Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1

Penyakit Katup Jantung

2.1.1 Definisi
Penyakit katup jantung adalah kelainan pada jantung yang menyebabkan kelainankelainan pada aliran darah yang melintasi katup jantung. Katup yang terserang penyakit dapat
mengalami dua jenis gangguan fungsional :
1.

Regurgitasi daun katup tidak dapat menutup rapat sehingga darah dapat mengalir balik
(sinonim dengan insufisiensi katup dan inkompetensi katup)

2.

Stenosis katup lubang katup mengalami penyempitan sehingga aliran darah mengalami
hambatan.

Insufisiensi dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup, dikenal sebagai lesi
campuran atau terjadi sendiri yang disebut sebagai lesi murni . Disfungsi katup akan
meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup memaksa jantung memompa darah lebih
banyak untuk menggantikan jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik
sehingga meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis katup memaksa jantung meningkatkan
tekanannya agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran yang meningkat, karena itu akan
meningkatkan tekanan kerja miokardium. Respon miokardium yang khas terhadap
peningkatan volume kerja dan tekanan kerja adalah dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi

miokardium dan hipertrofi merupakan mekansime kompensasi yang bertujuan meningkatkan


kemampuan pemompaan jantung. (ODonnell MM, 2002).

2.1.2 Etiologi
Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai penyakit yang hampir selalu
disebabkan oleh reumatik, tetapi sekarang telah banyak ditemukan penyakit katup jenis baru.
Meskipun terjadi penurunan insiden penyakit demam reumatik, namun penyakit demam
reumatik masih merupakan penyebab lazim deformitas katup yang membutuhkan koreksi
bedah. (ODonnell MM, 2002)
Demam reumatik akut merupakan sekuele faringitis akibat streptokokus B-hemolitikus
group A. Demam reumatik timbul hanya jika terjadi respon antibodi atau imunologis yang
bermakna terhadap infeksi streptokokus sebelumnya. Sekitar 3% infeksi steptokokus pada
faring diikuti dengan serangan demam reumatik (dalam 2 hingga 4 minggu). Serangan awal
demam reumatik biasanya dijumpai pada masa anak dan awal masa remaja. (ODonnell MM,
2002)
Patogenesis pasti demam reumatik masih belum diketahui. Dua mekanisme dugaan
yang telah diajukan adalah (1). respon hiperimun yang bersifat autoimun maupun alergi dan
(2). efek langsung organisme streptokokus atau toksinnya.
Reaksi autoimun terhadap infeksi streptokokus secara teori akan menyebabkan
kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, dengan cara :
1. Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi faring.
2. Antigen streptokokus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada penjamu yang
hiperimun.

3. Anitibodi akan bereaksi dengan antigen streptokokus, dan dengan jaringan penjamu
yang secara antigenik sama seperti streptokokus (dengan kata lain : antibodi tidak dapat
membedakan antara antigen streptokokus dengan antigen jaringan jantung).
4. Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan penjamu sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan.
Apapun patogenesisnya, manifestasi demam rematik akut berupa peradangan difus yang
menyebabkan jaringan ikat berbagai organ, terutama jantung, sendi dan kulit. Gejala dan
tandanya tidak khas, dapat berupa demam, artritis yang berpindah-pindah, artralgia, ruam
kulit, korea dan takikardi. Terserangnya jantung merupakan keadaan yang sangat penting,
karena dua alasan berikut (1). kematian pada fase akut, walaupun sangat rendah, tetapi hampir
seluruhnya disebabkan oleh gagal jantung dan (2). kecacatan residual yang terutama
disebabkan oleh deformitas katup
Demam reumatik akut dapat menyebabkan peradangan pada semua lapisan jantung yang
disebut

pankarditis.

Peradangan

endokardium

biasanya

mengenai

endotel

katup,

mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup. Vegetasi seperti
manik-manik akan timbul disepanjang pinggir daun katup. Perubahan akut ini dapat
mengganggu penutupan katup yang efektif, mengakibatkan regurgitasi katup. (ODonnell
MM, 2002).
Serangan awal karditis reumatik biasanya akan mereda tanpa meninggalkan kerusakan
berarti. Namun serangan berulang akan menyebabkan gangguan progresif pada bentuk katup.
Perubahan patologis penyakit katup reumatik kronis timbul akibat proses penyembuhan yang
disertai pembentukan jaringan parut, proses radang berulang, dan deformitas progresif yang
disertai stres hemodinamik dan proses penuaan. (ODonnell MM, 2002).
Deformitas akhir yang menyebabkan stenosis katup ditandai oleh penebalan dan penyatuan
daun katup disepanjang komisura (tempat persambungan antara duan daun katup). Perubahan
ini mengakibatkan penyempitan lubang katup dan mengurangi pergerakan daun katup
sehingga menghambat majunya aliran darah. Korda tendinae katup atrioventrikularis dapat
juga menebal dan menyatu sehingga membentuk terowongan fibrosa dibawah daun katup dan
semakin menghambat aliran darah. (ODonnell MM, 2002).
Lesi yang berkaitan dengan insufisiensi katup terdiri atas daun katup yang menciut dan
retraksi yang menghambat kontak dan pemendekan antar daun katup, menyatukan korda
tendinae yang menghalangi gerak daun katup. Perubahan ini akan mengganggu penutupan
katup sehingga menimbulkan aliran balik melalui katup tersebut. (ODonnell MM, 2002).

Kalsifikasi dan sklerosis jaringan katup akibat usia lanjut juga berperan dalam perubahan
bentuk katup akibat demam reumatik. Penyakit kronis yang disertai kegagalan ventrikel serta
pembesaran ventrikel juga dapat mengganggu fungsi katup atrioventrikularis. Bentuk
ventrikel mengalami perubahan sehingga kemampuan otot papilaris untuk mendekatkan daundaun katup pada waktu katup menutup akan berkurang. Selain itu lubang katup juga melebar,
sehingga semakin mempersulit penutupan katup dan timbul insufisiensi katup. (ODonnell
MM, 2002).
Selain penyakit reumatik, dikenal beberapa penyebab lain yang semakin sering
menimbulkan perubahan bentuk dan malfungsi katup : (1). dekstruksi katup oleh endokarditis
bakterialis (2). defek jaringan penyambung sejak lahir (3) disfungsi atau ruptura otot papilaris
karena aterosklerosis koroner dan (4). malformasi kongenital. (ODonnell MM, 2002).
Endokarditis infektif dapat disebabkan oleh banyak organisme, termasuk bakteri, jamur,
dan ragi. Infeksi bakteri merupakan penyebab tersering. Akibatnya, keadaan ini sering disebut
sebagai endokarditis bakterialis. Endokarditis menimbulkan vegetasi disepanjang pinggir
daun katup, vegetasi-vegetasi ini dapat meluas dan menyerang seluruh katup, bahkan
moikardium. Akibatnya, daun katup dapat mengalami fibrosis, erosi dan perforasi sehingga
menimbulkan suatu disfungsi katup regurgitan yang khas. (ODonnell MM, 2002).
Disfungsi atau ruptura otot papilaris dapat menimbulkan berbagai macam disfungsi katup.
Gangguan otot papilaris dapat bersifat intermitan (yaitu akibat iskemia) dan hanya
menimbulkan regurgitasi episodik yang ringan. Tetapi, apabila terjadi ruptura otot papilaris
nekrotik setelah infrak miokardium, dapat terjadi insufisiensi mitralis akut. (ODonnell MM,
2002).
Malformasi kongenital dapat terjadi pada setiap katup. Misalnya, sekitar 1% sampai 2%
katup aorta adalah katup bikuspidalis dan bukan trikuspidalis.
Lesilesi katup tertentu sangat menunjukan penyebab disfungsi. Misalnya, stenosis mitralis
murni biasanya disebabkan oleh rematik, sedangakan stenosis aorta murni biasanya
disebabkan oleh kalsifikasi prematur dan degenerasi katup bikuspidalis kengenital. Lesi katup
pulmonalis atau trikuspidalis murni hampir pasti disebabkan oleh cacat kongenital. Lesi katup
gabungan biasanya disebabkan oleh rematik. (ODonnell MM, 2002)

2.2

Mitral Stenosis dan Aorta Stenosis

1. Pengertian
a. Stenosis Mitral
Mitral Stenosis adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri pada fase diastolic akibat penyempitan katup (Rilantono, 2013).
Stenosis mitral (MS) merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang akan
menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Ketika
katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung.
Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala
lainnya. (Kasron, 2012).
Jadi mitral stenosis (MS) merupakan penyempitan katup mitral yang menyebabkan
katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel
kiri pada fase diastolik.

b. Aorta Stenosis
Stenosis aorta merupakan suatu penyakit yang progresif. Meningkatnya kekesaran
bising dan menghilangnya bunyi klik yang dapat menunjukkan peningkatan gradien di
sepanjang katup aorta (William, Schwartz M, 2005)
Stenosis aorta adalah penyempitan pada jalan keluar ventrikel kiri pada katup aorta
atapun area tepat di bawah atau atas katup aorta mengakibatkan perbedaan tekanan antara
ventrikel kiri dan aorta (Wahab, Samik A. 2009).

2. Etiologi
a. Mitral Stenosis
a) Penyebab tersering adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang progresif dari demam
reumatik oleh infeksi streptokokus.
b) Penyebab lain walaupun jarang yaitu systemic lupus erythematosus (SLE), karsinosis
sistemik, deposit amiloid.
c) Akibat obat fenfluramin/phentermin, rhematoid arthritis (RA), dan atrial myxoma.
d) virus seperti coxsackie diduga memegang peranan pada timbulnya penyakit katup jantung
kronis. Gejala dapat dimulai dengan suatu episode atrial fibrilasi atau dapat dicetuskan
oleh kehamilan dan stress lainya terhadap tubuh misalnya infeksi (pada jantung, paru-paru,
etc) atau gangguan jantung yang lain. (Kasron, 2012)
e) Penyebab lain walaupun jarang dapat mitral kongenital Bayi yang lahir dengan kelainan ini
jarang bisa bertahan hidup lebih dari 2 tahun, kecuali jika telah menjalani pembedahan.
f) Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah
ketika melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup
mitral (Kasron, 2012)
b. Stenosis Aorta
Menurut (Noer, Sjaifoellah. 2002) penyebab terjadinya stenosis aorta adalah :
a) Konginetal
Aorta unikuspid, menyebabkan obstruksi berat pada saat bayi dan merupakan penyebab
kematian pada umur kurang dari 1 tahun.
Aorta bicuspid, dapat menyebabkan stenosis pada saat lahir, tetapi kadang-kadang juga
tidak. Struktur abnormal ini akan menyebabkan turbelensi sehingga katup akhirnya
menjadi kaku, fibrosis dan klasifikasi pada umur dewasa. Kelainan ini dapat diperberat
oleh endokarditis bakteriliasis dan menimbulkan reguritasi.
Aorta tricuspid dapat juga mengalami abnormalitas dalam bentuk maupun besarnya
sehingga menimbulkan turbulensi, fibrosis dan klasifikasi.
6

b) Penyakit Jantung Reumatik


Kelainan akibat penyakit jantung reumatik pada katup aorta jarang muncul tersendiri, tapi
selalu disertai kelainan pada katup lainnya.
c) Stenosis aorta akibat klasifikasi senilis
Kelainan ini merupakan akibat arteriosklerosis, dimana terjadi sklerosis dan klasifikasi
katup pada usia lanjut dan jarang mengakibatkan stenosis berat.
d) Stenosis aorta pada arthritis rheumatoid
Terjadi penebalan nodular daun katup dan proksimal aorta. Kelainan ini jarang sekali
terjadi.

3. Patofisiologi
a. Mitral Stenosis
Proses perusakan katup mitral pada demam rematik sebetulnya adalah suatu proses
antigen-antibodi atas infeksi kuman streptokokus beta hemotilikus grup A. Antibodi yang
terbentuk ternyata tidak hanya menyerang kuman tersebut, tetapi juga menyerang katup
mitral, dan merusak katup tersebut.
Proses perusakan/ perubahan yang terjadi tidak hanya melibatkan daun katup mitral saja,
tetapi juga anulus katup. Katup mitral yang terkena rematik akan menebal, mengalami fibrosis
dan terjadi perlengketan pada tepi katup. Hasil akhir dari proses patologis ini adalah
penyempitan area katup mitral. Proses ini juga tidak jarang melibatkan aparatus subvalvar,
seperti pemendekan chorda tendineae yang akan lebih menghambat gerakan katup mitral.
Hambatan aliran darah pada katup mitral ini akan menyebabkan peningkatan tekanan atrium
kiri diikuti dilatasi atrium kiri maupun vena pulmonalis yang kemudian akan menyebabkan
peningkatan tekanan vena pulmonalis. Proses ini bila berlangsung lama dapat menyebabkan
peningkatan tekanan arteri pulmonalis, sehingga akhirnya dapat menyebabkan hipertensi
pulmoner.
Pada area katup mitral < 2,5 cm2 biasanya mulai timbul keluhan cepat lelah atau sesak
nafas. Pada MS berat dapat terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung, sehingga
tekanan darah turun terutama pada saat aktivitas. Disamping itu, terjadi pula peningkatan
gradien tekanan diastolik antara atrium kiri dengan ventrikel kiri yang menyebabkan sesak
nafas.
Pada saat aktivitas fisik meningkat, frekuensi denyut jantung (apalagi bila irama jantung
atrial fibriasi/ AF) juga meningkat, sehingga fase diastolik memendek dan waktu yang
diperlukan untuk mengosongkan atrium kiri pendek. Akibat dari kondisi ini, terjadilah
7

peningkatan tekanan di atrium kiri dan vena pulmonalis, yang akhirnya menimbulkan edema
paru (Rilantono, 2013).
b. Aorta Stenosis
Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan
perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan tekanan
ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang dicoba diatasi
dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel kiri). Pelebaran
ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah diastolik ventrikel kiri.
Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus
menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard.
Iskemia miokard timbul timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard yang
hipertrofi.
Area katup aorta normal berkisar 2-4cm2,Gradien ventrikel kiri dengan aorta mulai trlihat
bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup mitral <1cm2,maka stenosis aorta sudah disebut
berat. Kemampuan adaptasi miokard menghadapi stenosis aorta meyebabkan manifestasi
baru muncul bertahun tahun kemudian. Hambatan aliran darah pada stenosis katup aorta
(progressive pressure overload of left ventricle akibat stenosis aorta) akan merangsang
mekanisme RAA (Renin-Angiotensin-Aldosteron) beserta mekanisme lainnya agar miokard
mengalami hipertrofi. Penambahan massa otot ventrikel kiri ini akan menigkatkan tekanan
intra-ventrikel agar dapat melampaui tahanan stenosis aorta tersebut dan mempertahankan
wall stress yang normal berdasarkan rumus Laplace:Stress= (pressurexradius): 2xthickness.
Namun bila tahanan aorta bertambah, maka hipertrofi akan berkembang menjadi patologik
disertai penambahan jaringan kolagen dan menyebabkan kekakuan dinding ventrikel,
penurunan cadangan diastolic, penigkatan kebutuhan miokard dan iskemia miokard. Pada
akhirnya performa ventrikel kiri akan tergangu akibat dari asinkroni gerak dinding ventrikel
dan after load mismatch. Gradien trans-valvular menurun, tekanan arteri pulmonalis dan
atrium kiri meningkat menyebabkan sesak nafas. Gejala yang mentolok adalah sinkope,
iskemia sub-endokard yang menghasilkan angina dan berakhir dengan gagal miokard (gagal
jantung kongestif). Angina timbul karena iskemia miokard akibat dari kebutuhan yang
meningkat hipertrofi ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen akibat dari penurunan cadangan
koroner, penurunan waktu perfusi miokard akibat dari tahanan katup aorta.
Sinkop umumnya timbul saat aktifitas karena ketidakmampuan jantung memenuhi
peningkatan curah jantung saat aktifitas ditambah dengan reaksi penurunan resistensi perifer.
8

Aritmia supra maupun ventricular, rangsangan baroreseptor karena peningkatan tekanan akhir
diastolik dapat menimbulkan hipotensi dan sinkop.
Gangguan fungsi diastolic maupun sistolik ventrikel kiri dapat terjadi pada stenosis aorta
yang dapat diidentifikasi dari pemeriksaan jasmani, foto toraks dan peningkatan Peptida
Natriuretik. Hipertrofi ventrikel akan meningkatkan kekakuan seluruh dinding jantung.
Deposisi kolagen akan menambah kekauan miokard dan menyebabkan disfungsi diastolik.
Setelah penebalan miokard maksimal, maka wall stress tidak lagi dinormalisasi sehingga
terjadi peninggian tekanan diastolic ventrikel kiri menghasilkan penurunan fraksi ejeksi dan
penurunan curah jantung yang disebut sebagai disfungsi sistolik.
4. Manifestasi Klinis
a. Mitral Stenosis
a) Kelemahan, sesak nafas (dispnea) saat beraktifitas
b) Ortopnea atau proxymal nocturnal dyspnea terutama pada pasien mitral yang sedang
atau berat.
c) Batuk dan hemoptisis yang timbul akibat refleksi hipertensi vena pulmonal ke dalam
vena bronchial.
d) Palpitasi biasanya muncul apabila stenosis mitral sudah disertai adanya fibrilasi atrial.
e) Nyeri dada juga sering dikeluhkan oleh pasien stenosis mitral.
f) Hepatomegali, peningkatan JVP, pitting edema (akibat gagal jantung kanaan).
g) Pada Auskultasi didapatkan adanya: Apical diastolik murmur, rumbling (bergemuruh),
BJ1 mengeras dan mitral opening snap.
h) Gambaran EKG: Gelombang P memanjang dan berlekuk puncaknya (p mitral) di lead
II, Gelombang P komponen negatif yang dominan di lead V, Hipertrofi ventrikel kanan
(RVH), Fibrilasi atrium (akibat hipertrofi dan dilatasi kronis atrium).
i) Rontgen thoraks: Hipertrofi atrium kiri, Kongesti vena pulmonalis, edema paru
(perkabutan lapang paru).

(Rilantono, 2013 dan Udjianti,W.J 2010)

b. Stenosis Aorta
Perjalanan penyakit yang lambat dan bertahap menyebabkan pasien stenosis aorta baru
mengeluh sesak nafas, sinkope dan sakit dada selama bertahun-tahun menderita penyakit ini,
yaitu pada saat fungsi jantung sudah mulai menurun dan obstruksi aorta sudah sangat berat.
Nyeri dada pada pasien-pasien dengan aortic stenosis adalah sama dengan nyeri dada
(angina) yang dialami oleh pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner (coronary artery
disease). Pada keduanya dari kondisi-kondisi ini, nyeri digambarkan sebagai tekanan dibawah
tulang dada yang dicetuskan oleh pengerahan tenaga dan dihilangkan dengan beristirahat.
Pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, nyeri dada disebabkan oleh suplai darah
yang tidak cukup ke otot-otot jantung karena arteri-arteri koroner yang menyempit. Pada
pasien-pasien dengan aortic stenosis, nyeri dada seringkali terjadi tanpa segala penyempitan
dari arteri-arteri koroner yang mendasarinya. Otot jantung yang menebal harus memompa
melawan tekanan yang tinggi untuk mendorong darah melalui klep aortic yang menyempit.
Ini meningkatkan permintaan oksigen otot jantung yang melebihi suplai yang dikirim dalam
darah, menyebabkan nyeri dada (angina).
Pingsan (syncope) yang berhubungan dengan aortic stenosis biasanya dihubungkan dengan
pengerahan tenaga atau kegembiraan. Kondisi-kondisi ini menyebabkan relaksasi
(pengenduran) dari pembuluh-pembuluh darah tubuh (vasodilation), menurunkan tekanan
darah. Pada aortic stenosis, jantung tidak mampu untuk meningkatkan hasil untuk
mengkompensasi jatuhnya tekanan darah. Oleh karenanya, aliran darah ke otak berkurang,
menyebabkan pingsan. Pingsan dapat juga terjadi ketika cardiac output berkurang oleh suatu
denyut jantung yang tidak teratur (arhythmia). Tanpa perawatan yang efektif, harapan hidup
rata-rata adalah kurang dari tiga tahun setelah timbulnya nyeri dada atau gejala-gejala
syncope.
Sesak nafas dari gagal jantung adalah tanda yang paling tidak menyenangkan. Ia
mencerminkan kegagalan otot jantung untuk mengkompensasi beban tekanan yang ekstrim
dari aortic stenosis. Sesak napas disebabkan oleh tekanan yang meningkat pada pembuluhpembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh tekanan yang meningkat yang diperlukan
untuk mengisi ventricle kiri. Awalnya, sesak napas terjadi hanya sewaktu aktivitas. Ketika
penyakit berlanjut, sesak napas terjadi waktu istirahat. Pasien-pasien dapat menemukannya
sulit untuk berbaring tanpa menjadi sesak napas (orthopnea). Tanpa perawatan, harapan hidup
rata-rata setelah timbulnya gagal jantung yang disebabkan oleh aortic stenosis adalah antara 6
sampai 24 bulan.

10

Pada pemeriksaan jasmani pasien stenosis sedang atau berat biasanya ditemukan nadi
tardus atau parvus dan bising sistolik di sela iga 2 kiri atau kanan yang menjalar ke leher dan
apeks. Bunyi jantung II biasanya terdiri atas komponen pulmoner.
(Noer, Sjaifoellah. 2002)

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Stenosis Mitral
a) EKG : gambaran EKG tidak spesifik; jika pasien memiliki irama sinus, gelombang P
bifasik yang lebar didapatkan pada 90% pasien dengan stenosis mitral. Morfologi
gelombang P berkaitan dengan dilatasi atrium kiri bukannya hipertrofi.
b) Radiografi thoraks : Pada stenosis mitral murni, ukuran jantung pada radiografi thoraks
normal.
c) Ekokardigrafi: Baik ekokardiografi M-mode maupun ekokardiografi potongan
melintang menunjukkan penebalan katup dan penurunan laju penutupan mid-diastolik
pada daun katup anterior. Daun katup posterior juga mengalami tethering dan bergerak
ke anterior selama diastole. Dimensi atrium kiri meningkat dan kadang dapat dilihat
trombus pada apendik atrium kiri.
(Gray, 2005)
b. Stenosis Aorta
a) EKG menunjukkan hipertrofi LV dengan strain (ST depresi, T inversi) dan perlambatan
atrium kiri. Fibrilasi atrium dan aritmia ventrikular sering kali tampak saat fungsi LV telah
memburuk.
b) Radiografi thoraks : Pada stenosis aorta tanpa komplikasi, ukuran jantung normal, namun
didapatkan dilatasi pasca stenosis pada aorta desenden pada 80% pasien.
c) Ekokardiografi menunjukkan pembukaan katup yang menurun dan kalsifikasi daun katup,
dan memungkinkan penghitungan area katup.
d) Pencitraan doppler memungkinkan penghitungan gradien tekanan antara LV dan aorta.
(Aaronson, 2007)

11

6. Penatalaksanaan
a. Mitral Stenosis
Pendekatan Klinis
Pendekatan klinis pada pasien dengan Stenosis Mitral yaitu:
a) Pada setiap pasien stenosis mitral anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap harus
dilakukan.
b) Prosedur penunjang EKG, foto toraks, ekokardiografi seperti yang telah disebutkan
diatas harus dilakukan secara lengkap.
c) Pada kelompok pasien stenosis mitral yang asimtomatik, tindakan lanjutan sangat
tergantung dengan hasil pemeriksaan eko. Sebagai contoh pasien aktif asimtomatik
dengan area >1,5 cm2, gradien <5 mmHg, maka tidak perlu dilakukan evaluasi
lanjutan, selain pencegahan terhadap kemungkinan endokarditis. Lain halnya bila
pasien tersebut dengan area mitral <l.5 cm2.
Pendekatan Medis
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanik, oleh karena itu obat bersifat suportif atau
simtomatik terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan terhadap infeksi.
Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sulfa, sefalosporin
untuk demam reumatik atau pencegahan ekdokarditis sering dipakai. Obat-obat inotropik
negatit seperti -blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama
sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.
Retriksi garam atau pemberian diuretik secara intermiten bermanfaat jika terdapat bukti
adanya kongesti vaskular paru. Pada stenosis mitral dengan irama sinus, digitalis tidak
bermanfaat, kecuali terdapat disfungsi ventrikel baik kiri atau kanan. Latihan fisik tidak
dianjurkan, kecuali ringan hanya untuk menjaga kebugaran, karena latihan akan
meningkatkan frekuensi jantung dan memperpendek fase diastole dan seterusnya akan
meningkatkan gradient transmitral.
Fibrilasi Atrium
Prevalensi 30-40%, akan muncul akibat hemodinamik yang bermakna karena hilangnya
kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Pada
keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat
beta atau antagonis kalsium. Penyekat beta atau anti aritmia juga dapat dipakai untuk
mengontrol frekuensi jantung. atau pada keadaan tertentu untuk mencegah terjadinya fibrilasi
atrial paroksismal. Bila perlu pada keadaan tertentu di mana terdapat gangguan hemodinamik

12

dapat dilakukan kardioversi elektrik, dengan pemberian heparin intravenous sebelum pada
saat ataupun sesudahnya.
Pencegahan Embolisasi Sistemik.
Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau
irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena
tromboemboli.
Valvotomi Mitral Perkutan dengan Balon.
Pertama kali diperkenalkan oleh Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 ditermia
sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan
perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan
prosedur 1 balon.

Intervensi Bedah, Reparasi atau Ganti Katup.


Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin
jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat dengan jelas, pemisahan komisura, atau korda,
otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat
ditentukan tindakan yang akan diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup mitral
dengan protesa. Perlu diingat bahwa sedapat mungkin diupayakan operasi bersifat reparasi
oleh karena dengan protesa akan timbul risiko antikoagulasi, trombosis pada katup, infeksi
endokarditis, malfungsi protesa serta kejadian trombo emboli.
13

b. Stenosis Aorta
Pembedahan untuk mengganti katup, yang sebaiknya dilakukan sebelum terjadinya
kerusakan ventrikel kiri yang menetap. Katup pengganti dapat berupa katup mekanik. Untuk
mencegah infeksi katup jantung, setiap penderita dengan katup pengganti harus
mengkonsumsi antibiotik sebelum menjalani tindakan gigi atu pembedahan.

Valvuloplasti balon, suatu kateter yang ujungnya terpasang balon, dimasukkan ke


dalam katup dan balonnya digelembungkan untuk melebarkan lubang katup.
(Kasron. 2012)

14

7. Komplikasi
a. Stenosis Mitral
a) Emboli paru rekuren, adalah penyebab penting morbiditas dan mortalitas lanjut dalam
perjalanan stenosis mitral, terjadi paling sering pada pasien dengan gagal ventrikel
kanan.
b) Endokarditis infektif, jarang pada stenosis mitral murni tetapi tidak jarang pada pasien
dengan gabungan stenosis dan regurgitasi.
(Isselbacher, Kurt. 2000)
b. Stenosis Aorta
a)

Gagal ventrikel kiri

b)

Aritmi-dapat mati mendadak

c)

Fibrilasi atrium

d)

Endokarditis infektif

e)

Sinkop

15

2.3

Insufisiensi Mitral dan Isufiensi Aorta

2.3.1

Definisi

a. Insufisiensi Mitral
Insufisiensi mitral terjadi bilah katup mitral tidak dapat saling menutup selama systole.
Chordate tendineae memendek, sehingga bilah katup tidak dapat menutup dengan sempurna,
akibatnya terjadilah regurgitasi aliran balik dari ventrikel kiri ke antrium kiri. Pemendekan
atau sobekan salah satu atau kedua bilah katup mitral mengakibatkan penutupan lumen mitral
tidak sempurna saat ventrikel kiri dengan kuat mendorong darah ke aorta, sehingga setiap
denyut, ventrikel kiri akan mendorong sebagian darah kembali ke antrium kiri. Aliran balik
darah ini ditambah dengan darah yang masuk dari paru, menyebabkan antrium kiri mengalami
pelebaran dan hipertrofi.
Aliran darah balik dari ventrikel akan menyebabkan darah yang mengalir dari paru ke
antrium kiri menjadi berkurang. Akibatnya paru mengalami kongesti, yang pada giliranya
menambah beban ke ventrikel kanan. Maka meskipun kebocoran mitral hanya kecil namun
selalu berakibat terhadap kedua paru dan ventrikel kanan.

16

b. Isufiensi Aorta
Insufisiensi aorta adalah kembalinya darah ke ventrikel kiri dari aorta selama diastole
(relaksasi) (vanvid, 2011).
Insufisiensi aorta adalah penyakit katup jantung dimana katup aorta atau balon melemah,
mencegah katup menutup erat-erat. Hal ini menyebabkan mundurnya aliran darah dari aorta
(pembuluh darah terbesar) ke dalam ventrikel kiri (Evan, 2010).

2.3.2
a.

Etiologi
Insufisiensi Mitral

Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat dibagi atas reumatik dan
non reumatik (degeneratif, endokarditis, penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan,
trauma). Di negara berkembang seperti Indonesia, penyebab terbanyak insufisiensi mitral
adalah demam reumatik.
b.

Insufisiensi Aorta
Menurut arif mutakin (2009) insufisiensi aorta disebabkan oleh :
a) Mikroorganisme,

seperti

bakteri

(streptococus,

enterococus,

pneumococus,

stapilokokus), fungi, riketsia. Mikroorganisme tersebut menginfasi katub dan


permukaan endotel jantung sehingga menyebabkan rematik endokarditis. Kemudian
terjadi fenomena reaksi sensitifitas seperti pembengkakan, fibrosis dan perforasi daun
katub serta erosi pinggir daun katub. Kemudisn terjadi pembentukan modul dan
jaringan parut, penebalan progresif dan pengerutan bilah-bilah katub yang menyebabkan
kerusakan pada daerah tersebut.

17

b) Hipertofi Ventrikel
Hal ini mengakibatkan kemampuan otot papilaris untuk memndekatkan daun-daun
katub pada waktu katub menutup berkurang. Jika keadaan ini terus berlanjut maka akan
memperlebar lubang pada katub aorta dan mempersulit penutupan katub aorta.
Rangkaian kejadian ini akan membuat jantung mengalami insufisiensi Aorta.
c) IMA
Ruptur otot papilaris yang disebabkan oleh IMA mengakibatkan penutupan atau
kekakuan katub aorta sehingga penutupan katub aorta tidak sempurna.
d) Penyakit Kolagen/Penuaan
Dengan adanya penuaan, protein kolagen dari kelopak klep dihancurkan dan kalsium
mengendap pada kelopak-kelopak. Pergolakan diseluruh klep-klep menyebabkan
penyebab luka jaringan parut dan penebalan.
e) Penyakit jantung rematik
Demam rematik adalah suatu kondisi yang terjadi akibat infeksi (streptococcal bacteria)
yang tidak dirawat. Kerusakan pada kelopak-kelopak klep dari demam rematik
menyebabkan menyebabkan pergolakan yang meningkat diseluruh klep dan akan
menyebabkan terjadi lebih banyak kerusakan. Penyempitan dari demam rhematik terjadi
dari peleburan dari tepi-tepi (commissures) dari kelopak-kelopak klep.
Dalam keadaan normal, klep aortic menutup untuk cegah darah di aorta mengalir balik
ke ventricle kiri. Pada aortic regurgitation, klep yang rusak mengizinkan kebocoran
dari darah balik kedalam ventricle kiri ketika otot-otot ventricle mengendur (relax)
setelah memompa.
f) Aorta Arifisial Kongenital
Kelainan bawaan yang dibawa bayi sejak lahir, misalnya katup yang tidak bisa menutup
secara sempurna saat dalam kandungan, hal ini mneyebabkan aliran darah dari ventrikel
kiri tidak bisa mengalir secara sempurna.
g) Ventrikular Septal Defect (VSD)
Ruptur Traumatik

18

2.3.3
a.

Patofisiologi
Insufisiensi Mitral

Insufisiensi mitral akibat reumatik terjadi karena katup tidak bisa menutup sempurna
waktu sistolik. Perubahan pada katup meliputi klasifikasi, penebalan dan distorsi daun katup.
Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu sistolik. Selain pemendekan
kordatendinea mengakibatkan katup tertarik ke ventrikel terutama bagian posterior, dapat juga
terjadi dilatasi annulus atau rupture korda tendinea. Selama fase sistolik, terjadi aliran
regurgitasi ke atrium kiri, mengakibatkan gelombang v yang tinggi di atrium kiri, sedangkan
aliran ke aorta berkurang. Pada saat diastolik, darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel.
Darah tersebut selain yang berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis, jika terdapat
darah regurgidan dari ventrikel kiri waktu sistolik sebelumnya. ventrikel kiri cepat distensi,
apeks bergerak ke bawah secara mendadak, menarik katup korda dan otot kapilaris, hal ini
menimbulkan vibrasi membentuk bunyi jantung ke tiga. Pada insufisiensi mitral kronik,
regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa
meningkatnya tekanan baji dan aorta pulmonal.
b. Insufisiensi Aorta
Insufisiensi aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katub aorta,
sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta dengan rapat selama diastole
dan akibatnya menyebabkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri. Karena kebocoran
katub aorta saat diastole, maka sebagian darah dalam aorta, yang biasanya bertekanan tinggi,
akan mengalir ventrikel kiri, sehingga ventrikel kiri harus mengatasi keduanya, yaitu
mengirim darah yang secara normal diterima dari atrium kiri maupun darah yang kembali dari
aorta. Ventrikel kiri kemudian melebar dan hipertrofi untuk mengakomodasi peningkatan
volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih dari normal untuk memompa
darah, menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Sistem kardiovaskuler berusaha
mengkompensasi melalui refleks dilatasi pembuluh darah dan arteri perifer melemas,
sehingga tahanan perifer menurun dan tekanan diastolik turun drastis. Perubahan
hemodinamik keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik. Kerusakan akut timbul
pada pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri tidak punya cukup waktu
untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta. Peningkatan secara tiba-tiba dari tekanan
diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel.

2.3.4 WOC
(Terlampir)
19

2.3.5 Manifestsi klinis


a.

Insufisiensi Mitral

Sangat capek, lemah, kehabisan tenaga, berat badan turun, napas sesak saat kegiatan fisik,
ortopneu, paroxysma noktural dipsneu rales.
Tingkat lanjut : edema paru-paru, kegagalan jantung sebelah kanan.
Auskultasi

: terasa getaran pada raba apex, S1 tidak ada, lemah, murmur.

Murmur : bernada tinggi, menghembus, berdesis, selam systoll(pada apex) S3 nada rendah.
b. Insufisiensi Aorta
Klien datang dengan:
a) keluhan adanya pulsasi arteri karotis yang nyata serta denyut pada apeks pada saat
klien berbaring ke sebelah kiri.
b) Timbul denyut jantung prematur, oleh karena isi sekuncup besar setelah sistolik yang
panjang.
Pada klien insufisiensi aorta kronik bisa timbul gejala gejala gagal jantung,
termasuk dypsnea saat beraktifitas, ortopnea, dypsnea noptural paroksimal, edema
paru dan kelelahan. Noktural angina dan diaforosis
c) Angina cenderung timbul waktu istirahat saja, timbul bradikardi dan lebih lama
menghilang dari pada angina akibat penyakit koroner, angina dengan hipertropi
ventrikel kiri

Pemeriksaan fisik ditemukan:


a) Denyut arteri karotis yang cepat dan perbedaan tekanan darah yang besar bisa timbul
pada keadaan hiperdinamik dengan pulsus bisferiens.
b) Jika insufisiensi berat, timbul efek nyata pada pulsasi arteri perifer.
c) Jika gagal jantung berat, tekanan diastolik bisa normal akibat peningkatan tekanan
diastolik pada ventrikel kiri.
d) Jantung bisa berukuran normal jika insufisiensi aorta kronik ringan atau jika
insufisensinya akut. Pada klien dengan insufisiensi sedang atau berat, jantung tampak
membesar, impuls apeks bergeser ke inferolateral dan bersifal hiperdinamik.
e) Bunyi jantung yang pertama menurunkan intesitasnya terutama jika interval PR
memanjang. Bunyi ejeksi sistolik bisa terdengar sepanjang perbatasan sternum kiri
akibat distensi tiba-tiba dari aorta. Sekunder dan insufisiensi bisa timbul bising
diastolik aorta di sela iga 2 kiri, bising sistolik di apeks, bising austi flint (diastolic
rumble/Bising diastolis pada apeks mirip pada stenosis mitral) di apeks dan bising
sisitolik trikuspid. Karakteristik bising diastoliknya adalah bunyi bernada tinggi,
20

paling jelas terdengar diperbatasan sternum kiri, menggunakan diafragma stetoskop


dengan penekanan yang cukup dan klien condong ke depan setelah ekspirasi. Jika
terdapat penyakit pangkal aorta, bising paling jelas terdengar di sternum kanan.
Bisisng diastolik nada tinggi bisa terdengar jika daun katubitu terbuka, timbul lubang
karena endokarditis. Bising tersebut sering terdengar pada insufisiensi aorta akut.
Biasanya bunyi melemah karena penutupan dini katub mitral. Irama derap ventrikel
yang terdengar di apeks biasanya merupakan tanda disfungsi ventrikel kiri. Bising
austin flint timbul akibat pergeseran aliran balik aorta terhadap daun katub interior
dari katub mitral, yang menimbulkan stenosis mitral fungsional.

2.3.6
a.

Pemeriksaan Diagnostik
Insufisiensi Mitral

Ekokardiografi dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya struktur dan gerakan


katup yang abnormal.

Pada MR akut yang berat, murmur sitolik bersifat decrescendo, yang


menggambarkan adanya keseimbangan antara tekanan ventrikel dan atrium kiri saat
sitolik.

Terdapat denyut S3, yang menggambarkan adanya peningkatann volume darah yang
menuju ventrikel kiri pada diastolic awal

Pada MR kronik, terdapat pulsasi apeks jantung yang biasanya dapat teraba di
sekitar aksila karena adanya pembesran ventrikel kiri

Chest radiograph, menunjukan adanya edema paru pada MR akut, sedangkan pada
MR kronik, menunjukan adanya pembesaran atrium dan ventrikel kiri tanpa
keterlibatan sirkulasi pulmonal

EKG, menunjukkan adanya pembesaran atrium kiri dn tanda hipertrofi ventrikel kiri
pada MR kronik

Ecocardiografi dapat digunakan untuk mencari sebab dari MR dan menentukan


derajat MR menggunakan ecocardiografi dopler. Selain itu, dapat juga ditentukan
ukuran dan fungsi dari ventrikel kiri.

Kateterisasi jantung, yang berguna untuk mengidentifikasi penyebab iskemi korener


dan menentukan derajat MR

Foto polos jantung, yang mmperlihatkan pembesaran dari atrium dan ventrikel kiri
pada MR kronik. Terdapat kongesti vena pulmonal, edema intersisial, dan adanya
garis Kerley B. Klasifikasi dapat terlihat terutama pada pasien dengan MS dan MR
21

yang lama. Klasifikasi yang terdapat pada annulus mitral terlihat pada proyeksi
lateral.

b. Insufisiensi Aorta
a) Elektrokardiogram
EKG jarang normal pada regurgitasi aorta kronis dan sering menunjukkan perubahan
repolarisasi bermakna. Pada regurgitasi aorta akut EKG dapat normal. Terlihat gambaran
hipertropi ventrikel kiri, amplitude QRS meningkat, ST-T berbentuk tipe diastolic
overload artinya vector rata-rata menunjukkan ST yang besar dan dan gelombang T
paralel dengan vector rata-rata kompleks QRS. Gambar menunjukkan interval P-R
memanjang.
b) Radiografi Thorax
Menunjukkan terjadinya pembesaran jantung progresif. Yaitu adanya pembesaran
ventrikel kiri, atrium kiri, serta dilatasi aorta. Bentuk dan ukuran jantung tidak berubah
pada insufisiensi akut tapi terlihat edema paru.
c) Eko Transtorasik (TTE)
Memperlihatkan bagian proximal pangkal aorta pada pencitraan.
d) Aortography
Mencitrakan keadaan dilatasi pangkal aorta sehingga terlihat adanya flap intima
e) Peningkatan cardiac iso enzim (cpk & ckmb)
f) Kateterisasi jantung
Ventrikel kiri tampak selama penyuntikan bahan kontras kedalam pangkal aorta.

22

2.3.7 Penatalaksanan
a.

Insufisiensi Mitral
Jika Regurgitasi ringan, tidak memerlukan perawatan spesifik namun pasien mungkin

perlu dievaluasi secara berkala dan mungkin perlu minum antibiotik sebelum tindakan medis.
Berikut daftar antibiotic yng dapat digunakan:
Golongan
Sefalosporin

Makrolid

Aminoglikosida
Penisilin
Antibiotika golongan lain

Nama Generik Obat


Cephalexin
Cefazolin
Cefadroxil
Clarithromycin
Azithromycin
Erythromycin
Gentamicin
Amoxicillin
Ampicillin
Vancomycin
Clindamycin

Terapi yang diberikan pada MR bertujuan untuk memperbaiki curah jantung mengurangi
regurgitasi, dan memperbaiki edema pulmonal.
Pada MR akut, dapat diberikan:
Diuretik IV: memperbaiki edema pulmonal
Vasodilator (Na Nitroprussida) : memperbaiki curah jantung
Warfarin: memperbaiki fibrilasi atrial
Pengobatan untuk menangani gagal jantung, seperti diuretic, beta-blocker, ACE-1, dan
digitalis, dapat menangani MR yang terdapat kardiomyopati
Sedangkan, pemberian vasodilator pada MR kronik tidak disarankan karena tidak
memberikan prognosis yang baik.
Karena MR kronik dapat menyebabkan gangguan fungsi kontaktilitas jantung dan gagal
jantung, disarakan penanganan dengan pembedahan katup mitral.
Regurgitasi yang lebih serius dapat diobati dengan inhibitor angiotensin-comforting
(ACE) enzim, seperti captropil, enalapril atau lisinopril, dengan atau tanpa digoksin.Kadangkadang operasi diperlukan bagi mereka dengan regurgitasi berat.
Permukaan katup jantung yang rusak mudah tterkena infeksi serius (endocarditis
infeksius). Karena itu untuk mencegah terjadinya infeksi, seseorang engan katup yang rusak
atau katup buatan harus mengkonsumsi antibiotic (seperti sebelum menjalani tindakan
pencabutan gigi atau pembedahan).
Operasi harus dilakukan sebelum ventrikel kiri menjadi lemah dan tidak bis kembali.
Oleh karena tu, eokardiografi dilakukan secara berkala untuk menentukan seberapa cepat
23

ventrikel kiri membesar. Pembedahan mungkin dilakukan untuk memperbaiki katup atau
mnggantinya dengan katup (Prospetik buatan).
Pembedahan ini termasuk :
Perbaikan katup mitral (mitral valve repair), yaitu rekonstruksi katup mitral yang
menyebabkan regurgitasi, seperti penyambungan kembali daun katup ke annulus mitral,
atau penyambungan korda tendenia.
Penggantian katup mitral (mitral valve replacement)

b. Insufisiesi Aorta
o

Istirahat

Medikamentosa:
Obat pertama:
- Obat gagal ginjal
- Diuretika
- vasolidator hidralazin
- ACE inhibitor
Obat Alternatif
Antibiotik preventif menjelang tindakan invasif

Operasi
Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang tepat untuk
penggantian katup masih kontroversial. Pilihan untuk katup buatan ditentukan
berdasarkan umur, kebutuhan, kontraindikasi untuk koagulan, serta lamanya umur
katup. Pembedahan dianjurkan pada semua pasien dengan hipertropi ventrikel kiri
tanpa memperhatikan ada atau tidaknya gejala lai n. Bila pasien mengalami gejala
gagal jantung kongestif, harus diberikan penatalaksanaan medis sampai dilakukan
pembedahan.
Penggantian katub prostetik dimulai pada tahum 1960-an, bila valvuloplasti atau
perbaikan katub tidak bisa dilakukan seperti misalnya pada kalsifikasi, maka perlu
dilakukan penggantian katub. Semua penggantian katub memerlukan anestesia umum
dan pintasan kardiopulmonal. Kebanyakan prosedur ini dilakukan melalui sternotomi
median ( insisi melalui sternum).
Begitu katub terlihat, bilah-bilah dan struktur katub lainnya seperti chordae dan otot
papilaris diangkat. Jahitan dilakukan di seputar anulus dan kemudian ke katub
protesis. Katub pengganti ditekan ke bawah sesuai letak yang tepat dan jahitan
dikencangkan. Insisi ditutup dan dokter bedah mengevaluasi fungsi jantung dan
24

kualitas perbaikan protetik. Pasien mulai dilepaskan dari pintasan jantung paru dan
pembedahan selesai. Komplikasi yang khas pada penggantian katub adalah yang
berhubungan dengan perbahan tekanan intrakardial

yang mendadak akibat

kompensasi jantung yang telah secara bertahap menyesuaikan dengan kelianan yang
terjadi, namun dengan tiba-tiba aliran darah dalam jantung membaik setelah dilakukan
pembedahan.

Komplikasi
Perubahan hemodinamika yang mendadak, selain prosedurnya sendiri, menyebabkan
pasien dapat mengalami komplikasi setelah pembedahan. Komplikasi tersebut
meliputi perdarahan, tromboembolisme, infeksi, gagal jantung kongestif, hipertensi,
disritmia, hemolisis, dan sumbatan mekanis.

Tabel perbedaaan Stenosis Aorta, Stenosis Mitral, insufisiensi Aorta, insufisiensi Mitral

25

Anda mungkin juga menyukai