Anda di halaman 1dari 17

Laporan Ekskursi PT.

ANTAM 6

BAB II
TINJAUAN UMUM


2.1 Lokasi Kesampaian Daerah
PT. Antam Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor terletak di
Gunung Pongkor, Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Propinsi Jawa Baxat. Untuk menuju ke lokasi penambangan dapat ditempuh
dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Jarak tempuh sekitar 54 km ke
arah barat daya dari Bogor. Kondisi jalan baik, berkelok - kelok dan menanjak
sehingga kendaraan tidak dapat melaju dengan kecepatan tinggi dan waktu
tempuh 3 - 3,5 jam dari Bogor ke Pongkor, lihat gambar 2.1.












Gambar 2.1
PT. Antam Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor

Laporan Ekskursi PT. ANTAM 7

2.2 Geologi Daerah Studi Ekskursi Tambang
Lokasi tambang emas milik PT. Aneka Tambang (ANTAM) Tbk
Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor, termasuk dalam zona
Bogor Barat yang membentang dibagian tengah Jawa Barat.
1. Topografi dan Lingkungan
Lokasi Pongkor termasuk zona Bogor Barat yang membentang di
bagiantengahJawa Barat.Beberapa gunung yang terletak di zona tersebut
antara laian Gunung Halimun (1.929 m), Gunung Salak (2.211 m), Gunung
Kendeng (1.764 m). Topografi pertambangan emas primer pongkor termasuk
kawasan Gunung Halimun yang merupakan daerah perbukitan sedang
samapai terjal. Tambang emas milik PT. ANTAM Tbk UBPE Pongkor
terletak pada ketinggian 500-690 m diatas permukaan air laut, dengan
kemiringan lereng 40-60 %. Puncak tertinggi Gunung Pongkor 750 m
terdapat sungai besar yang mengalir di daerah penambangan, yaitu Sungai
Ciguha dan Sungai Cikaniki. Sungai Ciguha akhirnya bermuara di sungai
Cikaniki. Pola arah punggungan pengunungan yang memanjang relatif sama
dengan pola penyebaran dari urat-urat kuarsa yang ditemukan pada daerah
ini.
Lembah-lembah sungai yang ada umumnya sempit, curam, dan terjal
berbentuk V. Hal ini disebabkan oleh aliran air yang deras dengan
pengikisan batuan yang aktif. Di beberapa tempat terdapat lembah sungai
yang agak lebar dan landai serta berbelok-belok yang membentuk endapan
pasir. Secara umum keadaan topografi daerah pongkor dapat dikelompokkan
menjadi 15% dataran sampai bergelombang, 60 % daerah bergelombang
sampai berbukit dan 25 % daerah berbukit sampai pegunungan.
Lahan di atas daerah penambangan merupakan tanah subur dengan
ketebalan lapisan humus 1 - 2,5 m. Luas kuasa pertambangan 4.058 Ha,
yang dirinciannya Kawasan Taman Nasional 105 Ha, Hutan Lindung 275
Ha, Hutan Produksi 2.025 Ha dan tanah milik diluar kawasan hutan 1.635
Ha.

Laporan Ekskursi PT. ANTAM 8

2. Kerapatan Tutupan Vegetasi
Gambaran umum wilayah PT. ANTAM Tbk di sekitar Pongkor
memiliki tutupan vegetasi yang beragam, semakin rapat dari arah utara
sampai ke arah selatan yaitu dari daerah sorongan sampai daerah Nirmala
tepat di bawah kaki Gunung Halimun. Daerah yang memiliki vegetasi jarang
berada di sekitar pemukiman penduduk sebelah Utara Desa Pabangbon, Desa
Malasari, Desa Bantar Karet, Desa Cisarua. Tutupan vegetasi sedang
mendominasi area perkebunan teh, lokasi titik bor dan lokasi tambang tunnel
yang ada saat ini. Kondisi tutupan vegetasi yang sangat rapat menyebar di
bagian selatan yaitu bagian selatan dari Desa Bantar Karet, Desa Malasari dan
bagian barat daya tepatnya di bawah kaki Gunung Halimun yang berbatasan
dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lebak. Luasan
kerapatantutupan vegetasi di daerah PT. ANTAM Tbk dengan tiga kelas yaitu
jarang, rapat dan sangat tinggi dapat dilihat rinciannya dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1
Luasan Kerapatan Tutupan Vegetasi

Kelas Kerapatan Luas (Ha) Presentase (%)
Jarang 1776 29,24
Rapat 623 10,25
Sangat Rapat 3675 60,51
6074 100
Sumber: Data Pengolahan 2012.

3. Fisiografi dan Morfologi
Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Barat oleh Van Bemmelen
(1949) menjadi daerah studi ekskursi termasuk zona Bogor (Gambar 2.1)
yang termasuk Lajur Pegunungan Selatan Jawa Timur dalam satuan
perbukitan dan perlipatan. Satuan ini mempunyai elevasi tertinggi 1.205 m di
Gunung Gembes dan elevasi terendah 250 m di S. Grindulu. Bentuk
Laporan Ekskursi PT. ANTAM 9

perbukitan dipengaruhi oleh lipatan, sesar, dan batuan terobosan dengan
kemiringan lereng 15%-70%. Sedangkan morfologi tersusun oleh batuan
vulkanik dan sedimen Formasi Mandalika, Formasi Arjosari, Formasi
Watupatok, Formasi Dayakan dan batuan terobosan berumur Oligosen.
Sungai utama yang membentuk pola aliran yaitu K.Tinatar, K.Grindulu,
K.Brungkah, K.Ngepoh.














Gambar 2.2
Peta Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen,1949)


2.3 Stratigrafi Daerah Studi Ekskursi Tambang
Secara regional daerah penelitian merupakan bagian dari stratigrafi
daerah BantenSelatan yang telah disusun oleh van Bemmelen (1949)
berdasarkan hasil penelitian dariMusper dan Koolhoven (1935) yang pertama
kali mempelajari stratigrafi daerah BantenSelatan. Menurut Soejono
Martodjojo (1994) membagi mandala sedimentasi di Jawa Barat menjaditiga
mandala berdasarkan ciri sedimen di daerah tersebut selama Zaman Tersier,
yaitu Mandala Paparan Kontinen, Mandala Cekungan Bogor dan Mandala
Lokasi Studi
Ekskursi
Laporan Ekskursi PT. ANTAM 10

Banten. MandalaPaparan Kontinen pada hakekatnya sama dengan zona
fisiografi dataran Pantai Jakarta(van Bemmelen, 1949) yang umumnya
ditempati oleh endapan paparan denganlingkungan pengendapan laut
dangkal. Mandala Cekungan Bogor mencakup Zona Bogor,Zona Bandung
dan Zona Pegunungan Selatan (van Bemmelen, 1949) yang didominasioleh
endapan aliran gravitasi. Berdasarkan pembagian tersebut daerah termasuk
dalam Mandala Banten yang kurang tegas status mandirinya, dimana
sedimen-sedimenpenyusunnya merupakan transisi dari Mandala Paparan
Kontinen dan MandalaCekungan Bogor. Daerah Studi Ekskursidan
sekitarnya termasuk dalam Zona Bayah dengan urutan dari litostratigrafi dari
tua sampai muda sebagai berikut:
1. Formasi Bayah
Nama Bayah diberikan terhadap batuan tertua didaerah Banten
Selatan. NamaBayah diambil dari nama kota kecamatan di daerah Banten
Selatan, kabupatenRangkasbitungFormasi Bayah berumur Eosen, terbagi atas
tiga anggota, yaitu AnggotaKonglomerat terendapkan pada lingkungan
parilik, bercirikan sedimen klastika kasar,setempat bersisipan batubara.
Anggota Batulempung dengan lingkungan pengendapanneritik dan umumnya
berupa batulempung-napal, dan Anggota Batugamping yangtertindih selaras
oleh Formasi CicacurupPenyebaran singkapan Formasi Bayah di Jawa Barat
pada umumnya tidak menerus.Singkapan terluas terdapat di daerah Bayah,
Memanjang hampir sekitar 25 km dari kotakecamatan Bayah ke Sungai
Cihara, sepanjang pantai selatan Banten. Singkapan lainyang cukup luas
terdapat di teluk Ciletuh. Disini Formasi Bayah tersebar di tepiAmpitheater
Ciletuh membatasi Formasi Ciletuh di bawah dan Formasi Jampangdiatasnya.
2. Formasi Cicacurup
Formasi Cicacurup berumur Eosen Akhir terendapkan pada
lingkungan parilikhingga litoral, bercirikan sedimen kaya feldspar dengan
sisipan batugamping dan tuf,formasi ini tertindih selaras dengan Formasi
Cijengkol.

Laporan Ekskursi PT. ANTAM 11

3. Formasi Cijengkol
Formasi Cijengkol terbagi atas tiga anggota yaitu : Anggota
Batupasir, berumurOligosen Awal, terendapkan pada lingkungan parilik,
bercirikan sedimen epiklastikakasar dengan alas konglomerat. Anggota Napal
berumur Oligosen Awal-Akhir,bercirikan sediment klastika halus dengan
sisipan batubara, terendapkan pada lingkunganparilik-neritik. Anggota
Batugamping berumur akhir Oligosen Awal Oligosen Akhir,bercirikan
batugamping berselingan napal dan batulempung, terendapkan
padalingkungan neritik. Formasi ini tertindih selaras oleh Formasi Citarate.
4. Formasi Citarate
Formasi Citarate terbagi atas Anggota Batugamping di bagian
bawah berumurMiosen Awal, bercirikan batugamping terumbu terendapkan
pada lingkungan laut.Anggota Tuf pada bagian atas, terendapkan pada
lingkungan litoral darat, dicirikan olehbatuan epiklastik tufaan Formasi
Citarate tertindih tidak selaras oleh Formasi Cimapag.
5. Formasi Cimapag
Formasi Cimapag berumur akhir Miosen Awal, merupakan breksi
ataukonglomerat, terendapkan pada lingkungan laut darat. Anggota
Batugamping dicirikanoleh sisipan batugamping pada bagian bawah formasi.
Anggota Batulempung dicirikanoleh sisipan tipis sedimen klastika halus
tufaan di bagian atas formasi. Menindih tidakselaras satuan batuan yang lebih
tua.
6. Formasi Seraweh
Formasi Seraweh berumur awal Miosen Tengah, terbagi atas
Anggota Batugampingdi bagian bawah, yang terendapkan pada lingkungan
laut, dicirikan oleh adanyabatugamping terumbu. Anggota Batulempung
dibagian atas yang dicirikan oleh batuanklastika halus. Formasi ini tertindih
selaras oleh Formasi Badui.



Laporan Ekskursi PT. ANTAM 12

7. Formasi Badui.
Formasi Badui berumur akhir Miosen Tengah, dicirikan oleh
sediment klastikakasar, terendapkan pada lingkungan laut darat. Formasi ini
mempunyai AnggotaBatugamping yang bercirikan perselingan batugamping
dengan batulempung dan napal.Tertindih selaras oleh Formasi Bojongmanik.
8. Formasi Bojongmanik.
Formasi Bojongmanik berumur Miosen Tengah hingga Miosen
Akhir, terbagi atas 3anggota, yaitu : Anggota Batulempung, dicirikan oleh
sedimen klastika halus dengansisipan lignit. Anggota batugamping dan
Anggota Batupasir yang bercirikan sedimenklastika kasar dengan sisipan
lignit.
9. Formasi Genteng
Formasi Genteng berumur Pliosen Awal, bercirikan sedimen
klastika tufaan denganserakan kayu terkersikkan dan terendapkan pada
lingkungan darat. Formasi Gentengtertindih tidak selaras terhadap formasi di
bawahnya yaitu Formasi Bojongmanik.
10. Formasi Cimanceuri.
Formasi Cimanceuri berumur Pliosen Awal, dicirikan dengan
sedimen klastikadengan adanya fosil moluska, dan terendapkan pada
lingkungan laut dangkal litoral.
11. Formasi Cipacar
Formasi Cipacar berumur Pliosen Akhir, bercirikan sedimen
klastika tufaanterendapkan pada lingkungan laut darat. Formasi Cipacar
menindih tidak selarasFormasi Genteng.
12. Formasi Bojong
Formasi Bojong berumur Plistosen Awal, bercirikan sedimen laut
dan sedimendarat dengan sisipan gambut. Formasi ini diduga menjemari
dengan Batuan GunungapiEndut, satuan gunung api yang tersingkap dan
terbentuk berumur Eosen sampai Kuarter.Interpretasi hubungan stratigrafi
dan korelasi dengan stratigrafi Banten Selatan(Sujatmiko dan Santoso,S.,
1992) dapat dilihat pada tabel 2.2. Daerah Studi Ekskursi termasuk ke dalam
Laporan Ekskursi PT. ANTAM 13

bagian Mandala Banten (Koesoemadinata,1962), mandala ini sebenarnya
tidak terlalu jelas, karena sedikitnya data yang diketahui.Batas timur Mandala
Banten bertepatan dengan garis yang menghubungkan sisi timurkepulauan
Seribu di Laut Jawa, menerus mengikuti sesar Cidurian di Jasinga
sertamenerus ke selatan di Pelabuhan Ratu. Batas ini berupa sesar turun sejak
Kala MiosenTengah. Bentuk Pulau Jawa yang menyiku di Teluk Jakarta dan
Pelabuhan Ratukemungkinan disebabkan oleh sesar Cidurian ini.Pada
dasarnya di daerah ini hanya terdapat dua kelompok batuan, yaitu batuanbeku
dan batuan sedimen. Kelompok batuan yang tertua adalah breksi dan lava
Cikotokyang dianggap sebagai Formasi Jatibarang. Kelompok batuan yang
kedua adalah FormasiBayah yang berumur Miosen Tengah (Oligosen) yang
terdiri dari batupasirkonglomeratan dengan sisipan batulempung dan batubara
di bagian atasnya. Beberapasingkapan batubara ini mempunyai ketebalan
3 m, tetapi penyebarannya tidak luas.

























Laporan Ekskursi PT. ANTAM 14

Tabel 2.2
Stratigrafi Banten Selatan- Jawa Barat (Sujatmiko dan Santoso.S.,1992)























Formasi Bayah ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi Cijengkol
yang terdiri darilempung dan selingan batugamping di bagian atasnya dan
berumur Oligo-Miosen.Satuan ini seumur dan sebanding dengan Formasi
Batuasih dan FormasiRajamandala di Mandala Cekungan Bogor. Satuan
berikutnya adalah Formasi Cimapagyang terdiri dari breksi andesit dan
beberapa fragmen batugamping. Mekanismepengendapannya adalah aliran
gravitasi. Satuan ini seumur dan sebanding denganFormasi Jampang di
Laporan Ekskursi PT. ANTAM 15

Mandala Cekungan Bogor. Formasi Cimapag diikuti oleh FormasiSareweh,
dan Formasi Badui yang umumnya dicirikan lempung dan batugamping
denganlingkungan pengendapan laut dangkal. Mulai dari Formasi Sareweh
sedimentasi MandalaBanten berbeda dengan Mandala Cekungan Bogor
(Agung Basuki, 1994) (Tabel 2.3).Pada waktu yang sama di Cekungan Bogor
masih didominasi oleh endapan alirangravitasi dan lingkungan laut dalam.
Satuan berikutnya adalah Formasi Bojongmanikyang terdiri atas batupasir
dan batulempung, batugamping dengan sisipan batubara.
Satuan termuda dari Mandala Banten adalah endapan tufa asam
gunung api muda.Deposi di daerah Pongkor dengan urutan batuan beku
berumur Tersier, terdiri daribreksi tuf, tuf lapili dan intrusi andesit yang
terbentuk bersamaan dengan breksi vukaniksecara luas. Diinterpretasikan
secara korelasi stratigrafi dengan daerah Dome Bayah(Banten Selatan).Breksi
tuf, abu-abu kehijauan, dengan fragmen andesit dan matrik tuf.
Setempatbreksi dijumpi dalam bentuk tuf dan tuf lapili. Pada urutan batuan
vulkanik dijummpaibaulempung hitam dengan ketebalan lebih dari 15 cm,
memperlihatkan struktur sedimenlaminasi bergelombang. Foraminifera yang
terdapat dalam batulempung hitammenunjukkan lingkungan laut, satuan ini
terkorelasi dengan Formasi Andesit Tua padaAwal Miosen.Tuf lapili, coklat
sampai hijau, setempat dijumpai pada breksi. Satuan batuan initerkorelasi
dengan Formasi Cimapag pada Miosen Awal.Intrusi andesit terlihat pada
bagian timur dan bagian barat dari area Pongkor. Berdasarkan korelasi intrusi,
Satuan Intrusi Andesit ini terkorelasi denganFormasi Andesit Tua, Formasi
Cimapag dan Formasi Bojongmanik (terdapat disebelahutara area Gunung
Pongkor) dengan umur Miosen Tengah.Breksi, terdapat bagian timurlaut dari
area Pongkor, terbentuk pada Plio-Pleistosen, secara tidak selaras dia tas
Formasi Bojongmasik dan Satuan Andesit.




Laporan Ekskursi PT. ANTAM 16

Tabel 2.3.
Stratigrafi area Pongkor (Agung Basuki,1994).



2.4 Struktur Geologi
Batuan yang terdapat terdapat di Pongkor terdiri dari batuan gunung
api piroklastik bersifat andesit sampai dasit yang dapat dikelompokkan dalam
satuan batuan tufa breksi, aglomerat, breksi andesit, andesit dan dasit.
Cadangan di vein Ciguha dan vein Kubang Kicau mempunyai tingakat
fracture yang lebih tinggi dibandingkan dengan cadangan di vein
Ciurug.Berdasarkan data geologi yang dimiliki oleh PT. ANTAM Tbk
UBPEPongkor, sebaran struktur geologi berupa sesar. Beberapa sesar yang
terdapat di lokasi ini antara lain Sesar Cikaniki, Sesar Cisarua, Sesar Cihiris,
Sesar Naik Cihiris, Sesar Dahu, Sesar Kubang Kicau, Sesar Nirmala, Sesar
Ciguha, Sesar Naik Ciguha, Sesar Cibanteng.
Struktur Geologi yang berkembang terdiri atas kekar dan sesar. Sesar
yang berkembang dengan arah N 190 E dan N 225 E dengan sudut
kemiringan (dip) hampir tegak (>60
0
) yang telah terisi oleh urat kuarsa
terutama ditemukan di lokasi pertambangan level 500 meter Pasir Jawa. Sesar
Laporan Ekskursi PT. ANTAM 17

yang ditemukan dicirikan oleh adanya pergeseran antara 2-5 meter ke arah
vertikal pada lapisan batuan lempung.
Pola penyebaran kekar memperlihatkan arah umum yang sejajar
dengan penyebaran urat vein dan bidang perlapisan batuan, yang umumnya
terisi urat kuarsa, lempung, oksida mangan, pirit dan limonit.
Menurut Spero Carras (1986). Cebakan bijih emas mempunyai
koefisien kadar variansi yang tinggi. Karakteristik endapan mineral jenis ini
adalah mempunyai geometri endapan mineral sangat komplek dan pengotor
atau pengenceran terhadap endapan mineral dan hasil penambangan sangat
tinggi. Cebakan bijih emas di daerah tambang emas pongkor termasuk dalam
cebakan epithermal berupa urat kuarsa oksida mangan yang mengandung
logam emas dan perak. Cebakan bijih tersebut terletak pada 10 lokasi
(Gambar 2.2.) yaitu: G.Gong. Pasir Jawa, Cimahpar, Gudang Handak, Ciguha
Timur, Ciguha Utama, Pamoyanan, Kubang Cicau, Ciurug, dan Cadas
Copong.













Sumber: Bagian Pengukuran Tambang PT. ANTAM Tbk UBPE Pongkor.

Gambar 2.3.
Peta Geologi di Daerah Pongkor
Laporan Ekskursi PT. ANTAM 18

2.5 Genesa Endapan Emas Pongkor
Cebakan bijih emas terbentuk karena hidrothermal yang kaya akan
unsur logam, kemudian memasuki struktur patahan, rekahan sehingga larutan
hidrothermal ini merubah batuan sekitarnya menjadi proses propilitisasi dan
proses silisifikasi sedangkan proses mineralisasi yang terjadi di daerah
penelitian terjadi dalam lima tahapan yaitu:














Gambar 2.4
Proses Hidrothermal Pada Jalur Magma.

1. Tahap 1
Pada tahap ini terjdi ambrukan-ambrukan batuan samping di sekitar
dinding rekahan, pada waktu yang bersamaan dengan naiknya larutan panas
dari bawah dan turunnya air permukaan. Proses tersebut menghasilkan
pengendapan mineral-mineral klorit, sulfida, kuarsa halus berlapis dan
fragmen-fragmen batuan samping yaitu batuan kalsit (CaCO3), batuan kuarsa
(SiO2) dan batuan rhodochrosit (MnCO3). Dalam tahap ini sifat larutan
adalah bikarbonat, pH netral dengan suhu 200
o
C dan salinitas rendah. Sifat
larutan tersebut kurang menguntungkan untuk terjadinya pengendapan unsur-
Laporan Ekskursi PT. ANTAM 19

unsur logam Au dan Ag sehingga proses yang terjadi tidak memungkinkan
terjadinya pengendapan logam Au dan Ag dalam jumlah besar.

2. Tahap II
Dalam tahap ini bersifat larutan masih tetap sama seperti pada tahap
I, namun konisi ronga relatif stabil. Jenis endapan mineral adalah kuarsa
berlapis, MnOx, kalsit dan kuarsa opalin masif.












Gambar 2.5.
Tahap I dan II Pada Mineralisasi.

3. Tahap III
Dalam tahap ini proses yang terjadi membawa larutan bisulfat yang
bersifat asam. Endapan mineral yang terbentuk didominasi oleh mineral
pyrite (FeS2). Selanjutnya dalam tahap ini juga terbentuk mineral bijih
electrum, acantit (Ag2S), aguilarit (Ag4SeS), polibasit (Ag16Sb2S11),
pearceite (Ag16As2S11). Selain itu juga ditemukan galena (PbS), sphalerite
(ZnS) dan kalkopirit (CuFeS2) dan trace hessite (Ag2Te) dalam jumlah
sedikit.


Laporan Ekskursi PT. ANTAM 20

4. Tahap IV
Merupakan tahap akhir dari proses mineralisasi primer yang dimulai
dengan menurunnya suhu larutan hingga berakhirnya poses mineralisasi. Hal
ini dapat dilihat dari jenis endapan yang terbentuk yakni kuarsa dan kalsit
yang terdapat dalam pinggirn rongga-rongga yang sifat kandungan logam
yang dihasilkan hampir tidak ada.
















Gambar 2.6.
Tahap III Pada Proses Mineralisasi.








Laporan Ekskursi PT. ANTAM 21













Gambar 2.7.
Tahap IV Pada Proses Mineralisasi.

5. Tahap V
Sifat urat yang banyak mengadung mineral karbonat (kalsit,
rhodokrosit, dll) dan didukung oleh adanya aktifitas gunung api atau tektonik
dan kondisi iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi di daerah Pongkor
dan sekitarnya menyebabkan terjadinya proses pelarutan, peretakan dan
pelapukan yang sangat intensif. Proses ini menghasilkan pengayaan unsur-
unsur logam yang bersifat resisten disekitar permukaan dengan penyebaran
yang lebih luas oleh aliran air tanah melalui retakan-retakan ke arah lateral
dan vertikal.








Laporan Ekskursi PT. ANTAM 22











Gambar 2.8.
Sulfida Masif Dalam Batuan Vulkanik.

Pada daerah studi ekskursi, bentuk tubuh bijihnya diskordan, yaitu
tubuhbijih yang memotong perlapisan batuan. Bantuk bijih diskordan biasanya
tabular, seperti urat (vein). Vein biasanya mengisi celah pada suatu batuan, atau
host rock/ wallrock. Seperti halnya minyak bumi, endapan logam juga
membutuhkan tempat yang dapat menjebaknya. Proses penjebakan tergantung
kepada temperatur, tekanan dan larutan hidrothermal.

Anda mungkin juga menyukai