Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor
nyamuk yang paling sering di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan
subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis yaitu Undiferentited febrile
illness, demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan sindrom syok
dengu.
Pada tahun 1950-an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan
endemi infeksi dengue, saat ini endemi dengue dilporkan terjadi di 112 negara
diseluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5
melyar pendudukberisiko menderita infeksi dengue. Setiap tahunnya dilaporkan
terajadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah juta kasusu demam berdarah
dengue terjadi diseluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah dengue ini
adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe
virus yang dikenal (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu
serotipe akan memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak
terhadap serotipe yang lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan dampak
yang lebih buruk. Hal ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody
dependent enhancement (ADE), dimana antibodi akibat serotipe pertama
memperberat infeksi serotipe kedua.




2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh 4
serotipe virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypty.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari undifferentiate febrile illness,
demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan dengue shock
syndrome (DSS).
II.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4 x 10. Hingga saat ini dikenal 4 sero tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4.
II.3 Epidemiologi
Istilah haemoragic fever di Asia tenggara pertama kali digunakan di Filipina
pada tahun 1953. Di indonesia DBD pertama kali dicurigai di jakarta kasus pertama
dilporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan dibandung
(1972), yogyakarta (1972). Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota-kota
besar bahkan sejak ttahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di pedesaan.
WHO (world health organization) menaksir sekitar 50 100 juta infeksi
dengue akan terjadi setiap tahunnya, dan 22.000 kasus meninggal dunia. Indonesia
berada pada urutan ketiga untuk wilayah Asia Tenggara, ditemukan sekitar 1,2 juta
kasus setiap tahunnya dan sebagian besar merupakan penderita anak. Untuk kota Palu
sendiri, angka kesakitan pada tahun 2008 mencapai 269 per 100.000 penduduk, masih
sangat tinggi dibanding angka standar nasional (<20 per 100.000 penduduk).

3

II.4 Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes tersebut
dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia (4-7 hari). Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit.


II.3 Patogenesis
Teori enchancing antibodi / the immune enhancement theory
Menurut teori ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegepty, virus DEN
akan masuk ke dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme, yaitu :
- Mekanisme aferen, dimana virus DEN akan melekat pada monosit melalui
reseptor Fc dan masuk ke dalam monosit
4

- Mekanisme eferen, dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan
sumsum tulang (terjadi viremia)
- Mekanisme efektor, dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan
berbagai sistem humoral dan memicu pengeluaran substansi inflamasi (sistem
komplemen), sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas
kapiler dan mengaktivasi faktor koagulasi.
Antibodi IgG yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari :
- Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)
- Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing
antibody)
Antibodi non-netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan kompleks imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus.
Teori ini pula yang mendasari bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan
akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro menunjukkan jika kompleks
antibodi non-netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit akan terjadi
opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup
dan berkembang. Artinya antibodi non-netralisasi mempermudah monosit
terinfeksi sehingga penyakit cenderung lebih berat.
5


Gambar 1. Teory secondry heterologous infection
Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup
respon imun meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999)
menjelaskan bahwa kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder
dengue terjadi akibat efek sinergistik dari IFN-, TNF-, dan protein kompleman
teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.
Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus
membentuk kompleks antibodi non-netralisasi virus dan berikatan pada reseptor
Fc monosit (makrofag). Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini
melalui antigen MHC memicu limfosit T (CD 4 dan CD 8) sehingga terjadi
pelepasan sitokin (IFN-) yang mengaktivasi sel lain termasuk makrofag
sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian
reaksi ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi
komplemen, aktivasi platelet, produksi sitokin (TNF-, IL-1, dan IL-6) akan
menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.
6



Gambar 2. Peran Sitokin dalam Patogenesis DBD

II.4 Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue berdasarkan Klasifikasi
Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan
dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular,
timbul saat demam reda.
Demam dengue (DD)
Pada anamnesis ditemukan demam mendadak tinggi 39-40C berakhir 5-7
hari, disertai nyeri kepala, nyeri otot & sendi / tulang, nyeri retro-orbital,
photophobia, nyeri pada punggung, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri
perut, nyeri tenggorok, dan depresi umum.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan flushing pada muka (muka kemerahan)
pada hari ke 1-3, leher, dan dada. Mendekati akhir dari fase demam dijumpai
petekie pada kaki bagian dorsal, lengan atas, dan tangan, manifestasi perdarahan,
7

uji bendung positif dan/atau petekie Mimisan hebat, perdarahan saluran cerna
(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia)

Demam berdarah dengue
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan
masa penyembuhan (convalescence, recovery).
Fase demam
Pada anamnesis temukan demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40C, serta
terjadi kejang demam. Dijumpai muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri
tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri
perut. Pada pemeriksaan fisik dijumpai manifestasi perdarahan, Uji bendung
positif (10 petekie/inch2) merupakan manifestasi perdarahan yang paling banyak
pada fase demam awal, mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk
jalur vena, petekie pada ekstremitas, ketiak, muka. Epistaksis, perdarahan gusi
perdarahan saluran cerna, hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae
kanan dan kelainan fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,
perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),
hipovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa
transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever
defervescence) ditandai dengan peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai
dasar, tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu.
Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran,
sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan
nadi 20 mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary
8

refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam),
sampai anuria.
Fase penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan
kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum
dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial
rash seperti pada DD.



Expanded dengue syndrome
Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati,
ginjal, otak,dan jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi
penyerta, komorbiditas, atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.



9

II. 5 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1. Darah rutin
Trombositopenia ( 100.00/ul) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari
peningkatan nilai hematokrit 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada
masa sebelum sakit atau masa konvalesen. Ditemukannya dua atau tiga patokan
klinis pertama disertaitrombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk
klinis DBD.
2. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue
o Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit,
mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/
menghilang pada akhir minggu keempat sakit.
o Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari
sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan
pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.
o Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi
sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun
apabila IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi sekunder.




II.6 Diagnosis
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium
(WHO, 2011).
10

Kriteria klinis
- Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari
- Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena
- Pembesaran hati
- Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien
tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
- Trombositopenia (100.000/mikroliter)
- Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit > 20% dari nilai
dasar / menurut standar umur dan jenis kelamin

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan,
- Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi/ peningkatan hematokrit > 20%.
- Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
- Dijumpai tanda perembesan plasma :
Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
Hipoalbuminemia

II.6 Penatalaksanaan

Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan
Tirah baring, selama masih demam.
Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian
parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh
11

karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
Monitor suhu, jumlah trombosit danhematokrit sampai fase konvalesen.

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang
dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena
kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam.
Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi
(syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok.
Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat,
buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti
mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut
merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit.
Penerangan untuk orang tua tertera pada Lampiran 1. Pada pasien yang tidak
mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.

Demam Berdarah Dengue
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah
atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan
untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa
haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia
danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup,
susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6
12

jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan
rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berik utnya. Bayi yang masih minum asi,
tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam,
disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.



Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode
kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase
demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan
intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali
sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan
hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai
alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat
pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan
estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.

Penggantian Volume plasma

Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang
diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan
13

cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan
natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila
terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang
diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu
cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah
ini.


Pemilihan jenis danvolume cairan yang diperlukan tergantung dari umur danberat
badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat
badan ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat
diperhitungan dari tabel 3 berikut.



3. Sindrom Syok Dengue
Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang
utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak
14

akan cepat mengalami syek dansembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam.
Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur
dantekanan nadi <20 mmHg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg
BB/jam seiama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB.

Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB. Tetesan
diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan
lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal danumur 10 mm/kg BB/jam, bila
tidakada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila
syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10
ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan
koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian
koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari,
sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan
resusitasi kristaloid dankoloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit
turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi
darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam
volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.
Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan
klinis dankadar hematokrit. Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau
Penggantian Volume Plasma. Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun
tanda vital telah membaik dankadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera
diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan tergantung dari
kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat
dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya.
Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan
sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48
jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih
pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan
penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan
15

menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung.
Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai
tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan
darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase
reabsorbsi.

TATALAKSANA ENSEFALOPATI DENGUE
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok telah
teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03 danjumlah
cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar
dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak
diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat
perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat
disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar
gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik),
koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen
yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan
laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat.
Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan
asam amino rantai pendek.
16


Bagan 1
17

Keterangan baga1
Tatalaksana Kasus Tersangka DBD

Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik, oleh karena
itu orang tua/anggota keluarga diharapkan untuk waspada jika meiihat
tanda/gejala yang mungkin merupakan gejala awal penyakit DBD. Tanda/gejala
awal penyakit DBD ialah demam tinggi 2-7 hari mendadak tanpa sebab yang
jelas,terus menerus, badan terasa lemah/anak tampak lesu. Pertama-tama
ditentukan terlebih dahulu
(1) Adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir
biru, tangan dankaki dingin, kulit lembab), muntah terus menerus, kejang,
kesadaran menurun, muntah darah, berak darah, maka pasien perlu dirawat
(tatalaksana disesuaikan dengan bagan 3,4,5)
(2) Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji tourniquet/uji
Rumple Leede/uji bendung danhitung trombositopenia. Bila uji tourniquet
positif dan/ atau trombosit <_ 100.000/pl, pasien diobservasi (tatalaksana
kasus tersangka DBD ) Bagan 3 b. Bila uji tourniquet negatif dengan
trombosit >_ 100.000/pl atau normal , pasien boleh pulang dengan pesan
untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Pasien dianjurkan
minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah dll serta
diberikan obat antipiretik golongan parasetamol jangan golongan salisilat.
Apabila selama di rumah demam tidak turun pada hari sakit ketiga,
evaluasi tanda klinis adakah tanda-tanda syok yaitu anak menjadi gelisah,
ujung kaki/tangan dingin, sakit perut, berak hitam, kencing berkurang; bila
perlu periksa Hb, Ht, dantrombosit. Apabila terdapat tanda syok atau
terdapat peningkatan Hb/Ht dan atau penurunan trombosit, segera kembali
ke rumah sakit (lihat Lampiran 1 formulir untuk orang tua).



18

Bagan 2

19

Keterangan Bagan 2
Tatalaksana Kasus tersangka DBD (Lanjutan Bagan 2)

Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif (DBD
derajat I) atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD
derajat II) dapat dikelola seperti tertera pada Bagan 2.
Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum sebanyak 1-2 liter/hari atau 1
sendok makan setiap 5 menit. Jenis minuman yang dapat diberikan adalah air
putih, teh manis, sirop, jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik (parasetamol)
diberikan bila suhu > 38.5C. Pada anak dengan riwayat kejang dapat diberikan
obat anti konvulsif.
Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya
diberikan infus NaCL 0,45% : dekstrosa 5% dipasang dengan tetesan rumatan
sesuai berat badan. Disamping itu perlu dilakukan pemeriksaaan Ht, Hb 6 jam dan
trombosit setiap 2 jam.
Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratorium anak
dapat dipulangkan; tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit menurun,
maka infus cairan diganti dengan ringer laktat dan tetesan disesuaikan seperti pada
Bagan 4.











20


Bagan 3



21

Keterangan Bagan 3
Tatalaksana Kasus DBD

Pasien DBD apabila dijumpai demam tinggi mendadak terus menerus selama 2-7
hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan (tersering
perdarahan kulit danmukosa yaitu petekie atau mimisan) disertai penurunan
jumlah trombosit < 100.000/pl, dan peningkatan kadar hematokrit.
Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer laktat/NaCI 0,9 % atau
dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCl 0,9 % 6-7 ml/kg BB/jam. Monitor tanda
vital dankadar hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24
jam
1. Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak
tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar
Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut,
maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi
selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam dana akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
2. Perlu diingat bahwa sepertiga kasus akan jatuh ke dalam syok. Maka
apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah,
nafas cepat (distres pernafasan), frekuensi, nadi meningkat, diuresis
kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, disertai peningkatan Ht,
maka tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam, setelah 1 jam tidak ada
perbaikan tetesan dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam. Apabila terjadi
distres pernafasan dan Ht naik maka berikan cairan koloid 20-30
ml/kgBB/jam; tetapi apabila Ht turun berarti terdapat perdarahan, berikan
tranfusi darah segar 10 ml/kgBB/jam. Bila keadaan klinis membaik, maka
cairan disesuaikan seperti pada bagan 1.



22


Bagan 4


23

Keterangan Bagan 4
Sidrom Syok Dengue (SSD)

Sindrom Syok Dengue ialah DBD dengan gejala, gelisah, nafas cepat, nadi teraba
kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya sistolik 90
dandiastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi <_ 20 mmHg), bibir biru, tangan kaki
dingin, tidak ada produksi urin.
(1). Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20m1/kg BB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 liter/ menit.
Untuk SSD berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dantensi tidakterukur) diber
ikan ringer laktat 20 ml/kgBB bersama koloid (lihat butir 2). Observasi tensi
dannadi tiap 15 menit, hematokrit dantrombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit
dangula darah.
(2) Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap
dilanjutkan 15-20 ml/kg BB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid
(dekstran 40) sebanyak 10-20 ml/kg BB, maksimal 30 ml/kg BB (koloid diberikan
pada lajur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi
keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, danperiksa hematokrit
tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit, dan gula darah.
a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/ hematokrit,
tekanan nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10
mm/kg BB/jam. Volume 10 ml/kg BB /jam dapat dipertahankan sampai 24 jam
atau sampai klinis stabil dan hematokrit menurun < 40%. Selanjutnya cairan
diturunkan menjadi 7 ml/kg/BB sampai keadaan klinis danhematokrit stabil
kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5 ml danseterusnya 3ml/kg
BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok
teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah urin dikerjakan tiap jam
(usahakan urin >_ 1 ml/kg BB/jam, BD urin < 1.020) danpemeriksaan
hematokrit & trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.
b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi
masih > 40 vol % berikan darah dalam volume kecil 10ml/kgBB. Apabila
24

tampak perdarahan masif, berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan
kristaloid. 10ml/kg BB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cm H20)
pada syok berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde
lambung tidak dianjurkan.
c. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan
cairan danpasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP
normal (>_ 10 mmH20), maka diberikan dopamin.

II. 6 Komplikasi

Komplikasi demam dengue adalah perdarahan dapat terjadi pada pasien
dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat, dan trauma. Sedangkan pada demam
berdarah dengue adalah :
- Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
- Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal
akut.
- Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma


II.8 Indikasi untuk pulang
Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.
- Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
- Nafsu makan telah kembali
- Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi
teratur
- Diuresis baik
- Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
- Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
25

- Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada
umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5
hari.

II. 9 Prognosis
Prognosis DBD berdasarkan terapi dan penatalaksanaan yang dilakukan.
Terapi yang cepat dan tepat akan memberikan hasil yang optimal.
Penatalaksanaan yang terlambat akan menyebabkan komplikasi dan
penatalaksanaan yang tidak tepat dan adekuat akan memperburuk keadaan.
DBD derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik,
penatalaksanaan yang cepat, tepat menentukan prognosis. Umunya DBD detrajat I
& II tidak menyebabkan komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna. DBD
derajat III & IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana pasien jatuh
kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran.













26

BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesis
An V. Perempuan, umur 5 tahun 4 bulan masuk dengan keluhan demam sejak 4
hari yang lalu, naik turun, tidak berespon dengan obat penurun panas. Tampak
ruam diwajah (+), menggigil (-). Muntah 2x warna putih kekuningan, volume
banyak, lendir (-), darah (-), nafsu makan menurun +, sakit uluhati +, sakit perut
keseluruhan +, nyeri menelan+, Lesu (+), nyeri daerah belakang mata (-), batuk (-
), sesak (-), kejang (-), perdarahan spontan (-). Pasien belum BAB sudah 2 hari,
BAK lancar.
Penilaian Keadaan Umum :
- Keadaan Umum : Sakit Sedang
- Tingkat Kesadaran : Composmentis
- Berat badan : 24 Kg
- Tinggi Badan : 115 Cm
- Status Gizi : CDC 112%, Gizi Lebih
Pemeriksaan Tanda Vital :
Tekanan Darah : 95/65 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Respirasi : 30 x/menit
Suhu : 38 C
Pemeriksaan Fisik :
Kepala & Leher : - Rambut hitam
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
27

- Oedem palpebra (-)
- Bibir kering (-)
- Pembesaran kelenjar servikal (-)
- T1/T1, hiperemis (+)

Thorax : - Bentuk dada simetris
- Retraksi dada (-)
- Jantung : Batas normal, bunyi regular murni
- Bising jantung (-)
- Paru : Bronkovesikuler
- Rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : - Tampak cembung, lemas
- Nyeri tekan epigastrium dan hipocondrium
kanan(+)
- Hepatomegali (-)
- Peristaltik (+) normal

Ekstremitas : - Akral hangat

Rumple Leede Test (+)

Pemeriksaan Penunjang :

Tgl 23/09/2014 : - Darah Lengkap : - RBC : 2,71 x 10
3
/mm (N)
- Hct : 24,3 % ()
- Plt : 84 x 10
3
/L ( )
- Hb : 12,6 g/dL (N)
- WBC : 2,71 x 10
3
/mm (N)

28

Follow Up :
Tgl 24/09/2014 : - KU : Sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis
- Keluhan : muntah -, mimisan -, perdarahan gusi -,
sakit perut +
- TTV : TD : 90/60 mmHg
Nadi : 88 x/mnt
Resp : 24 x/mnt
Suhu : 36,5 C
Diagnosis : Demam Dengue
Diagnosis Banding : Malaria, Demam Tifoid
Terapi
- IVFD RL 12 tts/mnt
- Pct syr. 3 x
3
/
4
cth (5 ml) jika demam
- Domperidon syr 3x


cth (5 ml) jika masih muntah

Anjuran
- Observasi TTV/3 jam dan tanda bahaya
- Observasi HB, HT, PLT/ hari
- Minum banyak 1,5-2 L/hari







29

DISKUSI


DemamDengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes
aegypti atau Aedes albopictus. Dari 4 serotipe dengue yang terdapat di Indonesia,
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus
berat, diikuti dengan serotipe DEN-2.
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue
dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi
menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD)
sebagai infeksi dengue ringan; sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam
berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated
organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda
patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi yang tidak
lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau isolated
organopathy. Secara klinis, DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak;
sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak.
Pada pasien ini terdapat keluhan utama berupa demam yang bersifat
intermitten yang ditandai dengan suhu tubuh yang naik turun dalam kurun waktu
tertentu dan tidak berespon terhadap pemberian antipiretik, yang telah dialami
sejak 4 hari yang lalu. Berdasarkan kriteria WHO tahun 2011, hal tersebut
merupakan infeksi dengue yang simptomatik. Dalam kasus ini demam yang
dialami tergolong sebagai demam dengue karena terdapat trias sindrom demam
dengue, yaitu demam tinggi, nyeri dan lemas pada badan, dan munculnya ruam
pada kulit. Pada pasien ini juga tidak ditemui adanya tanda perdarahan, yaitu tidak
ada epistaksis, dan atau riwayat gusi berdarah, serta rumple leed test negatif.
Pada demam dengue, demam dapat mendadak tinggi, disertai nyeri
kepala, nyeri otot & sendi / tulang, nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada
30

punggung, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan
depresi umum.
Pada pasien ini terdapat keluhan penyerta berupa nyeri menelan, hal ini
diakibatkan adanya kemungkinan terjadinya infeksi sekunder, dimana penyebab
tersering nyeri menelan adalah kelompok bakteri Staphylococcus yang memiliki
sifat oportunistik. Selain itu terdapat pula nyeri tekan epigastrium dan konstipasi
pada pasien ini, hal tersebut kemungkinan diakibatkan kurangnya intake diet atau
makanan pada pasien karena pasien mengalami muntah, sehingga pasien
diberikan intake cairan secara parenteral.
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD.Nilai trombosit menurun pada masa demam dan
mencapai tingkatnya pada masa syok.Jumlah trombosit secara cepat meningkat
pada masa konvalesens dan nilai normal pada 7-10 hari sejak permulaan sakit.
Trombositopenia dihubungkan dengan :
- Meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang
- Pendeknya masa hidup trombosit (yang diduga akibat meningkatnya destruksi
trombosit akibat virus dengue dan aktivasi sistem komplemen).
- Dicurigai adanya proses imunologis dimana terbukti dengan adanya komplek
imun disistem peredaran darah.
- Depresi fungsi megakariosit
Pada pasien ini ditemukan trombositopenia dan menurunnya kadar hct.
Trombositopenia dalam hal ini kemungkinan diakibatkan invasi virus dengue
sehingga terjadi destruksi platelet, dan terjadinya depresi megakariosit sebagai
penyusun trombosit, sehingga terjadi penurunan kadar platelet dalam sirkulasi.
Sehingga diagnosis pada pasien ini dapat disimpulkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang adalah infeksi virus dengue ringan, yaitu
Demam Dengue berdasarkan kriteria WHO tahun 2011.




31

DAFTAR PUSTAKA

1. FKUI. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Cetakan ke-11. Jakarta: FKUI; 2007.
2. Soedarmo SS et al. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: FKUI; 2010.
3. WHO. Dengue Guidline for DiagnosticTreatment, Prevention and Control.
Revised adn expanded edition. 2009
4. WHO. Comprehensive Guidlines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemoragic Fever. 2011
5. Karyanti MR. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Dengue . Divisi Infeksi dan
Pediatri Tropik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Cipto
Mangunkusumo, FKUI ; 2011

Anda mungkin juga menyukai