Anda di halaman 1dari 20

B.

Psikosa
1. Definisi
Psikosa adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality) atau
dengan kata lain, psikosa adalah tingkah laku secara keseluruhan dalam kepribadiannya
berpengaruh tidak ada kontak dengan realitas sehingga tidak mampu lagi menyesuikan diri dalam
norma-norma yang wajar dan berlaku umum.
Psikosa merupakan gangguan jiwa yang serius, timbul karena penyebab organic ataupun
emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan kemampuan berfikir, bereaksi secara
emosional, mengingat , berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan
kenyataan, sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari hari
sangat terganggu. Psikosa ditandai oleh perilaku regresif, hidup perasaan tidak sesuai ,berkurangnya
pengawasan terhadap impuls impuls serta waham dari halusinasi.
Pada umunya pasien psikosa tidak mampu melakukan partisipasi sosial, sering ada gangguan
bicara, kehilngan orientasi terhadap lingkungan, aspek sosialnya membahayakan orang lain maupun
diri sendir serta memerlukan perawatan rumah sakit.
2. Penyebab psikosa:
a. Internal (perubahan tubuh dan hormonal ibu hamil)
b. Ekstenal (kehamilan yang tidak diinginkan, kehamilan beresiko, dan jarak kehamilan yang terlalu
dekat, riwayat kegugura, riwayat obstetri buruk)
3. Jenis-jenis psikosa
Adapun jenis-jenis psikosa yaitu terdiri atas:
a. Skizofrenia
Skizofrenia merupakan jenis psikosa yang paling sering dijumpai. Skizofrenia pada kehamilan
dapat muncul bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan:
1) Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin.
2) Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan.
3) Komplikasi kandungan.
4) Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.
Tipe-tipe dari skizofrenia :
1) Skizofrenia Simplex
Gejalanya meliputi kehilangan minat, emosi tumpul / datar, dan menarik diri dari masyarakat.
2) Skizofrenia Hebefrenik
Umumnya dialami atau timbul pada masa remaja antara 15-25 tahun dengan gejala berupa
reaksi-reaksi emosional yang makin bertambah indiferen, adanya gangguan proses berpikir dan
tingkah laku infantile, seperti tiba-tiba menangis atau tertawa tetapi tidak berkaitan dengan situasi
yang sedang terjadi, makan secara berlebihan dan berceceran, buang air kecil atau buang air besar
sembarang tempat, berpakaian seperti bayi, dan lain-lain.
3) Skizofrenia Katatonik
Penderita tipe ini menunjukkan satu dari dua pola yang dramatis, yakni;
a) Stupor
Penderita kehilangan gerak, cenderung untuk diam pada posisi yang stereotipi dan lamanya bisa
berjam-jam bahkan berhari-hari, mempunyai kontak yang minimal sekali dan mutisme (menolak
untuk bicara).
b) Excitement
Penderitanya melakukan tingkah laku yang berlebihan, seperti bicara banyak tetapi tidak koheren,
gelisah yang ditunjukkan dengan tingkah laku seperti mondar-mandir, melakuakan masturbasi di
depan umum, bahkan menyerang orang lain.
4) Skizofrenia paranoid
Penderita menunjukkan dua pola, yaitu:
a) Pola skizofrenia: ditandai dengan proses berpikir kacau, tidak logis, dan mudah berubah serta
delusi yang aneh.
b) Pola paranoid: system delusi lebih masuk akal dan logis, kontak dengan realita (realita testing)
juga relative tidak terganggu.
b. Paranoid
Paranoid dilain pihak adalah jenis yang sudah lebih lanjut ditandai denganhalusinasi, yaitu
persepsi palsu dan kecurigaan tidak beralasan terus menerus yang sangat kuat, pola berfikir makin
kacau dan tingkah laku makin tidak normal. Emosi dan pikiran penderita masih berjalan baik dan
saling berhubungan. Jalan pikiran cukup sistematis, mengikuti suatu logika yang baik dan teratur,
tetapi berakhir dengan interpretasi yang menyeleweng dari kenyataan.

Psikosa umumnya terbagi dalam dua golongan besar yaitu:
a. Psikosa fungsional
Merupakan gangguan yang disebakan karena terganggunya fungsi sistem transmisi sinyal
pengahantar saraf (neurotransmitter). Faktor penyebabnya terletak pada aspek kejiwaan,
disebabkan karena sesuatu yang berhubungan dengan bakat keturunan, bisa juga disebabkan oleh
perkembangan atau pengalaman yang terjadi selama sejarah kehidupan seseorang. Contoh:
paranoid (curiga berlebihan), depresi, gaduh gelisah.
b. Psikosa organik
Merupakan gangguan jiwa yang disebabkan karena ada kelainan atau gangguan pada aspek
tubuh, misalnya ada tumor atau infeksi pada otak, keracunan ( intoksikasi ) NAZA.

4. Tanda dan Gejala
a. Tanda tanda psikosa:
1) Halusinasi
2) Sejumlah kelainan peilaku, sepeti aktivitas yang meningkat, gelisah, dan retardasi psikomotor.
b. Gejala psikosis adalah:
1) abnormal menampilkan emosi
2) kebingungan
3) depresi dan kadang kadang pikiran bunuh diri
4) kacau berpikir dan berbicara
5) kegembiraan
6) keyakinan palsu
7) melihat, mendengar, merasakan, atau memahami hal-hal yang tidak ada berdasarkan
ketakutan/ kecurigaan
Menninger telah menyebutkan sindroma klasik yang menyertai sebagian besar pola psikosa:
1) Perasaan sedih, bersalah yang mendalam
2) Keadaan terangsang yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, disertai pembicaraan dan
motorik yang berlebihan.
3) Isi pikiran yang berlawanan, acuh tak acuh terhadap harapan sosial.
4) Kecendungan membela diri atau rasa kebesaran
5) Keadaan bingung dengan disorientasi dan halusinasi.
Proses kejiwaan dalam kehamilan
1) Triwulan I
a) Cemas ,takut, panik, gusar
b) Benci pada suami
c) Menolak kehamilan
d) Mengidam
2) Triwulan II
a) Kehamilan nyata
b) Adaptasi dengan kenyataan
c) Perut bertambah besar
d) Terasa gerakan janin
3) Triwulan III
a) Timbul gejolak baru menghadapi persalinan
b) Perasaan bertanggung jawab
c) Golongan ibu yang mungkin merasa takut
d) Ibu yang mempunyai riwayat/ pengalaman buruk pada persalinan yang lalu
5. Pencegahan psikosa
Adapun cara pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita psikosa adalah dengan
memperhatikan hal-hal berikut :
a. Informasi
b. ANC rutin
c. Nutrisi
d. Penampilan
e. Aktivitas
f. Relaksasi
g. Senam hamil
h. Latihan pernafasan
6. Penatalaksanaan psikosa
Perjalanan penyakit bervariasi dan bergantung pada jenis penyebab penyakit. Bagi mereka
dengan psikosis manik-depresif dan skizoafektif, waktu pemulihan adalah sekitar 6 bulan (Sneddon,
1992). Yang paling mengalami gangguan fungsi pada saat pemeriksaan lanjutan adalah mereka yang
menderita skizofrenia. Para wanita ini sebaiknya dirujuk ke psikiater. Keparahan psikosis postpartum
mengharuskan diberikannya terapi farmakologis dan pada sebagian besar kasus dilakukan tindakan
rawatinap. Wanita ynag mengalami psikosis biasanya mengalami kesulitan merawat bayinya.
Proses penanganan pada penderita skizofrenia yang sedang hamil, yakni:
Wanita yang datang dengan pskosis pada episode pertama saat hamil harus diperiksa dengan
hati-hati untuk menyingkirkan sebab organic pada psikosisnya maupun perubahan status mentalnya.
Pasien harus dirawat sakit bila rawat jalan tidak memungkinkan. Pada umumnya peneliti melaporkan
bahwa pasien dengan menggunakan obat antipsikotik pada kehamilan tidak menunjukkan adanya
kelainan pada kelahiran janin. Namun, antipsikotik hendaknya dihindarkan pada trimester I. Pada
kasus yang akut dan membahayakan ibu dan janinnya, dapat dilakukan terapi elektrokompulsif.
Terapik ini tidak menyebabkan persalinan, kecuali bila kehamilannya cukup bulan.
Pengobatan tergantung pada penyebab psikosis. Perawatan dirumah sakit sering kali
diperlukan untuk menjamin keselamatan pasien.
a. Terapi Gangguan Jiwa
Saat ini tersedia sejumlah besar obat psikotropika untuk mengatasi gangguan jiwa (Kuller
dkk.,1996). Sebagian wanita hamil yang memerlukan farmakoterapi telah menderita penyakit jiwa
berat, misalnya gangguan bipolar, gangguan skizoafektif, skizofrenia atau depresi mayor berulang.
Wanita lain yang memerlukan terapi adalah mereka yang mengalami gangguan emosi yang
berkembang selama kehamilan.
b. Antidepresan
Depresi berat memerlukan terapi dan pada sebagian besar kasus, manfaat terapi melebihi
risikonya. Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, doksepin, imipramin, dan nortriptilin sering
digunakan untuk gangguan-gangguan depresi. Efek samping pada ibu adalah hipotensi ortostatik
dan konstipasi. Sedasi juga sering terjadi, sehingga obat golongan ini sangat bermanfaat bagi
masalah tidur yang berkaitandengan depresi. Inhibitor monoamin oksidase (MAOI) adalah
antidepresan yang sangat efektif yangsemakin jarang digunakan karena menyebabkan hipotensi
ortostatik. Pengalaman dengan inibitor selektif ambilan ulang serotonin (selective serotonin
reuptake inhibitors, SSRI), termasuk fluoksetin dan sertralin,menyebabkan obat golongan ini menjadi
terapi primer bagi sebagian besar penyakit depresi. Obat-obatini tidak menimbulkan hipotensi
ortostatik atau sedasi sehingga lebih disukai daripada antidepresan lain.
c. Antipsikotik
Wanita dengan sindrom-sindrom kejiwaan yang berat seperti skizofrenia, gangguan
skizoafektif,atau gangguan bipolar sangat mungkin memerlukan terapi antipsikotik selama
kehamilan.
Antipsikotik tipikal adalah golongan antagonis dopamine.Klozapin adalah satu-satunya
antipsikotik atipikal yang tersedia, dan obat ini memiliki kerja yang berbeda tetapi tidak diketahui.
Potensi dan efek samping berbagai antipsikotik berbeda-beda. Obat-obat yang berpotensi lebih
rendah, klorpromazin dantioridazin, memiliki efek antikolinergik yang lebih besar serta bersifat
sedatif.
d. Litium
Keamanan litium selama kehamilan masih diperbebatkan. Selain kekhawatiran
tentangteratogenesitas, juga perlu dipertimbangkan indeks terapetiknya yang sempit. Pernah
dilaporkantoksisitas litium pada neonatus yang mendapat ASI.
e. Benzidiazepin
Obat golongan ini mungkin diperlukan selama kehamilan bagi wanita dengan gangguan cemas
yang parah atau untuk pasien psikotik yang agitatif atau mengamuk. Diazepam mungkin
menyebabkan depresineurologis berkepanjangan pada neonatus apabila pemberian dilakukan dekat
dengan kelahiran.
f. Terapi Kejut Listrik (Elektroconvulsive Therapy, ECT)
Terapi dengan kejutan listrik untuk depresi selama kehamilan kadang-kadang diperlukan pada
pasien dengan gangguan mood mayor yang parah dan tidak berespon terhadap terapi farmakologis.
Hasil diperoleh dengan menjalani 11 kali terapi dari umur kehamilan 23-31 minggu.
Mereka menggunakan tiamilal dan suksinilkolin, intubasi, dan ventilasi bantuan setiap kali terapi.
Merekamendapatkan bahwa kadar epinefrin, norepinefrin, dan dopamine plasma meningkat 2-3 kali
lipat dalam beberapa menit kejutan listrik. Walaupun demikian, rekaman frekuensi denyut jantung
janinserta frekuensi jantung, tekanan darah, dan saturasi oksigen ibu tetap normal.
Miller (1994) mengkaji 300 laporan kasus terapi kejut listrik selama kehamilan mendapatkan
bahwa penyulit terjadi pada 10%. Penyulit-penyulit tersebut antara lain adalah aritmia transien jinak
pada bayi, perdarahan pervaginamringan, nyeri abdomen, dan kontraksi uterus yang swasirna.
Wanita yang kurang dipersiapkan juga berisiko lebih besar mengalami aspirasi, kompresi aortokava,
dan alkalosis respiratorik. Langkah-langkah pengkajian penting adalah pengkajian servik,
penghentian obat antikolinergik yang tidak esensial, pemantauan frekuensi denyut jantung janin dan
uterus, hidrasi intravena, pemberian antasida cair, dan pasien dobaringkan miring kiri. Selama
prosedur, hindari hiperventilasi berlebihan dan jalan napas harusdilindungi

Penatalaksannan yang dilakukan:
a. Konsultasikan dengan dokter, psikiater, psikolog, dan dengan tenaga kesehatan lainnya.
b. Sejak pemeriksaan kehamilan pertama kali dengan tenaga medis harus dengan kesabaran
meyakinkan calon ibu bahwa peristiwa kehamilan dan persalinan merupakan hal yang normal dan
wajar.
c. Ajarkan dan berikan latihan latihan untuk dapat menguasai otot otot istirahat dan pernafasan
d. Hindari kata-kata dan komentar yang dapat mematahkan semangat si ibu.
e. Hindari komentar suatu kasus dan gelak tawa
f. Pengobatan etiologik harus sedini mungkin dan di samping faal otak dibantu agar tidak terjadi
kerusakan otak yang menetap.
g. Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah), bila perlu diberi
stimulansia.
h. Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi. Hati-hati dengan sedativa
dan narkotika (barbiturat, morfin) sebab kadang-kadang tidak menolong, tetapi dapat menimbulkan
efek paradoksal, yaitu klien tidak menjadi tenang, tetapi bertambah gelisah.
i. Klien harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab berbahaya untuk dirinya sendiri
(jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun untuk orang lain.
j. Dicoba menenangkan klien dengan kata-kata (biarpun kesadarannya menurun) atau dengan
kompres es. Klien mungkin lebih tenang bila ia dapat melihat orang atau barang yang ia kenal dari
rumah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap, klien tidak tahan terlalu diisolasi
Konsep Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
Masalah masalah psikologis yang dialami pada masa kanak kanak dan remaja merujuk pada usia
dan kebudayaan. Dimana perilaku yang dianggap normal pada anak anak bisa saja tidak normal
pada orang dewasa, contohnya malu dan takut pada sesuatu hal. Takut terhadap tempat gelap akan
dirasa wajar bila itu yang mengalami pada anak anak namun akan tidak wajar bila itu yang
mengalami seseorang yang telah dewasa. Keyakinan keyakinan budaya membantu menentukan
apakah orang orang melihat perilaku tertentu sebagai normal atau abnormal. Orang orang yang
hanya mendasarkan pada normalitas pada standart yang berlaku pada budaya mereka saja akan
beresiko menjadi etnocentris ketika mereka memandang tingkah laku orang lain dalam budaya yang
berbeda sebagai abnormal. Perilaku abnormal pada anak anak bergantung pada definisi orang tua
mereka yang dipandang dari kacamata budaya tertentu.
Gangguan perilaku juga ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang dimana hak dasar orang
lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang
lainnya, anak yang berulangkali dan terus-menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana
dengan cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku. Masalah tersebut
biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak
laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada perilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak
tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan perilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan
kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain dengan stress tinggi
bukan gangguan perilaku.
Gangguan prilaku ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang dimana hak dasar orang lain
terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya,
anak yang berulangkali dan terus menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana dengan
cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan prilaku. Masalah tersebut biasanya
dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan. Penilaian pada prilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak tersebut
ke dalam catatan. Penyimpangan prilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan kehidupan di
daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain dengan stress tinggi bukan gangguan
prilaku.
1. GEJALA
Pada umumnya, anak dengan gangguan prilaku adalah egois, tidak berhubungan baik dengan orang
lain, dan kurang merasa bersalah. Mereka cenderung salah mengartikan perilaku orang lain sebagai
ancaman dan bereaksi agresif. Mereka bisa terlibat dalam pengintimidasian, ancaman, dan sering
berkelahi dan kemungkinan kejam terhadap binatang. Anak lain dengan gangguan prilaku merusak
barang, khususnya dengan membakar. Mereka mungkin berdusta atau terlibat dalam pencurian.
Melanggar peraturan dengan serius adalah biasa dan termasuk lari dari rumah dan sering bolos dari
sekolah. Anak perempuan dengan gangguan prilaku lebih sedikit mungkin dibandingkan anak laki-
laki untuk menjadi agresif secara fisik; mereka biasanya kabur, berbohong, penyalahgunaan obat-
obatan terlarang, dan kadangkala terlibat dalam pelacuran.
Sekitar separuh dari anak dengan gangguan prilaku menghentikan prilakunya ketika dewasa. Anak
yang lebih kecil ketika gangguan prilaku mulai, lebih mungkin akan melanjutkan prilakunya. Orang
dewasa yang tetap berprilaku seperti itu seringkali menghadapi masalah hukum , secara kronis
mengganggu hak orang lain, dan seringkali didiagnosa dengan gangguan kepribadian anti sosial.



2. KLASIFIKASI GANGGUAN PERILAKU
a. Gangguan Perkembangan Pervasif
Ditandai dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama: perilaku, interaksi sosial, dan
komunikasi. Gangguan ini terdiri dari :
1) Autisme
Adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari dunia, percaya bahwa
kejadian kejadian eksternal mengacu pada diri sendiri. Dicirikan dengan gangguan yang nyata
dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997).
Gejala-gejalanya meliputi kurangnya respon terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial,
dan respon yang aneh terhadap lingkungan seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan
memukul-mukulkan kepala.
2) Reterdasi Mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan fungsi intelektual secara signifikan
berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang
keterampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari,
keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi
akademis, dan bekerja.
3) Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada kerusakan fungsional pada
bidang-bidang dan mempengaruhi tahap perkembangan selanjutnya,
3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP KEPERAWATAN JIWA PADA ANAK DAN
REMAJA
a. Faktor-faktor psikobiologik.
Faktor-faktor psikobilogik biasanya akibat :
Riwayat genetika keluarga yang terjadi pada kasus retardasi mental, autisme, skizofrenia
kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan ansietas atau kecemasan.
Struktur otak yang tidak normal. Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur otak
dan perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan
ADHD.
Pengaruh pranatal, seperti infeksi pada saat di kandungan ibu, kurangnya perawatan pada
masa bayi dalam kandungan, dan ibu yang menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan
perkembangan saraf yang abnormal yang berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang
berhubungan dengan berkurangnya suplai oksigen pada janin saat dalam kandungan yang sangat
signifikan dan menyebabkan terjadinya retardasi mental dan gangguan perkembangan saraf lainnya.
Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
b. Dinamika keluarga.
Dinamika keluarga yang tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku menyimpang yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-kanak awal,
perkembangan otaknya menjadi terhambat (terutama otak kiri). Penganiayaan dan efeknya pada
perkembangan otak berkaitan dengan berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah
memori, kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).
Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang tua pada anak, komunikasi
yang buruk) disertai dengan keterampilan koping yang tidak baik antaranggota keluarga dan model
peran yang buruk dari orang tua. Sehingga menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan
remaja.
c. Faktor lingkungan.
Lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi penyebab utama pula,
seperti :
Kemiskinan.
Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya kebutuhan akibat
pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan
perkembangan normal anak.
Tunawisma.
Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang memengaruhi perkembangan
emosi dan psikologi mereka. Berbagai penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit
ringan kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis diantara anak tunawisma
ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol (Townsend, 1999).
Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat mengakibatkan
kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah psikologik.

C. Konsep Keperawatan Jiwa Pada Dewasa dan Lansia
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti died dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunankondisi fisik, psikologis
maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lansia.
Lansia adalah seseorang yang lebihdari 75 tahun
1. Masalah Kesehatan Lansia
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-
pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang
mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural,
ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang
menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai
kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari
masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan
rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
a. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
c. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :Ketergantungan pada orang lain
(sangat memerlukan pelayanan orang lain).
Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya
setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan
hidup dan lain-lain
Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia
kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang
mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya. Hal itu biasanya bersumber
dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian
sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor
tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka
dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa
mereka adalah sebagai berikut:
a. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat
patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin
keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang
yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat
menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat
tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik
dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk
mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara
hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai
gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis,
baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna
atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan
steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
c. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian
dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti
gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
d. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah
agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering
diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan,
jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
3. Penyakit Psikiatris
Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi, demensia, fobia, dan gangguan
terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun juga beresiko tinggi melakukan
bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat dicegah, diperbaiki, bahkan dipulihkan.
a. Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat keluarga, dan jenis kelamin
wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan
visuospasial, tapi gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness, wandering,
kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan tidur, dan waham.
b. Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya konsentrasi dan fisik,
gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan sering terbangun [multiple awakenings]),
nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada tubuh.
c. Gangguan kecemasa
Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan
yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan gangguan stres pasca trauma
Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang lebih muda, tetapi
efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul pada masa remaja awal atau pertengahan, tetapi
beberapa dapat muncul pertama kali setelah usia 60 tahun.
Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan pengaruh biopsikososial
yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi dan psikoterapi dibutuhkan.
D. Diagnosa Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja, Dewasa Dan Lansia
1. Diagnosa Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
Masalah Keperawatan
a. Tidak efektifnya koping individu
b. Gangguan konsep diri : HDR
c. Isolasi social : menarik diri
d. Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik
e. Tidak efektifnya koping keluarga, ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah
f. Kerusakan komunikasi verbal
g. Proses pikir waham
Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi social menarik diri berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu
b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan harga diri rendah
c. Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan
keluaga merawat klien di rumah
d. Kerusakan komunikasi vebal berhubungan dengan waham
2. Diagnosa Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
a. Isolasi social berhubungan dengan rasa curiga
b. Depresi berhubungan dengan isolasi social
c. Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak
Konsep Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
Masalah masalah psikologis yang dialami pada masa kanak kanak dan remaja merujuk pada usia
dan kebudayaan. Dimana perilaku yang dianggap normal pada anak anak bisa saja tidak normal
pada orang dewasa, contohnya malu dan takut pada sesuatu hal. Takut terhadap tempat gelap akan
dirasa wajar bila itu yang mengalami pada anak anak namun akan tidak wajar bila itu yang
mengalami seseorang yang telah dewasa. Keyakinan keyakinan budaya membantu menentukan
apakah orang orang melihat perilaku tertentu sebagai normal atau abnormal. Orang orang yang
hanya mendasarkan pada normalitas pada standart yang berlaku pada budaya mereka saja akan
beresiko menjadi etnocentris ketika mereka memandang tingkah laku orang lain dalam budaya yang
berbeda sebagai abnormal. Perilaku abnormal pada anak anak bergantung pada definisi orang tua
mereka yang dipandang dari kacamata budaya tertentu.
Gangguan perilaku juga ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang dimana hak dasar orang
lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang
lainnya, anak yang berulangkali dan terus-menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana
dengan cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku. Masalah tersebut
biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak
laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada perilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak
tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan perilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan
kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain dengan stress tinggi
bukan gangguan perilaku.
Gangguan prilaku ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang dimana hak dasar orang lain
terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya,
anak yang berulangkali dan terus menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana dengan
cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan prilaku. Masalah tersebut biasanya
dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan. Penilaian pada prilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak tersebut
ke dalam catatan. Penyimpangan prilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan kehidupan di
daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain dengan stress tinggi bukan gangguan
prilaku.
1. GEJALA
Pada umumnya, anak dengan gangguan prilaku adalah egois, tidak berhubungan baik dengan orang
lain, dan kurang merasa bersalah. Mereka cenderung salah mengartikan perilaku orang lain sebagai
ancaman dan bereaksi agresif. Mereka bisa terlibat dalam pengintimidasian, ancaman, dan sering
berkelahi dan kemungkinan kejam terhadap binatang. Anak lain dengan gangguan prilaku merusak
barang, khususnya dengan membakar. Mereka mungkin berdusta atau terlibat dalam pencurian.
Melanggar peraturan dengan serius adalah biasa dan termasuk lari dari rumah dan sering bolos dari
sekolah. Anak perempuan dengan gangguan prilaku lebih sedikit mungkin dibandingkan anak laki-
laki untuk menjadi agresif secara fisik; mereka biasanya kabur, berbohong, penyalahgunaan obat-
obatan terlarang, dan kadangkala terlibat dalam pelacuran.
Sekitar separuh dari anak dengan gangguan prilaku menghentikan prilakunya ketika dewasa. Anak
yang lebih kecil ketika gangguan prilaku mulai, lebih mungkin akan melanjutkan prilakunya. Orang
dewasa yang tetap berprilaku seperti itu seringkali menghadapi masalah hukum , secara kronis
mengganggu hak orang lain, dan seringkali didiagnosa dengan gangguan kepribadian anti sosial.



2. KLASIFIKASI GANGGUAN PERILAKU
a. Gangguan Perkembangan Pervasif
Ditandai dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama: perilaku, interaksi sosial, dan
komunikasi. Gangguan ini terdiri dari :
1) Autisme
Adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari dunia, percaya bahwa
kejadian kejadian eksternal mengacu pada diri sendiri. Dicirikan dengan gangguan yang nyata
dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997).
Gejala-gejalanya meliputi kurangnya respon terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial,
dan respon yang aneh terhadap lingkungan seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan
memukul-mukulkan kepala.
2) Reterdasi Mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan fungsi intelektual secara signifikan
berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang
keterampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari,
keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi
akademis, dan bekerja.
3) Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada kerusakan fungsional pada
bidang-bidang dan mempengaruhi tahap perkembangan selanjutnya,
3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP KEPERAWATAN JIWA PADA ANAK DAN
REMAJA
a. Faktor-faktor psikobiologik.
Faktor-faktor psikobilogik biasanya akibat :
Riwayat genetika keluarga yang terjadi pada kasus retardasi mental, autisme, skizofrenia
kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan ansietas atau kecemasan.
Struktur otak yang tidak normal. Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur otak
dan perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan
ADHD.
Pengaruh pranatal, seperti infeksi pada saat di kandungan ibu, kurangnya perawatan pada
masa bayi dalam kandungan, dan ibu yang menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan
perkembangan saraf yang abnormal yang berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang
berhubungan dengan berkurangnya suplai oksigen pada janin saat dalam kandungan yang sangat
signifikan dan menyebabkan terjadinya retardasi mental dan gangguan perkembangan saraf lainnya.
Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
b. Dinamika keluarga.
Dinamika keluarga yang tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku menyimpang yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-kanak awal,
perkembangan otaknya menjadi terhambat (terutama otak kiri). Penganiayaan dan efeknya pada
perkembangan otak berkaitan dengan berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah
memori, kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).
Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang tua pada anak, komunikasi
yang buruk) disertai dengan keterampilan koping yang tidak baik antaranggota keluarga dan model
peran yang buruk dari orang tua. Sehingga menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan
remaja.
c. Faktor lingkungan.
Lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi penyebab utama pula,
seperti :
Kemiskinan.
Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya kebutuhan akibat
pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan
perkembangan normal anak.
Tunawisma.
Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang memengaruhi perkembangan
emosi dan psikologi mereka. Berbagai penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit
ringan kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis diantara anak tunawisma
ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol (Townsend, 1999).
Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat mengakibatkan
kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah psikologik.

C. Konsep Keperawatan Jiwa Pada Dewasa dan Lansia
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti died dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunankondisi fisik, psikologis
maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lansia.
Lansia adalah seseorang yang lebihdari 75 tahun
1. Masalah Kesehatan Lansia
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-
pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang
mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural,
ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang
menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai
kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari
masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan
rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
a. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
c. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :Ketergantungan pada orang lain
(sangat memerlukan pelayanan orang lain).
Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya
setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan
hidup dan lain-lain
Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia
kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang
mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya. Hal itu biasanya bersumber
dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian
sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor
tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka
dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa
mereka adalah sebagai berikut:
a. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat
patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin
keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang
yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat
menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat
tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik
dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk
mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara
hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai
gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis,
baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna
atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan
steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
c. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian
dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti
gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
d. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah
agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering
diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan,
jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
3. Penyakit Psikiatris
Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi, demensia, fobia, dan gangguan
terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun juga beresiko tinggi melakukan
bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat dicegah, diperbaiki, bahkan dipulihkan.
a. Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat keluarga, dan jenis kelamin
wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan
visuospasial, tapi gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness, wandering,
kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan tidur, dan waham.
b. Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya konsentrasi dan fisik,
gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan sering terbangun [multiple awakenings]),
nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada tubuh.
c. Gangguan kecemasa
Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan
yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan gangguan stres pasca trauma
Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang lebih muda, tetapi
efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul pada masa remaja awal atau pertengahan, tetapi
beberapa dapat muncul pertama kali setelah usia 60 tahun.
Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan pengaruh biopsikososial
yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi dan psikoterapi dibutuhkan.
D. Diagnosa Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja, Dewasa Dan Lansia
1. Diagnosa Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
Masalah Keperawatan
a. Tidak efektifnya koping individu
b. Gangguan konsep diri : HDR
c. Isolasi social : menarik diri
d. Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik
e. Tidak efektifnya koping keluarga, ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah
f. Kerusakan komunikasi verbal
g. Proses pikir waham
Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi social menarik diri berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu
b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan harga diri rendah
c. Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan
keluaga merawat klien di rumah
d. Kerusakan komunikasi vebal berhubungan dengan waham
2. Diagnosa Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
a. Isolasi social berhubungan dengan rasa curiga
b. Depresi berhubungan dengan isolasi social
c. Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak

Anda mungkin juga menyukai