Anda di halaman 1dari 24

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PETUNJUK TEKNIS PENCAMPURAN (BLENDING)


BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)
JENIS MINYAK SOLAR DENGAN BAHAN BAKAR
NABATI (BBN) JENIS BIODIESEL



Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
2013
1 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE


DAFTAR ISI






DAFTAR ISI ............................................................. 1
KATA PENGANTAR ................................................... 2
1. PENDAHULUAN .................................................... 3
2. SPESIFIKASI BAHAN BAKAR MESIN DIESEL ........... 4
3. METODE PENCAMPURAN (BLENDING) BBN DENGAN
BBM.................................................................... 8
4. APLIKASI METODE PENCAMPURAN (BLENDING) ... 14
5. CATATAN KHUSUS ............................................... 19
2 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

KATA PENGANTAR
Buku Panduan ini disusun sebagai Buku Saku bagi personil
yang ditugaskan untuk menangani secara tepat proses
pencampuran (blending) Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis
Minyak Solar dengan Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis
Biodiesel. Penanganan yang tepat ditujukan untuk
menghasilkan bahan bakar campuran yang sesuai dengan
spesifikasi yang ditetapkan.
Buku Panduan ini memuat informasi tentang jenis bahan
bakar yang digunakan pada mesin diesel dan teknik
pencampuran (blending).
Melalui Buku Panduan ini diharapkan setiap personil yang
bekerja dan bertanggung jawab untuk menangani bahan
bakar jenis biodiesel beserta campurannya dapat
menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik.

Jakarta, Oktober 2013

Direktorat Bioenergi,
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi Energi,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.


3 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

1. PENDAHULUAN
Biodiesel merupakan Bahan Bakar Nabati berupa ester
metil dari asam-asam lemak (fatty acid methyl ester,
FAME). Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) Jenis Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Lain yang
Dipasarkan di Dalam Negeri diatur berdasarkan Keputusan
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJ
EBTKE) Nomor 723 K/10/DJE/2013 yang mengacu pada
SNI 7182:2012 Biodiesel.
Istilah "Bio" pada biodiesel merujuk kepada bahan bakunya
yang terbarukan dan bahan hayati yang berbeda dari
minyak solar yang berbahan baku minyak bumi. Saat ini
bahan baku utama produksi biodiesel di Indonesia adalah
minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil). Biodiesel murni
(B100) dan campurannya dengan minyak solar dapat
digunakan sebagai bahan bakar motor diesel.
Dalam istilah perdagangan campuran biodiesel dengan
minyak solar umumnya dinamakan dengan notasi BXX.
Misalnya, B10 menunjukkan bahwa campuran bahan bakar
tersebut mengandung 10%-vol Biodiesel dan 90%-vol
minyak solar. Di Indonesia jenis bahan bakar ini dipasarkan
oleh PT Pertamina (Persero) dengan nama Biosolar.
4 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

Beberapa Badan Usaha Niaga BBM juga memasarkan
bahan bakar ini dengan nama yang disesuaikan dengan
penyalurnya. Untuk mendapatkan campuran Biosolar yang
homogen perlu diperhatikan metode blending yang tepat,
sebagaimana diuraikan dalam buku ini.

2. SPESIFIKASI BAHAN BAKAR MESIN DIESEL
Bahan bakar yang dapat digunakan pada mesin diesel
adalah BBM jenis minyak solar dan BBN jenis biodiesel
serta campuran dari keduanya.
a. Minyak Solar
Minyak Solar merupakan bahan bakar jenis distilat yang
digunakan untuk mesin diesel compression ignition,
yaitu mesin yang menggunakan sistem kompresi yang
menimbulkan tekanan dan panas yang tinggi sehingga
dapat membakar solar yang disemprotkan oleh injector
di ruang bakar. Penggunaan minyak solar pada
umumnya adalah untuk bahan bakar pada jenis mesin
diesel putaran tinggi (diatas 1.000 RPM). Minyak solar
juga biasa disebut Gas Oil, Automotive Diesel Oil (ADO),
High Speed Diesel (HSD).
Standar dan mutu (spesifikasi) minyak solar yang
dipasarkan di dalam negeri, ditetapkan melalui Surat
5 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Nomor 3675 K/24/DJM/2006. Di dalam surat keputusan
tersebut, ditetapkan dua jenis minyak solar yaitu Minyak
Solar 48 (Tabel 1) dan Minyak Solar 51 (Tabel 2).
Tabel 1. Spesifikasi BBM jenis minyak solar 48.
NO Karakteristik Satuan
Batasan
MetodeUji
ASTM/lain
Min Maks
1. Bilangan Setana:
- Angka Setana - 48 - D613
- Indeks Setana - 45 - D4737
2 Berat Jenis pada 15 C Kg/m
3
815 870 D1298 / D4052
3 Viskositas pada 40 C mm
2
/s 2.0 5.0 D445
4 Kandungan Sulfur % m/m - 0.351 D2622
5 Distilasi : T95 C - 370 D85
6 TitikNyala C 60 - D93
7 TitikTuang C - 18 D97
8 Residu Karbon % m/m - 0,1 D4530
9 Kandungan Air mg/kg - 500 D1744
10 Biological Grouth - Nihil
11 Kandungan FAME % v/v - 10
12 Kandungan Metanol &
Etanol
% v/v TakTerdeteksi D4815
13 Korosi bilah tembaga Merit - Kelas I D130
14 Kandungan Abu % m/m - 0.01 D482
15 Kandungan Sedimen % m/m - 0.01 D473
16 Bilangan Asam Kuat mgKOH/gr - 0 D664
17 Bilangan Asam Total mgKOH/gr - 0.6 D664
18 Partikulat mg/l - - D2276
19 Penampilan Visual - Jernih dan
terang

20 Warna No.ASTM - 3.0 D-1500

6 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

Tabel 2. Spesifikasi BBM jenis minyak solar 51.
NO Karakteristik Satuan
Batasan
MetodeUji
ASTM/lain
Min Maks
1. Bilangan Cetane:
- Angka Setana atau - 51 - D613
- Indeks Setana - 48 - D4737
2 Berat Jenis pada 15 C Kg/m
3
820 860 D4052
3 Viskositas pada 40 C mm
2
/s 2.0 4,5 D445
4 Kandungan Sulfur % m/m - 0.05 D 2622
5 Distilasi : D86
5 T90 C - 340
T95 C - 360
Titik Didih Akhir C - 370
6 Titik Nyala C 55 - D93
7 Titik Tuang C - 18 D97
8 Residu Karbon % m/m - 0,3 D4530
9 Kandungan Air mg/kg - 500 D1744
10 Stabilitas Oksidasi g/m
3
- 25 D 2274
11 Biological Grouth - Nihil
12 Kandungan FAME % v/v - 10
13 Kandungan Metanol &
Etanol
% v/v TakTerdeteksi D4815
14 Korosi bilah tembaga Merit - Kelas I D130
15 Kandungan Abu % m/m - 0.01 D482
16 Kandungan Sedimen % m/m - 0.01 D473
17 Bilangan Asam Kuat mgKOH/gr - 0 D664
18 Bilangan Asam Total mgKOH/gr - 0.3 D664
19 Partikulat mg/l - 10 D2276
20 Lubrisitas (HFRR
wear scar dia@60C
mikron - 460 D 6079
21 Penampilan Visual - Jernih dan
terang

22 Warna No.ASTM - 1.0 D-1500

7 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

b. Biodiesel
Standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar nabati
(Biofuel) jenis biodiesel sebagai bahan bakar lain yang
dapat dipasarkan di Indonesia, ditetapkan dan diatur
dalam Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru
Terbarukan dan Konservasi Energi Nomor 723K/10/DJE/
2013 (Tabel 3).
Tabel 3. Standar dan mutu (spesifikasi) BBN jenis
Biodiesel.
No PARAMETERUJI PERSYARATAN
SATUAN,
Min/Maks
METODEUJI
1. Massa Jenis
pada 40
o
C
850-890 kg/m
3
ASTM D-1298 /D-4052/ lihat
bag.9.1 SNI 7182:2012
2. Viskositas kinematik
pada 40
o
C
2,3-6,0 mm
2
/s (cSt) ASTM D-445/ lihat bag.9.2
SNI 7182:2012
3. Angka Setana 51 Min. ASTM D-613/D 6890/lihat
bag.9.3 SNI 7182:2012
4. Titik nyala
(mangkok tertutup)
100
o
C, min ASTM D-93/ lihat bag.9.4
SNI 7182:2012
5. Titik kabut 18
o
C, maks. ASTM D-2500/ lihat bag.9.5
SNI 7182:2012
6. Korosi Lempeng
Tembaga (3 jam, 50
o
C)
1 - ASTM D-130/ lihat bag.9.6
SNI 7182:2012
7. Residu Karbon,
Dalam percontoh asli atau
dalam 10% ampas distilasi

0,05
0.3
%-massa,
maks
ASTM D-4530 /D-189/ lihat
bag.9.7 SNI 7182:2012
8. Air dan Sedimen 0,05 %-vol, maks ASTM D-2709// lihat bag.9.8
SNI 7182:2012
9. Temperatur distilasi
90%
360
o
C, maks ASTM D-1160/ lihat bag.9.9
SNI 7182:2012
10. Abu tersulfatkan 0,02 %-massa,
maks
ASTM D-874/ lihat bag.9.10
SNI 7182:2012
11. Belerang 100 mg/kg, maks ASTM D-5453/D-1266/D-
4294/ D-2622/ lihat
bag.9.11 SNI 7182:2012
12. Fosfor 10 mg/kg, maks AOCS Ca 12-55/ lihat
bag.9.12 SNI 7182:2012
13. Angka asam 0,6 mg-KOH/g,
maks
AOCS Cd 3d-63 /
ASTM D-664/ lihat bag.9.13
SNI 7182:2012
14. Gliserol bebas 0,02 %-massa,
maks
AOCS Ca 14-56 /
ASTM D-6584/ lihat
bag.9.14 SNI 7182:2012
8 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

No PARAMETERUJI PERSYARATAN
SATUAN,
Min/Maks
METODEUJI
15. Gliserol total 0,24 %-massa,
maks
AOCS Ca 14-56 /
ASTM D-6584/ lihat
bag.9.14 SNI 7182:2012
16. Kadar ester metil 96,5 %-massa,
min
SNI 7182:2012/ lihat
bag.9.15 SNI 7182:2012
17. Angka iodium 115 %-massa
(g-I2/100g),
maks
AOCS Cd 1-25/ lihat
bag.9.16 SNI 7182:2012
18. Kestabilan Oksidasi
Periode Induksi
metode rancimat
Atau
Metode petro oksi


360

27


Menit, min

EN 15751/ lihat bag.9.17.1
SNI 7182:2012
ASTM D-7545/ lihat
bag.9.17.2 SNI 7182:2012

3. METODE PENCAMPURAN (BLENDING) BBN
DENGAN BBM
Pencampuran biodiesel dengan minyak solar harus
memperhatikan ketepatan konsentrasi biodiesel yang
ditargetkan. Pencampuran dapat dilakukan menggunakan
dua metode, yaitu In-line Blending dan Splash Blending /
In-Tank Blending.
a. Metode Injeksi Biodiesel pada Pipa BBM yang
Disalurkan ke Tanki (In-line Blending).
Metode In-line blending dilakukan dengan
menambahkan biodiesel ke dalam suatu aliran bahan
bakar minyak jenis minyak solar di dalam pipa atau
selang penyaluran, sehingga biodiesel dan minyak
solar, tercampur oleh pergerakan turbulensi di dalam
pipa yang yang digunakan untuk mengalirkan bahan
9 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

bakar ke dalam suatu tangki. Metode ini umumnya
dilakukan di Depo atau blending point yang mempunyai
tanki biodiesel dan minyak solar. Skema metode In-line
Blending dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme In-line blending.
Prosedur In-line Blending, dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Seperti terlihat pada Gambar 1, metode In-line
Blending menggunakan dua pompa meteran yang
mengatur katup sistem injeksi bahan bakar pada
pipa.
2. Biodiesel ditambahkan perlahan-lahan dan kontinu
melalui pipa yang lebih kecil ke dalam aliran bahan
bakar minyak jenis minyak solar yang mengalir di
dalam pipa lebih besar, atau
Tanki Minyak
Solar
Tanki Biodiesel
M
Truk Tank
M
10 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

3. Biodiesel ditambahkan dengan perbandingan
volume yang telah ditentukan, secara kontinu dan
perlahan-lahan sehingga biodiesel tersebar merata
sepanjang proses pemuatan bahan bakar minyak
jenis minyak solar.
4. Pada beberapa kasus, distributor yang membawa
biodiesel dan minyak solar pada tangki terpisah,
mencampur dua jenis bahan bakar ini dengan
metode in-line blending pada saat proses pemuatan
bahan bakar biosolar ke tangki pelanggan.
5. Pada metode In-Line Blending debit aliran bahan
bakar diatur dengan katup yang dikendalikan oleh
motor dan indikator metering. Dengan sistem ini,
pencampuran terjadi di dalam pipa dengan tetap
mempertahankan debit aliran sehingga turbulensi
fluida di dalam pipa dapat mempercepat proses
pencampuran biodiesel dengan minyak solar.
6. Tahapan teknis pencampuran dengan metode In-
line Blending adalah sebagai berikut :
a. Tentukan target komposisi biodiesel di dalam
minyak solar (BXX = ...., misalkan B10);
11 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

b. Tentukan volume total campuran biodiesel dan
minyak solar yang akan dimasukkan ke dalam
tanki (V
T
);
c. Hitung volume minyak solar (V
s
) dan volume
biodiesel (V
B
) yang harus dialirkan ke dalam
tanki:


keterangan: X adalah konsentrasi atau persen volume biodiesel
d. Alirkan minyak solar dan biodiesel secara
bersamaan ke dalam tanki melalui pipa yang
telah terpasang indikator metering dan katup
dengan perbandingan laju alir biodiesel (F
B
)
terhadap laju alir minyak solar (F
S
) sebesar:


e. Setelah proses pencampuran selesai, pastikan
volume campuran di dalam tanki sebesar V
T

dan volume minyak solar serta biodiesel yang
dialirkan sebesar V
S
dan V
B
.


12 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

b. Metode Pencampuran biodiesel pada tanki
(Splash Blending)
Pencampuran Splash pada tanki dilakukan dengan cara
memasukkan biodiesel pada bagian atas tanki yang
telah terisi minyak solar. Prinsip dari pencampuran ini
adalah memanfaatkan perbedaan densitas dari
biodiesel dan minyak solar. Biodiesel memiliki densitas
yang lebih besar sehingga pada saat dituangkan di atas
minyak solar, biodiesel bergerak ke bawah sehingga
terjadi pencampuran. Keuntungan dari metode
pencampuran ini adalah sistem operasinya yang mudah
dan tidak memerlukan penambahan fasilitas pada
infrastruktur yang sudah ada. Akan tetapi, tingkat
homogenitas campuran yang dihasilkan kurang merata.
Pada umumnya metode ini digunakan untuk lokasi
dimana tempat loading biodiesel dan loading minyak
solar terpisah.
Skema mekanisme pencampuran dengan metode
Splash Blending atau dikenal juga dengan istilah In-
Tank Blending atau Direct Blending atau Manual
Blending dapat dilihat pada Gambar 2.

13 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE


Gambar 2. Skema Metode Pencampuran Splash.
Tahapan pencampuran dengan metode Splash Blending
adalah sebagai berikut :
a. Isi tanki dengan bahan bakar minyak jenis minyak
solar terlebih dahulu;
b. Ukur volume minyak solar di dalam tanki (V
s
);
c. Tentukan target komposisi biodiesel di dalam
minyak solar (BXX = ...., misalkan B10);
d. Hitung volume biodiesel yang harus ditambahkan
ke dalam tanki (V
B
);


e. Tuangkan biodiesel ke dalam tanki melalui bagian
atas tanki. (Untuk dapat memastikan volume
biodiesel yang masuk ke dalam tanki sejumlah V
B
,
dapat dipasang debit/flowmeter).
14 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

c. Ketentuan Umum Pencampuran BBN dengan
BBM
Kedua metode pencampuran tersebut dapat diterapkan
pada berbagai infrastruktur penyimpanan bahan bakar
yang sudah ada saat ini (di Depo dan atau Blending
Point). Pencampuran di lokasi pengguna langsung/
industri dan SPBU lebih memungkinkan untuk dilakukan
metode splash blending pada tanki.

4. APLIKASI METODE PENCAMPURAN
(BLENDING)
Dari kedua metode pencampuran biodiesel tersebut, secara
garis besar metode pencampuran yang biasa dilakukan
pada terminal bahan bakar meliputi empat cara, yaitu:
a. Pencampuran Splash Pada Tanki Terminal.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, metode
pencampuran dilakukan dengan menuangkan biodiesel
ke dalam tangki di terminal yang berisi bahan bakar
jenis minyak solar. Pencampuran dapat dilakukan
secara sekuensial atau splash batch. Berat jenis bio-
diesel yang lebih berat daripada minyak solar, yaitu
0,88 untuk bio-diesel dan 0,85 untuk minyak solar,
15 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

memudahkan proses pencampuran sehingga diperoleh
produk yang homogen. Mekanisme pencampuran
splash pada tangki di Terminal ditunjukkan pada
Gambar 3.

Gambar 3. Skema Pencampuran Splash Pada Tanki
Terminal.

b. Pencampuran Sekuensial Pada Rak Pipa
Pengisian.
Cara pencampuran ini dilakukan pada saat unloading
minyak solar dari tanker BBM. Pencampuran Sekuensial
merupakan salah satu bentuk metode In-line blending,
yaitu dengan menginjeksikan biodiesel ke dalam Pipa
Pengisian Tangki bahan bakar yang tersusun di rak
perpipaan. Dalam metode ini, biodiesel diinjeksikan
secara bertahap (sekuensial). Debit bahan bakar diatur
16 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

dengan katup yang dikendalikan motor serta meter
indikator.


Gambar 4. Skema Pencampuran Sekuensial Pada Rak
Pipa Pengisian.
c. Pencampuran Sekuensial Pada Loading Arm
Pengisian Mobil Tangki
Metode ini juga merupakan salah satu bentuk metode
In-line blending. Yang membedakan adalah
penempatan titik injeksi biodiesel ke dalam pipa bahan
bakar. Bahan bakar minyak solar dicampur dengan
biodiesel tepat pada saat akan dimasukkan ke dalam
tanki sistem transportasi bahan bakar seperti truk tank.
Pencampuran pada loading arm pengisian ini
mempunyai keuntungan yaitu tidak terlalu banyak
17 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

merubah sistem pengisian di terminal seperti depo.
Kerugian dari sistem ini adalah biaya operasi dan
perawatan serta instalasi meningkat.


Gambar 5. Skema Pencampuran Sekuensial Pada
Loading Arm Pengisian.
d. Pencampuran Injeksi Pada Rak Pipa Pengisian
Mobil Tangki
Metode pencampuran ini, menyerupai sistem
pencampuran aditif bahan bakar minyak sehingga
cukup dikenal oleh sebagian besar operator terminal
pengisian. Biodiesel diinjeksikan ke pipa yang
menyalurkan minyak solar dari tanki ke loading arm.
18 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

Dengan cara ini pencampuran dapat dilakukan secara
bersamaan di beberapa titik pengisian melalui loading
arm.
Yang harus diperhatikan adalah standar peralatan
pengendali injeksinya sehingga campuran biodiesel di
setiap titik sesuai dengan konsentrasi yang ditargetkan.

Gambar 6. Skema Pencampuran Injeksi Pada Rak Pipa





19 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

5. CATATAN KHUSUS
Beberapa hal yang menjadi catatan dan harus diperhatikan
dalam melakukan pencampuran (blending) minyak solar
dengan biodiesel antara lain :
Berat jenis (spesific gravity) biodiesel lebih berat
daripada minyak solar, yaitu nilainya sekitar 0,88 kg/L
untuk biodiesel dan 0,85 kg/L untuk minyak solar. Hal
menyebabkan kecenderungan biodiesel untuk berada di
bagian bawah jika proses pencampuran belum
homogen.
Campuran biodiesel dan solar dalam tangki sebaiknya
disirkulasi atau diaduk untuk mempertahankan suspensi
dan homogenitas biosolar.
Jika proses pencampuran belum homogen, sebagian
kecil biodiesel akan mengendap tetapi dapat segera
tercampur kembali saat dipompa dan terjadi goncangan
pada saat dikirim ke konsumen. Namun demikian, jika
terdapat lebih dari satu konsumen, maka bahan bakar
campuran (biosolar) harus benar-benar dalam kondisi
homogen saat dipompakan.
20 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

Untuk memastikan bahwa campuran bahan bakar
benar-benar homogen, lakukan pengambilan sampel
dan uji kadar Biodiesel dalam Biosolar.
Campuran biosolar lebih dari 20% (B20), harus selalu
disimpan dalam tangki yang bersih sebagaimana
direkomendasikan untuk minyak solar.
Penggunaan biodiesel hingga B20 selama 10 tahun
memperlihatkan kompatibilitasnya terhadap material
elastomer yang digunakan dalam diesel fuel systems.

21 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE


MENUJU KETAHANAN ENERGI NASIONAL
DENGAN ENERGI TERBARUKAN
DAN
SELALU UTAMAKAN SELAMAT
________000_________







Informasi terkait biodiesel dapat diunduh melalui website :
www. ebtke.esdm.go.id
Saran, masukan, kritik, dan pengaduan terkait
implementasi biodiesel dapat disampaikan melalui :
1. Email : layananbbn@ebtke.esdm.go.id
2. Telpon : (021)3983007,31924583
3. Faksimile : (021)31901087, 31924585
4. Surat dan konsultasi lansung di alamat :

Direktorat Bioenergi,
Gedung Direktorat Jenderal Energi Baru terbarukan dan
Konservasi Energi, Lantai 5, Jl. Pegangsaan Timur No.1,
Menteng, Jakarta Pusat, 10320.

22 | P a g e Direktorat Bioenergi-DJ EBTKE

Anda mungkin juga menyukai