Anda di halaman 1dari 11

TRAUMA URETRA

Pendahuluan
Cedera uretra dapat terjadi akibat beragam sebab, mulai dari kekerasan eksternal
hingga pemasangan instrumen pada uretra. Kebanyakan trauma uretra disebabkan oleh
trauma benda tumpul. Uretra laki-laki secara anatomis terbagi menjadi uretra anterior dan
posterior. Cedera uretra posterior biasanya terjadi hampir berdekatan dengan sfingter uretra
eksternal, dan biasanya diinisiasi oleh gaya geser yang besar akibat patahnya pelvis dan
kerusakan sepanjang uretra pars membranosa. Kerusakan uretra membranosa berhubungan
dengan kerusakan organ multipel, sedangkan cedera uretra anterior biasanya terjadi pada
daerah yang terisolasi. Contoh cedera uretra anterior adalah cedera selangkangan (straddle
injury) yang dapat menyebabkan rupturnya uretra pars bulbosa. Cedera uretra yang
jumlahnya meningkat akhir-akhir ini adalah cedera iatrogenik yang mengenai uretra
posterior dan anterior. Peningkatan cedera iatrogenik duduga akibat peningkatan jumlah
prosedur transuretral dan prostatektomi radikal (Rosenstein & Alsikafi, 2006).
Teknik diagnostik dalam menghadapi cedera uretra termasuk didalamnya adalah
dengan memiliki kecurigaan tinggi adanya cedera uretra dengan menghindari pemasangan
kateter uretra sampai kemungkinan cedera yang potensial telah disingkirkan. Tanda dan
gejala klinis tertentu akan membantu klinisi dalam menentukan cedera uretra yang mungkin
terjadi, dengan bantuan pemeriksaan radiologis dalam memastikan diagnosisnya. Saat telah
terdiagnosis adanya cedera uretra, cedera tersebut dapat diklasifikasikan dengan temuan pada
pemeriksaan radiologi. Temuan ini, ditambah dengan kondisi pasien secara keseluruhan, akan
membantu dalam menentukan penanganan awal pada cedera uretra (Rosenstein & Alsikafi,
2006).
Klasifikasi
Cedera pada daerah anterior uretra dapat disebabkan oleh trauma tajam ataupun
trauma akibat penetrasi, dan cedera iatrogenik dari pemasangan alat. Cedera pada daerah
posterior uretra yang tejadi dengan fraktur pelvis, umunya didapat akibat kecelakaan lalu
lintas. Berdasarkan data dari EAU Guideline, cedera dapat bervariasi dari peregangan ringan
(25%), ruptur parsial (25%), hingga gangguan komplit (50%).
Cedera uretra pada wanita lebih jarang terjadi dibandingkan pada laki-laki. Cedera
uretra pada anak mirip dengan cedera pada dewasa, walaupun cedera prostat dan leher buli-
buli lebih sering terjadi.

Tabel 1. Klasifikasi Cedera Uretra Anterior dan Posterior Akibat Benda Tumpul dengan
Penanganannya Berdasaran Derajat Cedera (EAU Guideline on Urethral Trauma).
Derajat Deskripsi Tampakan Penanganan
I Cedera regangan (Stretch
injury)
Elongasi uretra tanpa
ekstravasasi pada
uretrografi.
Tidak diperlukan
penanganan
II Kontusio Darah pada meatus uretra;
tanpa ekstravasasi pada
uretrografi.
Derajat II dan III
dapat ditangani
secara konservatif
sistostomi
suprapubik dan
kateterisasi uretral
III Gangguan parsial Ekstravasasi kontras pada
lokasi cedera dengan kontras
tervisualisasikan di uretra
proksimal atau buli-buli
IV Gangguan komplit Ekstravasasi kontras pada
lokasi cedera tanpa
visualisasi di uretra
proksimal dan anterior atau
buli-buli
Sistostomi
suprapubik dan
perbaikan tertunda
(delayed repair) atau
endoskopi
realignment primer
pada pasien tertentu
delayed repair.
V Gangguan parsial atau
komplit dengan robeknya
leher buli-buli, rektum, atau
vagina
Ekstravasasi kontras pada
lokasi cedera adanya
darah pada introitus vagina
pada wanita.
Ekstravasasi kontras pada
leher buli-buli saat
dilakukan sistofragi
suprapubik rektal atau
Pembedan terbuka
primer.
vaginal filling dengan
materi kontras.

Klasifikasi yang terdapat pada tabel 1 menggabungkan klasifikasi-klasifikasi sebelumnya dan
memiliki implikasi langsung untuk managemen klinis. Derajat cedera membantu dalam
menentukan penanganan klinis yang akan dilakukan.

Diagnosis

Diagnosis trauma ginjal akut harus diduga dengan anamnesis. Fraktur pelvis, atau
trauma eksterna atau perineal penis, dapat mendukung adanya trauma uretra. Tidak adanya
darah pada meatus atau hematoma penis menunjukkan kemungkinan kecil terjadinya cedera
uretra. Namun, adanya darah pada meatus berhubungan dengan cedera uretra dan
pemasangan instrumen uretra harus dihindari sampai pemeriksaan radiologi telah dilakukan.
Pada pasien yang tidak stabil, kemungkinan dibutuhkannya pemasangan kateter uretral dapat
terjadi. Jika terjadi kesulitan, kateter suprapubik harus dimasukkan dengan bantuan USG dan
uretogram retrograd dilakukan setelahnya. Jika pemasangan kateter uretra sukses, balon
kateter harus berada pada posisi yang tepat dan hal ini harus diperiksa dengan rontgen
ataupun USG begitu pasien stabil (Matinez-Pineiro et al., 2010).
Pada cedera penetrasi, mengetahui tipe benda asing (senjata, peluru, dll) yang
mencederai dapat membantu menilai kerusakan jaringan yang mungkin terjadi. Pada pasien
sadar, riwayat miksi yang menyeluruh harus didapatkan untuk menentukan waktu terakhir
miksi, kekuatan pancaran urin, serta apakah terdapat nyeri saat miksi dan hematuria. Adanya
indikator klinis dari trauma uretra akut (darah pada meatus atau introitus vagina, hematuria,
disuria atau tidak bisa miksi, dan hematoma perineal/penis atau pembengkakan labia)
memerlukan evaluasi uretra secara menyeluruh (Matinez-Pineiro et al., 2010).
Untuk pemeriksaan radiologi, uretrografi retrograd adalah baku emas untuk
mengevaluasi cedera uretra. Tampakan radiografi uretra menunjukkan klasifikasi cedera dan
membantu dalam menentukan pengobatan. Pemeriksaan sinar-x, misalnya dengan CT scan,
seringkali diindikasikan untuk pasien politrauma (Matinez-Pineiro et al., 2010).
Jika dicurigai terdapat cedera uretra posterior, kateter suprapubik dipasangkan dan
dilakukan sistografi untuk mengnyingkirkan cedera leher buli-buli. Jika uretra proksimal
tidak tervisualisasi dengan sistografi simultan an uretrografi, dapat dilakukan pemeriksaan
MRI dari uretra posterior atau endoskopi melalui jalur suprapubik. CT scan dan MRI tidak
dilakukan pada pada pemeriksaan awal untuk trauma uretra (Matinez-Pineiro et al., 2010).

Tatalaksana
Tatalaksana untuk cedera uretra masih kontroversial akibat banyaknya macam cedera
pada pasien, cedera yang berhubungan, dan pilihan terapi. Selain itu, kebanyakan urologis
memiliki pengalaman yang sedikit mengenai cedera-cedera ini dan kurangnya penelitian yang
ada (Matinez-Pineiro et al., 2010).
1. Cedera Uretra pada Wanita
Cedera uretra pada wanita sering terjadi bersama dengan rupturnya buli-buli
dan dapat diperbaiki bersamaan. Pendekatan transvesikal adalah yang terbaik untuk
cedera uretra proksimal dan pendekatan vaginal untuk cedera distal. Fistula uretra
post-trauma juga dapat diperbaiki secara transvaginal (Matinez-Pineiro et al., 2010).
2. Cedera Uretra Anterior pada Pria
- Trauma Benda Tumpul
Robekan parsial dapat ditangani dengan kateter suprapubik atau dengan
kateter uretral. Suprapubik sistostomi memiliki keuntungan dalam menghindari
manipulasi uretra yang dapat memperparah trauma. Selang sistostomi dipasang
selama 4 minggu agar uretra dapat sembuh. Selang suprapubik dapat dilepaskan
jika pasien telah dapat miksi secara normal dan tidak terdapat ekstravasasi
ataupun striktura. Komplikasi awal cedera uretra akut adalah striktura dan infeksi.
Ekstravasasi darah atau urin dari robekan uretra dan semen pada pasien yang
lebih muda akan menimbulkan reaksi inflamasi yang dapat berkembang menjadi
abses. Pemberian antibiotik dapat mengurangi kemungkinan infeksi.
Untuk tindakan lanjutan terhadap proses penyembuhan dan stabilisasi cedera
uretra, dapat dilakukan pemeriksaan radiografi. Cedera uretra anterior akibat
benda tumpul berhubungan dengan kontusio spongiosal yang membuatnya sulit
untuk mengevaluasi debridemen uretral pada fase akut. Untuk itu diversi
suprapubik adalah managemen terbaiknya.
Pilihan teknik pembedahan untuk perbaikan (anastomoik vs patch) ditentukan
berdasarkan kombinasi panjang cedera, lokasi, derajat mobilisasi jaringan, dan
kualitas jaringan. Sebagai aturan umum, uretroplasti anastomik diindikasikan pada
striktura uretra penis <1 cm, dan <2 cm pada uretra bulbar. Untuk menghindari
kordae, striktura yang lebih panjan pada uretra anterior sebaiknya tidak diperbaiki
dengan end-to-end anastomosis, dan uretroplasti augmentasi umumnya
diindikasikan. Hampir semua ruptur komplit anterior uretra memerlukan
anstomosis atau uretroplasti patch pada bulan ke 3-6 (Matinez-Pineiro et al.,
2010).
- Cedera Terbuka
Cedera uretra pria : luka tusuk, luka tembak, dan gigitan anjing pada uretra
seringkali melibatkan penis dan testis dan memerlukan eksplorasi segera. Selama
pembedahan, cedera uretra dapat dievaluasi dan diperbaiki. Striktura uretra dapat
terbentuk pada <15% pasien. Seperti pembedahan pada umumnya, profilaksis
dengan antibiotik sangatlah penting. Setelah 10-14 hari, harus dilakukan
pemeriksaan dengan uretrogram perikateter retrogard. Kateter harus dipindahkan
jika tidak ada kebocoran pada tempat anastomosis, dan keteter harus tetap
terpasang jika terdapat kebocoran dan sistouretrogram harus diulangi setelah 1
minggu (Matinez-Pineiro et al., 2010).
3. Cedera Uretra Posterior pada Pria
Sangatlah penting untuk membedakan antara striktura inflamatori atau
striktura uretra posterior iatrogenik dan gangguan uretra akibat fraktur pelvis sejati
karena keduanya membutuhkan pendekatan pembedahan yang berbeda. Istilah
striktura uretra digunakan untuk mengindikasikan penyempitan pada kontinuitas
uretra. Defek pada gangguan uretra memiliki jarak antara kedua ujung uretra yang
tertarik dan cedera, yang awalnya dipenuhi dengan hematoma pelvis dan kemudian
dengan jaringa fibrotik. Disfungsi ereksi terjadi pada 20-60% pasien setelah trauma
uretra posterior. Faktor yang paling menentukan timbulnya impotensi adalah
keparahan cedera (Matinez-Pineiro et al., 2010).
- Ruptur Uretra Parsial
Robekan parsial pada uretra posterior sebaiknya ditangani dengan kateter
suprapubik atau kateter uretral. Uretrografi sebaiknya dilakukan dalam interval 2
minggu hingga terjadi penyembuhan. Robekan parsial dapat sembuh tanpa luka
signifikan atau obstruksi jika ditangani dengan diversi saja. Striktura residual
harus ditangani dengan dlatasi uretral atau uretrotomi optikal jika striktura pendek
dan ramping, dan dengan uretoplasti anastomosis jika tebal atau panjang
(Matinez-Pineiro et al., 2010).
- Ruptur Uretra Komplit
Ruptur uretra komplit harus ditangani dengan kateter suprapubik. Masih
terdapat kontroversi antara mereka yang mendukung intervensi awal dengan
meluruskan uretra dan mengeringkan hematoma pelvis dengan mereka yang
mendukung sistostomi suprapubik dengan menunda perbaikan defek uretra
berikutnya (Matinez-Pineiro et al., 2010). Pilihan terapi akut termasuk didalamnya
adalah :
o Primary endoscopic realignment; biasanya dilakukan selama 10 hari
pertama setelah cedera.
o Immediate open urethroplasty; namun, tindakan ini masih dalam tahap
percobaan dan untuk itu tidak diindikasikan.
Pilihan untuk terapi yang ditunda adalah :
o Delayed primary urethroplasty (pembedahan dilakukan ketika pertama
kali masuk rumah sakit, biasanya selama awal minggu ke-2), yang
menyiratkan perbaikan primer dilakukan 1-2 minggu setelah cedera dan
sebagian besar digunakan pada trauma uretra pada wanita.
o Delayed formal urethroplasty (pembedahan ditunda sampai cedera
ortopedi yang terjadi telah sembuh), yang umumnya saat atau setelah lebih
dari 3 bulan cedera. Ini adalah prosedur pilihan dan baku emas untuk
menangani defek uretra posterior.
Rekomendasi untuk Penanganan Cedera Uretra Posterior dan Anterior
Penanganan optimal untuk pasien dengan cedera prostatomembranosus tidak
sesederhana masalah penggunaan delayed repair melawan terapi lainnya. Setiap pasien harus
dinilai dan ditangani berdasarkan kondisi klinis awal. Algoritma 1-3 dari EAU Guideline on
Urethral Trauma di bawah menyediakan gambaran penanganan untuk cedera uretra.
Trauma Uretra Iatrogenik
Trauma uretra iatrogenik sejauh ini adalah penyebab trauma uretra yang akhir-akhir
paling sering terjadi dan biasanya akibat pemasangan instrumen. Biasanya menghasilkan
striktura pada lokasi pemasangan instrumen dan keparahan yang ditimbulkan bervariasi dan
seringkali memerlukan strategi penanganan yang berbeda (Matinez-Pineiro et al., 2010).
Beberapa lesi iatrogenik disebabkan oleh kateterisasi yang salah atau pemakaian yang
berkepanjangan. Dan mencakup 32% dari striktura uretra. Diperkirakan risiko cedera uretra
akibat kateterisasi yang salah selama dirawat rumah sakit adalah 3,2 per 1000 pasien.
Pemasangan kateterisasi uretral harus dihindari pada pasien pria dengan pembedahan
hipospadia sebelumnya karena memiliki risiko tinggi striktura uretra. Prosedur transuretral
(TURP) adalah penyebab lesi iatrogenik uretra yang juga sering terjadi. Utamanya yang
terkena adalah uretra anterior sedangkan leher buli-bli jarang terkena dengan pemakaian
kateter berkepanjangan. Kerusakan sfingter dengan formasi striktura mungkin terjadi. Pada
satu penelitian pada pasien yang mendapat TURP, striktura lebih mungkin terjadi pada
pemakaian kateter silikon Foley dibandingkan dengan kateter lateks (Matinez-Pineiro et al.,
2010).
Insiden trauma uretra iatrogenik yang mengikuti setelah terapi pembedahan kanker
prostat bervariasi dari 1,1-8,4% tergantung dari terapi yang digunakan. Risikonya lebih tinggi
setelah prostatektomi radikal. Selain itu, trauma uretra iatrogenik dapat terjadi setelah
prosedur abdominal dan pelvis. Pre-prosedur kateterisasi buli-buli harus dilakukan untuk
mencegah atau untuk membantu melihat adanya komplikasi (Matinez-Pineiro et al., 2010).
Gejala cedera uretra akibat pemasangan kateterisasi yang tidak layak atau penggunaan
instrumen adalah nyeri penis dan/atau perineal (100%), dan pendarahan uretra (86%). Untuk
penanganannya dapat dilakukan stent uretra temporer dengan dipasangkan kateter merupakan
pilihan terapi konvensional yang baik untuk menangani salah jalan akut. Jika pemasangan
uretral keteter tidak memungkinkan, pemasangn dengan bantuan endoskopi atau pemasangan
selang suprapubik mungkin diperlukan. Striktura anastomotik iatrogenik setelah
prostatektomi radikal dapat ditangani dengan baik dengan pemakaian endoskopi, baik dengan
insisi atau reseksi. Terapi berulang mungkin diperlukan. Alternatif lainnya adalah pemakaian
kateter permanen, dilatasi uretral, self-catheterizatin intermiten, atau pembedahan terbuka
(Matinez-Pineiro et al., 2010).






Gambar 1. Penanganan Cedera Uretra pada Wanita


Gambar 2. Penanganan Cedera Uretra Anterior pada Pria



Gambar 3. Penanganan Cedera Uretra Posterior pada Pria



Daftar Pustaka :
Martinez-Pineiro, L., et al. (2010) EAU Guidelines on Urethral Injury. European Urology, [e-
journal] 57 : 791-803. Available trough : www.europeanurology.com [Accessed 4th
September 2013]
Rosenstein, DI., & Alsikafi, NF. (2006) Diagnosis and Classification of Urethral Injuries.
Urology Clinics of North America, [e-journal] 33 : 73-85. Available trough :
http://urology.iupui.edu [Accessed 4th September 2013]

Anda mungkin juga menyukai