PENDAHULUAN
Proses persalinan dipengaruhi oleh empat faktor yaitu kekuatan mendorong janin
keluar (power) yang meliputi his (kekuatan uterus), kontraksi otot dinding perut,
kontraksi diafragma dan ligamentum action, faktor lain adalah faktor janin (passanger),
faktor jalan lahir (passage) dan faktor psikis (provider). Apabila keempat faktor ini dalam
keadaan baik, sehat dan seimbang, maka proses persalinan akan berlangsung secara
normal/spontan. Namun apabila salah satu dari keempat faktor tersebut mengalami
kelainan, misalnya keadaan yang menyebabkan kekuatan his tidak adekuat, kelainan pada
bayi atau kelainan jalan lahir maka persalinan tidak dapat berjalan secara normal.
Karenanya kasus-kasus persalinan lama masih banyak dijumpai dan keadaan ini
memaksa kita untuk berusaha menurunkan angka kematian ibu maupun anak.Yang sangat
ideal tentunya bagaimana mencegah terjadinya persalinan lama.
Sebab-sebab
terjadinya
persalinan
lama
adalah
multikompleks,
dan
tentusaja bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik,
dan penatalaksanaannya. Faktor-faktor penyebabnya antara lain :
Kelainan letak janin- Kelainan panggul- Kelainan his- Pimpinan persalinan yang
salah-Janin besar atau ada kelainan kongenital- Primitua- Perutgantung, grande multiparaKetuban pecah dini- Overdistensi uterus
Kesulitan
dalam
proses
kelahiran
ini
dapat
menyebabkan
maternal
Page 1
Page 2
BAB II
LANDASAN TEORI
Page 3
Merupakan rongga yang berada di antara labia minora. Pada vestibula terdapat 6
buah lubang, yaitu orifisium urethra eksterna, introitus vagina, 2 buah muara
kelenjar Bartholini, dan 2 buah muara kelenjar paraurethral. Kelenjar bartholini
berfungsi untuk mensekresikan cairan mukoid ketika terjadi rangsangan seksual.
Kelenjar bartholini juga menghalangi masuknya bakteri Neisseria gonorhoeae
maupun bakteri-bakteri patogen.
Himen (selaput dara)
Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapisan tipis ini yang menutupi
sabagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran
menstruasi dapat mengalir keluar.
Perineum
Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm. Dibatasi oleh
otot-otot muskulus levator ani dan muskulus coccygeus. Otot-otot berfungsi untuk
menjaga kerja dari sphincter ani.
b.
Genetalia Interna
Vagina
Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahim dengan
vulva. Vagina terletak antara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian
depannya sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm. Fungsi utama
vagina:
1)
2)
3)
Uterus
Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara kandung
kemih dan rektum. Dinding belakang dan depan dan bagian atas tertutup
peritonium, sedangkan bagian bawah berhubungan dengan kandung kemih.
Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina yang merupakan cabang utama dari
arteri illiaka interna (arterihipogastrika interna).
1) Korpus uteri : berbentuk segitiga
2) Serviks uteri : berbentuk silinder
3) Fundus uteri : bagian korpus uteri yang terletak diatas kedua pangkal
tuba.
PERSALINAN YANG LAMA
Page 4
Anatomi Panggul
TulangPanggul
Pelvis (panggul) tersusun atas empat tulang: sakrum, koksigis, dan dua tulang
inominata yang terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis. Tulang-tulang inominata
bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan bersendi dengan tulang
inominata sebelahnya di simfisis pubis
Panggul dibagi menjadi dua regio oleh bidang imajiner yang ditarik dari
promontorium sakrum ke pinggir atas simfisis pubis, yaitu:
a. Panggul palsu Terletak di atas bidang, berfungsi untuk menyokong intestinum.
Page 5
b. Panggul sejati Terletak di bawah bidang, memiliki dua bukaan yaitu: arpertura
pelvis superior (pintu atas panggul) dan arpetura pelvis inferior (pintu bawah panggul).
Selama proses kelahiran pervaginam, bayi harus dapat melewati kedua pembukaan
panggul sejati ini .
Page 6
Page 7
arkuspubis. Tiga diameter pintu bawah panggul yang biasa digunakan yaitu:
anteroposterior, transversal, dan sa gital posterior.
2.2 PERSALINAN LAMA
A. Definisi
Persalinan lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum
memaksudkan persalinan yang abnormal atau sulit.4 Sementara itu, WHO secara lebih
spesifik mendefinisikan persalinan lama (prolonged labor/partus lama) sebagai proses
persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Waktu pemanjangan proses persalinan
yang dimaksud adalah penambahan antara kala I dan kala II persalinan. Dalam penentuan
batas waktu, terdapat varias sebuah sumber yang menyatakan bahwa batasan waktu dalam
penentuan partus lama adalah 18 jam.
B. Insidensi
Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Park Land, Amerika Serikat, pada tahun
2007, didapatkan bahwa hanya sekitar 50 persen ibu dengan janin presentasi kepala yang
mengalami partus spontan fisiologi. Lima puluh persen lainnya, perlu mendapatkan
intervensi untuk pelahiran. Baik intervensi medismaupun intervensi bedah. Tingginya
tingkat partus abnormal ini juga menunjukkan tingginya tingkat persalinan lama.
Persalinan lama yang kadang juga disebut distosia, di Amerika Serikat distosia
merupakan indikasi dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada 68% pasien yang
menjalani operasi seksio sesar primer.
Page 8
D. Klasifikasi
Adapun distosia/persalinan lama sendiri dapat dibagi berdasarkan pola
persalinannya. Kelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi menjadi tiga
kelompok. Yaitu kelainan pada kala I fase laten yang disebut fase laten memanjang,
kelainan pada kala I fase aktif dan kelainan pada kala II yang disebut kala II memanjang.
Secara lebih rinci, kelainan pada kala I fase aktif terbagi lagi menjadi 2, menurut pola
persalinannya. Jenis kelainan pertama pada kala I fase aktif disebut protraction disorder.
Kelainan kedua, disebut arrest disorder.
E. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya partus lama, dapat diterangkan dengan memahami proses
yang terjadi pada jalan lahir saat akhir kehamilan dan saat akhir persalinan. Dengan
memahaminya, kita dapat mengetahui dan memperkirakan faktor apa saja yang
menyebabkan terhambatnya persalinan. Pada akhir kehamilan, kepala janin akan
melewati jalan lahir, segmen bawah rahim yang cukup tebal dan serviks yang belum
membuka. Jaringan otot di fundus masih belum berkontraksi dengan kuat. Setelah
pembukaan lengkap, hubungan mekanis antara ukuran kepala janin, posisi dan kapasitas
pelvis yang disebut proporsi fetopelvik (fetopelvic proportion), menjadi semakin nyata
seraya janin turun. Abnormalitas dalam proporsi fetopelvik, biasanya akan semakin nyata
seraya kela II persalinan dimulai.
Penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu disfungsi
uterus murni dan diproporsi fetoplevis. Namun pembagian ini terkadang tidak dapat
digunakan karena kedua kelainan tersebut terkadang terjadi bersamaan.
Page 9
F. Gambaran Klinik
Gambaran Klinik dari persalinan lama dapat dijelaskan berdasarkan fase
persalinan yang mengalami pemanjangan.
yang
terjadi
pada
komponen
jaringan
ikat
serviks.
Tahap
Page 10
Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai merasakan
kontraksi yang teratur.Selama fase ini, orientsi kontraksi uterus berlangsung bersama
pendataran dan pelunakan serviks. Kriteria minimum Friedman untuk fase laten ke
dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan serviks 1,2 jam bagi nulipara dan 1,5
cm untuk ibu multipara. Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada
pembukaan
tertentu.
Friedman
dan
Sachtleben
mendefinisikan
fase
laten
berkepanjangan sebagai apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14
jam pada multipara.
Page 11
diserati kontraksi uterus, dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal
persalinan aktif. Demikian pula kurva-kurva ini memungkinkan para dokter
mengajukan pertanyaan, karena awal persalinan dapat secara meyakinkan didiagnosis
secara pasti, berapa lama fase aktif harus berlangsung.
Page 12
persalinan
Page 13
G. Diagnosis
Adapun kriteria diagnosa dari tiap klasifikasi persalinan lama dan terapi yang
disarnkan ditampilkan pada tabel 2.2 dibawah ini.
Page 14
pada partograf. Protraction disorder padafase aktif (partus lama) dapat didagnosa bila
bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam. Sedangkan
arrest disorder (partus macet) didiagnosa bila tidak terjadi penambahan pembukaan
serviks dalam jangka waktu 2 jam maupun penurunan kepala janin dalam jangka
waktu 1 jam. yang telah dit Adapun contoh gambaran partograf untuk mendiagnosa
persalinan lama (protraction disorder) ditampilkan pada gambar 2.3, sementara
persalinan macet atau partus tak maju (arrest disorder) diperlihatkan pada gambar
2.4.
Gambar 2.3 Kelainan protraksi pada fase aktif persalinan (partus lama)
Gambar 4 Arrest disorder pada fase aktif persalinan (partus tak maju/ macet)
H. Tatalaksana
Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama adalah
mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri. Persalinan lama adalah sebuah
akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah kondisi patologis penyebab
PERSALINAN YANG LAMA
Page 15
persalinan lama telah ditemukan, dapat ditentukan metode yang tepat dalam mengakhiri
persalinan. Apakah persalinan tetap dilakukan pervaginam, atau akandilakukan per
abdominam melalui seksio sesarea.
Secara umum penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelainan yaitu
disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi). Adanya disproporsi
sefalopelvik pada pasien dengan persalinan lamamerupakan indikasi utnuk dilakukannya
seksio sesarea. Disproporsi sefalopelvik dicurigai bila dari pemeriksaan fisik diketahui
ibu memiliki faktor risiko panggul sempit (misal: tinggi badan < 145 cm, konjugata
diagonalis < 13 cm) atau janin diperkirakan berukuran besar (TBBJ > 4000gram, bayi
dengan hidrosefalus, riwayat berat badan bayi sebelumnya yang > 4000 gram). Bila
diyakini tidak ada disproporsi sefalopelvik, dapat dilakukan induksi persalinan.
Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalh menunggu.
Hal ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa sebagai fase laten
berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini dapat menyebabkan induksi atau percepatan
persalinan yang tidak perlu yang mungkin gagal. Dan belakangan dapat menyebabkan
seksio sesaria yang tidak perlu. Dianjurkan dilakukan observasi selama 8 jam. Bila his
berhenti maka ibu dinyatakan mengalami persalinan semu, bila his menjadi teratur dan
bukaan serviks menjadi lebih dari 4 cm maka pasien dikatakan berada dalam fase laten.
Pada akhir masa observasi 8 jam ini, bila terjadi perubahan dalam penipisan serviks atau
pembukaan serviks, maka pecahkan ketuban dan lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin. Bila ibu tidak memasuki fase aktif setelah delapan jam infus oksitosin, maka
disarankan agar janin dilahirkan secara seksio sesarea.
Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah kelainan
yang dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction disorder (partus lama) atau
arrest disorder (partus tak maju). Bila termasuk dalam kelompok partus tak maju, maka
besar kemungkinan ada disproporsi sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan seksion
sesarea. Bila yang terjadi adalah partus lama, maka dilakukan penilaian kontraksi uterus.
Bila kontraksi efisien (lebih dari 3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik),
curigai kemungkinan adanya obstruksi, malposisi dan malpresentasi. Bila kontraksi tidak
efisien, maka penyebabnya kemungkinan adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat.
Tatalaksana yang dianjurkan adalah induksi persalinan dengan oksitosin.
PERSALINAN YANG LAMA
Page 16
Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya janin. Hal ini
dikarenakan upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat meningkatkan risiko
berkurangnya aliran darah ke plasenta. Yang pertama kali harus diyakini pada kondisi
kala II memanjang adalah tidak terjadi malpresentasi dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua
hal tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan percepatan persalinan dengan oksitosin. Bila
percepatan dengan oksitosin tidak mempengaruhi penurunan janin, maka dilakukan upaya
pelahiran janin. Jenis upaya pelahiran tersebut tergantung pada posisi kepala janin. Bila
kepala janin teraba tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan kepala
janin berada di bawah station 0, maka janin dapat dilahirkan dengan ekstraksi vakum atau
dengan forseps. Bila kepala janin teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisi pubis atau
ujung penonjolan tulang kepala janin berada diantara station ) dan station -2, maka janin
dilahirkan dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi. Namun jika kepala janin teraba
lebih dari 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diatas
station -2, maka janin dilahirkan secara seksio sesaria.
I. Komplikasi
Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun bagi anak
yang dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat persalinan lama antara lain
adalah:
Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus
lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan amnion
menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi
bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin, akibat as[irasi cairan
amnion yang terinfeksi adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks
dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini
harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila terjadi persalinan lama.
Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama
partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat
seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul semakin besar
PERSALINAN YANG LAMA
Page 17
sehingga kepala tidak engaged dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus
dapat menjadi sangat teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini,
mungkin terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista
transversal atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus.
Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam segera.
Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu
pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat
persalinan yang terhambat disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen
bawah uterus. Pada situasi semacam ini, cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu
identasi abdomen dan menandakan akan rupturnya seegmen bawah uterus. Pada
keadaan ini, kadang-kadang dapat dilemaskan dengan anestesia umum yang sesuai
dan janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang
dilakukan dengan segera menghasilkan prognosis yang lebih baik.
Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi tidak
maju untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak diantaranya dan
dninding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan
sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah
melahirkan dengan timbulnya fistula vesikovaginal, vesikorektal atau rektovaginal.
Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala dua yang
berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan operasi ditunda selama mungkin, penyulit
ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang , kecuali di negara-negara yang belum
berkembang.
Page 18
otot dasar panggul selama melahirkan ini akan menyebabkan inkontinensia urin dan
alvi serta prolaps organ panggul.
Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum
yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar
dan menyebabkan kesalahan diagnosis yang serius. Kaput dapat hempir mencapai
dasar panggul sementara kepala belum engaged. Dokter yang kurang berpengalaman
dapat melakukan upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi
forceps.
J. Prognosis
Friedman melaporkan bahwa memanjangnya fase laten tidak memperburuk
mortalitas dan morbiditas janin ataui ibu, namun Chelmow dkk membantah anggapan
bahwa pemanjangan fase laten tidak berbahaya.
Page 19
Pada ruptura uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi oleh
peritoneum viserale.Pada keadaan yang demikian janin belum masuk ke dalam rongga
peritoneum. Apabila pada rupture uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut robek,
hal tersebut dinamakan rupture uteri komplet.
Pada dehisens (regangan) dari parut bekas bedah sesar kantong ketuban juga
belum robek, tetapi jika kantong ketuban ikut robek maka disebut telah terjadi ruputura
uteri pada parut.Dehisens bisa berubah jadi ruputura pada waktu partus atau akibat
manipulasi pada rahim yang berparut, biasanya bekas bedah sesar yang lalu.Dehisens
terjadi perlahan, sedangkan ruptura uteri terjadi secara dramatis.Pada dehisens
perdarahan minimal atau tidak berdarah, sedangkan pada ruptur uteri perdarahannya
banyak yang berasal dari pinggir parut atau robekan baru yang meluas.
Epidemiologi
Terjadinya rupture uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih
merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinya. Kematian ibu
dan anak akibat rupture uteri masih tinggi. Sebuah kajian deskriptif tentang profil
kematian janin dalam rahim di RS Hasan Sadikin, Bandung periode 2000-2002 mendapatkan 168 kasus kematian janin dalam rahim dari 2974 persalinan.Penyebab
kematian janin dalam rahim paling tinggi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan
penyulit kehamilan ruptur uteri dan penyulit medis diabetes melitus.
Lebih lanjut, dilakukan pula evaluasi kasus ruptur uteri di RS Hasan Sadikin
dan 3 rumah sakit jejaringnya pada periode 1999-2003. Hasilnya, insiden kasus ruptur
uteri di RS Hasan Sadikin 0,09% (1 : 1074). Insiden di rumah sakit jejaring sedikit
lebih tinggi yaitu 0,1% (1:996). Di RSHS, tidak didapatkan kematian ibu, sedangkan di
3 rumah sakit jejaring didapatkan sebesar 0,4%. Sebaliknya, kematian perinatal di
RSHS mencapai 90% sedangkan di rumah sakit jejaring 100%. Maka dari itu dapat
disimpulkan, kasus ruptur uteri memberi dampak yang negatif baik pada kematian ibu
maupun bayi.
Klasifikasi
1. Menurut sebabnya :
a. Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil
Page 20
2. Menurut Lokasinya :
a. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ), miemektomi
b. Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit dan
lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya
terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya
c. Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forseps atau
versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
d. Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina.
3. Menurut etiologinya :
a. Ruptur uteri spontanea
Page 21
Rupture uteri spontanea dapat terjadi akibat dinding rahim yang lemah seperti
pada bekas operasi sesar, bekas miomektomi, bekas perforasi tindakan kuret
atau bekas tindakan plasenta manual. Rupture uteri spontan dapat pula terjadi
akibat peregangan luar biasa dari rahim seperti pada ibu dengan panggul
sempit, janin yang besar, kelainan kongenital dari janin, kelainan letak janin,
grandemultipara dengan perut gantung (pendulum) serta pimpinan persalinan
yang salah.
b. Ruptur uteri violenta
Rupture uteri violenta dapat terjadi akibat tindakan tindakan seperti misalnya
Ekstraksi forceps, versi dan ekstraksi ,embriotomi, braxton hicks version,
manual plasenta,kuretase ataupun trauma tumpul dan tajam dari luar.
Etiologi
Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada
sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang masih
utuh. Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada persalinan
sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan partus percobaan
atau persalinan dirangsang dengan oksitosin atau sejenisnya.
Pasien yang berisiko tinggi antara lain :
a. Persalinan yang mengalami distosia, grande multipara, penggunaan oksitosin
atau prostaglandin untuk mempercepat persalina
b.
c. Pernah histerorafi
d. Pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio sesarea, dan
sebagainya.
Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas seksio sesarea
klasik berlaku adagium Once Sesarean Section always Sesarean Section. Pada keadaan
tertentu seperti ini dapat dipilih elective cesarean section (ulangan) untuk mencegah
ruputura uteri dengan syarat janin sudah matang.
Page 22
Patofisiologi
Saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan demikian,
dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus
uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri
terdorong ke dalam segmen bawah rahim. Segmen bawah rahim menjadi lebih lebar
dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik keatas oleh kontraksi
segmen atas rahim yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang
membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi.
Apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena suatu sebab
(misalnya : panggul sempit atau kepala besar) maka volume korpus yang bertambah
mengecil pada waktu ada his harus diimbangi perluasan segmen bawa rahim ke atas.
Dengan demikian lingkaran retraksi fisiologis semakin meninggi kearah pusat melewati
batas fisiologis menjadi patologis yang disebut lingkaran bandl (ring van bandl). Ini
terjadi karena, rahim tertarik terus menerus kearah proksimal tetapi tertahan dibagian
distalnya oleh serviks yang dipegang ditempatnya oleh ligamentum ligamentum pada
sisi belakang (ligamentum sakrouterina), pada sisi kanan dan kiri (ligamentum cardinal)
dan pada sisi dasar kandung kemih (ligamentum vesikouterina).
Jika his berlangsung terus menerus kuat, tetapi bagian terbawah janin tidak
kunjung turun lebih ke bawah, maka lingkaran retraksi semakin lama semakin tinggi
dan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas dan dindingnya menjadi sangat tipis.
Ini menandakan telah terjadi rupture uteri iminens dan rahim terancam robek. Pada saat
dinding segmen bawah rahim robek spontan dan his berikutnya dating, terjadilah
perdarahan yang banyak (rupture uteri spontanea).
Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea lebih sering terjadi terutama pada parut
pada bekas seksio sesarea klasik dibandingkan pada parut bekas seksio sesarea
profunda. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang tenang
pada saat nifas memiliki kemampuan sembuh lebih cepat sehingga parut lebih kuat.
Ruptur uteri pada bekas seksio klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua
sebelum persalinan dimulai sedangkan pada bekas seksio profunda lebih sering terjadi
saat persalinan. Rupture uteri biasanya terjadi lambat laun pada jaringan jaringan di
sekitar luka yang menipis kemudian terpisah sama sekali. Disini biasanya peritoneum
Page 23
tidak ikut serta, sehingga terjadi rupture uteri inkompleta. Pada peristiwa ini perdarahan
banyak berkumpul di ligamentum latum dan sebagian lainnya keluar.
Diagnosa Dan Gejala Klinis
Gejala rupture uteri mengancam
1. Dalam tanya jawab dikatakan telah ditolong atau didorong oleh dukun atau bidan,
partus sudah lama berlangsung.
2. Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut.
3. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan,
bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
4. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.
5. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged laboura), yaitu mutut
kering, lidah kering dan halus badan panas (demam).
6. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus.
7. Ligamentum rotundum teraba seperrti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras
terutama sebelah kiri atau keduannya.
8. Pada waktu datangnya his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan sbr
teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
9. Penilaian korpus dan sbr nampak lingkaran bandl sebagai lekukan melintang yang
bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan sbr yang semakin tipis dan
teregang.sering lingkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh
untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya sbr
didinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa. Misalnya terjadi pada
asinklintismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
10. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang
keatas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada
kateterisasi ada hematuria.
11. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).
12. Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti
edema portio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Page 24
2. Palpasi
a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan
b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari PAP
c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada dirongga perut, maka
teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut, dan di sampingnya
kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
d. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3. Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit
setelah rupture, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk kerongga
perut.
4. Pemeriksaan dalam
a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat
didorong keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak
banyak
Page 25
b. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim
dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba
usus, omentum dan bagian-bagian janin
c. Kateterisasi
hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih
d. Catatan
1) Gejala rupture uteri incomplit tidak sehebat komplit
2) Rupture uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus biasanya tidak
didahului oleh uteri mengancam.
3) Sangat penting untuk diingat lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan
hati-hati sebagai kerja tim setelah mengerjakan sesuatu operative delivery,
misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsef, embriotomi
dan lain-lain.
Penanganan
Dalam menghadapi masalah ruptura uteri semboyan prevention is better than
cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola persalinan di
mana pun persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tinggi haruslah dirujuk agar
persalinannya berlangsung di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup dan
berpengalaman. Bila telah terjadi ruptura uteri tindakan terpilih hanyalah histerektomi
dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan
transfusi darah yang banyak, tindakan antisyok, serta pemberian antibiotika spektrum
luas, dan sebagainya.
Tindakan tindakan pada rupture uteri :
a. Histerektomi
Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim dan uterus) pada
seorang wanita, sehingga setelah menjalani operasi ini dia tidak bisa lagi hamil dan
mempunyai anak. Histerektomi dapat dilakukan melalui irisan pada bagian perut
atau melalui vagina. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan
dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya.
Ada beberapa jenis histerektomi yang perlu kita ketahui. Berikut ini adalah
penjelasannya :
PERSALINAN YANG LAMA
Page 26
Page 27
Page 28
2. ATONIA UTERI
Perdarahan postpartum dini oleh karena atonia uteri merupakan salah satu tiga
penyebab terbesar kematian maternal di negara berkembang dan maju. Pencegahan,
diagnosis dini, dan manajemen yang benar, merupakan kunci untuk mengurangi
dampak tersebut. Perawatan intrapartum harus selalu menyertakan perawatan
pencegahan perdarahan postpartum dini, identifikasi faktor risiko, dan ketersediaan
fasilitas untuk mengatasi kejadian perdarahan postpartum dini
Page 29
Sebuah prosedur yang lebih konservatif, kini lebih dikenal dengan teknik
jahitan kompresi, di jelaskan pertama kali oleh B-lynch pada tahun 1997. Seiring
waktu dengan modifikasi yang lebih lanjut oleh Hayman , Cho .Teknik jahitan
kompresi ini dapat terbukti efektif dan total abdominal histerektomi atau subtotal
hendaknya dipertimbangkan sebagai pilihan terakhir.
Definisi
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah
persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak
mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah
terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah
yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas
seluruhnya. Atonia uteri menyebabkan terjadinya perdarahan yang cepat dan parah
dan juga shock hypovolemik. Dari semua kasus perdarahan postpartum sebesar 70 %
disebabkan oleh atonia uteri
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian
yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan postpartum,
lapisan tengah miometrium tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh
darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga setiap dua
buah serabut kira-kira membentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya
susunan otot seperti diatas, jika otot berkon traksi akan menjempit pembuluh darah.
PERSALINAN YANG LAMA
Page 30
Uterus yang teregang berlebihan : Kehamilan kembar, anak sangat besar (BB
> 4000 gram) dan polihidramnion
2.
3.
Partus lama
4.
Grande multipara
5.
6.
7.
8.
9.
Obesitas
10.
11.
Page 31
Manajemen aktif kala III terdiri atas intervensi yang direncanakan untuk
mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi uterus dan untuk
mencegah perdarahan postpartum dengan menghindari atonia uteri. Atonia uteri dapat
dicegah dengan Manajemen aktif kala III, yaitu:
1. Memberikan obat oksitosin 10 IU segera setelah bahu bayi lahir;
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali;
3. Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap berkontraksi.
3. DISTOSIA BAHU
Definisi
Distosia bahu adalah persalinan yang memerlukan tambahan manuver obstetri
setelah kegagalan gentle downward traction pada kepala bayi untuk melahirkan
bahu. Juga adanya patokan waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan lebih
dari 60 detik, maka dianggap sebagai distosia bahu dan dibutuhkan manuver obstetrik
tambahan.
Page 32
Page 33
Diagnosis
Salah satu gambaran yang sering terjadi adalah turtle sign dimana bisa
terlihatnya kepala janin namun juga bisa retraksi (analog dengan kura-kura menarik
ke dalam cangkangnya) dan wajah bayi yang eritematous. Ini terjadi ketika bahu bayi
mengalami impaksi didalam panggul ibu.
Kepala bayi telah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
Kepala bayi telah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang
Traksi pada kepala bayi tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap berada di cranial
simfisis pubis.
Penanganan
Yang paling diutamakan dalam penanganan distosia bahu adalah menghindari
3P yaitu :
1. Panic, semua penanganan dilakukan melalui manuver sistematis dan setiap penolong
harus tenang agar dapat mendengar dan mengerti ketika ada permintaan bantuan dan
dapat dengan jelas memimpin ibu untuk kapan mengejan dan kapan tidak mengejan.
2. (Pulling) menarik di kepala / leher - traksi lateral akan meningkatkan resiko
cedera pleksus brakialis.
3. (Pushing) mendorong fundus, karena tidak akan membantu ketika bahu benar-benar
mengalami impaksi dan meningkatkan risiko ruptur uteri. Tekanan dilakukan pada
suprapubik untuk melepaskan impaksi bahu anterior.
Komplikasi
Sekuel dari distosia bahu dan berbagai manuver obstetrik untuk melahirkan
bahu bayi diantaranya adalah : fraktur klavikula, lesi pleksus brachialis, distensi otot
sternocleidomastoid dengan atau tanpa hematoma, paralisis diafragma, sindrom
Horner, asfiksia peripartal dan cerebral palsy serta kematian peripartal. Cedera
pleksus brachialis merupakan komplikasi janin yang paling penting untuk
Page 34
diperhatikan dari distosia bahu, karena pada beberapa kasus menjadi disfungsi pleksus
brachialis permanen.
Komplikasi ibu akibat distosia bahu adalah perdarahan postpartum, laserasi serviks
dan vagina, simpisiolisis dan rupture uterus dan dilakukannya seksio cesaria sekunder akibat
gagalnya prosedur obstetrik atau sebagai kelanjutan manuver Zavanelli's.
Page 35
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Skenario
PERSALINAN YANG LAMA
Ny. Bahar berusia 37 tahun hamil anak ke-5 cukup bulan, diantar oleh Bidan ke UGD
RS dengan rujukan : Partus tidak maju setelah dipimpin 2 jam, kala II memanjang. Dari
pemeriksaan dokter didapatkan: TD: 130/70 mmHg, TFU 3 jari proc. Xypoideus ( 35 cm) ,
pada pemeriksaan Leopold : janin Letak kepala, His; 2-3x/35/S, DJJ; 13-12-13, VT;
Pembukaan Lengkap, ketuban(-), sisa kehijauan, Ubun-ubun kecil teraba didepan Hodge IIIIV. Dokter memberikan antibiotika untuk mencegah infeksi, memasang infus cairan D5%
dan selanjutnya dokter konsul ke dokter spesialis, karena dikhawatirkan terjadinya ruptur
uteri sebab saat dikateter urin kemerahan.
Ibu merasakan kelelahan dan tidak kuat lagi untuk mengedan, dokter SpOG
melakukan pemeriksaan ulang dokter memutuskan persalinan di terminasi dengan Vacum
Ekstrasi, lahir bayi ; BBL 3500 gram, PB 50 cm, A/S 7/8. Dokter melakukan manual plasenta
dan eksplorasi jalan lahir. Diberikan Oksitosin perinfus, setelah dilakukan penjahitan luka
episiotomi ditemukan atonia uteri dengan tinggi fundus uteri 1 jari diatas pusat, dan
perdarahan 600cc. Selanjutnya dokter melakukan massage uterus dan memberikan
uterotonika yang sesuai.
Pasien dipulangkan pada hari ketiga pasca persalinan setelah dokter memastikan luka
episiotominya baik dan pasien dapat buang air kecil dengan lancar.
Bagaimana analisis anda mengenai persalinan Ny.Bahar?
3.2 TERMINOLOGI
1. Ruptur uteri : robekan uteri karena peregangan uteri melebihi normal
2. Manual Plasenta : prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasi sampai keluar
secara manual
3. Episiotomi : luka memotong secara anatomi bedah untuk mempebesar jalan lahir di
antara vagina dan anus
4. Atonia Uteri : uterus tidak berkontraksi 15 detik setelah pemijatan uterus
PERSALINAN YANG LAMA
Page 36
5. Eksplorasi : tindakan untuk mengetahui apakah ada plasenta yang tersisa, dinding
uterus yang robek dan lainnya dengan palpasi dan inspeksi terhadap jalan lahir
tersebut secara keseluruhan
6. Massage uterus : pemijatan uterus secara lembut agar merangsang kontraksi uterus
3.3 PERMASALAHAN
1. Kenapa partus tidak maju setelah dua jam
Karena terjadi persalinan lama (distosia). Penyebab:
Power kelainan his
Passage kelainan jalan lahir
Passager kelainan janin
Provider pimpinan partus yang salah
2. Apa hubungan rupture dengan urine kemerahan
Saaat partus dan mengalami kemacetan jalan lahir, vesica urinaria dapat
tertekan oleh uterus yang nanti bisa menyebabkan lecet pada vesika urinaria
karena tekanan dan gesekan yang sehingga urin kemerahan
Eksplorasi untuk melihat secara keseluruhan, apa yang terdapat pada jalan
lahir ibu agar segala kelainan dapat terdeteksi lebih awal
Seharusnya setelah plasenta lahir adalah 2 jari di bawah pusat, itu menandakan
bahwa terjadi kontraksi uterus yang kurang ( hipotoni uterus) hingga atonia
5. Involusi uteri
Page 37
Gawat janin
Kala II memanjang
Page 38
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari skenario LBM 3 yang berjudul Persalinan Yang Lama, kami mendiagnosis : G5P4A0
in partu letak kepala kala II memanjang riwayat KPD (-) suspek inersia uteri. Post partum
dengan vacum ekstraksi hari pertama riwayat atonia uteri.
Page 39
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.
Cunningham. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC.
Gondo, Harry. 2013. Penanganan Perdarah Post Partum. [ diakses melalui
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/vol2.no1.Januari2011/PENANGANAN%20PE
RDARAHAN%20POST%20PARTUM.pdf pada tanggal 20/03/2014 ]
Page 40