Anda di halaman 1dari 38

IMUNISASI

PENDAHULUAN

Anak yang berjumlah 30% dari seluruh penduduk Indonesia merupakan aset negara
yang paling berharga dan oleh karena itulah fokus pada anak dalam segala aspek berarti
memperhitungkan aset tersebut dan perhatian khusus padanya dalam perhitungan
jangka panjang akan sangat berarti dalam pembangunan nasional jangka panjang bangsa dan
negara.1 Convention on the Right of the Child, suatu deklarasi PBB tahun 1990, diikuiti
dengan Millenium Development Goals (MDGS) tahun 2000-2015, kemudian kesepakatan
sidang PBB khusus yaitu A World Fit for the Children tahun 2001 untuk menciptakan dunia
yang cocok untuk tumbuh kembang anak dan terakhir hasil olahan sebuah Komite Nasional
yang mengembangkan sebuah Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) tahun 2015
merupakan dasar yang kuat untuk bergerak cepat memenuhi kebutuhan anak dalam tumbuh
kembangnya menuju kedewasaan prima.1
Dalam situasi tingkat ekonomi dan kesehatan negara kita maka pencegahan
primer merupakan cara yang terbaik sebagai prioritas dalam memperbaiki situasi dewasa ini
dan salah satunya berkat kemajuan yang luar biasa dalam ilmu dan teknologi kedokteran
adalah imunisasi yang merupakan alternatif yang paling efektif dan efisien dilihat dari sudut
ekonomi untuk dilaksanakan secara nasional.1 Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang
preventif merupakan prioritas utama. Imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi
kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita.
Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar diperlukan pengetahuan
dan ketrampilan tentang vaksin (vaksinologi,ilmu kekebalan (imunologi) dan cara atau
prosedur pemberian vaksin yang benar. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak,
tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut, tetapi juga berdampak kepada
anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi
penyebaran infeksi.2
DEFINISI
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu
penyakit sehingga bila kelak terpajan penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan
yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan aktif dan kekebalan pasif. Tujuan dari
1

pemberian imunisasi adalah mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat (populasi) bahkan dunia.
Seperti terlihat pada keberhasilan vaksin variola3.
Imunisasi dibagi menjadi imunisasi pasif dan aktif. Imunisasi pasif adalah
pemindahan, factor kekebalan atau transfer antibodi pada seseorang yang membutuhkan.
Imunisasi aktif adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan
imunitas (antibodi) dari sistem imun dalam tubuh. Perbedaan antara imunisasi aktif dan pasif
dapat dilijhat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 Perbedaan imunisasi aktif dan imunisasi pasif
Imunisasi aktif

Imunisasi pasif

Diproduksi secara aktif oleh tubuh

Menerima secara pasif

Dipicu oleh adanya infeksi atau

Antibody yang siap pakai setelah

imunogen

dimasukkan

Durasi proteksi lebih efektif

Efektifitas lebih sedikit

Adanya memori imunologis

Tidak terbentuk memorii munologis

Kadang diperlukan booster

Tidak terdapat fase negative

Kadang terdapat fase negative

Boleh diberikan pada imunodefisiensi

Tidak dapatdi aplikasi kan pada

Proteksi jangka pendek

imunodefisiensi

Mahal

Proteksi jangka lama

Perhatikan keamanan

Murah

Aman

RESPON IMUN
Respon imun adalah respon system pertahanan tubuh berupa urutan kejadian yang
komplek terhadap stimulasi antigen (Ag) yang bertujuan untuk mengeliminasi antigen
tersebut.Pada dasarnya system pertahanan tubuh dibedakan dalam system imunnon spesifik
dan spesifik. Sistem imun non spesifik disebut juga imunitas non adaptif atau innate
immunity atau artinya tidak ditujukan hanya untuk satu macam antigen tetapi untuk berbagai
macam antigen. System imun spesifik atau system imun adaptif ditujukan khusus untuk satu
macam antigen.3
2

Jalur aktivasi respon imun spesifik terdiri dari dua fase, yaitu fase afektor (afferent)
dan efektor (efferen) seperti tampak pada gambar 1

Gambar 1 Jalur aktivasi respon imun spesifik

JENIS JENIS VAKSIN


Jenis vaksin ada 2 macam yaitu live attenuated dan inactivated4
3

Live attenuated

Inactivated

Organisme hidup

Bakteri/virus dibuat tidak aktif

Seperti penyakit alami replikasi

Vaksin fraksi berbasis protein


atau polisakarida

Dapat berubah jadi patogenetik

Dapat menyebabkan penyakit

Tidak

membuat

sakit,

tidak

mutasi
Terpengaruh

oleh

antibodi

yang

beredar

Tidak

dipengaruhi

antibodi,

respons humoral perlu booster


Bersifat labil dan dapat rusak karena
panas atau sinar

Seluruh irus inactivated :polio,


hepatitis A, influenza

Contoh Virus hidup :

Campak

Gondongan

Rubella

Polio

Rotavirus

Seluruh bakteri : pertusis, tifoid,


kolera, lepra

Vaksin

fraksional

Hep

B,

influenza, pertusis a-seluler, tifoid


vi, lime disease

Toksoid

difteri,

tetatus,

botolinum

Demam kuning (yellow fever)

Bakteri hidup

pneumokokus,

Demam tifoid oral

Hib

BGC

Polisakarisa

murni

meningokokus,

Polisakarida konjugasi

: Hib,

meningokokus

PROGRAM IMUNISASI NASIONAL

Gambar 2 Sejarah imunisasi di Indonesia

JADWAL IMUNISASI

JADWAL PROGRAM IMUNISASI NASIONAL


Disusun berdasarkan epidemiologi ( berubah dari tahun ke tahun), terdapat 7 antigen
(hepatitits B, OPV, BCG, difteria, tetanus, pertusis, dan campak)

Jadwal dari program nasional tampak pada table dibawah ini:


JenisVaksin

UmurSebelum 1 tahun

SekolahDasar (BIAS)

Bulan

Kelas

Lahir 2
Hepatitis B (Uniject)

Polio (OPV)

BCG

DTP/Hepatitis B

Campak

dT

JADWAL IMUNISASI IDAI


Jadwal imunisasi IDAI secara berkala dievaluasi untuk penyempurnaan berdasarkan
perubahan epidemiologi penyakit, kebijakan kementrian kesehatan/WHO, kebijakan
global dan pengadaan vaksin di Indonesia.
Terdapat beberapa perbedaan antara jadwal imunisasi tahun 2011 dengan jadwal
jadwal tahun sebelumnya.
a. Pada jadwal tahun 2011 tidak dibedakan lagi antara vaksinasi Program
Pengembangan Imunisasi (PPI ,wajib) dan program Imunisasi Non PPI
(dianjurkan) mengingat semua vaksinasi untuk mencegah kematian dan kecacatan
harus diberikan pada bayi dan anak.
b. Vaksinasi varicela dapat diberikan sejak usia 12 bulan
c. Program BIAS mulaitahun 2011 memberikan vaksin Td untuk menggantikan
vaksin TD
d. Penambahan dalam footnote
e. Memasukkan vaksin rotavirus dalam jadwal imunisasi.
Selengkapnya dapat dilihat perbandingan jadwal tahun 2011 dengan jadwal tahun
sebelumnya di bawah ini.

JADWAL TAHUN 2008

JADWALTAHUN2012

BCG

Optimal 2-3 bulan

Dosis 0,05 ml untuk bayi kurangdari1 tahun dan 0,1 mluntuklebihdari 1 th,pelarut
NaCl 0.9 %

Diberikan secara intrakutan pada lengan atas insersio M. deltoideus

Pemberian imunisasi ulangan tidak dianjurkan

Bila diberikan pada umurlebihdari3 bulan lakukan uji tuberkulin terlebih dahulu

Tidak diberikan pada imunokompromais (leukemia, anakmendapatkanpengobatan


steroid jangkapanjang) karena merupakan vaksin hidup

Tidak dapat mencegah TBC namun dapat mencegah komplikasinya

Formatted: Font: 12 pt

HEPATITIS B

Vaksin harus segera diberikan setelah lahir

Pemberian 3 kali.

Pemberian berdasarkan status HBsAg saat melahirkan

Bayi lahir dari ibu HbsAg negatif atau tidak diketahui atau negatif
HB-1 diberikan vaksin rekombinan HB 10 mgintramuskular, dalam waktu 12
jam setelah lahir
HB-2 diberikan umur 1bulan dan dosis ketiga umur 3-6 bulan
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui ibu HbsAg-nya positif,
segera berikan 0,5 ml HBIG (sebelum 1 minggu)

Bayi lahir dari ibu HBsAg positif


Diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir
diberikan 0,5 ml HBIg dan vaksin rekombinan HB secara bersamaan
intramuskular di sisi tubuh yang berlainan
HB-2 diberikan umur 1bulan dan dosis ketiga umur 3-6 bulan

Ulangan Hepatitis B
Booster pada usia 5 tahun tidak diperlukan,hal ini didasarkan pada hasil
penelitian di Thailand bahwa pada anak yang telah memperoleh imunisasi
dasar hepatitis B sebanyak 3 kali, pada umur 5 tahun 90,7% masih memiliki
titer anti HBs protektif, mengingat epidemiologi di Indenesia mirip dengan di
Thailand maka dapat disimpulkan imunisasi ulang pada usia 5 tahun tidak
diperlukan.
Idealnya dilakukan pemerikasaan anti HBs pada usia 5 tahun
Jika sampai 5 tahun imunisasi (-) maka dilakukan catch-up vaccination, yaitu
pemberian imunisasi dengan jadwal 3 kali pemberian.
Ulangan vaksinasi hepatitis-B 4 dapat dipertimbangkan 10-12 tahun , jika
kadar anti HBs < 10g/ml

Jadwal imunisasi hepatitis B Departemen Kesehatan adalah usia saat lahir dengan
uniject, kemudian usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan dengan vaksinasi kombinasi

Pemberian imunisasi dikombinasikan dengan DTwP

dengan tujuan untuk

meningkatkan cakupan, terutama Hepatitis B

DTwP (whole-cell pertusis) danDTaP (acellulerpertusis)

Pemberian 3 kali sejak umur 2 bulan (minimal 6 minggu), interval 4-8 mgg (terbaik 8
minggu)
Ulangan / Booster
DTP-4 dapat diberikan 1 tahun setelah DTP-3 (18-24 bulan)
DTP-5 dapat diberikan saat masuk sekolah umur 5 tahun
Pada Program Imunisasi Nasional
Tidak ada ulangan pada usia 18-24 bulan
Apabila pada Umur 5 tahun belum DTP-5 maka diberikan imunisasi
Td (BIAS/kelas 1 umur 7 tahun)
Vaksinasi penguat Td diberikan pada saat BIAS/kelas 6 umur 12
tahun.
Dosis 0,5 ml diberikan i.m
Bentuk kombinasi DTwP/Hep B, DTaP/Hib, DTwP/Hib, DTaP/IPV,
DTaP/HiB/IPV
Dibawah ini beberapa contoh sediaan vaksin difteri.

10

TETANUS

Dosis DTP atau TT 0,5 ml inta muskular

Program imunisasi mengharuskan seorang anak minimal mendapatkan vaksin


toxoid sebanyak lima kali untuk mendapatkan perhitungan seumur hidup.
1. Imunisasi DTP primer pada bayi 3 kali setara dengan dua dosis toxoid
dewasa, akan memberikan imunitas selama 1-3 tahun
2. Ulangan pada usia 18-24 bulan (DTP 4)memperpanjang imunitas 5 tahun
sampai usia 6-7 tahun, pada dewasa akan dihitung setara 3 dosis
3. Dosis toxoid tetanus kelima diberikan saat usia sekolah akan memperpanjang
imunitas 10 tahun sehingga memberikan perlindungan sampai usia 17-18
tahun, pada dewasa akan dihitung setara 4 dosis
4. Dosis toxoid berikutnya diberikan saat usia sekolah (DT6 /Td) akan
memeberikan tambahan perlindungan 20 tahun , pada dewasa akan dihitung
setara 5 dosis.

Disamping merupakan contoh


sediaan dari vaksinasi TT

11

POLIO
Ada 2 bentuk vaksin polio yaitu Oral polio vaccine (OPV) dan inactivated polio vaccine
(IPV)
Ada keuntungan dan kerugian dari kedua vaksin tersebut seperti tampak pada tabel di
bawah ini
Oral polio vaccine (OPV)
Keuntungan
Diperoleh imunitas humoral dan
lokal
Imunitas mukosa usus

Kerugian
Risiko VAPP, resipien dan kontak
Risiko cVDPV
Kontraindikasi

Pemberian mudah
Murah

pd

imunokompromais
Kegagalan vaksinasi (pada diare,
muntah)

Contact immunity

Diperlukan cold chain


Menimbulkan pencemaran

Inactivated polio vaccine (IPV)


Keuntungan
Tidak ada risiko terjadi
VAPPdan cVdPV

Kerugian

Imunitas intestinal sedang

Tidak ada contact immunity

12

Imunitas konstan, tinggi,


menetap
Direkomendasi

untuk

Mahal / single dois

Produksi baru

pasien

imunokompromais
Ada kemasan kombinasi
Menimbulkan herd Immunity
Termostabil

Bentuk sediaan yang ada

Jadwal pemberian vaksinasi polio adalah


1. Polio 0 diberikan saat bayi lahir atau saat kunjungan pertama
2. Imunisasi dasar (polio-2,3,4) diberikan pada usia 2,4,6 bulan
3. Ulangan diberikan setahun setelah polio-4 dan saat masuk sekolah (5-6 tahun)
4. Dalam rangka ERAPO pada saat PIN diberikan OPV

Dosis

OPV : 2 tetes peroral (0,1 ml)

IPV : 0,5 ml i.m (tunggal atau kombinasi DTaP/IPV, DTaP/Hib/IPV

13

Efek samping yang dapat terjadi saat pemberian vaksinasi OPV adalah Vaccine

Associated Paralytic Poliomyelitis(VAPP)dan Vaccine Derived Polio Viruses (VDPV)


VAPP

VDPV

Kejadian lumpuh setelah imunisasi

Resikonya cukup kecil + 0,3 juta


dosis pervaksin

Di Indonesia terjadi di Madura,


Probolinggo

Terjadi pada orang yang diberikan


imunisasi

Terjadi
di
daerah
imunisasi rendah

Dapat terjadi pada orang lain yang


tidak diberikan imunisasi

cakupan

Contoh kejadian VAPP dilaporkan pada beberpa negara, di India dilaporkan terjadi 181
VAPP dari 125 juta anak kurang dari % tahun dalam 1 tahun atau kurang lebih 1,45 per
1000000 anak atau 7 per 1000000 kelahiran. Di amerika latin dilporkan sekitar 45 kasus.
Angka kejadian lebih kecil ada di eropa dan Amerika. Di Korea dilaporkan juga terjadi
VAPP pada tahun 2003sesuai laporan National Committee on Certification of Poliomyelitis. 4
CAMPAK
Rutin diberikan saat usia 9 bulan dengan dosis 0,5 ml secara subkutan dalam.
Pelarutnya adalah aquabidest.
Imunisasi ulangan diberikan saat usia sekolah, hal ini didasarkan pada
1. Survei 4 provinsi 18,6% -32,6% anak sekolah mempunyai kadar campak
dibawah batas perlindungan
2. Dijumpai kasus campak pada anak sekolah
3. Beberapa provinsi ada KLB campak
Apabila anak mendapatkan imunisasi MMR pada usia 15-18 bulan dan ulangan umur 6
tahun maka ulangan campak (-)

14

Haemophillusinfluenzaetipe b (Hib)
Di Indonesia terdapat 2 jenis Hib konjugat
1. Hib berisi PRP-T (capsular polysaccharide polyribosyl ribitol phospate konjugasi
sengan protein tetanus)
2. PRP-OMP (PRP berkonjugasi dengan outer membrane protein complex)
Jadwal imunisasi

Jadwal PRP-T pada usia 2,4,6 bulan

PRP-OMP pada usia 2,4 bulan

Dosis 0,5 ml diberikan secara intra muskular, imunisasi ulangan diberikan saat usia 18
bulan, tetapi jika anak datang pada usia 1-5 tahun imunisasi ulangan tidak diberikan.
Contoh kemasan vaksin Hib

Pneumokokus
Vaksin ini mulai dianjurkan tahun 2007 sesuai dengan Rekomendasi satgas Imunisasi
IDAI 30 April 2006
Di Indonesia terdapat 2 vaksin
1. PPV23
2. PCV7 PCV10
Perbedaan PPV dan PCV tampak pada tabel dibawah ini

15

Vaksin polisakarida (PPV)

Vaksin Polisakarida konjugasi (PCV)

T cell independent

T cell dependent (memory cell)

<2th Tidak imunogenik

< 2 th imunogenik

Indikasi : > 2 th, risiko tinggi

Indikasi : anak sehat & anak risiko

Imunitas jangka pendek

Nama : Pneumo-23

tinggi, usia 2 bl 5 tahun

Imunitas jangka panjang

Nama : Prevenar (Pfizer)


Synflorix (GSK)

Jadwal dan Dosis vaksin PCV


Dosis

pertama Imunisasi Dasar

Imunisasi Ulangan

(bulan)

2-6

3 dosis, interval 6-8 minggu

1 dosis 12-15 bulan

7-11

2 dosis, interval 6-8 minggu

1 dosis 12-15 bulan

12-23

2 dosis, interval 6-8 minggu

> 24

1 dosis

Cara pemberian
Dosis pertama diberikan setelah usia lebih dari 6 minggu
BBLR (<1500gr) vaksin diberikan umur kronologik 6-8 minggu
Dapat diberikan bersama imunisasi lain
Terdapat kelompok resiko tingi pada usia 24-59 bulan, yaitu
penyakit kronis
infeksi HIV

16

Defisiensi imun kongeniital


Penyakit jantung bawaan
gagal jantung
penyakit paru kronis, misalnya dengan terpai steroid
cerebrospinal fluid leak
insufisiensi ginjal kronik
sind nefrotik
keganasan
translplantasi organ solid
DM
Jadwal pemberian imunisasi pada kelompok ini adalah
Dosis sebelumnya

Dosis PCV7 dan PPV23

4 dosis PCV7

Umur 24 bulan 1 dosis PCV7, min 6-8mgg setelah PCV7


terakhir. Ulangan PPV23:1 dosis
3-5 th setelah PPV23 dosis pertama

1-3 dosis PCV7

1 dosis vaksin PCV7


1 dosis vaksin PPV23, 6-8 mgg setelah PCV7 dosis terakhir
Ulangan PPV23 : 1 dosis PPV23 3-5 th setelah PPV23 dosis
pertama

1 dosis PCV7

2 dosis vaksin PCV7, interval 6-8 mgg, mulai min


6-8 mgg setelah PPV23 dosis terakhir
Ulangan PPV23 : 1 dosis PPV23 3-5 th setelah PPV23 dosis
pertama

Belum pernah

2 dosis vaksin PCV7, interval 6-8 mgg,


1 dosis vaksin PPV23, 6-8 mgg setelah PCV7 dosis terakhir

17

Ulangan PPV23 : 1 dosis PPV23 3-5 th setelah PPV23 dosis


pertama

INFLUENZA
Mulai direkomendasi sejak 2006 sesuai jadwal satgas Imunisasi IDAI periode 2006
Merupakan vaksin trivalen yang terdiri dari 2 virus influenza subtipe A (H3N2 dan
H1N1)influenza subtipe B
Komposisi vaksin Indonesia : (Rekomendasi WHO 2010/2011)
Vaksin ini mulai diberikan usia 6-23 bulan dan tiap tahun
Indikasi pemberian Anak sehat, anak beresiko, ataupun anak tinggal dengan kelompok
resiko
Vaksin yang diberikan pada tahun ini tidak boleh untuk tahun depan
Dosis pemberiannya adalah sebagai berikut :
umur 6-35 bulan : 0,25 ml
Umur > 3 tahun : 0,5 ml
Umur < 8 tahun : pemberian pertama 2 dosis, selanjutnya 1 dosis (interval 4-8
mgg)
Cara pemberiannya secara intra muskular di paha anterolateral atau deltoid.

MMR
Vaksin ini mulai diberikan pada umur 15-18 bulan dengan

interval 6 bulan dari

campak, dosis pemberinnya adalah 0,5 ml subkutandan diberikan dosis ulangan pada
usia 6 tahun.
Contoh vaksin MMR

18

TIFOID
Ada 2 jenis
1. Vaksin capsular Vi polysacharideyang diberikan pada umur lebih dar i2 th
dengan dosis 0,5 ml secara i.m dengan dosis ulangan tiap 3 tahun.
2. Vaksin Tifoid oral Ty21adiberikan pada umur lebih dari 6 thkapsul, diberikan
dalam 3 dosis dengan interval selang sehari (1,3,5), vaksin ulangan pada umur 35 th

HEPATITIS A
Vaksin ini diberikan didaerah yang under exposure
Terdapat dua bentuk vaksin yaitu Hepatitis A monovalent dan Kombinasi HepB/HepA yang
berisi HepB 10 gr dan HepA 720 ELISA units dalam kemasan prefilled syringe 0,5ml.
Untuk Kemasan : liquid 1dosis/vial prefilled syringe 0,5ml
Dosis pediatric 720 ELISA unit diberikan 2 kali dengan interval 6-12bulan secara intra
muskular di daerah deltoid. sedangkan Untuk dewasa >19 th 1440 ELISA unit
19

Jadwal imunisasi diberilkan pada anak yang lebih dari 2 tahun


Kombinasi Hep B/HepA tidak diberikan kurang dari 12 bulan
Tujuannya untuk

catch up imunisasasi yaitumengejar imunisasi Hep B yg tidak sempurna

Belum pernah imunisasi hep B

VARICELA
diberikan mulai umur 1 tahun sesuai dengan Satgas Imunisasi IDAI Juni 2010. Alasan
pemberian sebagai berikut :
1. Jika cakupan imunisasi pada anak tidak baik maka epidemiologinya aka bergeser
menjadi banyak pada dewasa.
2. dampak varisela dewasa lebih berat pada anak, sehingga Jika terjadi waktu
kehamilandapat terjadi sindroma varicela kongenital dengan mortalitas yang tinggi
3. penularan terbanyak di Taman Kanak kanak.
Jadwal pemberiannya pada usia lebih dari 1 tahun dan untuk pencegahan dapat
dilakukan pada anak yang kontak dengan varicella diberikan < 72 jam. Dosis yang
diberikan: 0,5 ml subkutan dan pada anak>13 tahun diberikan: 2x dengan jarak 4-8
minggu.

ROTAVIRUS
Terdapat 2 Jenis vaksin yaitu monovalen dan pentavalen.
20

Dosis pemberiannya :
A. Monovalen secara oral 2kali pemberian dengan pemberian pertama umur 6-14 mgg
dan dosis kedua interval 4 minggu
B. Pentavalen dengan pemberian 3 kali. Pemberian pertama 6-12 minggu dilanjutkan
dengan interval ke-2 dan ke-3 selama 4-10 mgg.

HUMAN PAPILLOMA VIRUS (HPV)


Terdapat Dua jenis vaksin yang beredar yaitu
1. bivalen yang berisi HPV serotipe 16-18
2. Quadrivalen yang berisi HPV serotipe 6,11,16,18
Dosis
Usia pemberian 9-25 tahun dan 26-45 tahun
Bivalen pemberiannya 0-1-6 bulan
Quadrivalen pemberiannya 0-2-6 bulan
Pemberian i.m3
TATA CARA PEMBERIAN IMUNISASI
Cara pemberian vaksinasi
1. Oral.
2. Intra muskular
Untuk injeksi IM kebanyakan menggunakan jarum 25 harus dalam kebanyakan kasus,
anggota badan harus diposisikan sehingga untuk mengendurkan otot di mana vaksin
harus disuntikkan.Ujungjarum 25 harus menembus kulit pada sudut 90 pada kulit,
Penelitian telah menunjukkan bahwa, efek samping lokal dapat diminimalkan dan
efek imunogenisitas dapat ditingkatkan dengan memastikan vaksin disimpan kedalam
otot dan tidak ke lapisan subkutan. Namun,beberapa vaksin, misalnya dilemahkan
poliomyelitis,

varicella

dan

meningokokus,

vaksin

polisakarida

hanya

direkomendasikan secara SC. Setelah menyelesaikan injeksi, pemberi vaksinasi harus


melakukan perawatan pasca vaksinasi
21

3. Intrakutan
Untukinjeksi intradermal vaksin BCG dengan jarum 26 atau27 gauge, panjang jarum
dianjurkan 10 mm. Teknik injeksi intradermal memerlukan pelatihan khusus sehingga
hanya boleh dilakukan oleh petugas kesehatan yang terlatih

4. Subkutan
Suntikan SC biasanya diberikan pada sudut 45 pada kulit.Standar jarum untuk
pemberian vaksin oleh SC injeksi adalah 25 atau 26panjang jarum, 16 mm.4
Beberapa tehnik Posisi untuk Vaksinasi
1. Cuddle position for infants (posisi berpelukan)
Posisi ini biasanya digunakan pada anak kurang dari 12 bulan
2. Positioning infant on an examination table
3. Cuddle position for older child
4. Prone position across the lap for ventrogluteal vaccination4

1.

2.

22

5.

Beberapa tempat penyuntikan vaksinasi


1. Musculus vastus lateral

2. Musculus deltoideus

23

PERSIAPAN PEMBERIAN VAKSINASI

Tiga aspek yang perlu diperhatikan pada persiapan pemberian vaksinasi


1) Vaksinator2
Mengetahui Tujuan :
Untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
antigen,sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi
penyakit.

Mengetahui manfaat :Meningkatkan kekebalan tubuh seseorang untuk mencegah


terjadinya penyakittertentu, menjadi tidak sakit berat, tidak cacat, dan tidak
meninggal.Menekan angka kesakitan atau morbiditasMenghilangkan penyakit tertentu
dari populasi (eradikasi)

Mengetahui Jenis :8

Live attenuated

Bakteri Vaksin

Viral Vaksin

BCG

MMR, Varisela,

(bakteri atau virus yang

Yellowfever, OPV

dilemahkan)
Inaktivated

DPT, Hib, kolera,Meningo,

Hep A, Hep B, IPV, rabies,

(bakteri, virus

pneumococcus

influenza

ataukomponennya yang
dibuat tidak aktif)

WHOLE CELL

WHOLE VIRUS
24

BCG,Pertusis,Cholera,Live typhoid

TOXOID
Tetanus, Diphteria, Pertusis, Toxin
SURFACE Ag
Acellular pertusis
POLYSACCHARIDE
Meningo,Pneumo,TyphimVi

Measles,Mumps,Rubella,Varicella,Poliomyeli
tis IPV,OPVYellow fever ,Rabies,Hepatitis
A.
SPLIT VIRUS
Influenza
RECOMBINANT SURFACE Ag
Hepatitis B
CONJUGATE POLYSACCHARIDE
Hib

Berlaku umum untuk semua vaksin DtaP/DTP, OPV, IPV, MMR, Varisela,
Hib,Hepatitis B
Indikasi Kontra

Bukan Indikasi Kontra

Reaksi anafilaksis terhadap vaksin,


indikasi kontra pemberian vaksin

kemerahan, bangkak) sesudah suntikan

tersebut berikutnya

vaksin

Reaksi anafilaksis terhadap konstituen

vaksin, indikasi kontra pemberian


semua vaksin yang mengandung

Demam ringan atau sedang pasca


vaksinasi sebelumnya

bahan konstituen tersebut

Reaksi lokal ringan-sedang (sakit,

Sakit akut ringan dengan atau tanpa


demam ringan

Sakit sedang atau berat, dengan atau

Sedang mendapat terapi antibiotik

tanpa demam

Masa konvalesen suatu penyakit

Ensefalopati dalam 7 hari pascaDtaP/

Prematuritas

DTP sebelumnya

Terpajan terhadap suatu penyakit


menular

Riwayat alergi penisilin atau alergi


lainnon spesifik atau alergi dalam
keluarga

Kehamilan ibu

Penghuni rumah lainnya tidak divaksinasi

Demam < 40,50C pasca DtaP/ DTP


sebelumnya

Perhatian khusus

Demam >40,50C, kolaps dan


episode hipotonik-

Sindrom Guillain-Barre dalam 6


minggu pasca vaksinasi
25

hiporesponsif dalam 48 jam pasca

Riwayat kejang dalam keluarga

DtaP/ DTPsebelumnya yang

Riwayat SIDS dalam keluarga

tidak berhubungan dengan

Riwayat KIPI dalam keluarga pasca

penyebab lain

DtaP/DTP

Kejang dalam 3 hari pasca


DtaP/DTP sebelumnya

Menangis terus 3 jam dalam 48


jam pasca DtaP/ DTP sebelumnya

Vaksin Polio Oral (OPV)


Indikasi Kontra

Bukan Indikasi Kontra

Infeksi HIV atau kontak

Menyusui

HIVserumah

Sedang dalam terapi antibiotik

Imunodefisiensi

Diare ringan

(keganasanhematologi atau tumor


padat,imunodefisiensi kongenital,
terapiimunosupresan jangka
panjang)

Imunodefisiensi penghuni serumah


Perhatian Khusus
Kehamilan
Vaksin Polio In-Activated (IPV)

Indikasi Kontra Reaksi


Reaksi anafilaktik terhadap neomisin, streptomisin atau polimiksin-B
Perhatian Khusus
Kehamilan
Measles, Mumps dan Rubella (MMR)
Indikasi Kontra

Reaksi anafilaktik terhadapneomisin

Bukan Indikasi Kontra

atau gelatin kehamilan

Imunodefisiensi (keganasan

positif

hematologi atau tumor padat,


imunodefisiensi kongenital, terapi

Tuberkulosis atau uji tuberkulin

Uji tuberkulin bersamaan dengan


vaksinasi

Menyusui
26

imunosupresan jangka panjang,


infeksi HIV dengan

Kehamilan ibu atau penghuni


serumah

imunosupresi berat)
Perhatian Khusus

Mendapat transfusi darah


atau produk darah atau

Imunodefisiensi dalam keluarga


atau penghuni serumah

imunoglobulin 3-11 bulan yang lalu

Infeksi HIV tanpa imunosupresi berat

Trombositopenia

Alergi telur

Riwayat purpura trombositopenia

Reaksi non-anafilaksis terhadap


neomisin

Haemophillus influenzae tipe b (Hib)


Indikasi Kontra

Perhatian Khusus

Tidak ada

Tidak ada
Hepatitis B

Indikasi Kontra

Bukan Indikasi Kontra

Reaksi anafilaksis terhadap ragi

Kehamilan
Varisela

Indikasi Kontra

Bukan Indikasi Kontra

Reaksi anafilaktik terhadap

Imunodefisiensi penghuni serumah

neomisin atau gelatin

Infeksi HIV penghuni serumah

Kehamilan

Kehamilan ibu dan penghuni serumah

Infeksi HIV

Imunodefisiensi (keganasan
hematologi atau tumor
padat,imunodefisiensi kongenital,
terapiimunosupresan jangka
panjang)
Perhatian Khusus

Mendapat imunoglobulin 5 bulan yang lalu

Riwayat imunodefisiensi dalam keluarga

27

Penyakit yang telah direkomendasikan oleh WHO untuk tetap diberikanvaksinasi 7:

Alergi atau asma, kecuali jika diketahui ada alergi terhadap komponenkhusus dari
vaksin

Sakit ringan dengan infeksi pernafasan atau diare dengan suhudibawah 38,5 0C

Riwayat keluarga tentang peristiwa-peristiwa yang membahayakansetelah imunisasi

Pengobatan antibiotik

Dugaan infeksi HIV ataupositif terinfeksi HIV dengan tidak menunjukkan tandatanda AIDS

Sakit kronis seperti penyakit jantung kronis, paru-paru, ginjal atau hati

Kondisi saraf stabil seperti kelumpuhan otak atau sindrom down

Prematur atau berat lahir rendah

Pembedahan baru atau direncanakan dengan segera

Kurang gizi

Riwayat sakit kuning pada kelahiran

Mengetahui tentang KIPI8

Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (KN PP KIPI),KIPI adalah
semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulansetelah imunisasi. Pada
keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapaimasa 42 hari (arthritis kronik pasca
vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari(infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien
imunodefisiensi pascavaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccinestrain pada

resipien

non

imunodefisiensi

atau

resipien

imunodefisiensi

pasca

vaksinasi polio).

KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologimenurut klasifikasi


lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan ( programmic errors). Sebagian kasus KIPI
berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi
kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin.
Kesalahan tersebut dapatterjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:

Dosis antigen (terlalu banyak)

Lokasi dan cara menyuntik


28

Sterilisasi semprit dan jarum suntik

Jarum bekas pakai

Tindakan aseptik dan antiseptik

Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik

Penyimpanan vaksin

Pemakaian sisa vaksin

Jenis dan jumlah pelarut vaksin

Tidak memperhatikan petunjuk produsen


Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabilaterdapat
kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.

2. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun
tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksisuntikan langsung misalnya rasa
sakit, bengkak dan kemerahan pada tempatsuntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak
langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapatdiprediksi terlebih
dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dansecara klinis biasanya ringan.
Walaupun demikian dapat saja terjadi gejalaklinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik
dengan resiko kematian.Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan
tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra,
indikasikhusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya
termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk iniharus diperhatikan dan
ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
4. Faktor kebetulan (koinsiden)Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul
ini terjadi secarakebetulan saja setelah diimunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai
dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi
setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
5. Penyebab tidak diketahuiBila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat
dikelompokkankedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan
kedalamkelompok

ini

sambil

menunggu

informasi

lebih

lanjut.

Biasanya

dengankelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.

29

Mengetahui teknik pemberian vaksinasi9

Kontrol infeksi

Cuci tangan

Sarung tangan

Menghindari perlukaan karena jarum suntik

Pembuangan limbah atau peralatan sisa

Pemilihan perlengkapan imunisasi

Pemilihan spuit

Pemilihan jarum suntik

Mengetahui teknik dan posisi penyuntikan

Bayi digendong pengasuh, anak dipeluk dipangkuan menghadap pengasuh

Otot yang akan disuntik dalam posisi lemas (relaks)

Tungkai : sedikit rotasi ke dalam

Lengan : sedikit fleksi pada sendi siku

Anak dipersilahkan memilih lokasi suntikan

Metode Z tract : sebelum jarum disuntikkan regangkan kulit dansubkutis,

kemudian lepaskan

Jarum disuntikan dengan cepat

2) Vaksin
- Mengetahui persiapan pemberian vaksin6,9

Baca nama vaksin, tanggal kadaluarsa

Teliti kondisi vaksin apakah masih layak : warna indikator VVM

Kocok : penggumpalan, perubahan warna

Alat suntik : sekali pakai

Encerkan dan ambil vaksin sebanyak dosis

Ukuran jarum : ketebalan otot bayi / anak

Pasang dropper botol polio dengan benar

30

Gambar Shake test


Mengetahui penyimpanan dan distribusi10
Vaksin bakteri/ virus inaktif

Vaksin yg sangat sensitif thd panas/sinar dibuat berupa bubuk ( freeze-dried


powders)

Vaksin (yang bukan cairan) dapat disimpan di freezer atau pd +2Csampai +8C

Setelah dicampur segara disuntikkan; buang setelah 6 jam atau setelah selesai

Vaksin OPV simpan beku

Mengetahui masa simpan vaksin

Jenis Vaksin

Suhu Penyimpanan

Umur Vaksin

BCG

+2 s/d +8C

1 tahun

-15s/d -25C

1 tahun

DPT

+2 s/d +8C

2 tahun

Hepatitis B

+2 s/d +8C

26 bulan

TT

+2 s/d +8C

2 tahun

31

DT

+2 s/d +8C

2 tahun

OPV

+2 s/d +8C

6 bulan

-15 s/d -25C

2 tahun

+2 s/d +8C

2 tahun

-15 s/d -25C

2 tahun

Campak

Mengetahui penyediaan vaksin dan alat-alat 9,10

Vaksin & pelarut khusus

Termos,ice-packed,es batu

Peralatan vaksinasi (cuci tangan, pemotong ampul, alat suntik sekali pakai, kapas
alkohol, plester, kotak limbah)

Alat penanganan kedaruratan


-

Adrenalin

kortikosteroid

oksigen

Selang dan cairan infus

Pencatatan : buku KIA,KMS,blangko, dll

Vaksin (yang bukan cairan) dapat disimpan di freezer atau pada +2C

Mini Freezer

Vaksin Carrier

Thermos

32

Cold Box

Cold Pack

Resipien
-

Persiapan pemberian :
Anamnesis :
-

Umur

Jarak dengan vaksinasi sebelumnya

Riwayat KIPI

Indikasi kontra dan perhatian khusus

Informed consent : manfaat dan risiko KIPI

Pemeriksaan fisik

Informed consent11
Menjelaskan tentang manfaat dan risiko vaksinasi disampaikan dengan empatiBukan
dengan cara menghakimi (nonjudgmental approach) menggunakanistilah awam dan
sederhana

33

Imunisasasi Pada Bayi dengan Ibu Bermasalah

34

35

KIPI ( Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi )

36

DAFTAR PUSTAKA
1. Ranuh IGN. Immunization : The Future Health Investment. Dalam : Update
onImmunization. Lab/ SMF IKA Universitas Brawijaya. Malang: Penerbit Citra
Malang,2011. h. 1-62.
2. Ranuh

IGN.

Imunisasi

Upaya

Pencegahan

Primer.

Dalam

Ranuh

I,

Suyitno,Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko, editors.


PedomanImunisasi di Indonesia. 3 ed. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia;2008. h. 1-93.
3. Corry S Matondang, Syawitri P Siregar, Arwin A P Akib, Aspek Imunologis
Imunisasi, Dalam: IGN Gde Ranuh, Hariyono Suyitno, Sri Rezeki S Hadinegoro,
Cissy B Karasamita, Ismoedijanto, Soedjatmiko , penyunting, Pedoman Imunisasi di
Indonesia, Edisi ke-4, Satgas Imunisasi, Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2011
4. Hariyono suyitno, Jenis vaksinasi, Dalam: IGN Gde Ranuh, Hariyono Suyitno, Sri
Rezeki S Hadinegoro, Cissy B Karasamita, Ismoedijanto, Soedjatmiko , penyunting,
Pedoman Imunisasi di Indonesia, Edisi ke-4, Satgas Imunisasi, Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2011
5. Sri Rezeki S Hadinegoro, Jadwal Imunisasi, Dalam: IGN Gde Ranuh, Hariyono
Suyitno, Sri Rezeki S Hadinegoro, Cissy B Karasamita, Ismoedijanto, Soedjatmiko ,
penyunting, Pedoman Imunisasi di Indonesia, Edisi ke-4, Satgas Imunisasi, Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011
6. Sun Jun Kim, Sung Han Kim*,Young Mee Jee*, Jung Soo KimVaccine-associated
Paralytic Poliomyelitis: A Case Report of Flaccid Monoparesis after Oral Polio
Vaccine dalam J Korean Med Sci 2007; 22: 362-4
7. The Australian Immunisation Handbook 8th edition, 2008
8. Suyitno H. Jenis Vaksin. Dalam : Ranuh I, Suyitno, Hadinegoro SRS,
KartasasmitaCB, Ismoedijanto, Soedjatmiko, editors. Pedoman Imunisasi di
Indonesia. 3 ed.Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 19234.
9. Akib AP. Klasifikasi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Dalam : Ranuh I,
Suyitno,Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko, editors.

37

PedomanImunisasi di Indonesia. 3 ed. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak


Indonesia;2008. h. 215-89.
10. Musa

DA.

Penyimpanan

dan

Transportasi

Vaksin.

Dalam

Ranuh

I,

Suyitno,Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko, editors.


PedomanImunisasi di Indonesia. 3 ed. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia;2008. h. 234-812.
11. Soedjatmiko, Rahajoe N. Penjelasan Kepada Orangtua Mengenai Imunisasi. Dalam
:Ranuh

I,

Suyitno,

Hadinegoro

SRS,

Kartasasmita

CB,

Ismoedijanto,

Soedjatmiko,editors. Pedoman Imunisasi di Indonesia. 3 ed. Jakarta : Badan Penerbit


Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 39-42

38

Anda mungkin juga menyukai