh
jaringannya karena polip didukung oleh kerangka kapur yang diendapkan
sebagai penyangga berbentuk lempengan berdiri yang disebut septa
(Suharsono, 1996).
Polip karang terdiri dari dua lapisan sel yang sangat sederhana yaitu
ektodermis (kadang disebut juga epidermis) dan lapisan endodermis (kadang
disebut juga gastrodermis), dan kedua lapisan ini dipisahkan oleh lapisan
jaringan penghubung yang tipis disebut mesoglea (Birkeland, 1997). Ektodermis
merupakan lapisan jaringan terluar yang terdiri dari berbagai jenis sel antara lain
sel mucus, sebagai alat produksi mucus yang membantu menangkap makanan
dan untuk membersihkan diri dari sedimen yang melekat dan sel nematokis
sebagai alat penangkap makanan dan mempertahankan diri (Suharsono, 1996).
Sedangkan lapisan endodermis, merupakan jaringan terdalam pada polip karang
6
tempat hidup ribuan alga mikroskopik yang disebut zooxanthellae yang secara
alami hidup bersimbiosis dengan hewan karang (Burke et al.,2002).
Sebagian besar polip karang menerima pewarnaan tubuhnya dari
zooxanthellae yang hidup pada jaringannya walaupun sebenarnya polip karang
juga mempunyai pigmen sendiri yang transparan (Buchheim, 2002). Warna
terumbu karang yang tampak oleh mata sebagian besar merupakan warna dari
zooxanthellae.

2.2. Ciri-ciri Genus yang Diteliti



Gambar 1. Lobophyllia hemprichii (Sumber : Koleksi Pribadi, 2008)
Klasifikasi karang batu menurut Dana (1848) dalam Veron (1986) adalah :
Filum : Cnidaria
Kelas : Anthozoa
Ordo : Scleractinia (Madreporaria)
Sub Ordo : Faviina
Famili : Missidae
Genus : Lobophyllia sp.
Spesies : Lobophyllia hemprichii
Koloni Phaceloid atau flabelo meandroid dengan permukaan seperti kubah atau
mendatar. Famili massidae ada yang berbentuk soliter dan ada yang berbentuk
7
koloni, untuk tipe koloni adalah sub masif. Koralit dengan kusta yang nyata
berupa alur-alur besar, septa besar dengan gigi yang panjang dan tajam dan
sebagian lagi tumpul. Kolumella yang melebar dan kompak. Hal ini dapat dilihat
pada gambar 1.

2.3. Pertumbuhan Karang
Sinar matahari sangat dibutuhkan untuk kepentingan zooxanthellae
dalam berfotosintesis (Nybakken, 1992). Goreu (1961) in Nybakken (1992)
menemukan bahwa zooxanthellae meningkatkan laju proses mengeras menjadi
kapur (kalsifikasi) yang dilakukan oleh karang dan dalam laju pertumbuhan koloni
karang.
Laju pertumbuhan pada koloni-koloni karang dapat berbeda satu sama
lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan spesies, umur koloni dan daerah
suatu terumbu. Koloni yang muda dan kecil cenderung untuk tumbuh lebih cepat
daripada koloni yang lebih tua, koloni-koloni yang besar dan bercabang-cabang
atau karang yang seperti daun cenderung untuk tumbuh lebih cepat daripada
karang masif (Nybakken, 1992).
Kecepatan tumbuh karang bercabang jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan karang masif. Perbedaan kecepatan tumbuh karang bercabang dan
karang masif diduga karena adanya perbedaan dalam besarnya rasio antara
kerangka dan jaringan karang. Berat jenis karang Acropora 2% dari berat total,
sedangkan jaringan Goniastrea hanya 0,5% (Suharsono, 1984).
Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang batu menurut English et al.
(1994) terbagi atas karang Acropora dan non-Acropora. Karang non-Acropora
terdiri atas:
(1) Coral branching (CB), bentuknya bercabang seperti ranting pohon.
(2) Coral massive (CM), bentuknya seperti batu yang padat.
(3) Coral encrusting (CE), bentuknya merayap, hampir seluruh bagian
menempel pada substrat.
(4) Coral submassive (CS), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan
atau kolom-kolom kecil.
(5) Coral foliose (CF), bentuk menyerupai lembaran daun
(6) Coral mushroom (CMR), bentuk menyerupai jamur.
8
(7) Coral Millepora (CME), semua jenis karang api dapat dikenali
dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas
seperti terbakar apabila tersentuh..
(8) Coral Heliopora (CHL), dapat dikenali dengan adanya warna biru
pada skeleton

English et al., (1994) menggolongkan bentuk pertumbuhan Acropora
sebagai berikut:
(1) Acropora branching (ACB), bentuk bercabang seperti ranting
pohon.
(2) Acropora Tabulate (ACT), bentuk bercabang dengan arah
mendatar dan rata seperti meja.
(3) Acropora encrusting (ACE), bentuk mengerak
(4) Acropora submassive (ACS), percabangan bentuk gada/lempeng
kokoh, contoh genus Isopora.
(5) Acropora digitate (ACD), bentuk percabangan rapat dengan
cabang seperti jari-jari tangan.


2.4. Faktor- Faktor Pembatas
Faktor pembatas adalah faktor- faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi laju pertumbuhan suatu individu di dalam habitatnya.
Pertumbuhan dan perkembangan karang lunak dipengaruhi oleh :
1. Suhu
Menurut Nybakken (1992), pertumbuhan karang mencapai maksimum
pada suhu optimum 25-29 C dan bertahan hidup sampai suhu minimum 15C
dan maksimum 36C. Pertumbuhan optimal terjadi di perairan yang memiliki rata-
rata suhu tahunan 23-25C . Suhu ekstrim yang masih dapat ditoleransi adalah
36-40C.


9
2. Kecerahan dan Kedalaman
Hewan karang pembentuk terumbu membutuhkan sinar matahari bagi
zooxanthellae untuk berfotosintesis. Cahaya adalah suatu faktor yang paling
penting yang membatasi terumbu karang sehubungan dengan laju fotosintesis
oleh zooxanthellaes simbiotik dalam jaringan karang (Nybakken, 1992). Menurut
Nybakken (1992), terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih
dalam dari 50-70 meter. Zooxanthellae sebagai alga simbiotik yang memerlukan
cahaya matahari sehingga terjadi sedikit pertumbuhan di bawah kedalaman 46
meter dan di bawah kedalaman 90 meter terumbu karang sudah sangat jarang.
Faktor kecerahan dan kedalaman pada karang lunak berperan untuk melakukan
proses fotosintesis, hal ini dikarenakan karang lunak membutuhkan cahaya yang
cukup.
3. Salinitas
Salinitas rata-rata di daerah tropis adalah 35 dimana masih berada
pada kisaran optimum untuk pertumbuhan karang yaitu 34-36 (Supriharyono,
2000). Nybakken (1992) menyatakan bahwa toleransi organisme karang
terhadap salinitas berkisar antara 32-35.
4. pH
Derajat keasaman menunjukkan aktivitas ion H+ dalam air. Menurut
Tomascik (1997), habitat yang cocok bagi pertumbuhan karang memiliki kisaran
pH 8,2-8,5.
5. Pergerakan Arus
Pergerakan arus sangat diperlukan untuk tersedianya aliran suplai
makanan (dalam bentuk jasad renik) dan suplai oksigen yang segar, serta
menjaga agar terumbu karang terhindar dari timbunan kotoran/endapan (Sukarno
et all, 2006).

10
6. Sedimentasi
Sedimentasi merupakan salah satu pembatas pertumbuhan karang.
Daerah yang memiliki sedimentasi yang tinggi akan sulit untuk menjadi tempat
yang baik bagi pertumbuhan karang. Tingginya sedimentasi menyebabkan
penetrasi cahaya di air laut akan berkurang dan hewan karang (polip) akan
bekerja keras untuk membersihkan partikel yang menutupi tubuhnya (Nybakken,
1992).
7. Kolom Air
Faktor pembatas selanjutnya adalah kolom air, pertumbuhan terumbu
karang ke atas dibatasi oleh adanya udara. Banyak koral mati karena terlalu
lama berada di udara terbuka, sehingga pertumbuhan terumbu karang ke arah
atas hanya terbatas sampai tingkat surut terendah (Nybakken, 1992).

2.5. Transplantasi Karang
2.5.1. Pengertian dan Pemanfaatan Transplantasi Karang
Fitriani (2007) menyatakan bahwa teknologi transplantasi karang adalah
usaha mengembalikan terumbu karang melalui pencangkokan atau pemotongan
karang hidup untuk ditanam di tempat lain atau di tempat yang karangnya telah
mengalami kerusakan, bertujuan untuk pemulihan atau pembentukan terumbu
karang alami.
Tujuan utama transplantasi karang adalah untuk memperbaiki kualitas
terumbu karang seperti meningkatnya tutupan karang hidup, keanekaragaman
hayati dan keunikan topografi karang (Clark dan Edwards, 1998).
Soedharma dan Arafat (2006) mengemukakan bahwa manfaat
transplantasi karang adalah:
1. Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. Hal ini berarti
upaya untuk menghidupkan atau menanam kembali karang dengan

Anda mungkin juga menyukai