Anda di halaman 1dari 22

SKENARIO A BLOK 26 TAHUN 2014

Budi seorang anak laki-laki berusia 3 tahun , dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan
tangannya teraba dingin seperti es. Empat hari yang lalu Budi demam tinggi terus menerus, tidak
menggigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air
besar dan buang air kecil seperti biasa. Budi sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun
sebentar dan kemudian naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun disertai mimisan. Sejak 6
jam yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es.
Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filliformis, RR: 36x/menit, T: 36,2 C
BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test : (+)
Keadaan Spesifik :
Kepala : Konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-)
Thorak : Simetris, dyspneu (-), Jantung : bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama
derap (-). Paru : Napas vesikuler, kiri = kanan, wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, hati teraba 2 cm di bawah arkus costae, lien tidak teraba, BU (+)
normal.
Ekstrimitas : akral dingin, capillary refill time 4
Pemeriksaan Penunjang : Hb: 12 g/dL; Ht: 45 vol%; Leukosit: 2.800/mm
3
; Trombosit : 45.000/
mm
3


KLARIFIKASI ISTILAH
1. Mimisan : Epsitaksis, suatu perdarahan yang berasal dari hidung biasanya
akibat pecahnya pembuluh darah kecil yang terletak di bagian
anterior septum nasal cartilaginosa.
2. Demam : Peningkatan suhu di atas 37,2 C.
3. Nadi filliformis : Nadi cepat namun lemah dan sulit diraba
4. Rumple Leede Test :Suatu pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui
permeabilitas pembuluh darah yang ditandai dengan timbulnya ptekie. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk menentukan seseorang terkena demam berdarah ataiu tidak.
5. Capillary Refill time : Waktu pengisian pembuluh kapiler yang digunakan untuk
memonitor dehidrasi dan untuk menilai aliran darah ke jaringan
6. Dispneu : Pernapasan yang sukar atau serak.
7. Wheezing : Suara bersuit yang dibuat dalam bernapas.

IDENTIFIKASI MASALAH
1. Budi anak laki-laki berusia 3 tahun berobat karena kaki dan tangannya dingin seperti es.
2. Empat hari yang lalu :
a. Demam tinggi terus menerus, sudah diberi obat penurun panas namun panas turun
sebentar dan kemudian naik lagi
b. Tidak menggigil
c. Sakit kepala
d. Pegal-pegal
e. Sakit perut
f. Tidak ada batuk pilek
g. BAK dan BAB normal
3. Satu hari yang lalu panas turun disertai mimisan. Riwayat mimisan sebelumnya
disangkal.
4. 6 jam yang lalu pasien tidak BAK disertai tangan dan kaki yang teraba dingin seperti es.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Keadaan spesifik
- Abdomen
- Ekstremitas
6. Pemeriksaan penunjang

ANALISIS MASALAH
a. Apa makna klinis dari kaki dan tangan dingin ?
Jawab:
Etiologi: kegagalan sirkulasi (syok)
Mekanisme: infeksi virus dengue akan menyebabkan kebocoran plasma yang
mengakibatkan cairan intravaskular menurun. Hal ini akan menyebabkan pembuluh darah
di perifer konstriksi untuk membantu jantung yang berusaha lebih keras untuk memenuhi
pasokan darah ke seluruh tubuh. Konstriksi pembuluh darah perifer akan menyebabkan
kulit terasa dingin.

b. Bagaimana klasifikasi demam ?
Jawab:
Pola demam
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat
antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di
tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak
patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang
berguna.
Tabel Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik
Pola demam Penyakit
Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis
Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Quotidian Malaria karena P.vivax
Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid
arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)
Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis
Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Klasifikasi demam
Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah.
2
Untuk
kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan
dengan atau tanpa localizing signs.

c. Apa etiologi dan mekanisme demam terus menerus, disertai sakit kepala, pegal-pegal,
dan sakit perut ?
Demam
Virus Dengue yang masuk kedalam tubuh akan beredar dalam sirkulasi darah dan akan
ditangkap oleh makrofag (Antigen Presenting Cell). Viremia akan terjadi sejak 2 hari
sebelum timbul gejala hingga setelah lima hari terjadinya demam. Virus memperbanyak
diri dan menginfeksi sel darah putih serta KGB dan kemudian masuk melalui sirkulasi
darah sehingga terjadi reaksi antara antibody dengan virus dengue. Antigen yang
menempel pada makrofag akan mengaktifasi sel T- helper. Limfosit TH-1 akan
mengeluarkan substansi imunomodulator yaitu INF, IL-2, dan Colony Stimulating
Factor (CSF). IFN akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF.
Interleukin-1 (IL-1) memiliki efek pada sel endotel, membentuk prostaglandin. Faktor
panas yang dimunculkan adalah jenis-jenis sitokin yang memicu panas seperti TNF-, IL-
1, IL-6. Berikatan dengan reseptornya di hipotalamus aktivasi fosfolipase A2
melepaskan asam arakhidonat, kemudian oleh enzim COX2 diubah menjadi PGE2
suhu demam tinggi.
Sakit kepala
Nyamuk menggigit virus dengue masuk organ sasaran (hepar, nodus limfatikus,
sumsum tulang, paru-paru) masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel
multiplikasi di dalam sel virus dikeluarkan dari sel masuk ke peredaran darah
viremia histamine vasodilatasi(vasoaktif) gangguan tekanan intracranial sakit
kepala
Pegal-pegal
Makna klinis: Penimbunan asam laktat akibat hipoperfusi dalam jaringan otot
Etiologi: Hipoperfusi jaringan gangguan sistem pernapasan, gangguan metabolik,
gangguan sistem sirkulasi
Mekanisme: interaksi antigen-antibodi merusak sel-sel endotel plasma leakage
viskositas darah meningkat gangguan aliran darah hipoperfusi metabolisme
aerob penumpukan asam laktat pegal.
Sakit perut
Nyeri perut merupakan gejala yang penting pada demam berdarah dengue. Nyeri perut
dapat dirasakan di daerah ulu hati dan daerah di bawah lengkung iga sebelah kanan.
Nyeri perut di bawah lengkung iga sebelah kanan lebih mengarah pada penyakit demam
berdarah dengue dibandingkan nyeri perut pada ulu hati. Penyebab dari nyeri perut di
bawah lengkung iga sebelah kanan ini adalah pembesaran hati (liver) sehingga terjadi
peregangan selaput yang membungkus hati. Pada gejala selanjutnya dapat diikuti dengan
perdarahan pembuluh darah kecil pada selaput tersebut. Sedangkan nyeri perut di daerah
ulu hati yang menyerupai gejala sakit lambung (sakit maag) dapat juga disebabkan oleh
rangsangan obat penurun panas khususnya obat golongan aspirin atau asetosal. Untuk
memastikan adanya nyeri perut ini dapat dilakukan penekanan (perabaan disertai
penekanan) pada daerah ulu hati dan di bawah lengkung iga sebelah kanan, terutama pada
anak yang belum dapat mengeluh. Perlu diperhatikan bahwa nyeri perut dapat
menyerupai gejala radang usus buntu. Letak usus buntu pada daerah perut sebelah kanan
bawah dekat pangkal paha kanan. Jadi bila terdapat peradangan usus buntu akan terasa
sakit bila ditekan di daerah perut sebelah kanan bawah, tetapi pada anak-anak perasaan
nyeri perut dapat menjalar dan dirasakan pada daerah pusar sehingga kadangkala sulit
dibedakan dengan nyeri perut pada demam berdarah dengue. Apalagi gejala radang usus
buntu juga disertai dengan demam, muntah, dan nyeri perut.


d. Mengapa setelah diberi obat penurun panas, demam hanya turun sebentar namun
naik lagi ?
Jawab:
Biasanya lini pertama obat penurun panas adalah paracetamol karena efek
sampingnya yang lebih aman. penggunaan paracetamol merupakan satu-satunya bahan
aktif obat penurun panas karena tingkat keamanannya yang sudah direkomendasikan oleh
WHO. Sebelum diketahui seorang pasien menderita DBD, diawali dengan gejala seperti
demam. Sedangkan penyebab demam itu bermacam-macam. Bisa jadi karena hanya
batuk dan pilek, juga bisa DBD. Jadi, bisa penyakit yang ringan sampai yang parah. Saat
masih demam saja, kita tidak tahu apakah itu demamnya apa. Jadi yang pertama
disarankan ialah penurun panas yang paling aman, yaitu paracetamol. Padahal
penggunaan paracetamol tidak mempan untuk penderita DBD. Lagipula pasien tersebut
diberikan obat pada fase febris, sehingga kemungkinan saat diberikan obat tidak
sebanding dengan kenaikan suhu pada termostat di otak yang disebabkan oleh agen
infeksius.
Obat yang mampu membunuh virus dengue sampai sekarang belum ada.
Pengobatan yang diberikan hanya sebatas untuk mengobati gejala-gejala yang muncul,
contohnya obat penurun panas, obat sakit kepala, dan mengkonsumsi cairan dalam
jumlah yang banyak. Jika hal ini tidak dilakukan, maka akan menyebabkan iritasi pada
lambung dan risiko pendarahan semakin besar.
Untuk pemakaian obat penurun panas berparasetamol, disarankan untuk
menggunakannya bila suhu tubuh di atas 38,5 derajat Celcius. Bila ingin panas cepat
turun jangan memberikan dosis parasetamol yang sesuai dengan usia anak seperti yang
tertera pada kemasan. Biasanya diberikan parasetamol dengan dosis 15 mg per kilogram
berat anak. Itu merupakan dosis sekali minum. Jadi, semakin besar bobot anak, semakin
banyak pula dosis parasetamol yang harus diberikan.
Sementara penggunaan acetosal atau ibuprofen sebaiknya dihindari, karena justru
dapat menyebabkan perdarahan.
Pemberian parasetamol dapat secara oral (lewat mulut) ataupun rektal
(dimasukkan lewat anus). Untuk anak-anak, parasetamol tersedia dalam bentuk sediaan
padat berupa tablet kunyah dan sediaan cair berupa tetes (drops) maupun sirup. Tubuh
dapat menyerap parasetamol dengan cepat, terutama dalam bentuk cairan. Efek
parasetamol yang paling tinggi dirasakan antara setengah jam hingga dua jam setelah
dikonsumsi. Efek analgesik antipiretiknya berlangsung sekitar 4 jam.

e. Bagaimana makna klinis tidak menggigil, tidak ada batuk pilek, BAB & BAK normal
dan riwayat mimisan sebelumnya disangkal ?
Jawab:
Tidak menggigil
Makna klinis dari Budi tidak menggigil karena demam Budi telah memasuki fase kritis.
Pada fase kedua demam berdarah ini yaitu fase kritis terjadi pada hari ke 4 - 5. Fase ini
demam sudah tidak ada lagi, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika
tidak mendapat pengobatan adekuat.
Tidak ada batuk dan pilek digunakan untuk menyingkirikan diagnosis banding yang
lain. Lalu BAB dan BAK normal berarti kejadian gangguan BAK yang terjadi sekarang
bukan terjadi karena riwayat penyakit sebelumnya dan gangguan BAK tersebut terjadi
karena penyakit yang diderita saat ini. Sedangkan riwayat mimisan sebelumnya
disangkal berarti mimisan yang terjadi sekarang juga terjadi karena akibat DBD yang
diderita saat ini bukan karena penyakit lain sebelumnya.

f. Apa etiologi dan mekanisme mimisan yang terjadi pada kasus ini ?
Jawab:
Jawab :
Panas mulai turun sejak satu hari :
Pola demam adalah demam saddleback/ pelana (bifasik) penderita mengalami beberapa
hari demam tinggi disusul oleh penurunan suhu, lebih kurang satu hari, dan kemudian
muncul demam tinggi kembali.
Pada saat temperatur turun, pada penderita Demam Berdarah Dengue terjadi 2
phenomena yang dapat membawa penderita pada keadaan kritis bahkan dapat berakhir
kematian apabila tidak ditangani secara benar, yaitu adanya gangguan hemostatik berupa
penurunan jumlah dan kualitas trombosit, gangguan faktor beku darah, bahkan dapat
timbul diseminated intravascular coagulation dan adanya kebocoran plasma dari
pembuluh darah ini akan menimbulkan defisit plasma di dalam pembuluh darah.
Hari 4 5 Fase Kritis Fase demam turun drastis dan sering mengecoh seolah terjadi
kesembuhan. Namun inilah fase kritis kemungkinan terjadinya Dengue Shock
Syndrome.
Patofisiologi mimisan:
Aktivasi komplemen menghasilkan anafilatoksin permeabilitas kapiler meningkat
plasma leakage spots pembuluh kapiler mukosa mengeluarkan darah
perdarahan pada hidung (epistaksis).

g. Apa makna klinis 6 jam yang lalu pasien tidak BAK (Apakah sudah terjadi shock pada
kasus ini dan apa tandanya) ?
Jawab:
Etiologi:
1. Penurunan volume plasma dengan kosekuensi penurunan aliran darah ginjal,
2. Syok
3. Dehidrasi
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara
temporer dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat
peningkatan sekresi vasopressin dan renin angiotensin aldosteron yang akan
mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air dalam sirkulasi.



h. Interpretasi dan mekanisme abnormal :
Keadaan umum
Keadaan umum
1. Gelisah/ delirium
Kesadaran yang normal adalah compos mentis, terjadi penurunan kesadaran akibat terjadi
kegagalan perfusi oksigen ke otak yang mengakibatkan terjadinya kondisi hipoksia pada
otak.
Hipovolemi
Perembesan plasma dari
intravaskular ke ekstravaskular,
Perdarahan spontan (epistaksis),
Demam tinggi
curah jantung
C
Aktivasi
simpatis
sekresi
vasopresi,
RAS
Konstriksi
arr. afferent
Menahan Na,
H
2
O dlm
sirkulasi
GFR
Tidak BAK
2. TD 70/50 mmHg
Volume plasma menurun akibat kebocoran plasma Kegagalan perfusi ke jantung
cardiac output menurun Hipotensi
3. nadi : Filiformis
4. Nadi filipormis (nadi tidak teraba): abnormal, karena adanya syok hipovolemia
menyebabkan kardiak output menurun sehingga curah jantung menurun yang
mengakibabkan penurunan resistensi perifer sehingga nadi tidak teraba.
5. RR : 36x/menit
Aktivasi komplemen menghasilkan anafilatoksin permeabilitas kapiler meningkat
plasma leakage cairan intravaskular keluar ke ekstravaskular pada pembuluh
kapiler pleura perembesan eksudat dalam ruang serosa pleura volume pleura
mengecil alveoli-alveoli tertekan menghambat inspirasi takipnea
6. Temperature : 36,2C
Normalnya : 36,5
o
C 37,2
o
C.
Infeksi virus dengue plasma leakage trombositopenia kardiak output
berkurang perfusi darah diutamakan untuk organ-organ penting perfusi darah ke
kulit berkurang hipotermi.
7. Rumple leede test : (+)
diinterpretasikan terjadi kebocoran plasma
Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan
bawah bagian depan termasuk lipatan siku. (Bickley, 2009)

Keadaan spesifik : a. Abdomen ; b. Ekstremitas
Keadaan Spesifik :
1. Kepala : konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-) = Normal
2. Thorak : simetris, dypsnea (-), jantung : bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-),
irama derap (-), paru : suara napas vesicular, kiri = kanan, wheezing (-) = Normal
3. Abdomen : datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+)
normal
Hepatomegali pada pasien DBD terjadi akibat kerja berlebihan hepar untuk mendestruksi
trombosit dan untuk menghasilkan albumin. Selain itu, sel-sel hepar terutama sel Kupffer
mengalami banyak kerusakan akibat infeksi virus dengue. (Robbins, Kumar, dan Cotran,
2010)
4. Ekstermitas : akral dingin, capillary refill time 4
Infeksi virus dengue plasma leakage trombositopenia kardia output berkurang
perfusi darah diutamakan untuk organ-organ penting perfusi darah ke perifer
berkurang ekstremitas akral dingin

i. Bagaimana cara pemeriksaan rumple leede test ?
Jawab:
Rumple leede test adalah suatu pemeriksaan untuk membantu diagnosis demam berdarah.
Pemeriksaan ini prinsipnya sama dengan tourniquet test yaitu dengan melakukan
pembendungan pada bagian lengan atas selama 10 menit. Berikut prosedur pemeriksaan
rumple leede test.
Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pompa sampai tekanan 100
mmHg.
Biarkan selama 10 menit.
Lepaskan ikatandan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang kembali. Statis
darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang diberi tekanan telah kembali
pada warna semula.
Cari dan hitung jumlah ptekie yang timbul dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-
kira 4 cm distal dari fossa cubiti.
Jika >10 ptekie = (+),


j. Interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan penunjang
Jawab: www.rhesusnegatif.com
Hb: 12 g/dL; Ht: 45 vol%; Leukosit: 2.800/mm
3
; Trombosit : 45.000/ mm
3
Hemoglobin (Hb)
Nilai normal dewasa pria 13.5-18.0 gram/dL, wanita 12-16 gram/dL, wanita hamil 10-15
gram/dL
Nilai normal anak 11-16 gram/dL, batita 9-15 gram/dL, bayi 10-17 gram/dL, neonatus
14-27 gram/dL
Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkan dengan anemia defisiensi besi.
Sebab lainnya dari rendahnya Hb antara lain pendarahan berat, hemolisis, leukemia
leukemik, lupus eritematosus sistemik, dan diet vegetarian ketat (vegan). Dari obat-
obatan: obat antikanker, asam asetilsalisilat, rifampisin, primakuin, dan sulfonamid.
Ambang bahaya adalah Hb < 5 gram/dL.
Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD
(bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis, polisitemia
vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari obat-obatan: metildopa
dan gentamisin.

Hematokrit
Nilai normal dewasa pria 40-54%, wanita 37-47%, wanita hamil 30-46%
Nilai normal anak 31-45%, batita 35-44%, bayi 29-54%, neonatus 40-68%
Hematokrit merupakan persentase konsentrasi eritrosit dalam plasma darah. Secara kasar,
hematokrit biasanya sama dengan tiga kali hemoglobin.
Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang menyebabkan
kenaikan Hb; antara lain penyakit Addison, luka bakar, dehidrasi / diare, diabetes
melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht >60%.
Ht rendah (< 30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung,
perlemakan hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya adalah Ht
<15%

Leukosit (Hitung total)
Nilai normal 4500-10000 sel/mm
3

Neonatus 9000-30000 sel/mm
3
, Bayi sampai balita rata-rata 5700-18000 sel/mm
3
, Anak
10 tahun 4500-13500/mm
3
, ibu hamil rata-rata 6000-17000 sel/mm
3
, postpartum 9700-
25700 sel/mm
3

Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik infeksi bakteri, virus, parasit, dan
sebagainya. Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukositosis yaitu:
Anemia hemolitik
Sirosis hati dengan nekrosis
Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga)
Keracunan berbagai macam zat
Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan
sulfonamid.
Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh agranulositosis, anemia
aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya dengue), keracunan
kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat antara lain antiepilepsi,
sulfonamid, kina, kloramfenikol, diuretik, arsenik (terapi leishmaniasis), dan beberapa
antibiotik lainnya.

Trombosit
Nilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm
3
, anak 150.000-450.000 sel/mm
3
.
Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam berdarah dengue,
anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang bahaya pada <30.000 sel/mm
3
.
Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit keganasan, sirosis,
polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit imunologis, pemakaian kontrasepsi
oral, dan penyakit jantung. Biasanya trombositosis tidak berbahaya, kecuali jika
>1.000.000 sel/mm3.


k. Bagaimana penegakan diagnosis dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus
ini ?
Jawab:
Pedoman yang dipakai dalam menegakkan diagnosis DBD ialah kriteria yang disusun
oleh WHO (1999) . Kriteria tersebut terdiri atas kriteria klinis dan laboratoris. Kriteria
klinis terdiri atas:
Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau melena.
Pembesaran hati
Manifestasi kebocoran plasma (hemokonsentrasi), mulai yang ringan seperti
kenaikan nilai hematokrit > 20% dibandingkan sebelumnya, sampai yang berat
yaitu syok (nadi cepat, lemah, kaki/tangan dingin, lembab, anak gelisah,
sianosis/kebiruan dan kencing berkurang).

Kriteria laboratoris terdiri atas:
1. Trombositopenia ( jumlah trombosit < 100.000/ul )
2. Hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit > 20%). Diagnosis DBD dapat
ditegakkan bila ditemukan dua kriteria klinis dan dua kriteria laboratoris. Berdasarkan
gejalanya DHF dikelompokkan menjadi 4 tingkatan:
a) Derajat I: demam tinggi disertai gejala tidak khas. Satu-satunya tanda
perdarahan adalah tes torniquet positif atau mudah memar.
b) Derajat II: gejala derajat 1 ditambah dengan perdarahan spontan di kulit
atau di tempat lain.
c) Derajat III: Ditemukan tanda-tanda kegagalan sirkulasi ( nadi cepat,
lemah, hipotensi, kaki/tangan dingin, lembab, sianosis, anak menjadi gelisah)
d) Derajat IV: terjadi syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan
darah yang tidak dapat diperiksa.
Setelah demam selama 2 - 7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda
gangguan sirkulasi darah. penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin, dan
mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi.
Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan
kebocoran plasma yang ringan. Bila kehilangan plasma hebat, akan terjadi syok, syok
berat dan kematian bila tidak segera ditangani. Kondisi yang buruk bisa segera ditangani
dengan diagnosa dini dan pemberian cairan pengganti. Trombositopeni dan
hemokonsentrasi sudah dapat dideteksi sebelum demam turun dan terjadi syok.
Pada penderita dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) kondisinya dengan segera
memburuk. Ditandai dengan nadi cepat dan lemah, tekanan darah menyempit sampai
kurang dari 20 mmhg atau terjadi hipotensi. Kulit dingin, lembab dan penderita mula-
mula terlihat mengantuk kemudian gelisah.
Bila tidak segera ditangani penderita akan meninggal dalam 12 - 24 jam. Dengan
pemberian cairan pengganti, kondisi penderita akan segera membaik.
Pada syok yang berat sekalipun, penderita akan membaik dalam 2 -3 hari. Tanda-tanda
adanya perbaikan adalah jumlah urine yang cukup dan kembalinya nafsu makan. Syok
yang tidak dapat diatasi biasanya berhubungan dengan keadaan yang lain seperti asidosis
metabolik, perdarahan hebat di saluran cerna atau organ lain. Perdarahan yang terjadi di
otak akan menyebabkan penderita kejang dan jatuh dalam keadaan koma.
Untuk diagnosis pasti DBD dapat ditegakkan bila ditemukannya virus dengue di dalam
darah. Metode isolasi virus merupakan baku emas (gold standard) pemeriksaan infeksi
virus dengue .
Pengambilan darah idealnya harus diambil selama periode demam dan lebih baik
sebelum hari kelima sakit. Setelah spesimen diambil selanjutnya dilakukan kultur sel dan
akhirnya dapat diidentifikasi setelah 2-3 minggu. Keterbatasan metode ini adalah sulitnya
peralatan dan memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan hasil, sehingga isolasi
virus hanya dilakukan untuk tujuan penelitan. Karena isolasi virus sulit dilakukan
sehingga uji serologis merupakan alternatif yang sering dipakai dalam membantu
diagnosis DBD.
Pemeriksaan serologis ditujukan untuk deteksi antibodi spesifik terhadap virus dengue
berupa antibodi IgM maupun IgG. Pemeriksaan yang banyak digunakan adalah berupa uji
HI (hemagglutination inhibition test = uji hambatan hemaglutinasi) yang merupakan gold
standard WHO untuk infeksi virus dengue. Uji HI bertujuan untuk menetapkan titer
antibodi anti-dengue yang dapat menghambat kemampuan virus dengue mengaglutinasi
sel darah merah angsa. Uji ini membutuhkan sepasang serum dengan perbedaan waktu
fase akut dan konvalesen paling sedikit 7 hari, optimalnya 10 hari.
Berdasarkan titer antibodinya, uji HI dapat digunakan untuk membedakan infeksi primer
dan sekunder. Infeksi virus dengue akut ditandai dengan terdapatnya peningkatan titer
empat kali atau lebih antara sepasang serum yaitu serum akut dan serum konvalesen,
disamping itu titer 1:2560 menunjukkan interpretasi infeksi flavivirus sekunder.
Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai bertahun-tahun, sehingga uji ini baik untuk
studi sero-epidemiologi.

l. Apa DD dan WD kasus ini ?
Jawab:
Working diagnosis : Sindrom Syok Dengue (SSD) atau DBD derajat III
Diagnosis banding: Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat
kesesuaian klinis dengan demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan
leptospirosis dan DBD .

m. Apa etiologi dan faktor resiko kasus ini ?
Jawab:
Penyebab penyakit demam berdarah dangue pada seseorang adalah virus dangue
termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada di Indonesia, dan dilaporkan
bahwa serotip virus DEN-3 sering menimbulkan wabah (Syahruman, 1988). Virus DEN-
3/Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang
paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue-4. Virus DEN
termasuk dalam kelompok virus yang relative labil terhadap suhu dan faktor kimiawai
lain serta masa viremia yang pendek. Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA
dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung 2
protein yaitu selubung protein E dan protein membrane M.

Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe virus(agent), dan faktor
pejamu(host) seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis dan lingkungan,
yaitu:
1. Agent (penyebab penyakit) adalah semua unsur atau elemen hidup atau mati yang
kehadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia rentan
dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi stimuli untuk mengisi dan
memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Dalam hal ini yang menjadi agent
dalam penyebaran DBD adalah virus dengue (sudah dibahas sebelumnya)
2. Karakteristik host (pejamu) adalah manusia yang kemungkinan terjangkit penyakit
DBD. Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia
yaitu :
i. Mobilitas penduduk akan memudahkan penularan dari suatu tempat ke
tempatyang lainnya.penyakit biasanya menjalar dimulai dari suatu pusat
sumber penularan (kotabesar), kemudian mengikuti lalu-lintas (mobilitas)
penduduk. Semakin tinggimobilitas makin besar kemungkinan penyebaran
penyakit DBD.
ii. Pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan
penyuluhandan cara pemberantasan yang dilakukan, hal ini berkaitan
denganpengetahuan.
iii. Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit
DBD.
iv. Jenis kelamin, berdasarkan penelitian Widyana (1998) di Bantul pada tahun
1997 menemukan bahwa proporsi penderita perempuan lebih tinggi
disbanding laki-laki yaitu sebesar 52,6 %.23 Hasil serupa juga di peroleh oleh
Enny dkk (2003) di Jakarta pada tahun 2000 sebagian besar penderita adalah
perempuan (58,2%).25 Namun secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan
antara jenis kelamin penderita DBD dan sampai sekarang tidak ada
keterangan yang dapat memberikan jawaban dengan tuntas mengenai
perbedaan jenis kelamin pada penderita DBD.
3. Lingkungan, lingkungan yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah :
i. Tempat penampungan air / keberadaan kontainer, sebagai tempat perindukan
nyamuk Aedes aegypti
ii. Ketinggian tempat suatu daerah mempunyai pengaruh terhadap
perkembangbiakan nyamuk dan virus DBD. Di wilayah dengan ketinggian
lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes
aegypti.
iii. Curah hujan, pada musim hujan (curah hujan diatas normal) tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak
terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang belum sempat menetas, dalam
tempo singkat akan menetas, dan kelembaban udara juga akan meningkat
yang akan berpengaruh bagi kelangsungan hidup nyamuk dewasa dimana
selama musim hujan jangka waktu hidup nyamuk lebih lama dan berisiko
penularan virus lebih besar. Dari hasil pengamatan penderita DBD yang
selama ini dilaporkan di Indonesia bahwa musim penularan DBD pada
umumnya terjadi pada musim hujan yaitu awal dan akhir tahun.4
iv. Kebersihan lingkungan / sanitasi lingkungan, bahwa kondisi sanitasi.
lingkungan berperan besar dalam perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.


n. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini ?
Jawab:
Pada tahun 2007, jumlah kasus penyakit DBD di Indonesia adalah 158.115 kasus,
sedangkan pada tahun 2008, jumlah kasus penyakit DBD adalah 136.339 kasus.
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu propinsi yang mempunyai kategori
endemis untuk penyakit DBD. Berdasarkan data laporan bulanan Dinkes Kota Palembang
bulan Agustus 2013, didapatkan bahwa Insiden Rate (IR) penyakit DBD sampai bulan
Juni mencapai 21,39 per 100 ribu penduduk. Insiden Rate yang tinggi di Kecamatan Ilir
Barat I dengan IR = 33,22 kemudian Kecamatan Ilir Timur I dengan IR =31,24 dan
Kecamatan Sematang Borang dengan IR = 30,26.

o. Bagaimana patogenesis pada kasus ini
Jawab:
Virus dangue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypty atau
Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang
belakang, dan paru. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit
perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut.
Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel
dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponenya.
Setelah terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses perkembangbiakan sel virus DEN terjadi
di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif
terhadap serotype tersebut tetapi tidak ada cross protectif terhadap serotip virus yang lain
(Kurane & Francis, 1992).
Beberapa teori mengenai terjadinya DBD dan DSS antara lain adalah:
a. Teori Antigen Antibodi
Virus dangue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody,
membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan mengaktifasi
komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin C3A dan C5A yang akan
merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini
bersifat fasoaktif dan prokoagulant sehingga menimbulkan kebococran plasma
(hipovolemik syok dan perdarahan). (Soewandoyo, 1998).
b. Teori Infection Enhancing Antibody
Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang terbentuknya
antibody nonnetralisasi. Antigen dangue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang
tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian ini antibody nonnetralisasi berupaya melekat
pada sekeliling permukaan sel makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel
makrofag yang menetap di jaringan. Makrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan
memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi.
Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan sitokin yang
memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi. Bahan-bahan mediator tersebut akan
mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system hemostatik yang akan
mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan. (Wang, 1995).
c. Teori mediator
Teori mediator didasarkan pada beberapa hal:
1) Kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang terinfeksi virus
mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan mekanismme sitokin kerja adalah
sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang
infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi dan diferensiasi
limfosit, sebagai activator sel inflamasi nonspesifik, dan sebagai stimulator
pertumbuhan dan deferensiasi lekosit matur (Khana, 1990).
2) Kejadian masa krisis pada DBD selama 48-72 jam, berlangsung sangat pendek.
Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa.
3) Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa pada syok septic
banyak berhubungan dengan mediator.

Menurut Suvatte (1977) patogenesis DBD dan DSS adalah masih merupakan masalah
yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.
Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang
kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang
lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan reseptor dari membran sel leokosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut,
terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Suvatte, 1977).
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi
IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody compleks)
yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular (Suvatte, 1977).
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 %
dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya,
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena itu, pengobatan
syok sangat penting guna mencegah kematian (Suvatte, 1977).
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat
mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu. Virus mengadakan replikasi baik
pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik
dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus
mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar (Suvatte, 1977).
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),
ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi
penurunan factor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi
trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di
sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi factor Hageman sehingga terjadi
aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit,
dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan mempercepat syok yang
terjadi (Suvatte, 1977).


p. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus ini ?
Jawab:
1. Masa inkubasi biasanya berkisar antara 4 7 hari
2. Demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2 7 hari. Panas dapat
turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas
mendadak turun.
3. Tanda-tanda perdarahan
o Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa uji
Tourniquet (Rumple Leede) positif atau dalam bentuk satu atau lebih manifestasi
perdarahan sebagai berikut: Petekie, Purpura, Ekimosis, Perdarahan konjungtiva,
Epistaksis, Pendarahan gusi, Hematemesis, Melena dan Hematuri. Petekie sering
sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk.
o Untuk membedakannya regangkan kulit, jika hilang maka bukan petekie. Uji
Tourniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai
presumptif test (dugaan keras) oleh karena uji Tourniquet positif pada hari-hari
pertama demam terdapat pada sebagian besar penderita DBD. Namun uji
Tourniquet positif dapat juga dijumpai pada penyakit virus lain (campak, demam
chikungunya), infeksi bakteri (Typhus abdominalis) dan lain-lain. Uji
Tourniquet dinyatakan positif, jika terdapat 10 atau lebih petekie pada seluas 1
inci persegi (2,52,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku
(fossa cubiti).
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
o Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit
o Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
o Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.
5. Renjatan (syok)
o Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan kaki
o Penderita menjadi gelisah
o Sianosis di sekitar mulut
o Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
o Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang.
6. Trombositopeni
o Jumlah trombosit 100.000/ul biasanya ditemukan diantara hari ke 3 7 sakit
o Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bag. Hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit)
o Peningkatnya nilai hematokrit (Ht) menggambarakan hemokonsentrasi selalu
dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka terjadinya perembesan
plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala.
o Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.
Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit > 20% (misalnya 35% menjadi
42%: 35/100 x 42 = 7, 35+7=42), mencerminkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai
hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan. Penurunan
nilai hematokrit >20% setelah pemberian cairan yang adekuat, nilai Ht
diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.
7. Gejala klinik lain
o Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita DBD ialah nyeri otot,
anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi, dan kejang
o Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan penurunan
kesadaran sehingga sering di diagnosis sebagai ensefalitis
o Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan
gastrointestinal dan renjatan.


q. Bagaimana tatalaksana pada kasus ?
Jawab:
Penatalaksana demam berdarah dengue (pada anak)
1. Adakah tanda kedaruratan, yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan
dan kaki dingin, kulit lembab), muntah terus-menerus, kejang, kesadaran menurun,
muntah darah, tinja darah, maka pasien perlu dirawat / dirujuk.
2. Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji Tourniquet dan hitung
trombosit
o Bila uji Tourniquet positif dan jumlah trombosit 100.000/ul, penderita
dirawat/dirujuk.
o Bila uji Tourniquet negatif dengan trombosit > 100.000/ul atau normal,
pasien boleh pulang dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai
suhu turun.
3. Pasien dianjurkan minum banyak, seperti: air teh, susu, sirup, oralit, jus buah dan
lain-lain.
4. Berikan obat antipiretik golongan parasetamol jangan golongan salisilat.
5. Apabila selama di rumah demam tidak turun pada hari sakit ketiga, evaluasi tanda
klinis adakah tanda-tanda syok, yaitu anak menjadi gelisah, ujung kaki / tangan
dingin, sakit perut, tinja hitam, kencing berkurang; bila perlu periksa Hb, Ht dan
trombosit.
6. Apabila terdapat tanda syok atau terdapat peningkatan Ht dan / atau penurunan
trombosit, segera rujuk ke rumah sakit.


r. Bagaimana pencegahan pada kasus ini ?
Jawab:
pencegahan yang dilakukan meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat perkembangbiakan dengan cara
3M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi /
WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan
lain-lain (M2).
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air
hujan (M3).

Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk
dengan cara:
1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau
sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid. Temephos
atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali dengan takaran 10 gram Abate ( 1
sendok makan peres) untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid (
1/4 sendok makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di
puskesmas atau di apotik.
2) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
3) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk
4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar
7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus positif DBD
dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah tersebut ditemukan banyak
jentik nyamuk.

s. Bagaimana komplikasi pada kasus ini ?
Jawab:
Encephalopathy
Kerusakan hati
Kerusakan otak residual
Kejang
Syok

t. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?
Jawab:
Dengan perawatan yang cepat dan agresif, kebanyakan pasien sembuh dari demam
berdarah dengue. Namun, setengah dari pasien yang tidak diobati dan telah mengalami
syok tidak dapat bertahan hidup.
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang didapat
secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50%
pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat
ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan
awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok
berkepanjangan atau perdarahan intracranial.


u. Apa SKDI pada kasus ?
Jawab:
Dengue shock syndrome
3B. mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk (Gawat
Darurat)

HIPOTESIS
Budi seorang anak laki-laki berusia 3 tahun mengalami demam berdarah dengue derajat 3.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, F.U. 2010. Manajemen demam berdarah berbasis wilayah. Buletin jendela
epidemiologi. 2 (1): 1 3
Bagian Patologi Klinik. (2009). Peran pemeriksaan laboratorium dalam diagnose Demam
Berdarah Dengue. RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Barakah, V. F. 2012. Demam Berdarah tidak ada obatnya, Hanya andalkan cairan. Detik Health.
Retrieved from: http://health.detik.com/read/2012/06/15/143241/1942274/763/ 18 April
2013
Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S. (2012). A three-
component biomarker panel for prediction of dengue hemorraghic fever. Am. J. Trop. Med.
Hyg. 86(2): 341-348.
CDC (Centers for Disease and Prevention). (2010). Dengue Branch.Caada
SanJuan,PuertoRico.From:http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html diakses 20
April 2013
Danny, Wiradharma. 2009. Diagnosis cepat demam berdarah dengue. Jurnal Kedokteran
Trisakti., 18 (2): 78 79
DepKes, RI.,(2005). Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Waspadalah penyakit demam berdarah dengue. Retrieved from
www.denpasarkota.go.id. 18 april 2013.

Gubler D.J., 1998. The Global Pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever Current Status
and Prospect for the Future. Dengue in Singapore. Technical Monograph Series No. 2
WHO.
IDAI, 2009. Apa itu demam berdarah dengue. http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel. 18
April 2013
Khana M., Chaturvedi UC, Sharma MC, Panday VC, Mathur A., 1990. Increased Capillary
Permeability Mediated by A Dangue Virus Induced Limphokine. Immunology Mart,
69;33:449-53
Khie Chen., Herdiman, T., Pohan., Robert., 2009. Diagnosis dan terapi cairan pada demam
berdarah dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. RS Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. 22. (1): 5 6
Kurane I, Ennis E Francis, 1992. Immunity and Immunopathologi in Dangue Virus Infection.
Seminar Imunology vol 4; 121-127.
Mujida, A.M., Ridwan, A. 2009. Pemetaan dan analisis kejadian demam berdarah dengue di
kaupaten bantaeng.
Phanmeesuk, Y., and Suksin, W. (2009). Nursing Care of Dengue Shock Syndrome (Case
study). Medical Journal of Srisake Surinam Buriram Hospital Vol 24 No.2.
Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003.
Airlangga University Press. Surabaya.
Soewandoyo, E. 1997. Demam Berdarah Dangue pada Orang Dewasa. Gejala Klinik dan
Penatalaksanaannya. Folia Medika Indonesia XXXIII. Juli-September.
Suvatte V. Immunological Aspect of Dangue Haemorrhagic Fever Studies in Thailand. South
East asian J. Trop Med. Pub Haealth, 1987; 1:312-5.
Syahruman A., 1998. Beberapa Lahan Penelitian untuk Penanggulangan Demam Berdarah
Dangue. Mikrobiologi Klinik Indonesia. Vol:3:3:87-89.
Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. S. M., Lee. K. H. (2011).
Could peak proteinuria determine whether patient with dengue fever develop dengue
hemorraghic/dengue shock syndrome/- A prospective cohort study. BMC Infectious
Diseases.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intrevensi NIC dan
kriteria hasil NOC. EGC. Jakarta.
World Health Organization (WHO). (1999). Guidelines for treatment of dengue fever/dengue
hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi.

Anda mungkin juga menyukai