1. Kebijaksanaan Fiskal
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa pajak dan trasnfer mempunyai dampak yang
sama besarnya terhadap pendapatan nasional, kalau pajak mengakibatkan pendapatan
nasional berkurang, maka transfer menyebabkan pendapatan nasional bertambah. ini berarti
seandainya pemerintah menetapkan kebijaksanaan menambah pajak dan transfer dalam
jumlah yang sama, maka pendapatan nasional tidak akan mengalami perubahan. Hal ini dapat
dibuktikan sebagai berikut:
Apa yang bisa kita simpulkan dari persamaan diatas, ternyata jika pemerintah
menetapkan kebijaksanaan untuk meningkatkan pajak dan transfer dalam jumlah yang sama,
maka pendapatan nasional secara keselurahan tidak mengalami perubahan
Contohnya jika pemerintah menambah pajak sebesar 100 miliar, maka pendapatan
nasional akan berkurang sebesar 400 miliar, sebaliknya jika transfer ditingkatkan sebesar 100
miliar pula, maka pendapatan nasional akan meningkat sebesar 400 miliar. Kalau kedua
kebijaksanaan tersebut dijalankan pada waktu yang bersamaan, maka dampaknya terhadap
pendapatan nasional tidak akan ada, sebab dampak positif transfer dinihilkan oleh dampak
pajak yang negatif.
1
negara dari pajak sebesar 100 miliar pula. Bagaimana dampaknya terhadap pendapatan
nasional jika kedua kebijakan tersebut dijalankan secara serempak. Untuk mengetahuinya
kita perlu tinjau kembali mengenai multiplier sekali lagi.
Seperti yang kita pelajari bahwa multiplier untuk pengeluaran pemerintah (kG) adalah:
kG=∆y∆G=11-b
kTx=∆y∆T=11-b
Arti dari kG+ kTx=1 diatas adalah secara sederhana bahwa jika kita menambah
pengeluaran pemerintah dan pajak dalam jumlah yang sama, maka pendapatan nasional akan
meningkat sebesar 1 kali lipat dari penambahan pengeluaran pemerintah atau pajak tersebut.
2
Sebagai gambaran, pada bulan April 1994 harga harga minyak anjlok hingga U$
13/barel. Padahal dalam menyusun RAPBN 1994/1995 harga minyak dipatok U$ 16 /barel,
karena realisasi harga lebih kecil dari patokan hal ini jelas akan mempengaruhi posisi
anggaran Indonesia. Begitu juga anggaran pengeluaran pemerintah sering tidak sesuai dengan
jumlah yang dianggarkan. Dalam pelaksanaan pembangunan beberapa tahun terakir ini
menunjukan bahwa realisasi pengeluaran pemerintah sering lebih besar daripada jumlah yang
dianggarkan, disebabkan oleh adanya proyek proyek dadakan yang perlu ditanggulangi
segera padahal untuk itu tidak atau belum disusun anggarannya, misalnya karena terjadinya
berbagai peristiwa bencana alam dll.
Secara garis besar dapat dinyatakan bahwa realisasi penerimaan pemerintah secara
keseluruhan tidak pernah persis sama dengan perkiraan pengeluaran. Kalau dalam kenyataan
pengeluaran pemerintah lebih besar daripada penerimaan pemerintah, maka kebijaksanaan
seperti ini disebut kebijaksanaan pengeluaran defisit (deficit spending). Sebaliknya jika
penerimaan ternyata lebih besar daripada pengeluaran disebut anggaran surplus (surplus
spending)
Dikebanyakan negara berkembang surplus anggaran sanggat jarang terjadi. Di
indonesia, misalnya hal ini hanya pernah terjadi pada pelita III ketika naiknya harga minyak
dunia pada tahun 70-an. Tetapi pada tahun tahun selanjutnya jumlah pengeluaran sering lebih
besar daripada jumlah penerimaan, yang berarti kita lebih sering menerapkan kebijaksanaan
deficit spending. Pada masa orde lama pemerintah megambil sikap bahwa antara penerimaan
dengan belanja negara tidak perlu seimbang, karena banyak program program yang harus
dilaksanakan Kalau perlu defisit anggaran ditutup dengan mencetak uang. karena
kebijaksanaan defisit ini banyak dikecam, pada masa orde baru pemerintah selalu
mengikrarkan penerapan anggaran kebijkasanaan berimbang. Namun kenyataan dalam
prakteknya anggaran lebih sering defisit daripada berimbang.
diIndonesia sebagian pakar lain menganggap seringnya terjadi deficit spending
disebabkan oleh masih lemahnya komponen domestik dalam meningkatkan penerimaan,
sedang kontrol untuk mengurangi pengeluaran pengeluaran yang tidak perlu atau belum
semestinya dijalankan agak kurang. Apapun sumber penyebab seringnya terjadi defisit
anggara tadi, jika kecenderungan tersebut tidak ditanggulangi dengan baik, dapat menggangu
stabilitas ekonomi. Adapun jalan keluar yang dapat dilakukan adalah dengan lebih
meningkatkan dan mengefisienkan peneriman domestik melalui intensifikasi pajak , memacu
ekspor, membatasi pengeluaran pengeluaran yang tidak/belum begitu perlu, serta
mengaktifkan fungsi pengawasan
3
4. Kebijaksanaan Fiskal Built-in Flexible
Kita asumsikan bahwa kebijaksanaan pajak yang dijalankan pemerintah untuk
memperoleh penerimaan atau pendapatan negara adalah melalui pajak lump-sum, yang
jumlah dan besarnya tidak berkaitan dengan besar pendapatan nasional. Selain dengan sistem
pajak lump-sum tersebut, sebetulnya ada metode lain yang digunakan, yaitu sistem pajak
built-in flexible. Dimana dengan sistem built-in flexible ini jumlah pajak yang dikenakan
bervariasi dengan pendapatan nasional. Artinya jika pendapatan masyarakat kecil, maka
jumlah pajak yang ditetapkan juga kecil. Sebaliknya jika pendapatan besar, maka jumlah
pajak yang ditetapkan juga besar. Dengan cara seperti ini maka jumlah pajak yang
dikumpulkan pemerintah dari masyarakat biasanya sebanding (proporsional) dengan
pendapatan nasional
Perbandingan antara pajak lump-sum dengan pajak proporsional pajak built-in flexible
dan hubungannya dengan pendapatan nasional dapat kita lihat pada gambar dibawah ini:
Pajak pajak
Tx =To + hY
Tx
0 Y 0 Y
a. pajak lump-sum b. pajak built-in flexible
keterangan: jumlah pajak lump-sum sama besarnya untuk semua tingkatan
pendapatan nasional (panel a). Sedang pajak built-in flexible jumlahnya
sebanding (proporsional) dengan pendapatan nasional (panel b).
4
Namun biasanya kebijaksanaan yang akan diambil tergantung dari permasalahan
pokok yang dihadapi.
Jika tingkat kegiatan ekonomi riel lebih besar daripada tingkat kegiatan ekonomi
potensial atau yang seharusnya wujud (PNB-riel > PNB-potensial) sehingga terdapat jurang
inflasi, maka pengeluaran pemerintah sebaiknya dikurangi, dan jumlah pajak ditingkatkan,
atau kombinasi keduanya. Berkat pengaruh Keynes pada saat dimana perekonomian
memanas atau terjadi booms, dimana tingkat kegiatan ekonomi sanggat tinggi, sekarang
banyak negara yang cenderung menggunakan kebijaksanaan anggaran surplus. Dengan
anggaran belanja yang surplus berarti penegeluaran pemerintah lebih kecil daripada
pendapatan yang diterima
Sebaliknya dalam situasi dimana tingkat kegiatan ekonomi riel lebih kecil daripada
yang seharusnya (PNB-riel < PNB-potensial), atau terdapat jurang deflasi, pemerintah akan
melaksanakan kebijaksanaan anggaran belanja defisit. Sebagaimana sudah dijelaskan,
anggaran belanja defisit adalah kebijaksanaan dimana pengeluaran pemerintah lebih besar
daripada penerimaan pemerintah. Cara cara yang dapat dilakukan untuk itu ialah dengan
meningkatkan pengeluaran pemerintah dan transfer, atau dari sisi lain jumlah pajak
dikurangi. Dengan cara itu diharapkan roda perekonomian akan berjalan lebih lancar,
sumberdaya dan tenaga digunakan lebih banyak, sehingga pegangguran berkurang dan
pendapatan nasional dapat pula ditingkatkan. Dengan meningkatnya pendapatan nasional dan
pengeluaran agregat maka dengan sendirinya jurang deflasi dapat dipersempit.