Anda di halaman 1dari 18

Page | 1

GANGGUAN KECEMASAN MENYELURUH


I. PENDAHULUAN
Gangguan kecemasan merupakan salah satu masalah psikatrik
terbanyak dan dialami sekita satu per enam penduduk dunia dalam setahun.
Walaupun gangguan kecemasan jarang mengancam nyawa tetapi gangguan ini
banyak mempengaruhi kehidupan sosial dan hubungan pekerjaan seseorang
individu.
(1)

Ansietas, merupakan suatu perasaan takut akan sesuatu yang akan
terjadi. Gangguan kecemasan merupakan suatu penyakit kronis yang sering
remiten dan relaps. Pasien juga biasanya datang dengan sindrom kecemasan
yang multiple.
(1)

Gangguan ansietas tidak sahaja mengenai perasaan terlalu cemas
semata-mata. Perasaan cemas itu adalah normal. Tingkat kecemasan yang
moderate kadang diperlukan untuk memperbaik pencapaian seorang individu,
dan kecemasan yang agak severe bisa dialami oleh seseorang yang berada
dalam situasi yang tegang. Seseorang yang mengalami gangguan kecemasan
biasanya tidak hanya mengeluh mengenai diri mereka yang sering merasa
terlalu cemas, mereka biasanya datang berobat karena ketakutan yang dialami
itu dirasakan sangat mengganggu dan tidak rasional.
(2)


II. DEFINISI
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi
keempat (DSM-IV), gangguan kecemasan menyeluruh didefinisikan sebagai
ansietas dan kekhawatiran yang berlebihan mengenai beberapa peristiwa atau
aktivitas hampir sepanjang hari selama kurang lebih 6 bulan. Kekhawatiran ini
sulit dikendalikan dan terkait dengan gejala-gejala somatic seperti otot tegang,
iritabilitas, sulit tidur, gelisah, mudah letih dan susah untuk konsentrasi atau
pikiran tiba-tiba terasa kosong. Ansietas tidak berfokus pada gangguan Aksis I

Page | 2

yang lain atau terefek secara fisiologik oleh bahan-bahan seperti obat-obatan,
alkohol, atau keadaan medis umum.
Ansietas ini sulit dikendalikan, secara subjektif menimbulkan
penderitaan dan mengakibatkan hendaya pada area penting kehidupan
seseorang.
(3, 4)



III. EPIDEMIOLOGI
Gangguan ansietas menyeluruh adalah suatu keadaan yang lazim,
perkiraan yang masuk akal untuk prevalensi 1 tahun berkisar antara 3 dan 8
paersen. Rasio perempuan banding laki-laki pada gangguan ini sekitar 2
banding 1tetapi rasio perempuan banding laki-laki yang dirawat inap di rumah
sakit dengan gangguan ini sekitar 1 banding 1. Prevelansi mendapat gangguan
seumur hidupnya sekitar 45 persen. Onset gangguan kecemasan menyeluruh
terjadi pada usia muda.
(4, 5)


IV. ETIOLOGI

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan
terjadinya gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain :

Kontribusi I lmu Psikologi
Tiga teori utama psikologis yaitu psikoanalitik, perilaku, dan
eksistensial telah memberikan kontribusi teori tentang penyebab kecemasan.
Teori masing-masing memiliki kegunaan baik konseptual dan praktis dalam
mengobati gangguan kecemasan.




Page | 3

1. Teori psikoanalitik
Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari
penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali kecemasan
sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar. Menanggapi sinyal ini, ego
digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan
yang tidak dapat diterima yang muncul ke dalam kesadaran. Dari perspektif
psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan untuk menghilangkan kecemasan,
tapi untuk meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu kemampuan untuk
mengalami kecemasan dan menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki
konflik yang mendasari yang telah menciptakannya. Kecemasan muncul
sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup.
(1, 3, 4, 6, 7)


Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut kehilangan
cinta atau persetujuan orang tua. Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik
dapat menjelaskan tingkat kecemasan yang dialami seorang pasien. Beberapa
kecemasan jelas berkaitan dengan konflik pada beberapa tingkat perkembangan
yang bervariasi.
(1, 3, 4, 6, 7)


2. Teori Perilaku
Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan
lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis
dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas segera
setelah ia melihat ayahnya yang kasar. Dalam model pembelajaran sosial,
seorang anak dapat mengembangkan respon kecemasan dengan meniru
kecemasan di lingkungan, seperti orang tua cemas.
(1, 3, 4, 6, 7)


3. Teori eksistensial
Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan
umum, di mana tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi untuk rasa cemas

Page | 4

yang sifatnya kronis. Kekhawatiran eksistensial tersebut dapat meningkat sejak
pengembangan senjata nuklir dan bioterorisme.
(1, 3, 4, 6, 7)


Teori kognitif-perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap
ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang
negative pada lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan
pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi
ancaman.
(1, 3, 4, 6, 7)


Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien
GAD dan gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari
keluarga tingkat pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama.
Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada
kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.
(1, 3, 4, 6, 7)


Kontribusi Ilmu Biologi

1. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh pada sistem
kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot (misalnya, sakit kepala), pencernaan
(misalnya, diare), dan pernapasan (misalnya, takipnea).
(1, 3, 4, 6, 7)


2. Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan dasar dari
studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin (NE),
serotonin, dan gama-ainobutyric acid (GABA). Salah satu eksperimen untuk
mempelajari kecemasan adalah tes konflik, di mana hewan secara bersamaan

Page | 5

disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan negatif
(misalnya, sengatan listrik). Anxiolytic narkoba (misalnya benzodiazepin)
cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk situasi ini, sedangkan obat lain
(misalnya, amfetamin) lebih lanjut mengganggu respon perilaku hewan.
(1, 3, 4, 6,
7)


3. Norepinefrin
Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan, seperti
serangan panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal otonom, merupakan
karakteristik fungsi noradrenergik yang meningkat. Itu teori umum tentang
peranan norepinefrin pada gangguan kecemasan dimana pasien yang terkena
mungkin memiliki sistem noradrenergik yang buruk. Badan sel dari sistem
noradrenergik terutama terlokalisasi pada lokus seruleus di pons rostral, dan
mereka memproyeksikan akson mereka ke korteks otak, sistem limbik, batang
otak, dan sumsum tulang belakang. Percobaan pada primate telah menunjukkan
bahwa stimulasi dari lokus seruleus menghasilkan respon ketakutan pada hewan
dan bahwa ablasi dari daerah yang sama atau sama sekali menghambat
menghambat kemampuan hewan untuk membentuk respon ketakutan.
Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien dengan
gangguan panik, agonis reseptor adrenergik (misalnya, isoproterenol [Isuprel])
dan adrenergik antagonis reseptor (misalnya, yohimbine [Yocon]) dapat
memicu serangan panik yang sering dan cukup parah. Sebaliknya, clonidine
(Catapres), sebuah beta 2-reseptor agonis, mengurangi gejala kecemasan dala
beberapa situasi eksperimental dan terapeutik. Temuan yang kurang konsisten
adalah bahwa pasien dengan gangguan kecemasan, terutama gangguan panik,
memiliki cairan serebrospinal tinggi (CSF) atau tingkat urin metabolit
noradrenergik 3-metoksi-4-hydroxyphenylglycol (MHPG).
(1, 3, 4, 6, 7)




Page | 6


4. Serotonin
Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk peran
serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai hasil test pada stres
akut menunjukkan omset 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang meningkat pada
korteks prefrontal, amigdala, dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam
hubungan ini pada awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan
serotonergik memiliki efek terapi dalam beberapa gangguan kecemasan
misalnya, clomipramine (Anafranil) di OCD. Efektivitas buspirone (BuSpar),
suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor, dalam pengobatan gangguan
kecemasan juga menunjukkan kemungkinan adanya hubungan antara serotonin
dan kecemasan. Badan sel neuron serotonergik kebanyakan terletak di inti raphe
di batang otak dan sel sel yang menuju ke korteks, sistem limbik (khususnya
amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan
bahwa metachlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan
fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin,
menyebabkan kecemasan meningkat pada pasien dengan gangguan kecemasan,
dan banyak laporan menunjukkan bahwa serotonergik halusinogen dan
stimulansia misalnya, asam diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4-
methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait dengan perkembangan
gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang menggunakan obat ini.
(1,
3, 4, 6, 7)


5. GABA
Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan golongan
benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada jenis reseptor GABA
A (GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan.
Meskipun potensinya rendah, benzodiazepin adalah obat yang paling efektif
untuk mengatasi gejala dari gangguan kecemasan umum, potensi tinggi obat

Page | 7

obat golongan benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam
efektif dalam pengobatan gangguan panik. Sebuah antagonis benzodiazepin,
flumazenil (Romazicon), menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien
dengan gangguan panik. Data ini telah membawa para peneliti berhipotesis
bahwa beberapa pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal
dari reseptor GABAA mereka, meskipun hubungan ini belum terbukti secara
langsung.
(1, 3, 4, 6, 7)


6. Neuropeptida
Cholecystokinin(CCK), merypakan neurotransmitter yang banyak terdapat di
otak juga dikatakan bisa menyebabkan terjadinya ansietas pada manusia. CCK
mungkin terlibat dalam patofisiologi pada gangguan panic dan juga berperan
dalam biologi pada gangguan kecemasan menyeluruh (GAD). Corticotrophin-
releasing factor(CRF), merupakan regulator fisiologik pada adeno corticotropic
hormone(ACTH), dikatakan turut terlibat dalam respon untuk stress dan
ansietas. Pemberian CRF pada beberapa hewan percobaan menunjukkan
peningkatan pada respon ansietas dan ketakutan hewan tersebut. Neuropeptide
Y, glutamate dan tachykinins juga berperan dalam munculnya ansietas.

V. GAMBARAN KLINIS
1. Gejala somatic
(5, 8)

Gementar
Nyeri punggung dan nyeri kepala
Ketegangan otot
Napas pendek, hiperventilasi
Mudah lelah, sering kaget
Hiperaktivitas otonomik ( wajah merah atau pucat, takikardi,
palpitasi, tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing)

Page | 8

Parestesia
Sulit menelan

2. Gejala psikologik
(5, 8)

Rasa takut yang berlebihan dan sulit untuk dikontrol
Sulit konsentrasi
Insomnia
Libido menurun
Rasa mual diperut
Hipervigilace (siaga berlebihan)

VI. KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria diagnostik gangguan kecemasan menyeluruh menurut DSM IV - TR :
(4)

a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap
hari, sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah
aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)
b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.
c. Kecemasan dan kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala
berikut ini( dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi
dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu
nomor yang di[erlukan pada anak :
1) Kegelisahan
2) Merasa mudah lelah
3) Sulit konsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4) Iritabilitas
5) Ketegangan otot

Page | 9

6) Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau gelisah, dan tidak
memuaskan)
d. Focus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I,
misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu
serangan panic (seperti pada gangguan panik). Merasa malu pada situasi
umum (seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan
obsesif-kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat
(seperti ansietas perpisahan), penambahan berat badan (seperti anoreksia
nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan
somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis)
serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata gangguan
stress pasca trauma.
e. Kecemasan, kekhawatiran atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan atau
fungsi penting lain.
f. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari
suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis
umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama
suatu gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan
pervasif.

Penegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai
berikut:
(4)

Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
free floating atau mengambang)

Page | 10

Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
(a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi, dan sebagainya);
(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
(c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-
debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan
sebagainya).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas
Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau
gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).

VII. DIAGNOSIS BANDING
Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi
medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan
zat.Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan
tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein,
penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol,
hipnotiksedatif dan anxiolitik.
(1, 3, 4, 6, 7)

Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada
gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan
anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat
didiagnosis banding dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis,
gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma.
(1, 3)


Page | 11

Fobia
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu yang jelas (dari luar
individu itu sendiri) yang sebenarnya tidak membahayakannya. Sebagai akibat,
obyek atau situasi tersebut akan dihindarinya atau dihadapi dengan rasa terancam.

(1, 3)


Gangguan obsesif kompulsif
Obsesif adalah gagasan, bayangan, dan impuls yang timbul di dalam pikiran
secara berulang, sangat mengganggu dan pasien tidak mampu untuk
menghentikannya. Pikiran yang muncul ini biasanya tidak dikehendaki,
menimbulkan penderitaan, menakutkan atau membahayakan. Pada gangguan
obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang (kompulsi) untuk
menghilangkan kecemasannya.
(1, 3)


Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit
serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan berusaha
datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien merasakan
gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang
dirasakannya.
(1, 3)


Gangguan stres pasca trauma
Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan suatu
peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada
GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.
(1, 3)


VIII. PENATALAKSANAAN
1) Farmakoterapi
a. Benzodiazepine

Page | 12

Merupakan obat pilihan untuk gangguan ansietas menyeluruh. Obat ini
diresepkan bila perlu sehingga pasien mengonsumsi benzodiazepine kerja
cepat saat mereka merasa cemas. Pendekatan alternatif adalah untuk
memberikan benzodiazepine dalam waktu yang terbatas, selama pendekatan
psikoterapeutik diterapkan.
(4, 7, 9, 10)

Ada beberapa permasalahan yang terjadi terkait penggunaan
benzodiazepine pada gangguan ansietas menyeluruh. Sekitar 25-30% pasien
tidak berespon, dan dapat terjadi toleransi dan ketergantungan. Sejumlah
pasien juga mengalami gangguan keterjagaan saat mengonsumsi obat
sehingga beresiko untuk kecelakaan mobil dan mesin.
(4, 7, 9, 10)

Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi
dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-
rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu.
Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan,
anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif.
(4, 7, 9, 10)

Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg
(im/iv), broadspectrum
Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum
Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan
antiinsomnia. Lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien
dengan kelainan hati dan ginjal.
Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan
antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-
anxietas, psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk
pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.
Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan
antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-
anxietas.

Page | 13

Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 0,5 mg/hari, efektif untuk
anxietas tipe antisipatorik, onset of action lebih cepat dan
mempunyai komponen efek anti-depresi.

Table 1 : benzodiazepine
(10)

b. Buspiron
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam
memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik. Tidak menyebabkan
withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek
klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD
yang sudah menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang
baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara
Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin

Page | 14

setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.
Buspiron bukan merupakan terapi efektif untuk putus benzodiazepine.
(4, 7)


c. Tricyclic Antidepressants
Tricyclic agen dikatakan efektif dalam mengobati pasien dengan gangguan
kecemasan menyeluruh (GAD) yang disertai atau tidak disertai dengan gejala
depresi. Pada penelitian mendapatkan hasil bahwa pasien yang mengonsumsi
imipramine memberikan respon lebih dari 50% dalam 8 minggu perawatan.
(6, 7)


d. Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors (SSRI)
Keefektifan SSRI adalah sama dengan tricylic. Dalam tempoh 8 minggu satu
penelitian terhadap 326 pasien yang menerima paroxetine (20-50mg per hari)
menunjukkan kadar respon yang lebih tinggi (penurunan ansietas, pembaikan
pada fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi penting lain) berbanding pasien yang
mendapat placebo (72% : 56%). Pasien yang mendapat paroxetine diacak secara
random untuk meneruskan konsumsi obat paroxetine dan placebo. Didapatkan
11% pasien yang mengonsumsi paroxetine terjadi relaps dibandingkan dengan
pasien yang mendapat placebo. Berdasarkan penelitian, mengatakan penggunaan
SSRI dalam jangka waktu yang lama meningkatkan angka terjadinya remisi.
(6, 7)


2) Psikoterapi
a. Terapi kognitif perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola
pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-
respon, dimana proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam
menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Terapi
kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan
bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan,
bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran

Page | 15

dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif
menjadi positif. Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak
pasien menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-
bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang
dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali
distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara
langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah
relaksasi dan biofeedback
.(3, 4)


b. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang
ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal
dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
.(3, 4)


IX. PROGNOSIS
Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada pasien dengan
gangguan kecemasan umum, perjalan klinis dan prognosis gangguan adalah sukar
untuk diperkirakan. Namun demikian, beberapa data menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan adalah berhubungan dengan onset gangguan kecemasan menyeluruh
(GAD); terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas
meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan. Menurut definisinya,
gangguan kecemaran menyeluruh adalah suatu keadaan kronis yang mungkin
dialami seumur hidup. Sebanyak 25% pasien akhirnya mengalami gangguan
panic. Sejumlah besar pasien mungkin memiliki gangguan depresi berat.
(4)


X. KESIMPULAN
Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)
merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran
yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap

Page | 16

berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari.Kondisi ini dialami hampir sepanjang
hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan.Kecemasan yang dirasakan
sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti
ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi
sosial dan pekerjaan.
Penyebab terjadinya GAD dapat dijelaskan melalui beberapa teori, antara lain
teori biologi, teori genetik, teori psikoanalitik dan teori kognitif-perilaku.
Gambaran klinis yang dapat muncul antara lain anxietas berlebihan, ketegangan
motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan, dan sakit kepala,
hiperaktivitas otonom timbul dalam bentuk napas pendek, berkeringat, palpitasi,
dan disertai gejala pencernaan.
Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah
gangguan panik, fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan
somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.
Penatalaksanaan GAD meliputi farmakoterapi, golongan Benzodiazepin
merupakan drug of choice sebab mempunyai efek anti-anxietas, spesifitas, potensi
dan keamanan yang paling baik. Selain itu, pasien juga diberikan psikoterapi,
berupa terapi kognitif-perilaku (CBT) dan terapi suportif.
Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin
berlangsung seumur hidup.Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami
gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat
bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan.Hal ini berhubung dengan
dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu
kompleks.Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan dokter yang
mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan prognosis gangguan
cemas menyeluruh.

Page | 17

Hal lain yang juga memegang peranan penting dalam menentukan baik tidaknya
prognosis gangguan cemas menyeluruh antara lain kepribadian premorbid pasien,
efektifitas terapi, factor stres, serta dukungan lingkungan dan orang-orang sekitar
pasien.

























Page | 18

DAFTAR PUSTAKA


1. Bierut LJ. Anxiety Disorders. In: Rubin EH, Zorumski CF, David RB, editors.
Adult Psychiatry. 2nd ed: Blackwell Publishing; 2005. p. 136-41.

2. Andrews G, Creamer M, Crino R, Hunt C, Lampe L, Page A. In: Andrews G,
Creamer M, Crino R, Hunt C, Lampe L, Page A, editors. The Treatment of Anxiety
Disorders Clinician Guides and Patient Manuals. 2nd ed. New York: Cambridge
University Press; 2003.

3. Kay J, Tasman A. Anxiety Disorders : Generalized Anxiety Disorder. In: Kay
J, Tasman A, editors. Essentials of Psychiatry. England: John Wiley & Sons; 2006. p.
639-53.

4. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Generalized Anxiety Disorder. In: Kaplan
HI, Sadock BJ, Grebb JA, editors. Synopsis of Psychiatry. 2nd ed: Williams &
Wilkins; 1996. p. 60-6.

5. Staff H. Generalized Anxiety Disorder: eMedicineHealth Medical Reference;
2011. Available from:
http://www.emedicinehealth.com/generalized_anxiety_disorder-
health/article_em.htm.

6. Tyrer P, Baldwin D. Generalised anxiety disorder. Lancet. 2006;368:2156-66.

7. Fricchione G. Generalized Anxiety Disorder. N Engl J Med. 2004;351(7):675-
82.

8. First MB, Tasman A. In: First MB, Tasman A, editors. Clinical Guide to the
Diagnosis and Treatment of Mental Disorders. England: John Wiley & Sons; 2006.
p. 335-44.

9. LEONARD BE. Anxiolytics and the Treatment of Anxiety Disorders. In:
LEONARD BE, editor. Fundamentals of Psychopharmacology. 3rd ed. England:
John Wiley & Sons; 2003.

10. GLIATTO MF. Generalized Anxiety Disorder. Am Fam Physician.
2000;62(7):1591-600.

Anda mungkin juga menyukai