HIFEMA
OLEH :
Fadhil Alfino Azmi
1010312024
1010312036
Mailia Ulfa
0910312118
PRESEPTOR
Dr. Hendriati, Sp. M
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi Bola Mata
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh
tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisanlapisan tersebut adalah : (1)
sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar
mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera,
yang membentuk bagian putih mata1.
Bola mata terbenam dalam corpus adiposumorbitae, namun terpisah darinya oleh
selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu
:
1.Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan
bagian anterior yang transparan atau kornea.Sklera merupakan jaringan ikat padat
fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol kedalam bola
mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi nervus opticus.Jika
2.Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas
lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare
(kebelakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi
perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris
(adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya
yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan
dan bilik mata belakang, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas seratseratsirkuler dan radier1.
Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris.
Pada bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke badan siliar.
Bagian dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan
uvea. Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat kanalis schlemm dikenal sebagai
jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan
trabekula tersebut.Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang
mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah
dalam terdapat lubang lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung
antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20
30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan episkelera dan
vena siliaris anterior di badan siliar.
nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri
oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan
kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris
posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan
arteri supra orbitalis serta supra troklearis1.
1.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat insiden hifema adalah 17-20 per 100.000 penduduk per
tahun. Insiden hifema traumatika telah diperkirakan sebesar 12 orang luka per
100.000 penduduk per tahun dengan laki-laki tiga sampai lima kali lebih sering
dibandingkan perempuan. 70% hifema traumatika terjadi pada anak-anak dengan
puncak insiden pada usia 10-20 tahun.3
1.4 Etiologi
Trauma kecil pada mata yang dalam waktu tiga sampai lima hari dapat
menyebabkan keadaan yang lebih berat karena proses perdarahan yang masih terus
berlangsung. Keadaan ini sering ditemukan pada trauma tumpul atau pada trauma
tertutup. Trauma tumpul sering didapatkan saat sedang berolahraga seperti terkena
siku lawan, terkena objek terbang, terpukul stick, terkena bola kasti. Juga dapat
disebabkan terkena bahan-bahan kimia, terjatuh dan perkelahian.4
1.5 Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
1.
2.
3.
Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga
pembuluh darah pecah.
4.
Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).
5.
2.
Grade I
2.
Grade II
3.
Grade III
4.
Grade IV
1.6 Patofisiologi
Trauma tumpul yang mengenai mata memindahkan volume cairan ke perifer
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan hidrolik pada lensa, akar iris dan
trabekular meshwork. Jika tekanan ini melebihi kekuatan tarik dari struktur okular
maka pembuluh darah di iris perifer dan permukaan badan siliar dapat pecah
menyebabkan terjadinya hifema. Hal ini dapat menyebabkan ruptur sklera, biasanya
di limbus dan di insersi otot dibagian posterior, dimana sklera lebih tipis dan tidak
dilindungi oleh tulang orbital. Trauma berat dapat menyebabkan subluksasi lensa,
dialisis retina, avulsi saraf optik dan/atau perdarahan vitreous.2
1.7 Diagnosis
Gambaran klinik dari penderita dengan hifema adalah : (5,8)
Adanya anamnesis trauma, terutama mengenai matanya.
Ditemukan perdarahan pada bilik depan bola mata
Kadang-kadang ditemukan gangguan tajam penglihatan.
Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari konjungtiva dan perikorneal.
Penderita mengeluh nyeri pada mata, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar),
sering disertai blefarospasme.
Selain itu, dapat terjadi peningkatan tekanan intra okular, sebuah keadaan yang harus
diperhatikan untuk menghindari terjadinya glaukoma. (8)
1.9 Tatalaksana
Pada dasarnya tatalaksana hifema ditujukan untuk: (7,9)
Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
Mengendalikan tekanan bola mata
Mencegah terjadinya imbibisi kornea
Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
10
mg/hari secara oral segera setelah terjadinya hifema guna mengurangi perdarahan
sekunder.
(e) Obat-obat lain
Sedativa diberikan bila penderita gelisah. (5) Diberikan analgetika bila timbul
rasa nyeri. (7)
Pada hifema primer penderita dipulangkan dari perawatan bila sesudah 5 hari
perdarahan hilang atau dengan koagulum yang mengecil.
Pasien yang jelas memperlihatkan hifema yang mengisi lebih dari 5% kamera
anterior diharuskan tirah baring dan harus diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada
mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya
perdarahan sekunder, glaukoma atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi.
Perdarahan berulang terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3 hari. Penyulit ini memiliki
risiko tinggi menimbulkan glaukoma dan pewarnaan kornea. Beberapa penelitian
mengisyaratkan bahwa penggunaan asam aminokaproat oral untuk menstabilkan
pembentukan bekuan darah menurunkan risiko terjadinya perdarahan ulang. Dosisnya
adalah 100 mg/kg setiap 4 jam sampai maksimum 30 g/hari selama 5 hari. Apabila
timbul glaukoma maka tatalaksana cukup diberikan timolol 0,25% atau 0,5% dua kali
sehari; asetazolamid, 250mg oral empat kali sehari; dan obat hiperosmotik (manitol,
gliserol dan sorbitol). (6)
Hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraokuler tetap tinggi
(35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari kerusakan
saraf optikus dan pewarnaan kornea. Apabila pasien mengidap hemoglobinopati,
maka besar kemungkinannya cepat terjadi atrofi optikus glaukomatosa dan
pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal.
Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan darah
disentral dan lavase kamera anterior. Dimasukkan tonggak irigasi dan probe mekanis
disebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk menghindari
keruskan iris dan lensa. Tidak dilakukan usaha untuk mengeluarkan bekuan dari
sudut kamera anterior atau dari jaringan iris. Kemudian dilakukan iridektomi perifer.
Cara lain untuk membersihkan kamera anterior adalah dengan evakuasi vesikoelastik,
11
dan sebuah insisi yang lebih besar 180 berlawanan agar hifema dapat didorong
keluar. (6)
Glaukoma dapat timbul belakangan setelah beberapa bulan atau tahun akibat
penyempitan sudut. Dengan sedikit perkecualian, bercak darah di kornea akan hilang
secara perlahan dalam periode sampai setahun. (6)
B. OPERASI
1. Parasentesis (7,8)
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah
atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea
2 mm dari limbus kearah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila
dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar.
Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam
fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.
Tindakan pembedahan parasentesis dilakukan bila terlihat tanda-tanda
imbibisi kornea, glaukoma, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila darah setelah
5 hari tidak memperlihatkan tanda-tanda berkurang. (5)
Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila : (9)
Tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari
Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari
Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila : (7)
Tekanan bola mata rata-rata >25 mmHg selama 6 hari
Bila terlihat tanda-tanda dini imbibisi kornea
Untuk mencegah sinekia anterior perifer dilakukan pembedahan bila : (7)
Hifema total bertahan selama 5 hari
Hifema difus bertahan selama 9 hari
12
1.10 Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan akibat hifema secara langsung dapat
menimbulkan retensi darah pada bilik mata depan. Komplikasi yang penting
diantaranya adalah :
1. Perdarahan sekunder (5,7)
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul
karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan
primernya.
2. Glaukoma sekunder (5,7)
Timbulnya glaukoma sekunder pada traumatik hifema disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah. Insidensinya
20%, sedang di RS Dr. Soetomo sebesar 17,5%. Gejala hifema sekunder :
Timbul rasa sakit baru pada mata
Hifema segar baru dalam bilik mata depan.
Terlihat garis darah mengalir pada iris
Penelitian oleh Bakri tahun 2005 melaporkan adanya oftalmia simpatetik yang
mengikuti hifema.
3. Hemosiderosis kornea (5)
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder
disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak
selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama
(2 tahun). Insidensinya 10%.
4. Sinekia posterior
Sinekia posterior dapat terjadi pada penderita hifema akibat trauma.
Komplikasi ini sekunder terhadap iritis atau iridosiklitis. Walau demikian, komplikasi
13
ini jarang terjadi jika pasien ditangani dengan baik. Sinekia posterior lebih sering
terjadi pada pembedahan yang dilakukan untuk mengevakuasi hifema. (10)
7. Atrofi papil
Atrofi papilla nervus optikus terjadi pada peningkatan TIO yang lama ataupun
bila terdapat kontusio pada N. optikus. Hal ini bisa terjadi pada TIO yang menetap
tinggi 50 mmHg selama 5 hari atau 35 mmHg selama 7 hari. (10)
14
1.11. Prognosis(7)
Prognosis hifema bergantung pada jumlah darah dalam bilik mata depan. Bila
darah sedikit di dalam bilik mata maka darah ini akan hilang dan jernih dengan
sempurna, sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik mata depan, maka
prognosis buruk yang akan disertai dengan beberapa penyulit. Hifema yang penuh di
dalam bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk dibanding dengan
hifema sebagian.
Keberhasilan penyembuhan hifema tergantung dari tiga hal, yaitu: (8)
Jumlah kerusakan lain akibat hifema pada struktur mata (ruptur koroid,
pembentukan scar makula)
Apakah terjadi hifema sekunder
Apakah terjadi komplikasi akibat hifema seperti glaukoma, bercak darah pada
kornea dan atrofi optikus
Keberhasilan penyembuhan terjadi hampir 80 % pada hifema derajat 1.
sementara pada hifema derajat 4 angka kesembuhan mencapai 35%.
15
BAB II
KASUS
Seorang pasien laki-laki umur 8 tahun datang ke IGD RS Dr.M.Djamil
Padang tanggal 20 September 2014 dengan :
Keluhan Utama:
Mata kiri kabur sejak 3 hari sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang :
-
Mata kiri kabur dan terasa nyeri setelah terkena shuttlecock 3 hari sebelum
masuk RS
Satu hari kemudian pasien merasa mata kiri makin kabur, lalu datang kembali
ke Sp.M dan dianjurkan ke RSUP Dr. M. jamil untuk dirawat.
Pasien tidak memakai kacamata dan tidak pernah menderita trauma mata
sebelumnya
Tidak ada keluarga yang sakit seperti yang dikeluhkan pasien ini.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Pernafasan
Nadi
Suhu
: afebris
Kulit
KGB
: tidak membesar
Thorax
Abdomen
16
Ekstremitas
STATUS
OD
OS
5/5
1/300
Refleks fundus
(+)
(+)
Silia/supersilia
Palpebra superior
Edema (-)
Edema (+)
Palpebra inferior
Edema (-)
Edema (-)
Margo palpebra
Edema(-)
Edema(-)
Aparat lakrimalis
Lakrimasi N
Lakrimasi N
Konjungtiva tarsalis
Hiperemis ()
Hiperemis ()
Folikel (-)
Folikel (-)
Papil (-)
Papil (-)
Hiperemis (-)
Hiperemis ()
Folikel (-)
Folikel (-)
Papil(-)
Papil(-)
Hiperemis ()
Folikel ()
Papil (-)
Folikel (-)
OFTALMIKUS
Visus tanpa koreksi
Visus dengan koreksi
Konjungtiva forniks
Konjungtiva bulbi
Papil (-)
Sclera
Putih
Putih
Kornea
Bening
Bening
Cukup dalam
Sukar dinilai
17
Pupil
N , refleks (+)
Lensa
Bening
Sulit dinilai
Korpus vitreum
Jernih
Sulit dinilai
Fundus :
-
Media
Bening
Papil
0,4
-
P. Darah
aa : vv = 2 : 3
Retina
makula
Rf fovea (+)
N palpasi
Tidak dilakukan
Gambar
Koagulum
Diagnosis kerja
Diagnosis banding
Terapi
Tutup mata
SA ed 2x1 OS
Methylprednisolon 1x12mg
18
Aspar K 2x120mg
19
BAB III
DISKUSI
20
21
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Sidarta I. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI. 2004.
170.
6.
7.
Ferenc K, Dante JP. Dalam : Ocular Trauma; Principles and Practice. Thieme:
New York. 2002. 45-53;95-108;280-284.
8.
Nana W. Trauma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jilid II. Jakarta. 1981. 312322.
9.
Sidarta I. Cedera Mata. Dalam : Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: Sagung Seto.
2004. 169-175.
10.
22