Anda di halaman 1dari 39

BAB I

STATUS PASIEN
A. Identitas
Nama : Ny D
Umur : 27 tahun
Alamat : Pengadegan Utara, Pancoran
Pekerjaan :Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status :Menikah
Pendidikan : SMA
Tanggal masuk RS : 22 Juni 2014

B. Anamnesis
Anamenesis dilakukan berdasarkan autoanamnesis tanggal 25 Juni 2014, di lantai 6
Barat, Rumah Sakit Budi Asih, Cawang, Jakarta Timur.
I. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Budi Asih dengan BAB hitam sebanyak
satu kali.
II. Keluhan tambahan
Pasien juga muntah darah berwarna merah sebanyak dua kali keesokan hari,
pusing , batuk kering, mual, nafsu makan menurun dan badan terasa lemas.
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Budi Asih hari Sabtu dengan keluhan
BAB hitam sebanyak 1 kali. Lalu diberi pengobatan, pasien membaik dan
diperbolehkan pulang. Keesokkan harinya, hari Minggu, pasien mengeluh
muntah darah berwarna merah segar sebanyak dua kali. Selama di IGD, pasien
muntah satu kali dan BAB hitam satu kali. Pasien dipasang NGT dan keluar
cairan hitam. Pasien juga mengeluh pusing berputar, batuk kering, nafsu
makan menurun dan badan terasa lemas. Saat ini pasien sedang hamil anak
kedua dengan usia kehamilan 26 minggu. Pasien tidak mengeluh keluhan yang
serupa pada kehamilan anak pertama.
Pada tahun 2008, pasien memasang KB suntik dengan penyuntikkan 3 bulan
sekali. Setelah 2 tahun memasang KB, pasien didiagnosa mempunyai Diabetes
Melitus, oleh karena itu pemakaian KB harus dihentikkan. Akhirnya tahun
2012, pasien melepas KB. Setelah lepas KB, pasien mengandung anak ke dua
dan sekarang berusia kandungan 26 minggu. Pasien memiliki riwayat maag 2
tahun yang lalu dan riwayat Diabetes Melitus 4 tahun yang lalu.
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus 4 tahun yang lalu. Pasien
mengalami operasi caesar pada kehamilan pertama karena posisi kepala bayi
yang belum masuk ke panggul.
V. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien menderita penyakit Diabetes Melitus dan sekarang telah meninggal
dunia.
VI. Riwayat kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan makan sembarang dan suka telat makan. Pasien
merupakan perokok pasif yang menghirup asap rokok dari rokok suaminya.
Setelah lepas KB, pasien juga mengkonsumsi minuman herbal dan jamu
penyubur 2 tahun yang lalu.
VII. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah ibu rumah tangga yang mempunyai satu suami dan satu anak.
Suaminya adalah petugas kebersihan di salah satu perusahaan swasta. Pasien
tinggal dirumah bersama suami, anak dan orang tua. Pasien tinggal di
lingkungan yang padat penduduk.
VIII. Riwayat Kehamilan
Pasien mengalami caesar pada kehamilan pertama karena posisi kepala bayi
yang belum masuk panggul sedangkan usia kandungan sudah cukup bulan dan
pada kehamilan pertama, pasien belum menderita penyakit diabetes melitus.
IX. Anamnesis menurut sistem
Kulit : Pada perut pasien terdapat striae bekas persalinan pertama
Kepala, mata, telinga, hidung, mulut, tenggorokan : Pusing, muntah berdarah
Leher : Tidak ada kelainan
Dada : Tidak ada sesak ataupun nyeri dada
Abdomen : Perut buncit karena terdapat janin, nyeri ulu hati, BAB hitam
Saluran : Tidak ada keluhan pada saluran kemih
Saluran reproduksi : Tidak ada keluhan pada saluran reproduksi
Ekstremitas : Tidak terdapat keluhan pada ekstremitas

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :Tampak sakit ringan dan lemas
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 90 kali/menit
Repirasi : 24 kali/menit Suhu : 36,5
0
C
BB : 75 kg
TB : 155 cm

Status Generalis
Kepala

Mata




Hidung

Telinga

Mulut

Leher
:

:




:

:

:

:
bentuk mesochepal, warna rambut hitam, uban (+), lurus (+), distribusi merata
(+), rontok (-), alopesia (-), mudah dicabut (-).
alis rata (+/+), oedem palpebra superior (-/-), hordeolum (-/-), kalazion (-/-),
entropion (-/-), ektropion (-/-), ptosis (-/-), trikiasis (-/-), sclera ikterik (-/-),
konjungtiva pucat (-/-), hiperemis (-/-), pupil isokor (+/+), diameter pupil (2/2)
mm , reflek cahaya (+/+), lensa jernih (+), gerak bola mata (N), strabismus (-),
nistagmus (-).
nafas cuping hidung (-), deviasi septum (-), secret (-/-), perdarahan (-/-),
mukosa hidung hiperemis/pucat (-/-), sianosis (-/-).
deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),
sekret (-/-), tuli (-/-).
bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tepi hiperemis(-), tremor
(-), karies gigi (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), faring hiperemis (-), tonsil
(T1/T1).
JVP 5+2 cmH
2
O, deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfonodi (-)
Thoraks : Inspeksi : Dinding dada kanan kiri simetris , sela iga tidak melebar
Paru : Anterior
dextra sinistra
Inspeksi simetris , sela iga tidak melebar = simetris
Palpasi vocal fremitus kanan (N) = vocal fremitus kiri (N)
Perkusi sonor seluruh lapangan paru = sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi
Suara Dasar vesikuler = vesikuler
Suara tambahan ronkhi (-) ronkhi (-)
Wheezing (-) = Wheezing (-)

Paru : Posterior
dextra sinistra
Inspeksi simetris = simetris
Palpasi vocal fremitus kanan (N) = vocal fremitus kiri (N)
Perkusi sonor seluruh lapangan paru = sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi
Suara Dasar vesikuler = vesikuler
Suara tambahan ronkhi (-) ronkhi (-)
Wheezing (-) = Wheezing (-)


Gbr. Paru Bag. Depan Gbr. Paru Bag. Belakang
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS V, 1 cm medial dari garis midklavikularis kiri.
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 1 cm medial linea midklavikularis sinistra,
diameter ictus trill(-).
Perkusi :
- Batas kanan : ICS V, linea parasternal dextra
- Batas kiri : ICS V, garis midklavikularis dengan bunyi redup
- Batas atas : ICS III, linea sternalis sinistra
- Pinggang jantung: Cekung

Auskultasi : Suara dasar : S1-S2 murni, regular, nadi 90 x/menit.
Suara tambahan : murmur (-), gallop (-).
Mitral : M1>M2, regular (+)
Trikuspid :T1>T2, regular (+)
Aorta : A1<A2, regular (+)
Arteri Pulmonalis : P1<P2, regular (+)

Abdomen : Inspeksi : Dinding perut buncit (+),jaringan parut (-), striae (+)
Auskultasi : Bunyi peristaltik (+), frekuensi 3x/menit.
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (+) regio epigastrium, massa (-),
ballotemen ginjal (-/-), Hepar teraba (-), Lien teraba (-).
Perkusi : Redup keempat kuadran abdomen (+), nyeri ketok
costovertebra (-/-), pekak alih (-) pekak sisi (+) normal.
Inguinal : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


Ekstrimitas
Superior Inferior
Dekstra/sinistra Dekstra/sinistra
Pitting oedema (-/ -) (-/ -)
Sianosis (-/ -) (-/ -)
Ikterik (-/ -) (-/ -)
Kekuatan otot (5/ 5) (5/ 5)
Klonus (-/ -) (-/ -)
Capillary refill < 2 detik / < 2 detik < 2 detik / < 2 detik
Petekie (-/ -) (-/ -)
Refleks fisiologis +N/+N +N/+N
Reflek Patologis (-/ -) (-/ -)
Kekuatan otot (5/ 5) (5/ 5)



D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah dilakukan tanggal 22 Juni 2014
1. Hematologi rutin
Leukosit (WBC) : 19,9 ribu / L (3,6-11)
Eritrosit (RBC) : 4,3 juta / L (3.8-5.2)
Hemaglobin : 12,5 g/dL (11,7-15,5)
Hematokrit : 37% (35-47)
Trombosit : 449 ribu / L (150-440)
MCV : 85,0 fL (80-100)
MCH : 28,8 pg (26-34)
MCHC : 34,1 g/dL (32-36)
RDW : 13,9 %(<14)

2. Metabolisme Karbohidrat
Gula Darah CITO : 143 mg/dL (<110)
3. Elektrolit serum
Natrium (Na) : 141 mmol/L (135-155)
Kalium (K) : 3,7 mmol/L (3,6-5,5)
Klorida (Cl) : 106 mmol/L (98-109)
4. Urinalisis
Keton I (Urine) : 3+ (negatif)

E. Masalah
1. Hematemesis melena
2. Hiperemis gravidarum
3. Diabetes Melitus tipe 2 (Diabetes pregestasional)

F. Ringkasan
Pasien datang ke IGD dengan keluhan BAB hitam sebanyak 1 kali. Lalu, diberi
pengobatan, membaik dan diperbolehkan pulang. Keesokkan harinya,pasien muntah
darah sebanyak dua kali, lalu kembali di IGD.Selama di IGD pasien muntah darah
satu kali dan BAB hitam satu kali. Di IGD,pasien dipasang NGT dan keluar cairan
hitam.
Pasien juga mengeluh pusing berputar, batuk, mual, tidak nafsu makan dan badan
lemas. Pasien sedang hamil anak ke dua. Pada kehamilan pertama,pasien tidak
mengeluh keluhan yang serupa. Pada kehamilan pertama, pasien dioperasi caesar
karena letak kepala janin belum masuk panggul sedangkan sudah cukup bulan.
Pada tahun 2008, pasien memakai KB suntik dan tahun 2010 pasien didiagnosa
Diabetes Melitus sehingga harus dihentikan KBnya. Setelah melepas KB, pasien
minum obat herbal dan jamu penyubur sampai akhirnya pasien hamil anak kedua.
Selama ini pasien suka makan sembarang dan tidak tepat waktu. Pada pemeriksaan
tanda vital, semua hasil dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukosit yang meningkat, trombosit yang meningkat dan gula darah pasien
naikm sehingga diberikan insulin

G. Rencana pemecahan masalah
1. Hiperemis Gravidarum
Assesment : Mual, muntah , hematemesis, melena, nyeri
epigastrium dan nafsu makan menurun
Rencana Diagnostik : Hematologi rutin, Urinalisis, Elektrolit, USG, AGD
Rencana Terapi : Asering : Panamisin G/ 6 jam, Inj Panzo 1x1, Inj
Cendantron 1x1, Inj Ranitidin 2x1,Inj Ceftriaxone 1 x
2gr, Propepsa sirup 3x1
2. Diabetes Melitus
Assesment : Riwayat Diabetes Melitus tipe 2, Gula Darah = 143
mg/dL
Rencana diagnostik : Hematologi rutin, Gula darah
Rencana terapi : Sleeding scale, Insulin

H. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungtionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia Ad bonam




I. Follow Up
Tanggal 23 Juni 2014, hari ke 1
Subjektif Objektif Analisa Perencanaan
- Hamil anak
ke dua
dengan usia
kandungan 26
minggu
- Mual dan
muntah darah
berwarna
hitam 3 kali
- Badan lemas
dan tidak
nafsu makan
- Lemes,
pusing dan
batuk kering
TSS, CM
TD=120/90, S=36,6
0
C
RR=20x/m N=60x/m
CA-/- SI-/-
KGB tiroid TTM
C/ S1S2 reg m(-) g(-)
P/ Sn ves wh(-/-) rh(-/-
)
Abdomen : buncit,
nyeri ulu hati
Status obstetri :
L1 : TFU 1 jari diatas
pusat
L2 : Kepala
L3 : Punggung kiri
L4 : Bokong
DJJ : 114-155 x/menit
Extremitas : dbn
GD 00.00 = 168 mg/dL
GD 06.00 = 130 mg/dL
GD12.00 =168 mg/dL
GD 16.00 = 136 mg/dL
-Hematemesis
melena
-hiperemis
gravidarum
-Dispepsia
-DM tipe 2
-G2P1A0, letak
janin sungsang
Asering:PanamisinG/6jam
Inj Panzo1x1
Inj Cendantron1x1
Inj ceftriaxon1x2gr
Inj rantin2x1
Novorapid 3x6 unit
Propepsa syr 3x1

Tanggal 24 Juni 2014, hari ke 2
Subjektif Objektif Analisa Perencanaan
- Pusing
- Belum BAB
dari kemarin
- BAK lancar
TSS, CM
TD=120/80, S=36,6
0
C
RR=17x/m N=80x/m
CA-/- SI-/-
KGB tiroid TTM
Cor dan pulmonal
dalam batas normal
Abdomen : dbn Status
obstetri :
L1 : TFU 1 jari diatas
pusat
L2 : Kepala
L3 : Punggung kiri
L4 : Bokong
DJJ : 152-154 x/menit
GD 00.00 = 175 mg/dL
GD 06.00 = 147mg/dL
-Hematemesis
melena
-hiperemis
gravidarum
perbaikan
-Dispepsia
perbaikan
-DM tipe 2
-G2P1A0, letak
janin sungsang

Asering:PanamisinG/6jam
Inj Panzo1x1
Inj Cendantron1x1
Inj ceftriaxon1x2gr
Inj rantin2x1
Novorapid 3x6 unit
Propepsa syr 3x1


Tanggal 25 Juni2014,hari ke 3
Subjektif Objektif Analisa Perencanaan
- Pusing
- Batuk
- Belum
BAB
CM,TSR
TD=130/90,S=36,7
0
C
RR=17x/m N=80x/m
CA-/- SI-/-
KGB tiroid TTM
Cor dan pulmonal
dalam batas normal
Abdomen : dbn Status
obstetri :
L1 : TFU 1 jari diatas
pusat
L2 : Kepala
L3 : Punggung kiri
L4 : Bokong
DJJ : 161-165
x/menit
GD 06.00 =108mg/dL
GD 12.00 =108mg/dL
GD 16.00=113mg/dL
Leukosit =17,5
ribu/L
Hiperemis gravidarum
perbaikan
-Dispepsia perbaikan
-DM tipe 2
- G2P1A0, letak janin
sungsang

Asering:PanamisinG/6jam
Inj Panzo1x1
Inj Cendantron1x1
Inj ceftriaxon1x2gr
Inj rantin2x1
Novorapid 3x6 unit
Propepsa syr 3x1

Tanggal 26 Juni 2014,hari ke 4
Subjektif Objektif Analisa Perencanaan
- Mual
- Belum
BAB
- Nafsu
makan
menurun
CM,TSR
TD=130/90,S=36,7
0
C
RR=20x/m N=80x/m
CA-/- SI-/-
KGB tiroid TTM
Cor dan pulmonal
dalam batas normal
Abdomen : dbn Status
obstetri :
L1 : TFU 1 jari diatas
pusat
L2 : Kepala
L3 : Punggung kiri
L4 : Bokong
DJJ : 165-167
x/menit
GD 06.00 = 153
mg/dL
Hiperemis gravidarum
perbaikan
-Dispepsia perbaikan
-DM tipe 2
- G2P1A0, letak janin
sungsang

Asering:PanamisinG/6ja
m
Inj Panzo1x1
Inj Cendantron1x1
Inj rantin2x1
Novorapid 3x6 unit
Propepsa syr 3x1


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HIPEREMESIS GRAVIDARUM

A. Definisi
Mual dan muntah (Morning Sickness, Emesis Gravidarum) adalah mual dan muntah
selama kehamilan yang terjadi antara 4 dan 8 minggu kehamilan dan terus berlanjut
hingga 14-16 minggu kehamilan dan gejala biasanya akan membaik. Mual dan
muntah selama kehamilan dapat berupa gejala yang ringan hingga berat. Mual dan
muntah adalah keluhan utama pada 70 %-80 % kehamilan
(1)
.
Hiperemesis Gravidarum adalah kondisi mual dan muntah yang berat selama
kehamilan, yang terjadi pada 1 %-2 % dari semua kehamilan atau 1-20 pasien per
1000 kehamilan.
(2,3)

Hiperemesis gravidarum menyebabkan tidak seimbangnya cairan, elektrolit, asam-
basa, defisiensi nutrisi dan kehilangan berat badan yang cukup berat. Pada
hiperemesis gravidarum dapat terjadi dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis
akibat hilangnya asam hidroklorida pada saat muntah, hipokalemia dan ketonuria,
sehingga mengharuskan pasien masuk dan dirawat di rumah sakit.
(4,5)

B. Epidemiologi
Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-
90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-
60% multigravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2%
diantaranya mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000
kehamilan. Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai
pada usia kehamilan 9- 10 minggu, puncaknya pada usia kehamilan 11-13 minggu,
dan sembuh pada kebanyakan kasus pada umur kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-
10% dari kehamilan, gejala-gejala dapat berlanjut melampaui 20-22 minggu.
Beberapa faktor resiko penyakit hiperemesis gravdarum antara lain adalah usia
ibu, usia gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi, kehamilan ganda, kehamilan
mola, kodisi psikologis ibu dan adanya infeksi H.pilory. Usia ibu merupakan faktor
resiko dari hiperemesis gravidarum yang berhubungan dengan kondisi psikologis ibu
hamil. Literatur menyebutkan bahwa ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum. Usia gestasi atau usia
kehamilan juga merupakan faktor resiko hiperemesis gravidarum, hal tersebut
berhubungan dengan kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron
di dalam darah ibu. Kadar hormon korionik gonadotropin merupakan salah satu
etiologi yang dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum. Kadar hormon
gonadotropin dalam darah mencapai puncaknya pada trimester pertama, tepatnya
sekitar mingu ke 14-16. Oleh karena itu, mual dan muntah lebih sering terjadi pada
trimester pertama. Faktor resiko lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan
dengan kondisi psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil
akan mengalami stres yang lebih besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan
dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu primigravida juga belum mampu
beradaptasi terhadap perubahan korionik gonadotropin, hal tersebut menyebabkan ibu
yang baru pertama kali hamil lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum.
Pekerjaan juga merupakan faktor resiko penyakit hiperemesis gravidarum. Pekerjaan
berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga mempengaruhi pola makan,
aktifitas dan stres pada ibu hamil

C. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus hiperemesis gravidarum di Canada
diketahui beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidaru
diantaranya komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainanm
gastrointestinal, dan diabetes pregestasional. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini
disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai
berikut :
1. Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda.
Pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda, faktor hormon memegang peranan
dimana hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat
hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut.
3. Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak.
4. Faktor psikologis
Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak,
kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang
peranan yang cukup penting dalam menimbulkan hiperemesis gravidarum.
Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya
terkait dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik
gonadotropin, estrogen atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada
beberapa kasus yang berat mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun
adanya hubungan dengan serum positif terhadap Helicobacter pylori sebagai
penyebab ulkus peptikum tidak dapat dibuktikan oleh beberapa peneliti.

D. Manifestasi Klinis
Batas antara mual dan muntah dalam kehamilan yang masih fisiologik dengan
hiperemesis gravidarum masih belum jelas, akan tetapi muntah yang menyebabkan
gangguan kehidupan sehari-hari dan dehidrasi memberikan petunjuk bahwa wanita
hamil tersebut memerlukan perawatan yang intensif. Pada hiperemesis gravidarum,
gejala-gejala yang dapat terjadi adalah:
a) Muntah yang hebat
b) Haus, mulut kering
c) Dehidrasi
d) Foetor ex ore(mulut berbau)
e) Berat badan turun
f) Kenaikan suhu
g) Ikterus
h) Gangguan serebral (kesadaran menurun)
i) Laboratorium : hipokalemia dan asidosis. Dalam urin ditemukan protein, aseton,
urobilinogen, porfirin bertambah, dan silinder positif

Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi tiga tingkat,
yaitu
1
:
Tingkat I
Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang terus menerus disertai
dengan intoleransi terhadap makan dan minum. Terdapat penurunan berat badan dan
nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan adalah makanan, kemudian lendir beserta
sedikit cairan empedu, dan kalau sudah lama bisa keluar darah. Frekuensi nadi meningkat
sampai 100 kali/menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan mata cekung, lidah kering, turgor kulit menurun, dan urin sedikit berkurang.
Tingkat II
Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan segala yang dimakan
dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat. Frekuensi nadi
100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg. Pasien terlihat
apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.
Tingkat III
Kondisi tingkat III ini sangat jarang, ditandai dengan berkurangnya muntah atau
bahkan berhenti, tapi kesadaran menurun (delirium sampai koma). Pasien mengalami
ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, dan dalam urin ditemukan bilirubin dan
protein.

E. Patofisiologi
Ada teori yang menyebutkan bahwa perasaan mual adalah akibat dari
meningkatnya kadar korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron karena keluhan
ini muncul pada 6 minggu pertama kehamilan yang dimulai dari hari pertama haid
terakhir dan berlangsung selama 10 minggu. Pengaruh fisiologis hormon ini korionik
gonadotropin, estrogen dan progesteron ini masih belum jelas, mungkin berasal dari
sistem saraf pusat akibat berkurangnya sistem pengosongan lambung. Penyesuaian
terjadi pada kebanyakan ibu hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat
berlangsung berbulan-bulan.Selain teori hormon korionik gonadotropin, estrogen dan
progesteron ini masih ada beberapa teori lain yang dapat menyebabkan hiperemesis
gravidarum seperti infeksi H.Pylori. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa infeksi
H.pylori dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum. Selain itu masih ada teori
penyebab hiperemesis gravidarum akibat psikologis.
Secara umum berdasarkan berbagai teori, pada hiperemesis gravidarum terjadi
mual, muntah dan penolakan semua makanan dan minuman yang masuk, sehingga
apabila terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi, tidak imbangnya kadar elektrolit
dalam darah, dengan alkalosis hipokloremik. Selain itu hiperemesis gravidarum
mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan
energi karena energi yang didapat dari makanan tidak cukup, lalu karena oksidasi
lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-
asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah sehingga menimbulkan asidosis.
Selanjutnya, dehidrasi yang telah terjadi menyebabkan aliran darah ke jaringan
berkurang, hal tersebut menyebabkan pasokan zat makanan dan oksigen berkurang
dan juga mengakibatkan penimbunan zat metabolik yang bersifat toksik didalam
darah. Kemudian, hiperemesis gravidarum juga dapat menyebabkan kekurangan
kalium akibat dari muntah dan ekskresi lewat ginjal, yang menambah frekuensi
muntah yang lebih banyak, dan membuat lingkaran setan yang sulit untuk dipatahkan.
Patofisiologi hiperemesis gravidarum ditunjukkan dalam skema dibawah.


F. Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang.1-4
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah.
Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang
oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari- hari. Selain itu
dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien,
asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati,
diabetes mellitus, dan tumor serebri).

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda
dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid
dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap,
urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas
darah, tes fungsi hati dan ginjal. Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai
menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter
TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50- 60% terjadi
penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan
pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya
menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria,
peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting
dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.

Gambar 2. 3 Algoritma Penegakan Diagnosa Hiperemesis Gravidarum

Secara klinis penegakan diagnosis hiperemesis gravidarum dilakukan dengan
menegakkan diagnosis kehamilan terlebih dahulu (amenore yang disertai dengan tanda-tanda
kehamilan). Lebih lanjut pada anamnesis didapatkan adanya keluhan mual dan muntah hebat
yang dapat mengganggu pekerjaan sehari-hari. Pada pemeriksaan fisis diijumpai tanda-tanda
vital abnormal, yakni peningkatan frekuensi nadi (>100 kali per menit), penurunan tekanan
darah, dan dengan semakin beratnya penyakit dapat dijumpai kondisi subfebris dan
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisis lengkap dapat dijumpai tanda-tanda dehidrasi,
kulit tampak pucat dan sianosis, penurunan berat badan, uterus yang besarnya sesuai dengan
usia kehamilan dengan konsistensi lunak, dan serviks yang livide saat dilakukan inspeksi
dengan spekulum. Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperoleh peningkatan relatif
hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia dan hipokalema, benda keton dalam darah, dan
proteinuria.

Tabel 2.1 Diagnosa banding mual dan muntah pada kehamilan


G. Terapi
Penatalaksanaan awal mual dan muntah pada kehamilan dapat mencegah hiperemesis
gravidarum. Penatalaksanaan utama sering melibatkan istirahat dan penghindaran dari
rangsangan yang berperan sebagai pemicu. Di bawah ini adalah penatalaksanaan dalam
kondisi kegawatdaruratan:
Untuk keluhan hiperemesis yang berat pasien dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit
dan membatasi pegunjung.
Penghentian pemberian makanan per oral 24 48 jam.
Penggantian cairan dan pemberian antiemetik jika dibutuhkan. Larutan normal saline
atau ringer laktat dapat digunakan dalam kondisi itu.
Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, dan atau tiamin dapat
dipertimbangkan. Untuk pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100 mg dapat
diberikan sebelum pemberian cairan dekstrosa.
Lanjutkan penatalaksanaan sampai pasien dapat mentoleransi cairan per oral dan
sampai hasil uji menunjukkan jumlah keton urin hilang atau sedikit.
Penatalaksanaan mual dan muntah pada kehamilan dengan vitamin B6 atau vitamin
B6 ditambah doxylamine sangat aman dan efektif serta dapat digunakan sebagai terapi
farmakologis lini pertama. Pemberian multivitamin pada saat terjadinya konsepsi juga
menurunkan derajat keparahan gejala.
6

Penatalaksanaan Konvensional
Sampai saat ini belum ada penatalaksanaan farmakologi yang terbukti. Modalitas
terapi dan obat-obatan yang telah diteliti efektivitasnya dapat dilihat dalam tabel 1 dan 2.
Pasien yang mengalami mual dan muntah yang berat pada kehamilan sebelumnya dapat
mengkonsumsi antiemetik sebagai profilaksis atau segera setelah mengalami gejala pada
kehamilan berikutnya, yang dikenal sebagai pre-emptive therapy.
7


Gambar 2.4 Algoritma Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum
Farmakoterapi dengan antiemetik dan piridoksin telah terbukti efektif. Piridoksin
dijual dalam bentuk formulasi kombinasi dengan doxylamine. Walaupun dalam bentuk
kombinasi, Benedektin dihetikan dari pasaran di USA pada tahun 1980 karena isu
ketidakpastian, ACOG 2004 merekomendasikan 10 mg piridoksin ditambah setengah dari 25
mg doxylamine (antihistamin) yang dikonsumsi per oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi
lini pertama. Piridoksin merupakan obat kelas A dan aman diberikan pada kehamilan.
Antiemetik konvensional, seperti penyekat reseptor H
1
, fenotiazin dan benzamin,
telah terbukti efektif dan aman. Antiemetik seperti proklorperazin, prometazin, klorpromazin
dapat menyembuhkan mual dan muntah dengan menghambat postsynaptic mesolimbic
dopamine receptors melalui efek antikolinergik dan penekanan reticular activating system.
Terapi kombinasi dengan pyridoxine dan metoklopramid terbuti lebih baik dibandingkan
monoterapi lain.
8
Jika terapi itu gagal, cairan kristaloid dapat diberikan untuk memperbaiki
dehidrasi, ketonemia, defisit elektrolit, dan gangguan asam basa. Tiamin 100 mg dapat
ditambahkan dalam 1 liter pertama dan pemberian cairan dilakukan sampai muntah
terkontrol.
10


Tabel 2.2 Terapi Farmakologi Hiperemesis Gravidarum

Penatalaksanaan Diet
Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan yang diberikan
berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1 2
jam setelah makan. Diet itu kurang mengandung zat gizi, kecuali vitamin C, sehingga
diberikan hanya selama beberapa hari.
Diet hiperemesis II diberikan jika rasa mual dan muntah berkurang. Pemberian
dilakukan secara bertahap untuk makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan
bersama makanan. Diet itu rendah dalam semua zat gizi, kecuali vitamin A dan D.
Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.
Pemberian minuman dapat diberikan bersama makanan. Diet ini cukup dalam semua zat gizi,
kecuali kalsium.

H. Komplikasi
Hiperemesis gravidarum yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan
dehidrasi pada penderita. Dehidrasi muncul pada keadaan ini akibat kekurangan
cairan yang dikonsumsi dan kehilangan cairan karena muntah. Keadaan ini
menyebabkan cairan ekstraseluler dan plasma berkurang sehingga volume cairan
dalam pembuluh darah berkurang dan aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini
menyebabkan jumlah zat makanan (nutrisi) dan oksigen yang akan diantarkan ke
jaringan mengurang pula. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah
menurunnya keadaan umum, munculnya tanda-tanda dehidrasi (dalam berbagai
tingkatan tergantung beratnya hiperemesis gravidum), dan berat badan ibu berkurang.
Risiko dari keadaan ini terhadap ibu adalah kesehatan yang menurun dan bisa terjadi
syok serta terganggunya aktivitas sehari-hari ibu. Dampak dari keadaan ini terhadap
kesehatan janin adalah berkurangnya asupan nutrisi dan oksigen yang diterima janin.
Risiko dari keadaan ini adalah tumbuh kembang janin akan terpengaruh.
Selain dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit. Ketidakseimbangan elektrolit muncul akibat cairan ekstraseluler dan
plasma berkurang. Natrium dan klorida darah akan turun. Kalium juga berkurang
sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal. Dampak dari
keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah bertambah buruknya keadaan umum dan
akan muncul keadaan alkalosis metabolik hipokloremik (tingkat klorida yang rendah
bersama dengan tingginya kadar HCO3 & CO2 dan meningkatnya pH darah). Risiko
dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah bisa munculnya gejala-gejala dari
hiponatremi, hipokalemi, dan hipokloremik yang akan memperberat keadaan umum
ibu. Dampak keadaan ini terhadap kesehatan janin adalah juga akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin.
Hiperemesis gravidum juga dapat mengakibatkan berkurangnya asupan energi
(nutrisi) ke dalam tubuh ibu. Hal ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan
lemak dalam tubuh ibu habis terpakai untuk keperluan pemenuhan kebutuhan energi
jaringan. Perubahan metabolisme mulai terjadi dalam tahap ini. Karena oksidasi
lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam
aseton-asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Hal ini menyebabkan
jumlah zat makanan ke jaringan berkurang dan tertimbunnya zat metabolik yang
toksik. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah kekurangan sumber
energi, terjadinya metabolisme baru yang memecah sumber energi dalam jaringan,
berkurangnya berat badan ibu, dan terciumnya bau aseton pada pernafasan. Risikonya
bagi ibu adalah kesehatan dan asupan nutrisi ibu terganggu. Dampak keadaan ini
terhadap kesehatan janin adalah berkurangnya asupan nutrisi bagi janin. Risiko bagi
janin adalah pertumbuhan dan perkembangan akan terganggu.
Frekuensi muntah yang terlalu sering dapat menyebabkan terjadinya robekan
pada selaput jaringan esofagus dan lambung. Keadaan ini dapat menyebabkan
perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan yang terjadi berupa robekan kecil
dan ringan. Perdarahan yang muncul akibat robekan ini dapat berhenti sendiri.
Keadaan ini jarang menyebabkan tindakan operatif dan tidak diperlukan transfusi.

I. Prognosis
Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan
merasakan awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut
menurun 30% pada kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada kehamilan 12 minggu,
dan menjadi 30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen mengalami mual dan
muntah setelah 16 minggu dan hanya 1% tetap mengalaminya setelah usia kehamilan
minggu. Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirimya pada usia
kehamilan 20-22 minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini
dapat membahayakan jiwa ibu dan janin.






DIABETES MELITUS PADA KEHAMILAN

A. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

B. Epidemiologi
Insidens Diabetes Mellitus dalam kehamilan sekitar 2% - 3%. Dari
kepustakaan lain dikatakan bahwa diabetes mellitus terdapat pada 1-2%
wanita hamil, dan hanya 10% dari wanita tersebut yang diketahui menderita
diabetes mellitus sebelum hamil, dengan demikian dapat disimpulkan
sebagian besar yang terjadi pada kehamilan adalah diabetes mellitus
gestational. Penelitian Prof. John M.F Adam di Ujung Pandang dalam dua
periode yang berbeda, memperoleh insidens Diabetes Mellitus Gestational
yang jauh lebih tinggi pada mereka dengan resiko tinggi (4,35%) dan 1,67%
dari seluruh populasi wanita hamil. Sedangkan, pada penelitian kedua beliau
ditemukan 3% pada kelompok resiko tinggi dan 1,2% dari seluruh wanita
hamil.
Rumah Sakit DR. Kariadi Semarang oleh Praptohardjo U dan Suparto P,
tahun 1975, meneliti diabetes meliitus dalam kehamilan didapatkan angka
kejadian berkisar 2-3%. Mengingat bahaya komplikasi kehamilan dengan
Diabetes Mellitus, maka perlu sekiranya dibuat diagnosis sedini mungkin.
Beberapa kelompok wanita hamil telah diketahui mempunyai resiko tinggi
untuk terjadinya diabetes mellitus selama kehamilannya. Dan faktor resiko
merupakan kriteria yang berguna dalam penyaringan klinis selama
pemeriksaan antenatal.

C. Klasifikasi
American Diabetes Association (ADA) tahun 1997 secara garis besar
membuat klasifikasi diabetes melitus pada umumnya berdasarkan etiologinya.

I.DM tipe 1 : kerusakan sel pancreas yang menjurus ke defisiensi insulin
yang absolut. Mekanisme terjadinya melibatkan:
Immune-mediated
Idiopatik

II.DM tipe 2 : terjadi resistensi insulin dengan defisiensi insulin yang relatif
sampai dengan suatu gangguan pada sekresi insulin yang disertai resistensi
insulin.

III. DM Tipe Lain
1)Kelainan genetik sel Beta
2)Kelainan genetik kerja insulin
3)Kelainan eksokrin pancreas
4) Endokrinopati
5) Drug/Chemical Induced
6) Infeksi
7) Bentuk lain dari Immune Mediated Diabetes Mellitus yang jarang
8)Kelainan-kelainan genetik yang menyertai DM.

IV. Diabetes Gestational : untuk kepentingan diagnosis, terapi dan
prognosis, baik bagi ibu maupun bagi anak, berbagai klasifikasi diusulkan
oleh beberapa penulis, diantaranya yang sering digunakan ialah klasifikasi
menurut White (1965) yang berdasarkan umur waktu penyakitnya timbul,
lamanya, beratnya dan komplikasinya:
Klasifikasi menurut White (1965):
1.Kelas A diabetes gestasional ( tanpa vaskulopati)
a. A1 maintenance hanya diet saja
b. A2 yang tergantung insulin
2. Kelas B, memerlukan insulin, onset usia 20 tahun durasi
penyakit kurang dari 10 tahun dan tidak ada komplikasi
vaskuler
3. Kelas C, memerlukan insulin, onset usia 10-19 tahun, durasi
penyakit 10-19 tahun tidak ada komplikasi vaskuler.
4.Kelas D, memerlukan insulin, onset usia kurang dari 10 tahun,
durasi penyakit 20 tahun, ada benigna diabetic retinopati
5.Kelas F, memerlukan insulin dengan nefropati
6.Kelas H, memerlukan insulin dengan penyakit jantung iskemik
7.Kelas R, memerlukan insulin dengan proliferasi nefropati
8.Kelas T, memerlukan insulin dengan tranplantasi ginjal

Klasifikasi menurut Pyke untuk DMG :
1.Diabetes gestasional, dimana DM terjadi hanya pada waktu hamil
2.Diabetes pregestasional, dimana DM sudah ada sebelum hamil dan
berlanjut sesudah kehamilan
3.Diabetes pregestasional yang disertai dengan komplikasi misalnya
angiopati, retinopati dan nefropati
D. Faktor resiko
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi
karbohidrat (TGT,GDPT,DM) yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat
kehamilan sedang berlangsung. Faktor resiko terjadinya diabetes mellitus gestasional
adalah sebagai berikut:
Resiko rendah:
o Usia <25 tahun
o Berat badan normal sebelum hamil
o Tidak ada riwayat keluarga DM
o Tidak ada riwayat kelainan toleransi glukosa
o Tidak ada riwayat obstetri yang buruk
o Bukan dari kelompok etnis dengan prevalesi tinggi untuk DM
Resiko tinggi:
o Usia >30 tahun
o Obesitas
o Polycystic ovary sindrom
o Kehamilan yang lalu ada intoleransi glukosa
o Kehamilan yang lalu dengan bayi besar (>4000gr)
o Riwayat kematian janin dalam rahim yang tidak dketahui sebabnya
o Keluarga dengan DM tipe 2
Dari kelompok etnis dengan prevalesi tinggi untuk DM, antara lain: Hispanic,
African, Native American, dan South East Asian.

E. Pengaruh kehamilan terhadap diabetes
Dari segi klinis, gambaran sentral dari metabolisme karbohidrat dapat
disimpulkan dalam istilah sederhana. Jika seorang wanita menjadi hamil maka
ia membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan metabolisme
karbohidrat yang normal. Jika ia tidak mampu untuk menghasilkan lebih
banyak insulin untuk memenuhi tuntutan itu, ia dapat mengalami diabetes yang
mengakibatkan perubahan pada metabolisme karbohidrat. Kadar glukosa dalam
darah wanita hamil merupakan ukuran kemampuanya untuk memberikan
respon terhadap tantangan kehamilan itu. Kadar glukosa darah maternal
dicerminkan dalam kadar glukosa janin, karena glukosa melintasi plasenta
dengan mudah. Insulin tidak melintasi barier plasenta, sehingga kelebihan
produksi insulin oleh ibu atau janin tetap tinggal bersama yang akhirnya
menghasilkan keadaan glukosuria.
Perubahan hormonal yang luas terjadi pada kehamilan dalam usaha
mempertahankan keadaan metabolisme ibu yang sejalan dengan bertambahnya
usia kehamilan. Hormon-hormon ini mungkin yang bertanggung jawab secara
langsung maupun tidak langsung, menginduksi resistensi insulin perifer dan
mengkontribusi terhadap perubahan sel pancreas. Ovarium, kortek adrenal
janin, plasenta, kortek adrenal ibu dan pancreas terlibat dalam timbulnya
perubahan-perubahan hormonal ini, yang mempunyai pengaruh terhadap
metabolisme karbohidrat. Terutama yang penting adalah peningkatan
progresif dari sirkulasi estrogen yang pertama kali dihasilkan oleh ovarium
hingga minggu ke-9 dari kehidupan intra uterine dan setelah itu oleh plasenta.
Sebagian besar estrogen yang dibentuk oleh placenta adalah dalam
bentuk estriol bebas, yang terkonjugasi dalam hepar menjadi glukoronida dan
sulfat yang lebih larut, yang dieskresikan dalam urine. Estrogen tidak
mempunyai efek dalam transport glukosa, tetapi mempengaruhi peningkatan
insulin (insulin binding). Progesteron yang dihasilkan korpus luteum sepanjang
kehamilan khususnya selama 6 minggu pertama. Trofoblas mensintesis
progesterone dan kolesterol ibu dan merupakan penyumbang utama terhadap
kadar progesterone plasma yang meningkat secara menetap selama kehamilan.
Progesterone juga mengurangi kemampuan dari insulin untuk menekan
produksi glukosa endogen.
Lactogen plasenta manusia (HPL) merupakan hormon plasenta penting
lain yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Kadarnya dalam darah ibu
meningkat secara berlahan- lahan sepanjang kehamilan, mencapai puncaknya
saat aterm. HPL adalah salah satu dari hormon-hormon utama yang
bertanggung jawab menurunkan sensitivitas insulin sejalan dengan
bertambahnya usia kehamilan. Kadar HPL meningkat pada keadaan
hipoglikemia dan menurun pada keadaan hiperglikemia. Dengan kata lain
HPL merupakan antagonis terhadap insulin. HPL menekan transport glukosa
maksimum tetapi tidak mengubah pengikatan insulin. Setelah melahirkan dan
pengeluaran plasenta, kadar HPL ibu cepat menghilang, pengaturan hormonal
kembali normal.
Kortek adrenal terlibat dalam peningkatan kortisol bebas secara
progresif selama kehamilan. Pada kehamilan lanjut, konsentrasi kortisol ibu
diperkirakan 2,5 kali lebih tinggi dari keadaan tidak hamil. Beberapa peneliti
melaporkan bahwa laju produksi glukosa hepar meningkat dan sensitivitas
insulin menurun pada pemberian sejumlah besar kortisol. Perubahan pada
metabolisme karbohidrat selama kehamilan sebagai akibat dari perubahan
hormonal diatas. Pada beberapa uji toleransi glukosa didapatkan keadaan
antara lain; hipoglikemia ringan pada saat puasa, hiperglikemia postprandial
dan hiperinsulinemia.
Konsentrasi glukosa plasma selama puasa yang menurun mungkin terjadi
akibat peningkatan dari kadar plasma insulin. Tetapi hal ini tidak dapat
dijelaskan dengan perubahan metabolisme insulin karena waktu paruh insulin
selama hamil tidak berubah. Peningkatan kadar plasma insulin pada kehamilan
normal berhubungan dengan perubahan respon unik terhadap ingestion
glukosa. Sebagai contoh, setelah makan pada wanita hamil didapatkan
perpanjangan hiperglikemia, hiperinsulinemia, dan supresi glukagon.
Mekanisme ini sepertinya bertujuan untuk mempertahankan suplai glukosa
postprandial ke fetus. Respon ini konsisten dengan pernyataan bahwa
kehamilan menginduksi resistensi perifer terhadap insulin, yang diperkuat
dengan tiga hasil pengamatan:
1. Peningkatan respon insulin terhadap glukosa
2. Pengurangan ambilan perifer terhadap glukosa
3. Penekanan respon dari glikogen
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap resistensi insulin belum
lengkap dimengerti. Beberapa peneliti telah melaporkan sensitifitas insulin
menurun secara signifikan (40-80 %) dengan bertambahnya usia kehamilan.
Fetus normal mempunyai sistem yang belum matang dalam pengaturan kadar
glukosa darah. Fetus normal adalah penerima pasif glukosa dari ibu. Glukosa
melintasi barier plasenta melalui proses difusi, dan kadar glukosa janin sangat
mendekati kadar glukosa ibu. Mekanisme transport glukosa melindungi janin
terhadap kadar maternal yang tinggi, mengalami kejenuhan oleh kadar glukosa
maternal sebesar 10 mmol/l atau lebih sehingga kadar glukosa janin mencapai
puncak pada 8-9 mmol/l. Hal ini menjamin bahwa pada kehamilan normal
pankreas janin tidak dirangsang secara berlebihan oleh puncak postprandial
kadar glukosa darah ibu. Bila kadar glukosa ibu tinggi melebihi batas normal
atau tidak terkontrol akan menyebabkan dalam juml ah besar glukosa dari ibu
menembus plasenta menuju fetus dan terjadi hiperglikemia pada fetus. Tetapi
kadar insulin ibu tidak dapat mencapai fetus, sehingga kadar glukosa ibulah
yang mempengaruhi kadar glukosa fetus. Sel beta pankreas fetus kemudian
akan menyesuaikan diri terhadap tingginya kadar glukosa darah. Hal ini akan
menimbulkan fetal hiperinsulinemia yang sebanding dengan kadar glukosa
darah ibu dan fetus. Hiperinsulinemia yang bertanggungjawab terhadap
terjadinya makrosomia oleh karena meningkatnya lemak tubuh.











F. Pengaruh diabetes terhadap kehamilan
Pengaruh meternal bisa dibagi lagi selama kehamilan, selama
persalinan dan selama nifas.
Selama kehamilan :
-Abortus. Resiko meningkat pada diabetes tak terkontrol.
-Preeklampsia, kontrol preeklampsia berhubungan dengan
rendahnya mortalitas perinatal.
-Hidramnion. Insidens meningkat pada diabetes tak terkontrol.
Hal ini disebabkan plasenta yang besar, adanya malformasi
kongenital dan poliuria janin akibat hiperglikemia
-Persalinan prematur. Insidens meningkat bersamaan dengan
meningkat disproporsi kepala panggul, malpresentasi.
Selama persalinan :
-Persalinan memanjang akibat bayi yang besar
-Distosia bahu
-Meningkatnya tindakan operatif
-Ruptura jalan lahir
-Perdarahan postpartum
Selama nifas :
- Sepsis puerperalis
- Berkurang laktasi
-Meningkatnya morbiditas maternal
Pengaruh terhadap janin:
- Janin mati dalam rahim
- Makrosomia
- Maturasi paru terlambat
- Trauma kelahiran
- Retardasi pertumbuhan
- Malfromasi kongenital
-Meningkatnya kematian neonatal



G. Diagnosis
Hiperglikemia pada wanita hamil dapat disebabkan karena
sebelumnya penderita sudah menderita diabetes mellitus atau disebut diabetes
melitus pregestational, atau dapat juga disebabkan karena gangguan toleransi
glukosa yang terjadi pertama kali saat kehamilan disebut diabetes melitus
gestational. Diabetes melitus yang telah diketahui sebelum kehamilan tidak
ada masalah dalam diagnosis. Lain halnya pada diabetes mellitus gestational,
banyak kriteria diagnostik yang dipakai dan belum ada kesepakatan dari
semua ahli tentang kriteria diagnostik mana yang terbaik.
Karena prevalensi dari diabetes dalam kehamilan tinggi, maka
perawatan antepartum yang optimum memerlukan uji diagnostik yang
sensitif pada semua wanita hamil. Metode diagnostik harus cepat dan
praktis. OSullivan dan Mahan malaporkan bahwa pemeriksaan yang
sederhana pada semua wanita hamil lebih berguna dalam mengidentifikasi
pasien-pasien yang beresiko terkena diabetes daripada indikator-indikator lain
seperti riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat obstetrik sebelumnya atau
obesitas.
Semua ahli sependapat bahwa skrining sebaiknya dilakukan pada semua
wanita hamil, walaupun hal ini sangat sulit dilaksanakan. Bila skrining hanya
dilakukan pada kelompok resiko tinggi saja maka 50% diabetes melitus
gestational tidak terdiagnosis.
Skrining dilakukan hanya pada wanita hamil denga resiko tinggi untuk DM.
dengan alasan orang Indonesia termasuk kelompok etnis Asia Tenggara (South East
Asian) maka kita menganut skrining universal yakni dilakukan setiap pada ibu hamil
dimulai sejak kunjungan pertama (trimester 1) untuk menapis DM PraGestasi
(DMpG), bila negatif, diulangi pada kehamilan 24-28 minggu untuk menapis DM
gestasi (DMG).

Cara Skrining dan Kriteria Diagnostik
1. Cara OSullivan & Mahan.
Skrining dan criteria diagnosis DMG menurut OSullivan Mahan terdiri
atas dua tahap, yaitu: tahap pertama: disebut tes tantangan glukosa yang
merupakan tes skrining dan tahap kedua: tes toleransi glukosa oral. Tes
toleransi glukosa dilakukan 3 jam. Tes tol eransi glukosa hanya dilakukan
pada mereka yang tes tantangan glukosa positif.














Bagan 1: Cara skrining menurut Cara OSullivan Mahan

Tes ini dilakukan pada saat wanita hamil tersebut berkunjung ke klinik
tanpa harus berpuasa. Kepada mereka diberikan beban dengan 50 gram
glukosa dilarutkan dalam air segelas. Dikatakan positif bila gula darah vena
lebih besar 140 mg/dL, setelah satu jam pemberian. Bila didapatkan hasil
yang positif, dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa oral. Dengan beban 100
gram glukosa setelah berpuasa 12 jam, diambil glukosa darah puasa, glukosa
darah 1 jam, 2 jam, 3 jam postprandial. Normal bila kadar glukosa darah
puasa <105 mg/dL, 1 jam postprandial <190 mg/dL, 2 jam postprandial <160
mg/dL, 3 jam postprandial <140 mg/dL. Dikatakan diabetes melitus
gestational bila ditemukan sedikitnya 2 angka abnormal.

2. Cara WHO
Sejak tahun 1980 WHO telah membuat cara skrining untuk diabetes
mellitus. Untuk mendeteksi diabetes mellitus dilakukan tes toleransi glukosa
oral dengan beban 75 gram glukosa setelah berpuasa selama 8-14 jam.
Dinyatakan diabetes mellitus bila kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL dan
Glukosa 50gram
<140mg/dl
>140mg/dl
200mg/dl
Wanita hamil
Normal TTGO-3jam
100 gram glukosa
DMG
Normal
atau 2 jam setelah pembebanan >200 mg/dL. Bila hasil negatif diulangi
dengan cara pemeriksaan yang sama pada usia hamil 24-28 minggu. Mereka
yang mempunyai kadar glukosa darah diantara kadar normal dan diabetes
mellitus disebut kelompok toleransi glukosa terganggu. Khusus untuk wanita
hamil dengan toleransi glukosa terganggu harus diobati sebagai penderita
diabetes mellitus.

3. Cara American Collage of Obstetricians and Gynecologists
American Collage of Obstetricians And Gynecologists (1986)
merekomendasikan bahwa penapisan hanya perlu untuk wanita-wanita resiko
tinggi yaitu yang berumur lebih dari 30 tahun, ada riwayat keluarga dengan
diabetes, pernah melahirkan bayi makrosomia, bayi dengan malformasi atau
bayi lahir mati, wanita hamil yang gemuk, hipertensi atau glukosuria.
Diagnosis DMG berdasarkan hasil pemeriksaan toleransi glukosa oral
dengan 100 g glukosa. Kemudian dilihat kadar glukosa puasa, 1 jam ,2 jam
dan 3 jam setelah pembebanan.


\












4. Cara ASEAN Study Group of Diabetes in Pregnancy (ASGOIP)
Cara ini menggunakan tes tantangan glukosa 50 gram, skrining positif
bila kadar glukosa vena setelah 1 jam pembebanan >130 mg/dL. Jika
skrining positif dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa oral 75 gram. Kadar
glukosa darah hanya diambil 2 jam setelah pembebanan. Dinyatakan
diabetes mellitus gestational apabila kadar glukosa vena plasma 2 jam
setelah pembebanan >140 mg/dL.

5. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
Pada pasien dengan resiko DMG yang jelas perlu segera dilakukan
pemeriksaan glukosa darah. Bila didapat hasil glukosa darah sewaktu 200 mg/dL
atau glukosa darah puasa 126 mg/dL yang sesuai dengan batas diagnosis untuk
diabetes, maka perlu dilakukan pemeriksaan pada waktu yang lain untuk konfirmasi.
Pasien hamil dengan TGT dan GDPT dikelola sebagai DMG.
Diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan TTGO dilakukan dengan
memberikan beban 75 gram glukosa setelah berpuasa 8-14 jam. Kemudian dilakukan
pemeriksaan glukosa darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah beban.
DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa 95
mg/dL, 1 jam setelah beban >180 mg/dL dan 2 jam setelah beban 155 mg/dl. Apabila
hanya dapat dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan pemeriksaan
glukosa darah 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah 155
mg/dL sudah dapat didiagnosis sebagai DMG.

J. Penatalaksanaan
A. Perawatan Antenatal
1) Program perawatan kasus DMG dilaksanakan secara
multidisiplin yang terdiri dari Bagian Kebidanan, Internis,
Gizi, Anak dan Anestesi
2) Perawatan antenatal, kunjungan setiap 2 minggu sampai
dengan usia kehamilan 36 minggu kemudian 1 minggu
sekali sampai dengan aterm (bila kadar gula darah terkendali
dengan baik)
3) Target glukosa darah senormal mungkin dengan kadar
glukosa puasa=100 mg/dL dan 2 jam PP=140 mg/dL yang
dicapai dengan diet, olahraga dan insulin
4) Obat Anti Diabetik (OAD) tidak dianjurkan oleh karena
dapat menembus barier plasenta, dikhawatirkan efek
teratogenik dan lebih merangsang sel beta langerhans pada
janin.
5) Terapi insulin
1)Multiple insulin injection
Prandial insulin (regular/insulin lispro)
diberikan bersama saat makan
Basal insulin (Neutral Protamine
Hagedorn/NPH) diberikan sebelum makan
pagi (2/3 dosis) dan sebelum tidur (1/3
dosis)
2) Continuous subcutaneous Insulin Infusion (Insulin
pump)
Insulin lispro diberikan secara continuous basal
rate dan bolus pada pasien dengan kepatuhan
tinggi
6) Diet yang dianjurkan
Rencana: 3 kali makan dan 3 kali snack
Kalori : 30-35 kcal/kg normal body weight
Total 2000-2400 kcal/hari
Komposisi: Karbohidrat 40-50%, kompleks dan
tinggi serat
Protein 20%, Lemak 30-40% (asam lemak
jenuh/saturated <10%)
Pertambahan berat badan ibu 22-25 lb (10-11 kg)
7) Pedoman penggunaan insulin dan asupan karbohidrat
1 unit rapid acting insulin akan menurunkan
glukosa darah 30 mg/dL
10g karbohidrat akan meningkatkan glukosa darah
30 mg/dL (1 unit insulin rapid acting diberikan
pada intake karbohidrat 10g)

8) Pemantauan Janin
Pemantauan kesejahteraan janin antenatal untuk
mencegah kematian janin.
1)Profil biofisik janin
Pemantauan gerakan janin sejak usia
kehamilan 28 minggu
Non Stress Test (NST) setiap minggu pada
usia hamil 28-30 minggu
Non Stress Test (NST) dua kali seminggu
pada usia hamil 32 minggu/lebih
Profil biofisik janin setiap saat bila
diperlukan
2)USG untuk memantau pertumbuhan janin
3)Amniosentesis bila diperlukan, untuk memperkirakan
maturasi paru janin bila direncanakan untuk seksio
elektif sebelum 39 minggu

B. Perawatan Selama Persalinan
a) Pasien dengan kadar glukosa darah terkendali dengan diet
saja diperbolehkan melahirkan sampai dengan aterm. Bila
sampai dengan 40 minggu belum terjadi persalinan maka
mulai dilakukan pemantauan kesejahteraan janin 2 kali
seminggu.
b) Pasien dengan hipertensi dalam kehamilan sebelumnya
harus dilakukan pemantauan kesejahteraan janin 2 kali
seminggu mulai usia hamil 32 minggu.
c) Perkiraan berat lahir secara klinis dan pemeriksaan USG
dilakukan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda
makrosomia. Untuk mengurangi kelainan janin akibat
trauma kelahiran dianjurkan untuk mempertimbangkan
Seksio Cesar elektif.
d) Pasien dengan Diabetes Mellitus Gestational yang dalam
terapi insulin disertai diet untuk mengendalikan kadar
glukosa darah direncanakan program pemantauan/evaluasi
janin antenatal (antepartum fetal surveillance)
e) Perawatan intensive untuk mendeteksi dan mengatasi
kejadian hipoglikemia, hipokalsemia dan hiperbilirubinemia
pada neonates.

f) Saat Persalinan:
Pengelompokan resiko kehamilan dengan DM ini
ditujukan ke arah resiko terjadinya kematian janin dalam
rahim
a. Resiko rendah
Regulasi baik
Tidak ada vaskulopati
Pertumbuhan janin normal
Pemantauan kesejahteraan janin antepartum baik
Tidak pernah melahirkan mati
Persalinan dibolehkan sampai usia kehamilan 40
minggu

b. Resiko tinggi
Regulasi jelek
Ada komplikasi vaskulopati
Pertumbuhan janin abnormal (makrosomia)
Polihidramnion
Pernah lahir mati
Pertimbangkan untuk persalinan pada usia hamil
sejak 38 minggu (bila tes maturasi paru janin
positif)

g) Cara Persalinan:
a. Pada kasus resiko rendah diperbolehkan melahirkan
ekspektatif spontan pervaginum sampai dengan usia
kehamilan aterm
b. Pada kasus resiko tinggi dianjurkan terminasi pada usia
kehamilan 38 minggu dengan pemberian kortikosteroid
untuk pematangan paru janin. Cara persalinan tergantung
indikasi obstetrik
c. Pada kasus makrosomia dengan perkiraan berat janin
4500 gram diperkirakan untuk Seksio Cesar elektif
h) Regulasi Glukosa Intrapartum:
a. Periksa kadar glukosa darah (kapiler) setiap jam dan
pertahankan selalu dibawah 110 mg/dL
b. Kontrol glukosa selama proses persalinan

C. Perawatan Pasca Persalinan
1. Evaluasi untuk mengantisipasi intoleransi karbohidrat yang
menetap terdiri dari:
1) Self monitoring untuk mengevaluasi profil glukosa darah
2) Pada 6 minggu pasca persalinan, dilakukan TTGO dengan
loading 75 gram glukosa kemudian diukur kadar glukosa
plasma saat puasa dan 2 jam
3) Bila TTGO diatas menunjukkan kadar yang normal,
evaluasi lagi setelah 3 tahun dengan kadar glukosa puasa,
olahraga teratur dan menurunkan berat badan pada yang
obesitas
1. Kontrasepsi oral dosis rendah dikatakan tidak pernah dilaporkan
berpengaruh terhadap kejadian intoleransi karbohidrat
2. Recurrence risk untuk DMG sekitar 60%

Tabel 2. Kadar glukosa plasma 6 minggu pasca persalinan pada DMG

Puasa (mg/dL)

2 jam (mg/dL)

Normal

<100

<140

Glucose
Intolerance

100-125

140-199




K. Komplikasi
Komplikasi penderita Diabetes Mellitus dalam kehamilan hampir
sama dengan komplikasi diabetes mellitus tanpa kehamilan, namun dapat
terjadi lebih berat keadaannya bagi penderita yang sedang hamil. Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi, diantaranya:

I.Komplikasi Pada Ibu
A.Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis diabetik (KAD)
2)Hiperosmolar non ketotik (HONK)
3) Hipoglikemia
B.Komplikasi Kronik
1) Makroangiopati:
Penyakit Jantung Koroner
Stroke
Penyakit pembuluh darah tepi
2) Mikroangiopati
Retinopati diabetic
Nefropati diabetic
3) Neuropati
4)Rentan infeksi, misalnya TB Paru, Ginggivitis dan ISK
5) Kaki diabetik
II.Komplikasi Pada Janin
1) Respiratory Distress Syndrome
2) Neonatal Hypoglycemia
3) Neonatal hypocalcemia
4) Neonatal hypomagnesia
5) Polycitemia
6) Neonatal hyperbilirubinemia
7) Kelainan kongenital
DM

125 200
DAFTAR PUSTAKA

1. Siddik D. Kelainan gastrointestinal. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro
GH, ed. Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo,`ed. 4. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2008: 814-28.
2. Ogunyemi DA, Fong A. Hyperemesis Gravidarum [halaman di Internet]. Diperbarui 19
Juni 2009. Dikutip 7 November 2010. Medscape; 2010. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
3. Miller AWF, Hanretty KP. Vomiting in pregnancy. Dalam: Miller AWF, Hanretty KP,
eds. Obstetrics Illustrated, 5th ed. London: Churchill Livingstone; 1998: 102-3.
4. Gestational diabetes mellitus. Diabetes Care 2004; 27 Suppl 1:S88.
5. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Gestasional DM. Edisi kedua, Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1997. 260 -264.
6. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di
Indonesia, PB. PERKENI. Jakarta 2011
7. Himpunan Kedokteran Feto Maternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Penatalaksanaan Kehamilan dengan Diabetes Mellitus. 2007

Anda mungkin juga menyukai