Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. IN
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Alamat : Pasir Mundale, Sukaharja
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 30 Januari 2014

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kedua tungkai tidak dapat digerakkan
Riwayat Penyakit Sekarang :
OS mengeluh tidak dapat menggerakkan kakinya sama sekali
dalam 1 bulan SMRS disertai rasa baal dan kesemutan. Keluhan pertama
kali dirasakan 1 tahun terakhir, OS masih dapat berjalan dan kemudian
keluhan semakin bertambah hingga lumpuh sama sekali. Keluhan tidak
disertai kelemahan, rasa baal, maupun kesemutan pada kedua anggota
gerak bagian atas. Keluhan sulit menelan dan bicara rero disangkal. OS
juga mengeluhkan kedua kakinya tidak sakit saat dicubit. Keluhan nyeri
pada pinggang yang menjalar ke paha disangkal, namun punggung terasa
kaku. Riwayat jatuh disangkal oleh OS, riwayat batuk disangkal, terdapat
keluhan demam yang hilang timbul tanpa penyebab yang jelas dan hilang
dengan obat penurun panas. Penurunan berat badan yang drastis tidak ada.
Kesulitan BAK, OS harus mengedan dan menunggu beberapa saat hingga
urin keluar. OS tidak bisa BAK 1 hari SMRS, tidak bisa BAB selama 5
hari SMRS.



2

Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan ini pertama kali dirasakan oleh OS. Riwayat jatuh
disangkal oleh OS, riwayat batuk lama dan demam berulang tanpa sebab
yang jelas juga disangkal oleh OS. Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal yang sama
dengan OS. Tidak terdapat anggota keluarga yang mengeluhkan batuk
lama atau yang sedang dalam pengobatan tubercullosis paru.
Riwayat Pengobatan :
OS tidak pernah berobat ke dokter sejak pertama kali keluhan
dirasakan. OS hanya membeli obat warung dan meminum hanya bila
keluhan lemah pada tungkai ia rasakan, namun tidak terdapat perbaikan
keluhan.
Riwayat Alergi :
Tidak terdapat alergi obat-obatan dan makanan
Riwayat Psikososial :
OS sudah tidak bekerja sejak 8 bulan yang lalu karena keluhan
lemahnya tungkai yang semakin berat. Sebelumnya OS bekerja sebagai
pembantu rumah tangga, sering mengangkat benda-benda berat dan sering
dalam posisi tubuh berjongkok. OS tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit Sedang
Komposmentis, Kontak Baik
GCS E
4
M
6
V
5
: 15
Tanda tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/ menit, regular
Pernapasan : 20 kali/ menit, regular
Suhu : 36.8 C


3

Status Generalis :
Kepala dan leher
Kepala : Normochepal
Mata :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-),
pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+)
Hidung : Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).
Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
Mulu t : Mukosa bibir basah (+),bibir tidak simetris,
sianosis (-), lidah kotor (-), lidah tremor (-),
faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
bruit arteri karotis (-).
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi : Vokal fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar setinggi
ICS 6 midclavikulari dextra
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis terlihat pada ICS 5 midclavikula sinistra
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavikula sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar
Auskultasi : BU (+) normal pada 4 kuadran
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, asites (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-),
hepar, lien,tidak teraba.


4


Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)
Status Neurologis :
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : -
Laseques Sign : tidak terbatas / tidak terbatas
Kernigns Sign : tidak terbatas / tidak terbatas
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -/-
Brudzinski III : -/-
Patricks Sign : -/-
Kontra Particks Sign : -/-
Saraf Otak
N. I : Olfactory Nerve
Fungsi Penghidu
Dextra Sinistra
Normal Normal

N. II : Optic Nerve
Dextra Sinistra
Visus Tidak dilakukan
Lapang Pandang Normal Normal
Fundus Papil batas tegas
a:v / 2:3
Papil batas tegas
a:v / 2:3

N. III : Oculomotor Nerve
Dextra Sinistra
Ptosis - -
Ukuran Pupil Bulat, isokor ODS 3 mm


5

Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya konsensual + +
Gerakan Bola Mata
Ke medial + +
Ke medial superior + +
Ke lateral superior + +
Ke lateral inferior + +
Akomodasi + +

N. IV : Trochlear Nerve
Gerakan Bola Mata ke medial inferior
Dextra Sinistra
+ +

N. V : Trigeminal Nerve
Motorik
Membuka mulut Simetris, tidak terdapat deviasi rahang
Kekuatan menggigit Kekuatan sama antara rahang kanan
dan kiri
Sensibilitas (sensasi rabadengan sapuan kuas)
Ramus oftalmik Normal, simetris pada kedua sisi
Ramus maksilaris Normal, simetris pada kedua sisi
Ramus mandibularis Normal, simetris pada kedua sisi
Refleks
Refleks kornea +/+
Refleks bersin -
Jaw refleks -

N. VI : Abducens Nerve
Gerakan Bola Mata ke lateral
Dextra Sinistra
+ +



6

N. VII : Facial Nerve
Motorik : Pasif
Lipatan dahi Terdapat pada kedua sisi wajah
Lipatan nasolabialis Simetris pada kedua sisi wajah
Motorik : Aktif
Gerakan menutup mata Kedua kelopak mata tertutup rapat
Mengangkat alis Kedua alis dapat diangkat
Menyeringai Simetris pada kedua sisi wajah, tidak
ada bagian yang tertinggal
Menggelembungkan pipi Dapat dilakukan oleh OS
Sensoris : pengecapan 2/3 anterior lidah
Rasa manis +/+ dirasakan sama oleh OS
Rasa asin +/+ dirasakan sama oleh OS
Rasa asam +/+ dirasakan sama oleh OS

N. VIII : Vestibulocochlear Nerve
Fungsi Pendengaran
Tes Bisik Normal/Normal
Tes Schwabach Panjang pendengaran OS-pemeriksa
sama ADS
Tes Rinne AC>BC pada ADS
Tes Weber Tidak terdapat lateralisasi
Keseimbangan Tidak dapat dilakukan pada OS

N. IX : Glossopharyngeal Nerve
Pengecapan 1/3 posterior lidah
Rasa pahit
+/+ dirasakan sama oleh OS






7

N. X : Vagus Nerve
Pasif : Letak uvula Uvula ditengah, letak simetris
Aktif
Dengan mengucapkan aah! Uvula terangkat, letak simetris
Refleks Muntah +/+ muncul pada stimulasi di kedua
sisi
Menelan Tidak terdapat gangguan menelan
makanan cair maupun padat

N. XI : Accessory Nerve
Memalingkan wajah Dapat dilakukan ke kanan dan kiri tanpa
kesulitan, kekuatan melawan tahanan sama
kedua sisi
Mengangkat bahu Dapat dilakukan pada kedua bahu, kekuatan
melawan tahanan sama pada kedua sisi

N. XII : Hypoglossal Nerve
Sikap lidah Lidah ditengah
Fasikulasi -/-
Tremor -/-
Atrophy -/-

Fungsi Motorik
Kekuatan otot : 5 5
0 0
(Paraplegia)
Tonus otot : Normal pada keempat ekstremitas
Atrophy : Tidak ditemukan pada keempat ekstremitas
Klonus kaki : -/-
Klonus Patella : -/-



8

Fungsi Sensoris

Fungsi Vegetatif
Miksi Tidak bisa BAK sejak 1 hari SMRS
Defekasi Tidak bisa BAB sejak 5 hari SMRS
Kulit Normal, produksi keringat baik, tidak dapat kulit yang
kemerahan disertai keluhan panas pada kulit.
Pupil Kontraksi pupil terhadap cahaya baik pada ODS
Seksual Tidak ditanyakan

Fungsi Luhur : Baik




Raba Hipestesia setinggi T
10-11

Nyeri Analgesia setinggi T
10-11

Suhu Tidak dilakukan



9

Refleks Fisiologis
Refleks biseps : ++/++
Refleks brachioradialis : ++/++
Refleks triceps : ++/++
Refleks patella : -/-
Refleks ascilles : -/-
Anal refleks : -

Refleks Patologis
Babisnski : -/-
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-

Status Lokalis Vertebra :
Bentuk vertebra : normal, skoliosis (-), kifosis (-) lordosis(-)
Gibus : (-)
Nyeri tekan : (+) pada V Th
10-11


D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi Rutin 30/01/14
Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 11.5 12-16 g/dL
Hematokrit 35.1 37-47 %
Eritrosit 4.14 4.2-5.4 10^6 / uL
Leukosit 9.2 4.8-10.8 10^3 / uL
Trombosit 318 150-450 10^3 / uL

Kimia Klinik 30/01/14
Hasil Nilai rujukan Satuan
GDS 121 <180 mg/dL



10

Elektrolit 30/01/14
Hasil Nilai rujukan Satuan
Natrium 141.7 135 -148 mEq/L
Kalium 4.66 3.50-5.30 mEq/L
Calcium ion 0.78 1.15-1.29 Mmol/L

Kimia Klinik 31/01/14
Hasil Nilai rujukan Satuan
Glukosa darah
Glukosa darah puasa 75 70-110 mg%
Lemak
Cholesterol total 164 <200 mg/dL
Cholesterol LDL direk 91 <130 mg%
Trigliserid 93 <150 mg%
Fungsi Hati
AST (SGOT) 22 15-37 U/L
ALT (SGPT) 19 12-78 U/L
Fungsi Ginjal
Ureum 23.7 10-50 mg%
Kreatinin 0.5 0.5-1.0 mg%
Asam urat 2.70 2.4-5.7 mg%













11

Radiologi : Foto thorax

Interpretasi :
Pulmo : tampak bercak infiltrat lunak di kedua parakardia.
Corakan bronchovaskular normal
Cor : besar normal
Kesan : KP duplek aktif
Radiologi : Foto thoracolumbal AP dan lateral



12

Interpretasi :
Tak tampak soft tissue swelling
Trabekulasi tulang baik
Tak tampak listesis
Tak tampak osteophyt
Tampak kelengkungan lumbal normal
Tampak wedge fracture V Th XI
Kesan : Wedge fracture V Th XI

E. DIAGNOSIS
Mielopathy thoracal transversa complete setinggi T
11
e.c Spondilitis TB

F. DIAGNOSIS BANDING
Osteitis pyogen
Poliomyelitis

G. TATA LAKSANA
IVFD RL 16 gtt/mn
Dexamethasone inj. 3 x 20 mg
Mecobalamin inj. 3 x 500 ug
Fisioterapi

H. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT- Scan
MRI








13

I. FOLLOW UP
Tanggal Hasil pemeriksaan Terapi
31.01.14
S : nyeri ulu hati IVFD RL 16 tpm
Dexamethasone 3x20 mg
Mecobalamin 3x500 ug
Ranitidine 2x25 mg
Dulcolac supp 1x1
O :
CM, kontak baik
GCS (E
4
M
6
V
5
) = 15
TTV = T : 110/80 mmHg
N : 80 kali/ mn, regular
R : 20 kali/mn, regular
S : 36.6 C
RM = KK -, L/K tt
Brudz. I/II/III -/-/-
So. Pupil bulat isokor ODS 3 mm
RC +/+
GBM baik ke segala arah
Wajah simetris, lidah ditengah
Mot. 5 5 Paraplegi, tonus baik
0 0 atrophy tidak ada
Sens. Hypestesia setinggi umbilical-
simp. Pubis
Veg. BAK +, DC terpasang
BAB -, 6 hari
RF. BPR ++/++
KPR -/-
APR -/-
Anal Refleks -
RP. Babinski -/-, chaddock -/-
A : Myelopathy thoracal transversa
complete setinggi T
11
e.c Spondilitis TB




14

Tanggal Hasil pemeriksaan Terapi
01.02.14
S : nyeri ulu hati IVFD RL 16 tpm
Dexamethasone 3x20 mg
Mecobalamin 3x500 ug
Ranitidine 2x25 mg
Dulcolac supp 1x1
Fisioterapi
O :
CM, kontak baik
GCS (E
4
M
6
V
5
) = 15
TTV = T : 110/70 mmHg
N : 76 kali/ mn, regular
R : 16 kali/mn, regular
S : 36.8 C
RM = KK -, L/K tt
Brudz. I/II/III -/-/-
So. Pupil bulat isokor ODS 3 mm
RC +/+
GBM baik ke segala arah
Wajah simetris, lidah ditengah
Mot. 5 5 Paraplegi, tonus baik
0 0 atrophy tidak ada
Sens. Hypestesia setinggi umbilical-
simp. Pubis
Veg. BAK +, DC terpasang
BAB -, 7 hari
RF. BPR ++/++
KPR -/-
APR -/-
Anal Refleks -
RP. Babinski -/-, chaddock -/-
A : Myelopathy thoracal transversa
complete setinggi T
11
e.c Spondilitis TB






15

Tanggal Hasil pemeriksaan Terapi
02.02.14
S : nyeri ulu hati IVFD RL 16 tpm
Dexamethasone 3x20 mg
Mecobalamin 3x500 ug
Ranitidine 2x25 mg
Dulcolac supp 1x1
Fisioterapi
O :
CM, kontak baik
GCS (E
4
M
6
V
5
) = 15
TTV = T : 110/70 mmHg
N : 76 kali/ mn, regular
R : 16 kali/mn, regular
S : 36.8 C
RM = KK -, L/K tt
Brudz. I/II/III -/-/-
So. Pupil bulat isokor ODS 3 mm
RC +/+
GBM baik ke segala arah
Wajah simetris, lidah ditengah
Mot. 5 5 Paraplegi, tonus baik
0 1 atrophy tidak ada
Sens. Hypestesia setinggi umbilical-
simp. Pubis
Veg. BAK +, DC terpasang
BAB -, 8 hari
RF. BPR ++/++
KPR -/-
APR -/-
Anal Refleks -
RP. Babinski -/-, chaddock -/-
A : Myelopathy thoracal transversa
complete setinggi T
11
e.c Spondilitis TB






16

Tanggal Hasil pemeriksaan Terapi
03.02.14
S : nyeri ulu hati IVFD RL 16 tpm
Dexamethasone 3x20 mg
Mecobalamin 3x500 ug
Ranitidine 2x25 mg
Dulcolac supp 1x1
Fisioterapi
O :
CM, kontak baik
GCS (E
4
M
6
V
5
) = 15
TTV = T : 110/70 mmHg
N : 76 kali/ mn, regular
R : 16 kali/mn, regular
S : 36.8 C
RM = KK -, L/K tt
Brudz. I/II/III -/-/-
So. Pupil bulat isokor ODS 3 mm
RC +/+
GBM baik ke segala arah
Wajah simetris, lidah ditengah
Mot. 5 5 Paraplegi, tonus baik
0 2 atrophy tidak ada
Sens. Hypestesia setinggi umbilical-
simp. Pubis
Veg. BAK +, DC terpasang
BAB -, 9 hari
RF. BPR ++/++
KPR -/-
APR -/-
Anal Refleks -
RP. Babinski -/-, chaddock -/-
A : Myelopathy thoracal transversa
complete setinggi T
11
e.c Spondilitis TB






17

Tanggal Hasil pemeriksaan Terapi
04.02.14
S : nyeri ulu hati IVFD RL 16 tpm
Dexamethasone 3x20 mg
Mecobalamin 3x500 ug
Ranitidine 2x25 mg
Dulcolac supp 1x1
Fisioterapi
O :
CM, kontak baik
GCS (E
4
M
6
V
5
) = 15
TTV = T : 110/70 mmHg
N : 76 kali/ mn, regular
R : 16 kali/mn, regular
S : 36.8 C
RM = KK -, L/K tt
Brudz. I/II/III -/-/-
So. Pupil bulat isokor ODS 3 mm
RC +/+
GBM baik ke segala arah
Wajah simetris, lidah ditengah
Mot. 5 5 Paraplegi, tonus baik
0 2 atrophy tidak ada
Sens. Hypestesia setinggi umbilical-
simp. Pubis
Veg. BAK +, DC terpasang
BAB -, 10 hari
RF. BPR ++/++
KPR -/-
APR -/-
Anal Refleks +
RP. Babinski -/-, chaddock -/-
A : Myelopathy thoracal transversa
incomplete setinggi T
11
e.c Spondilitis
TB





18

Tanggal Hasil pemeriksaan Terapi
05.02.14
S : nyeri ulu hati (diizinkan pulang)
Rifampisin 1x450 mg
INH 1x400 mg
B6 3x10 mg
Ethambutol 1x3 mg
PZD 3x500 mg
Dulcolac supp 1x1

Saran : terapi operatif
setelah 2 bulan terapi
konservatif
O :
CM, kontak baik
GCS (E
4
M
6
V
5
) = 15
TTV = T : 110/70 mmHg
N : 76 kali/ mn, regular
R : 16 kali/mn, regular
S : 36.8 C
RM = KK -, L/K tt
Brudz. I/II/III -/-/-
So. Pupil bulat isokor ODS 3 mm
RC +/+
GBM baik ke segala arah
Wajah simetris, lidah ditengah
Mot. 5 5 Paraplegi, tonus baik
0 2 atrophy tidak ada
Sens. Hypestesia setinggi umbilical-
simp. Pubis
Veg. BAK +, DC terpasang
BAB -, 11 hari
RF. BPR ++/++
KPR -/-
APR -/-
Anal Refleks +
RP. Babinski -/-, chaddock -/-
A : Myelopathy thoracal transversa
incomplete setinggi T
11
e.c Spondilitis
TB





19

J. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam

K. RESUME
Ny. IN, 40 tahun, tidak bekerja datang ke RSUD cianjur tanggal 30.01.14,
dengan keluhan kedua tungkai tidak dapat digerakkan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
OS mengeluh tidak dapat menggerakkan kakinya sama sekali
dalam 1 bulan SMRS disertai rasa baal dan kesemutan. Keluhan pertama
kali dirasakan 1 tahun terakhir, OS masih dapat berjalan dan kemudian
keluhan semakin bertambah hingga lumpuh sama sekali. Keluhan tidak
disertai kelemahan pada kedua anggota gerak bagian atas, rasa baal,
maupun kesemutan. Keluhan sulit menelan dan bicara rero disangkal. OS
juga mengeluhkan kedua kakinya tidak sakit saat dicubit. Keluhan nyeri
pada pinggang yang menjalar ke paha disangkal, namun punggung terasa
kaku. Riwayat jatuh disangkal oleh OS, riwayat batuk disangkal, terdapat
keluhan demam yang hilang timbul tanpa penyebab yang jelas dan hilang
dengan obat penurun panas. Penurunan berat badan yang drastis tidak ada.
Kesulitan BAK, OS harus mengedan dan menunggu beberapa saat hingga
urin keluar. OS tidak bisa BAK 1 hari SMRS, tidak bisa BAB selama 5
hari SMRS.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan ini pertama kali dirasakan oleh OS. Riwayat jatuh
disangkal oleh OS, riwayat batuk lama dan demam berulang tanpa sebab
yang jelas juga disangkal oleh OS. Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal yang sama
dengan OS. Tidak terdapat anggota keluarga yang mengeluhkan batuk
lama atau yang sedang dalam pengobatan tubercullosis paru.
Riwayat Pengobatan :


20

OS tidak pernah berobat ke dokter sejak pertama kali keluhan
dirasakan. OS hanya membeli obat warung dan meminum hanya bila
keluhan lemah pada tungkai ia rasakan, namun tidak terdapat perbaikan
keluhan.
Riwayat Alergi :
Tidak terdapat alergi obat-obatan dan makanan
Riwayat Psikososial :
OS sudah tidak bekerja sejak 8 bulan yang lalu karena keluhan
lemahnya tungkai yang semakin berat. Sebelumnya OS bekerja sebagai
pembantu rumah tangga, sering mengangkat benda-benda berat dan sering
dalam posisi tubuh berjongkok. OS tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan :
Keadaan Umum
Sakit Sedang
Komposmentis, Kontak Baik
GCS E
4
M
6
V
5
: 15
Tanda tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/ menit, regular
Pernapasan : 20 kali/ menit, regular
Suhu : 36.8 C
Status Generalis tidak ditemukan kelainan
Status neurologis :
Tanda rangsang meningeal tidak ada
Saraf otak normal
Fungsi Motorik
Kekuatan otot : 5 5
0 0
(Paraplegia)
Tonus otot : Normal pada keempat ekstremitas
Atrophy : Tidak ditemukan pada keempat ekstremitas


21

Klonus kaki : -/-
Klonus Patella : -/-
Fungsi Sensoris

Fungsi Vegetatif
Miksi Tidak bisa BAK sejak 1 hari SMRS
Defekasi Tidak bisa BAB sejak 5 hari SMRS
Kulit Normal, produksi keringat baik, tidak dapat kulit yang
kemerahan disertai keluhan panas pada kulit.
Pupil Kontraksi pupil terhadap cahaya baik pada ODS
Seksual Tidak ditanyakan
Fungsi Luhur : Baik
Refleks Fisiologis
Refleks biseps : ++/++
Refleks brachioradialis : ++/++
Refleks triceps : ++/++
Refleks patella : -/-
Refleks ascilles : -/-
Anal refleks : -
Raba Hipestesia setinggi T
10-11

Nyeri Analgesia setinggi T
10-11

Suhu Tidak dilakukan



22

Refleks Patologis
Babisnski : -/-
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-
Status Lokalis Vertebra :
Bentuk vertebra : normal, skoliosis (-), kifosis (-) lordosis(-)
Gibus : (-)
Nyeri tekan : (+) pada V Th
10-11

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan :
Hematologi rutin : dalam batas normal
Kimia darah : dalam batas normal
Elektrolit : dalam batas normal
Foto Thorax : kesan KP dupleks aktif
Foto thoracolumbal AP dan lateral : kesan Wedge fracture V Th XI
Diagnosis :
Mielopathy thoracal transversa complete setinggi T
11
e.c Spondilitis TB
Diagnosis banding : Osteitis pyogen
Poliomyelitis
Hasil follow up rutin : Kesan adanya perbaikan.
Prognosis :
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam










23

BAB II
PEMBAHASAN KASUS

Mielopati didefinisikan sebagai defisit neurologis yang muncul akibat
gangguan pada spinal cord. Mielopati dapat terjadi akibat kompresi spinal cord
oleh osteofit atau bahan-bahan yang terdestruksi pada tulang belakang.
1
Sumber
lain juga menyebutkan bahwa mielopati dapat terjadi akibat kompresi dari massa
ekstradural seperti metastasis karsinoma ke tulang, trauma tumpul atau penetrasi,
proses neoplastik primer, infeksi, inflamasi, neurogeneratif, gangguan vaskular,
gangguan idiopatik.
2
Mielopati adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh penyempitan kanal
tulang belakang yang menyebabkan disfungsi jaras-jaras persarafan lower motor
neuron. Penyebab paling umum adalah stenosis kongenital dan stenosis
degeneratif yang disebabkan oleh spondilosis ( degeneratif osteoarthritis ).
3

Apapun proses penyakit yang mendasarinya, kompresi biasanya progresif
dan seringkali memerlukan intervensi bedah untuk mencegah kecacatan lebih
lanjut . Banyak pasien mengalami perbaikan yang signifikan setelah operasi,
sehingga intervensi operasi harus dipertimbangkan untuk hampir semua pasien.
3

Masalah yang dikemukakan dalam kasus ini meliputi :
1. Apa dasar diagnosis mielopati pada kasus ini?
Keluhan yang muncul pada berbagai pasien mielopati mungkin
berbeda-beda dan dapat bersifat non-spesifik. Keluhan klasik adalah
kehilangan keseimbangan dengan koordinasi yang buruk, penurunan
ketangkasan, kelemahan, mati rasa dan kelumpuhan. Keluhan umum
meliputi:
3

Rasa berat pada kaki
Toleransi latihan buruk
Radiculopatic pain


24

Penurunan keterampilan motorik halus
L'Hermitte's fenomena - sengatan listrik intermiten - sensasi pada
tungkai, diperburuk oleh fleksi leher
Mati rasa dan kesemutan pada tungkai
Kelumpuhan
Beberapa hal yang ditemukan pada pasien untuk mendukung
diagnosis antara lain :
6,7

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat
malam, demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan
malam hari serta cachexia. Pada pasien ditemukan adanya demam
yang sering muncul tanpa penyebab yang jelas.
Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri
yang menjalar. Lesi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang
terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian torakal bawah maka
nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa nyeri ini
hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien
akan menahan punggungnya menjadi kaku. Pada kasus ini pasien
mengeluhkan punggung yang menjadi kaku.
Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit
neurologis). Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi
paraplegia pada spondilitis lebih banyak di temukan pada infeksi di
area torakal dan servikal. Jika timbul paraplegia dengan kelemahan
motorik yang bervariasi dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung
kemih dan anorektal. Pada pasien ditemukan paraplegia dengan
gangguan sensibilitas setinggi pertengahan umbilical dan simphisis
pubis yang disertai dengan gangguan miksi maupun defekasi.
b. Pemeriksaan penunjang
Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti
adanya tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang


25

abnormal). Pada pasien menunjukkan adanya gambaran TB dupleks
yang aktif
Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari
bukti adanya tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru
dapat terlihat setelah 3-8 minggu onset penyakit. Jika mungkin lakukan
rontgen dari arah antero-posterior dan lateral. Pada pasien ditemukan
wedge fracture T
11


2. Apa saja penyebab terjadinya mielopati ? Bagaimana patomekanismenya
pada kasus ini?
Penyebab yang mendasari kondisi ini adalah kompresi di sepanjang
saluran sumsum tulang belakang. Diameter normal dari kanal tulang belakang
antara 17 mm dan 18 mm . Ketika diameter ini turun di bawah 12 mm maka
akan terdapat kemungkinan munculnya stenosis dan gejala mielopatik. Proses
patologis umum yang mendasari mielopati adalah sebagai berikut :
Disc herniasi . Penyakit discogenic dapat menyebabkan mielopati akut
akibat kompresi spinal cord oleh herniasi. Disc juga sering ditemukan pada
lesi kompresi spondylotis.
Kongenital. Mielopati pada masalah kongenital terjadi akibat stenosis
meskipun tanpa lesi tertentu yang mendasari. Hal ini disebabkan oleh diameter
kanal yang memang sempit sejak lahir . Hal ini sering tidak bergejala sampai
degenerasi sekunder lebih mempersempit kanal .
Spondylosis. Merupakan perubahan degeneratif yang menyebabkan
ligamentum flavum hipertrofi atau tertekuk, hipertrofi sendi, dan protrusi rigit
posterior spondylotic . Salah satu atau semua perubahan ini berkontribusi
terhadap pengurangan secara keseluruhan diameter kanal yang dapat
menyebabkan kompresi di spinal cord . Spondylolisthesis biasanya terjadi di
tulang belakang leher yang lebih rendah.
4

Mielopati post-trauma. Trauma dapat menyebabkan mielopati atau
stenosis pada spinal cord. Kanal dengan diameter yang lebih kecil memiliki
resiko yang lebih besar untuk mengalami cedera neurologis, misalnya pada
lumbal.


26

Mielopati akibat ekspansi tumor . Tumor dapat berasal dari sumsum
tulang belakang ( tumor intramedulla ) atau kompresi dari luar ( tumor
extramedullary ) . Deposit metastatik biasanya tumbuh lambat dengan onset
gejala yang bertahap.
5
Patomekanisme mielopati pada kasus ini :
6,7,8

Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus
respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang
buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen.
Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam hingga
delapan minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat
mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin
sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit
tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang corpus vertebra.
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal
dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial corpus vertebra.
Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan
perlunakan corpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus
intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan corpus
ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda
dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan,
tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang
yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah
ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di
dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke
berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah. Pada daerah cervical,
eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di
belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami
protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses
faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea,
esophagus, atau cavum pleura. Abses pada vertebra thoracalis biasanya tetap
tinggal pada daerah thoraks setempat menempati daerah paravertebral,


27

berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat
menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah
lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di
bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat
menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh
darah femoralis pada trigonum scarpei atau regio glutea.
Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya
terdapat pada daerah vertebra thoracalis atas dan tengah, tetapi menurut
Bedbrook (1981) paling sering pada vertebra thoracalis 12 dan bila dipisahkan
antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya
pada vertebra torakalis 10 sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis.
Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi
medulla spinalis segmen thoracal paling sering terdapat pada vertebra thoracal
8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan
paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif
antara medulla spinalis dengan canalis vertebralisnya.
Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra
thoracalis 10, sedang canalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil. Pada
vertebra lumbalis 1, canalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu
lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini
mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi
setinggi vertebra thoracal 10-12.
Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui
kombinasi 4 faktor yaitu :
a. Penekanan oleh abses dingin
b. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis
c. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya
d. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang
rusak




28

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :
a. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila
daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi
membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini
umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak
umumnya pada daerah sentral vertebra.
b. Stadium destruksi awal, Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi
destruksi corpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus.
Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
c. Stadium destruksi lanjut. Pada stadium ini terjadi destruksi yang
massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang
berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah
stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sequestrum serta
kerusakan discus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji
terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan corpus
vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
d. Stadium gangguan neurologis. Gangguan neurologis tidak berkaitan
dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh
tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari
seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra thoracalis
mempunyai canalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan
neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah
melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum
terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi
penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang
membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai
gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott


29

paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari
keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia
terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau
akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya
granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak
aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis
spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari
jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara
perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan
gangguan vaskuler vertebra.
e. Stadium deformitas residual. Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun
setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat
permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah
depan.

3. Bagaimana menentukan derajat keparahan mielopati pada kasus ini?
Terdapat beberapa standar kriteria penentuan derajat mielopati, tiga
diantaranya yaitu :
9,10


Berdasarkan Nuricks Functional Scale pasien termasuk pada grade V.


30


Perhitungan EMS pada pasien :
Gait function = 1
Bladder and bowel function = 1
Hand function = 4
Proprioception and coordination = 1
Paraesthesia/ pain = 2
Total skor = 9 ( grade 2)

4. Bagaimana tata laksana kasus mielopati yang disebabkan oleh spondilitis
TB?
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
11-12
a. Pemberian obat antituberkulosis


31

b. Dekompresi medulla spinalis
c. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
d. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Pengobatan terdiri atas :
a. Terapi konservatif berupa:
Tirah baring (bed rest)
Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak
vertebra
Memperbaiki keadaan umum penderita
Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru
adalah :
Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan
dalam 2 tahap ;
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan
Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan
pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu
(intermitten) selama 4 bulan (54 kali).
Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama
sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang
diberikan dalam 2 tahap yaitu :
Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450
mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan
setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan
obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol
1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan
(66 kali).


32

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum
penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap,
gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran
radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.
b. Terapi operatif
Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan
penggantian korpus vertebra yang rusak dengan tulang
spongiosa/kortiko spongiosa. Potts paraplegia sendiri selalu
merupakan indikasi perlunya suatu tindakan operasi (Hodgson) akan
tetapi Griffiths dan Seddon mengklasifikasikan indikasi operasi
menjadi:
Indikasi absolut
- Paraplegia dengan onset selama terapi konservatif; operasi tidak
dilakukan bila timbul tanda dari keterlibatan traktus piramidalis,
tetapi ditunda hingga terjadi kelemahan motorik.
- Paraplegia yang menjadi memburuk atau tetapi statis walaupun
diberikan terapi konservatif
- Hilangnya kekuatan motorik secara lengkap selama 1 bulan
walaupun telah diberi terapi konservatif
- Paraplegia disertai dengan spastisitas yang tidak terkontrol
sehingga tirah baring dan immobilisasi menjadi sesuatu yang tidak
memungkinkan atau terdapat resiko adanya nekrosis karena
tekanan pada kulit.
- Paraplegia berat dengan onset yang cepat, mengindikasikan
tekanan yang besar yang tidak biasa terjadi dari abses atau
kecelakaan mekanis; dapat juga disebabkan karena trombosis
vaskuler yang tidak dapat terdiagnosa
- Paraplegia berat; paraplegia flasid, paraplegia dalam posisi fleksi,
hilangnya sensibilitas secara lengkap, atau hilangnya kekuatan
motorik selama lebih dari 6 bulan (indikasi operasi segera tanpa
percobaan pemberikan terapi konservatif)



33

Indikasi relatif
- Paraplegia yang rekuren bahwa dengan paralisis ringan
sebelumnya
- Paraplegia pada usia lanjut, indikasi untuk operasi diperkuat karena
kemungkinan pengaruh buruk dari immobilisasi
- Paraplegia yang disertai nyeri, nyeri dapat disebabkan karena
spasme atau kompresi saraf
- Komplikasi seperti infeksi traktur urinarius atau batu
Indikasi yang jarang
- Posterior spinal disease
- Spinal tumor syndrome
- Paralisis berat sekunder terhadap penyakit servikal
- Paralisis berat karena sindrom kauda ekuina
Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena
dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses
yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi
tuberkulosa, yaitu:
- Debrideman fokal
- Kosto-transveresektomi
- Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
- Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
- Laminektomi
- Kosto-transveresektomi
- Operasi radikal
- Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang




34

Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat, Kifosis
mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak.
Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.

5. Interpretasi apa yang diharapkan terdapat dalam pemeriksaan
penunjang yang diajukan pada kasus ini?
1

Computed Tomography Scan (CT)
Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan
keterlibatan iga yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung
syaraf posterior seperti pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan.


CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari
lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.
Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan
kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra
(panah hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih).



Figure. Tuberculous spondylitis. Axial CT
scan demonstrates lytic destruction of the
vertebral body (black arrow) with an
adjoining soft-tissue abscess (white arrow).
Figure. Calcified psoas abscess. Axial CT
scan demonstrates bilateral tuberculous
psoas abscesses with peripheral calcification
(arrows).


35

Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang
bersifat kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa
tulang belakang. Bermanfaat untuk : Mengevaluasi infeksi diskus
intervertebra dan osteomielitis tulang belakang, menunjukkan adanya
penekanan saraf, membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan
bersifat konservatif atau operatif, membantu menilai respon terapi.
Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan
kalsifikasi di abses.








Figure. Tuberculous spondylitis.
Sagittal T2-weighted MR image
demonstrates areas of increased signal
intensity due to edema in vertebral
bodies. Accompanying disk
narrowing (white arrow) and extension
of the disease into the spinal canal
(black arrow) are also seen.

Anda mungkin juga menyukai