1. Pengertian Kejang demam atau febrile conculsion ialah bangkiran kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997). Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000). Gangguan kejang merupakan sindrom kronis dimana disfungsi neurologis pada jaringan serebral menghasilkan episode paraksosmal berulang (kejang) gangguan perilaku, suasana hati, sensasi, persepsi, gerakan dan tonus otot (Carpenito, 2000). Kejang (konvulsi) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik dan/atau gangguan fenomena sensori (Doengoes, 2000).
2. Etiologi Menurut Lumbantobing (2001) faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang demam: a. Demam itu sendiri. b. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak). c. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi. d. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit. e. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensekalopati toksik sepintas. f. Gabungan semua faktor tersebut di atas. Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA), bronkhitis, dan lain lain. 3. Manifestasi klinik Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf. Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu : a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun b. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit c. Kejang bersifat umum d. Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan g. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali
4. Patofisiologi Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O 2 akan meningkat 20%. Kenakan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion k+ maupun Na+, melalui membran tersebut sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun ke bembran sel sekitarnya dengan bantuan neuron transmiter dan terjadilah kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai dengan apnea, meningkatkan kebutuhan O 2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea dll,selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
5. Pemeriksaan penunjang
6. Penatalaksanaan Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu : a. Pemberantasan kejang secepat mungkin b. Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI sebagai berikut : Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka : Segera diberikan diazepam intravena dosis rata-rata 0,3 mg/kg atau diazepam rectal dosis 10 kg : 5 mg Bila kejang tidak berhenti 10 kg : 10 mg tunggu 15 menit
Kejang berhenti
berikan dosis awal fenobarbital dosis : neonatus : 30 mg I.M 1 bulan 1 tahun : 50 mg I.M > 1 tahun : 75 mg I.M Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.(Santosa. NI, 1989, 154) Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar). Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi : a. Data subyektif 1) Biodata/Identitas Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat. 2) Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : - Apakah betul ada kejang ? - Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak - Apakah disertai demam ? Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang.Jarak antara timbulnya kejang dengan demam. a) Lama serangan Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan. Pola serangan : - Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ? - Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ? - Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ? - Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ? - Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
b) Frekuensi serangan Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun.Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
c) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya.
d) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain. 3) Riwayat Penyakit Dahulu Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain- lain.
4) Riwayat Kehamilan dan Persalinan Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil.Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang- kejang.
5) Riwayat Imunisasi Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi.Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
6) Riwayat Perkembangan Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi : - Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya. - Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain. - Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. - Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
7) Riwayat kesehatan keluarga. Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ?Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
8) Riwayat sosial Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yang mengasuh anak ?Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
9) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ? - Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi : - Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat - Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ? - Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama. - Pola nutrisi Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ? Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ? - Pola Eliminasi : BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ?Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing. BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ? - Pola aktivitas dan latihan Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang disukai ? - Pola tidur/istirahat Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ? b. Data Obyektif 1) Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36) Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi 2) Pemeriksaan Fisik - Kepala Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali?Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum? - Rambut Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.Pasien dengan malnutrisi 9hesus protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien. - Muka/ Wajah Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda 9hesus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ? - Mata Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ? - Telinga Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran. - Hidung Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ? - Mulut Adakah tanda-tanda sardonicus?Adakah cynosis?Bagaimana keadaan lidah?Adakah stomatitis?Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ? - Tenggorokan Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ? - Leher Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ? - Thorax Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ? - Jantung Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ? - Abdomen Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ?Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ? - Kulit Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ? - Ekstremitas Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ? - Genetalia Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ? c. Pemeriksaan penunjang Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi : 1) Darah Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 144 meq/dl ) 2) Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang. 3) Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi. 4) Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala. 5) EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal. 6) CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras. 2. Diagnosa Keperawatan a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan peningkatan mukosa b. Hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan dan ketidakseimbangan termoregulatir c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan intake tidak adekuat. d. Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi. e. Resiko terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot f. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.
3. Intervensi Keperawatan a. Diagnosa Keperawatan : pola napas tidak efektif berhubungan dengan kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan peningkatan mukosa. Tujuan : Pernapasan klien menunjukan pernapasan normal tanpa adanya tanda abnormalitas atau distres pernapasan. Kriteria hasil : Pernapasan teratur, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan Intervensi : 1) Kaji pola napas klien. Rasional :Adanya kegagalan pernapasan menyertai hilangnya fungsi unit paru. 2) Observasi adanya penggunaan otot bantu pernapasan. Rasional :Penggunaan otot bantu pernapasan menandakan adanya usaha untuk bernapas 3) Tinggikan kepala dengan menggunakan bantal. Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal untuk memperbaiki fungsi paru 4) Longgarkan pakaian yang ketat. Rasional : Memudahkan untuk inspirasi sehingga inspirasi maksimal dengan pengembangan paru yang maksimal pula. 5) Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan. Rasional : oksigen dapat membantu kelancaran pernapasan dan membantu proses difusi ke jaringan.
b. Diagnosa Keperawatan : hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan dan ketidak seimbangan thermoregulator. Tujuan : Suhu dalam batas normal Kriteria hasil : Anak tidak demam lagi, suhu tubuh klien normal Intervensi : 1) Kaji pertubahan tanda-tanda vital, terutama suhu tubuh. Rasional : Suhu tubuh yang meningkat menandakan adanya tanda infeksi pada tubuh 2) Awasi suhu tubuh, bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil. Rasional : Suhu tubuh yang meningkat menandakan adanya tanda infeksi pada tubuh. Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler. 3) Beri kompres hangat pada daerah dahi. Rasional :Peralihan perpindahan panas secara klonduksi dan membantu tubuh untuk menyesuaikan terhadap panas. 4) Libatkan keluarga dalam tindakan perawatan. Rasional :Keluarga dapat belajar cara perawatan anak sehingga klien dapat segera melakukan tindakan jika terjadi kenaikan suhu tubuh yang tiba-tiba 5) Kolaborasi pemberian anti piretik misalnya paracetamol. Rasional :Penggunaan obat sesuai indikasi membantu menurunkan panas tubuh
c. Diagnosa Keperawatan :Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan intake tidak adekuat. Tujuan : Perbandingan antara berat badan dan tinggi badan anak normal. Kriteria hasil : Tidak ada anoreksia, porsi makan dihabiskan, berat badan bertambah Intervensi : 1) Nilai ststus nutrisi anak. Rasional : untuk menilai diet dari anak 2) Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi. Rasional :memberikan energi yang cukup bagi klien 3) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering. Rasional : mengurangi kerja dari usus dan lambung 4) Pertahankan kebersihan mulut. Rasional : untuk meningkatkan selera makan 5) Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit. Rasional : menambah pengetahuan untuk wawasan mengenai nutrisi 6) Timbang berat badan Rasional : mengetahui perbandingan nutrisi yang adekuat d. Diagnosa Keperawatan : Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi. Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi Kriteria hasil : Tidak terjadi serangan kejang ulang. Suhu 36,5 37,5 C (bayi) 36 37,5 C (anak) Nadi 110 120 x/menit (bayi)100-110 x/menit (anak) Respirasi 30 40 x/menit (bayi) 24 28 x/menit (anak) Kesadaran composmentis Intervensi : 1) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat. 2) Berikan kompres dingin Rasional : perpindahan panas secara konduksi 3) Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll) Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat. 4) Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan. 5) Batasi aktivitas selama anak panas Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas. 6) Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis. Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
e. Diagnosa Keperawatan : Resiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot. Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan. Kriteria Hasil : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang. Intervensi : 1) Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah. Rasional : meminimalkan injuri saat kejang 2) Tinggalah bersama klien selama fase kejang.. Rasional : meningkatkan keamanan klien. 3) Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah. Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut. 4) Letakkan klien di tempat yang lembut. Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang. 5) Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang. Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu. 6) Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejan Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
f. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi. Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya. Kriteria hasil : Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan. Keluarga mentaati setiap proses keperawatan. Intervensi : 1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga Rasional: Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat. 2) Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam Rasional : Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga 3) Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan Rasional : Agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan 4) Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam, antara lain : Jangan panik saat kejang Baringkan anak ditempat rata dan lembut. Kepala dimiringkan. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama. Rasional : Sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan. 5) Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas. Rasional : Mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang. 6) Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu. Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang 7) Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam. Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam
4. Implementasi Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )
5. Evaluasi Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
NO. Diagnosa/Masalah Evaluasi 1.
2.
3.
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan peningkatan mukosa
Hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan dan ketidak seimbangan termoregulator
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan intake tidak adekuat
Potensial kejang berulang berhu- pernapasa klien menunjukan pernapasan normal tanpa adanya tanda abnormalitas atau distres pernapasan. Kriteria hasil : 1. Pernapasan teratur. 2. Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan Tujuan :suhu dalam batas normal Kriteria hasil : 1. - Anak tidak demam lagi 2. - Suhu tubuh klien normal Tujuan : perbandingan antara berat badan dan tinggi badan anak normal. Kriteria hasil : 1. - Tidak ada anoreksia 2. - Porsi makan dihabiskan Berat badan bertambah Klien tidak mengalami kejang selama 2x24 jam.
5.
6.
bungan dengan hiperthermi.
Potensial terjadi trauma fisik berhubungan kurangnya koordina- si otot.
Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi. Kriteria : - Tidak terjadi serangan ulang - Suhu : 36 37,5 C - N : 100 110 kali/menit - Kesadaran : composmentis
Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan. Kriteria : - Tidak terjadi traumas fisik selama kejang. - Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang. - Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang. Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya. Kriteria : - Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya. - Keluarga mampu diikutserta-kan dalam proses perawatan. - Keluarga mentaati setiap proses perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,merilyn E,dkk.1999.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Alih Bahasa, I made kariasa, Ni Made sumarwati. Editor Edisi Bahasa Indonesia Monika Ester. EGC: Jakarta Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta. Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta. Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta. Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta. Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya.