Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

FERMENTASI TEMPE

Oleh :
Kelompok 5
1. Yudhi Pratama
2. Fietri Dwi Febriyanti
3. Dwi Antara Wati

(P07131013009)
(P07131013025)
(P07131013041)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN GIZI
DENPASAR
2014

I.

Judul

: Fermentasi Tempe

II.

Hari, tanggal : Jumat, 7 November 2014

III.

Tujuan
:
A. Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pembuatan tempe
dengan cara fermentasi.
B. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat menghitung / menimbang berat bersih dari
bahan makanan yang digunakan
Mahasiswa dapat menghitung / menimbang berat masak dari
bahan yang digunakan
Mahasiswa dapat menghitung rendemen dari produk hasil
fermentasi tempe.
Mahasiswa dapat menganalisis kualitas hasil bahan pangan
fermentasi dengan cara mengetahui ciri ciri organoleptik dari
produk hasil fermentasi tempe.
Mahasiswa dapat mengamati pH terhadap air rendaman
kedelai.
Mahasiswa dapat mengamati pertumbuhan dan perkembangan
kapang.

IV.

Dasar teori

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan


anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu
bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas
yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan
anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Reaksi dalam
fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan
produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang
merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan
etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan
digunakan pada produksi makanan. Persamaan Reaksi Kimia: C6H12O6
2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol).
Fermentasi bahan pangan adalah hasil kegiatan dari beberapa
spesies mikroba seperti bakteri, khamir dan kapang.

Mikroba yang

melakukan fermentasi dengan memberikan hasil yang dikehendaki dapat

dibedakan dari mikroba-mikroba penyebab penyakit dan penyebab


kerusakan.

Mikroba fermentasi mendatangkan hasil akhir yang

dikehendaki, misalnya bakteri akan menghasilkan asam laktat, khamir


menghasilkan alkohol, kapang menghasilkan tempe (Muchtadi; 1989).
Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni
yang dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan
kering atau dibekukan, misalnya kultur murni dari bakteri asam laktat
untuk membuat keju. Kadang-kadang tidak digunakan kultur murni untuk
fermentasi sebagai laru (starter). Misalnya pada pembuatan tempe atau
oncom digunakan hancuran tempe dan oncom yang sudah jadi (Winarno,
dkk; 1984).
Ragam produk fermentasi sangatlah banyak dan beragam baik
yang berasal dari Indonesia ataupun dari berbagai negara. Tiap prduk
melibatkan satu atau lebih mikroorganisme. Apabila lebih dari satu
mikrobia maka akan terjadi suatu kondisi yang saling mendukung untuk
menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Produk
fermentasi ada yang telah diketahui macam dan fungsi mikrobianya
adapula yang belum diketahui secara pasti, salah satunya adalah tempe.
Tempe merupakan makanan tradisional yang sangat populer di Indonesia,
terutama di kalangan masyarakat Jawa. Tempe adalah salah satu produk
fermentasi. Bahan bakunya umumnya kedelai. Namun selain itu, dikenal
juga bahan-bahan baku lainnya, seperti ampas kacang untuk membuat
tempe bungkil, ampas kelapa untuk membuat tempe bongkrek, ampas tahu
untuk membuat tempe gembus, dan biji benguk untuk membuat tempe
benguk.
Tempe merupakan hasil fermentasi dari kedelai menggunakan
jamur Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus. Tempe selain dibuat
dari kedelai dapat juga dibuat dari berbagai bahan nabati berprotein. Pada
substrat kedelai jamur selain berfungsi mengikat atau menyatukan biji
kedelai sehingga menjadi satu kesatuan produk yang kompak juga
menghasilkan berbagai enzim yang dapat meningkatkan nilai cerna tempe
saat dikonsumsi.
Tempe memiliki kandungan protein yang hampir sama dengan
daging sapi, sehingga masyarakat pada umumnya memilih tempe sebagai

alternatif sumber protein yang murah dan dapat dijangkau oleh semua
kalangan masyarakat. Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi
terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan
beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus,Rh. oryzae,
Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini
secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".
Untuk membuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe atau
ragi tempe. Laru tempedapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya
bentuk tepung atau yang menempel pada daun waru dan dikenal dengan
nama Usar. Laru dalam bentuk tepung dibuat dengan cara menumbuhkan
spora kapang pada bahan, dikeringkan dan kemudian ditumbuk. Bahan
yang akan digunakan untuk sporulasi dapat bermacam-macam seperti
tepung terigu, beras, jagung, atau umbi-umbian.
Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe
dapat dibedakan atas: inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan
inokulum murni campuran. Adapun perbedaannya adalah pada jenis dan
banyaknya mikroba yang terdapat dan berperan dalam laru tersebut.
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawasenyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh
manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi.
Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti
antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah
penyakit degeneratif.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia
kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang
memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi
membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu,
tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi
sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang
telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang
tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia.
Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang
tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan
oleh miselia jamur yang menghubungkan biji - biji kedelai tersebut.

Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para
peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakan jamur yang paling
dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzimenzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat
dapat dipergunakan oleh tubuh.
Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian
semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH
8,4, sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai
untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air
untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit
dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai
untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan
oleh jamur. Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease.
Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih
sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah
satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein
nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi. Rhizopus oligosporus pada
tempe mempunyai hifa yang berguna untuk menyerap makanan dari
kacang kedelai. Dalam waktu dua sampai tiga hari, kumpulan hifa tersebut
akan membungkus kedelai yang kemudian disebut tempe.
Berdasarkan suatu penelitian, pada tahap fermentasi tempe
ditemukan adanya bakteri Micrococcus sp. Bakteri Micrococcus sp. adalah
bakteri berbentuk kokus, gram positif, berpasangan tetrad atau kelompok
kecil, aerob dan tidak berspora, bisa tumbuh baik pada medium nutrien
agar pada suhu 30C dibawah kondisi aerob. Bakteri ini menghasilkan
senyawa isoflavon (sebagai antioksidan). Adanya bakteri Micrococcus sp.
pada proses fermentasi tempe tidak terlepas dari tahapan pembuatan
tempe, yang meliputi: penyortiran, pencucian biji kedelai diruang
preparasi, pengupasan kulit, perebusan kedelai, perendaman kedelai,
penirisan, peragian, pembungkusan, dan pemeraman. Selain itu faktor
lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain, waktu,
suhu, air, pH, suplai makanan dan ketersediaan oksigen.

Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam


pembuatan tempe. Jamur ini aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan
toksin dan mampu menghasilkan asam laktat. Rhizopus oryzae mempunyai
kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam
amino. Selain itu jamur ini juga mampu menghasilkan protease. Sifat-sifat
Rhizopus oryzae, yaitu koloni berwarna putih berangsur-angsur menjadi
abu-abu, stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarna hingga kuning
kecoklatan. Suhu optimal untuk pertumbuhan jamur ini adalah 350C,
minimal 5-70C dan maksimal 440C. Berdasarkan asam laktat yang
dihasilkan Rhizopus oryzae termasuk mikroba heterofermentatif.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe

yaitu

sebagai berikut : Oksigen, Uap Air, Suhu, dan Keaktifan Laru.


Oleh karena itu, sebagai calon ahli di bidang pangan sangat perlu
diketahui bagaimana cara membuat tempe yang memiliki kualitas baikdan
aman dikonsumsi bagi masyarakat luas. Berdasarkan penguraian di atas,
maka hal tersebut menjadi latar belakang dilakukannya praktikum dan
penulisan laporan ini.
V.

Prinsip
:
Menumbuhkan mikroba tertentu (Rhizopus sp.) pada substrat sehingga
menjadi produk baru akibat dari proses metabolisme mikroba tersebut.

VI.

Bahan dan alat:


A. Bahan:
No.
Nama bahan
1 Kedelai
2 Ampas tahu
3 Laru tempe

Jumlah
500 g
500 g
4g

B. Alat:
No.
1
2
3
4

Nama alat
Kain kasa
Kertas pH
Daun pisang
Plastik lem

Jumlah
1 meter
1 buah
5 lembar
6 buah

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
VII.

Kacip + isinya
Gunting
Baskom
Centong
Cublukan
Sendok
Tampah
Neraca teknik
Timbangan biasa
Handscone
Kompor

1 buah
1 buah
3 buah
1 buah
1 buah
1 buah
2 buah
1 buah
1 buah
1 pasang
1 buah

Prosedur
:
A. Pembuatan Laru Tempe:
1. Mengiris tipis 4 bungkus tempe kedelai.
2. Meletakkan irisan tempe pada nampan.
3. Kemudian, menjemur irisan tempe hingga kering.
4. Setelah kering, menumbuk atau memblender irisan tempe.
5. Mengayak atau menyaring bubuk tempe.
6. Hasil akhir, menghasilkan bubuk atau powder laru tempe.
B. Pembuatan Tempe Kedelai
1. Merendam kedelai selama 24 jam.
2. Memisahkan air rendaman dengan biji kedelai.
3. Kemudian, merebus kedelai hingga lunak.
4. Meniriskan dan dinginkan.
5. Menebarkan kedelai diatas tampah.
6. Menginokulasi kedelai dengan kapang tempe
a. Perlakuan 1 g laru tempe : 250 g kedelai
b. Perlakuan 2 g laru tempe : 250 g kedelai.
7. Membungkus bahan dengan menggunakan daun pisang dan plastic.
8. Memfermentasi kedelai selama 30 40 jam.
C. Pembuatan Tempe Gembus
1. Mencuci ampas tahu sebanyak 2 3 kali dengan air bersih.
2. Menyaring ampas tahu dengan kain kasa dan dipressed, agar
kandungan air tidak boleh lebih dari 85%.
3. Mengukus ampas tahu selama 1 jam dan dinginkan pada suhu
ruang.
4. Menginokulasi mikroba (laru tempe) 1 g dengan 500 g substrat.
5. Membungkus bahan dengan menggunakan daun pisang atau
plastic.

6. Melakukan inkubasi hingga 24 jam di suhu ruang.


VIII.

Hasil
:
A. Berat mentah bersih
a. Kedelai = 500 g
b. Ampas tahu = 500 g
B. Berat masak (setelah jadi tempe)
a. Tempe kedelai = 960 g
b. Tempe gembus = 280 g
C. Rendemen
Rumus:

a. Rendemen Tempe Kedelai

b. Rendemen Tempe Gembus

D. pH air rendaman kedelai = 4


E. Uji Organoleptik
a. Tempe Kedelai Bungkus Plastik (diamati setelah diinkubasi 50
jam)
Laru tempe

Parameter
Aroma
Warna
Tekstur

1g
Busuk
Putih, ada jamur
berwarna hitam
Lembek

2g
Khas tempe
Putih
Padat

Pertumbuhan Tidak menyebar


miselium
Kekompakan Kompak

Menyebar
Kompak

b. Tempe Kedelai Bungkus Daun (diamati setelah diinkubasi 50


jam)
Laru tempe

Parameter
Aroma

1g
Asam

2g
Khas tempe

Warna
Tekstur

Putih
Lembek

Putih
Padat

Pertumbuhan Tidak menyebar


miselium
Kekompakan Kompak

Menyebar
Kompak

c. Tempe Gembus
Parameter
Aroma
Warna
Tekstur
Pertumbuhan
Miselium

Pengamatan
Khas tempe gembus
Putih
Padat

Kekompakan

Kompak

Menyebar

F. Pertumbuhan dan perkembangan kapang


a. Tempe Kedelai
Lama
Inkubasi

30 Jam

40 Jam

50 Jam

Plastik, Laru 1
g

Perlakuan
Plastik, Laru 2
Daun, Laru 1 g
g

Belum tampak
miselium, dan
terdapat uap di
dalam plastik

Belum tampak
miselium, dan
terdapat uap di
dalam plastik

Terdapat
sedikit
miselium

Miselium sudah
tumbuh merata
namun terdapat
jamur hitam
yang tumbuh
pada tempe

Daun, Laru 2 g

Belum tampak
miselium

Mulai muncul
miselium
meski sedikit

Sudah tumbuh
miselium
namun belum
menyebar
merata

Sudah tampak
miselium
namun belum
menyebar
secara merata

Hampir
seluruhnya
tertutup
miselium
namun masih
ada beberapa
bagian yang
belum tertutupi

Miselium
terlihat
menutupi
seluruh bagian
dan tumbuh
sempurna

Sudah sebagian
besar
ditumbuhi
miselium
namun masih
ada bagian
tengah tempe
masih belum
seluruhnya
ditumbuhi

Miselium
terlihat
menutupi
seluruh bagian
dan tumbuh
sempurna

b. Tempe Gembus
Lama
Inkubasi

IX.

Pengamatan

24 Jam

Terdapat sedikit miselium yang tumbuh pada permukaan tempe

30 Jam

Miselium telah menutupi permukaan tempe

Pembahasan

Bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah kacang


kedelai dan ampas tahu, kacang kedelai merupakan tanaman jenis polongpolongan sumber protein dan lemak nabati dalam kehidupan sehari-hari.
Karena kandungan gizi yang baik kedelai digunakan sebagai bahan baku
pembuatan

tempe. Dalam

pembuatan

tempe,

Jamur Rhizopus

oligosporus pada tempe mempunyai hifa yang berguna untuk menyerap


makanan dari kacang kedelai. Dalam waktu dua sampai tiga hari,
kumpulan hifa tersebut akan membungkus kedelai yang kemudian disebut
tempe. Sedangkan Rhizopus oryzae berperan dalam mengikat dan
menyatukan

biji

kedelai.

Kapang

yang

tumbuh

pada

kedelai

menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana


yang

mudah

dicerna

oleh

manusia.

Tempe

kaya

akan

serat

pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi.


Selama proses fermentasi, terjadi peningkatan nitrogen terlarut
yang mempengaruhi peningkatan pH pula. Nilai pH untuk tempe yang
baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Ampas tahu yang telah difermentasi
menjadi tempe akan lebih mudah dicerna. Hasil dari tempe ampas tahu
atau tempe gembus pada percobaan kami terlihat baik dan bersih. Ini
disebabkan tempe tersebut diproses secara steril.
Pada pengamatan terhadap pH air rendaman kedelai didapatkan
hasil pH = 4, hal tersebut menunjukkan bahwa potensi rhizopus sp tumbuh
sangat besar karena rhizopus sp tumbuh optimal pada pH 3,4 6.
Penggunaan daun pisang lebih baik daripada plastic menurut
Sarwono (2010, 51: 100) dikarenakan daun memiliki stomata atau mata
daun yang mempu dilewati oksigen sehingga jumlah oksigen yang masuk
dapat diatur secara tepat. Lalu diinkubasi pada suhu ruang yaitu sekitar
25C - 30C (Gandjar, 2003, 5:10). tujuan dari inkubasi ini untuk

menumbuhkan mikroorganisme yang sudah ditambahkan kedalam bahan


baku pembuatan tempe. Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas
starter yang digunakan untuk inokulasinya. Inokulum tempe disebut juga
sebagai starter tempe, dan banyak pula yang menyebutkan dengan nama
ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur
tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe
akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan
fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat/karakteristiknya
menjadi tempe.
Dalam proses pembuatannya kedelai direndam selama 24 jam agar
kedelai mengembang/mengalami pemekaran serta menurunkan pH kedelai
sehingga dapat ditumbuhi kapang/jamur tempe (pH 4-5). Kulit kedelai
dikupas dari bijinya agar miselium jamur dapat tumbuh dan mengikat
keping-keping biji kedelai. Kemudian kedelai direbus dalam air selama 1
jam yang bertujuan untuk melunakkan kedelai. Fermentasi pada tempe
dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang disebabkan oleh
aktivitas dari enzim lipoksigenase. Tempe yang baik bentuknya keras dan
kering serta didalamnya tidak mengandung kotoran dan campuran bahanbahan lain
Hasil pengamatan untuk parameter aroma tempe yang terlihat dari
tabel hasil menunjukkan aroma khas tempe dan bau busuk. Hal ini
disebabkan karena terjadi fermentasi oleh kapang Rhizopus sp. sehingga
menghasilkan aroma khas tempe dan untuk tempe yang memiliki aroma
busuk disebabkan oleh proses fermentasi yang tidak berhasil diakibatkan
karena kondisi lingkungan yang kurang higienis dan bersih. Hal ini sesuai
pernyataan Hermana dan Karmini (1999), bahwa degradasi komponenkomponen kedelai pada fermentasi oleh kapang Rhizopus sp. membuat
tempe memiliki rasa dan aroma khas dan aroma busuk yang dihasilkan
oleh tempe disebabkan lewatnya masa pertumbuhan dari Rhizopus sp,
yang ditandai dengan munculnya spora berwarna putih kehitaman yang
menghasilkan bau busuk. Aktifitas yang nyata dari mikroorganisme yang
mungkin

turut

campur

akan

terlihat

setelah

aktifitas

pertumbuhan Rhizopus sp. melampaui masa optimumnya, yakni setelah


terbentuknya spora-spora baru yang berwarna putih-kehitaman. Hal ini

dapat diketahui, terutama pada tempe yang dibiarkan atau disimpan dalam
suhu kamar, yaitu dengan terciumnya bau amoniak. Adanya bau amoniak
pada tempe menunjukkan bahwa tempe tersebut mulai mengalami
pembusukan.
Hasil pengamatan untuk parameter tekstur tempe yang terlihat dari
tabel

hasil

praktikum

menunjukkan

tekstur

lembek

dan

padat

.Tekstur lembek diperoleh proses fermentasi yang kurang berhasil dan


tidak sesuai dengan kriteria tempe yang baik dimana tempe yang baik
memiliki tekstur padat dan tidak lembek atau lunak sehingga pada saat
dipotong tempe tidak hancur. Hal ini sesuai dengan Weiss (1984), bahwa
kriteria hasil fermentasi tempe yang benar adalah tempe tidak hancur
terutama pada saat dipotong. Artinya tempe tidak terlalu lembek dan
berbentuk padat, sedangkan tekstur padat pada tempe disebabkan karena
miselia jamur saling mengikat satu sama lain dengan kompak. Hal ini
sesuai dengan Weiss (1984), bahwa tekstur yang kompak dan padat juga
disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara bijibiji kedelai tersebut. sehingga tempe akan terlihat kompak karena diikat
oleh miselia.
Hasil untuk parameter pertumbuhan miselium tempe yang terlihat
dari tabel hasil menunjukkan pertumbuhan yang menyebar dan tidak
menyebar. Pertumbuhan miselium yang tidak merata disebabkan karena
perlakuan tersebut berada pada kondisi anaerob yaitu tidak ada oksigen
yang dapat digunakan kapang dalam proses pertumbuhannya utamanya
pertumbuhan hifa. Hal ini sesuai pernyataan Buckle (1987), bahwa difusi
oksigen secara perlahan merata ke dalam tempe akan menghasilkan
pertumbuhan kapang yang optimum. Dan pertumbuhan miselium yang
tidak merata disebabkan karena pada saat penaburan ragi dilakukan secara
tidak merata sehingga pertumbuhan miselium menjadi tidak menyebar
dan salah satu ciri bahwa fermentasi tempe tidak berhasil yaitu kondisi
pertumbuhan miselium tidak merata akibat penyiraman/penaburan larutan
atau jamur fermentasi (Rhizopus oryzae) tidak merata.
Hasil pengamatan untuk parameter kekompakan kedelai yang
terlihat dari tabel hasil menunjukkan kompak dan tidak kompak. Tempe
yang kompak disebabkan pertumbuhan misellium yang optimal sehingga

hifa tersebar merata dan mengikat kedelai sehingga terlihat kompak dan
menyatu. Benang - benang hifa yang dihasilkan kapang tempe
mengikatkan biji kedalai yang satu dengan biji kedelai lainnya, sehingga
biji-biji kedelai ini membentuk suatu massa yang kompak. Sedangkan
kedelai yang tidak kompak disebabkan oleh kondisi kapang yang sudah
tidak aktif dan laru yang diberikan terlalu sedikit dan pengadukan yang
tidak merata. Hal ini sesuai dengan Buckle (1987), bahwa ciri-ciri tempe
yang tidak berhasil adalah kedelai tidak kompak diakibatkan karena
kapang tidak aktif atau sudah mati, laru terlalu sedikit, laru terlalu tua, dan
pengadukan laru tidak merata.
Hasil pengamatan untuk parameter warna yang terlihat dari tabel
hasil menunjukkan tempe yang berwarna putih, berwarna putih namun
tumbuh jamur berwarna hitam. Hal ini disebabkan pertumbuhan misellium
yang tidak optimal sehingga hifa tersebar tidak merata dan ada bercak
hitam dipermukaan tempe, jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat,
sehingga

kondisi

pertumbuhan

miselium

tidak

merata

akibat

penyiraman/penaburan larutan atau jamur fermentasi (Rhizopus oryzae)


tidak

merata.

Hal

ini

sesuai

dengan

pernyataan Buckle

(1987)

bahwa,pertumbuhan miselium yang tidak optimal sehingga hifa tersebar


tidak merata dan ada bercak hitam dipermukaan tempe, jamur hanya
tumbuh baik di salah satu tempat.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe menurut
yaitu sebagai berikut :
Oksigen, dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang
terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat
sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh
karena

itu

apabila

digunakan

kantong

plastik

sebagai

bahan

pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang


dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
Uap air, yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini
disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk
pertumbuhannya.
Suhu, Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat
mesofilik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh

karena itu, maka pada waktu pemeraman, suhu ruangan tempat


pemeraman perlu diperhatikan.
Keaktifan Laru, Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan
berkurang keaktifannya. Karena itu pada pembuatan tempe sebaiknya
digunakan laru yang belum terlalu lama disimpan agar dalam pembuatan
tempe tidak mengalami kegagalan.
Agar dapat mengetahui kualitas tempe yang baik maka harus
diketahui ciri - ciri tempe yang memenuhi standar berikut. Menurut Weiss
(1984) kriteria hasil akhir dari proses fermentasi tempe yang benar adalah :

Berwarna putih atau putih keabu-abuan.

Tekstur kompak, padat dan lunak

Aroma khas tempe

Tempe tidak hancur


Sedangkan untuk ciri - ciri tempe yang tidak jadi menurut Buckle

(1987) adalah :

Tempe tetap basah

Jamur tumbuh kurang baik

Tempe berbau busuk

Ada bercak hitam dipermukaan tempe

Jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat

Kondisi

pertumbuhan

miselium

tidak

merata

akibat

penyiraman/penaburan larutan atau jamur fermentasi (Rhizopu


oryzae) tidak merata

Kedelai tidak kompak : kapang tidak aktif atau sudah mati, laru
terlalu sedikit, laru terlalu tua, pengadukan laru tidak merata,
waktu fermentasi yang kurang lama, suhu fermentasi yang terlalu
rendah.

X.

Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah sebagai


berikut:

Berat mentah bersih:


a. Kedelai = 500 g
b. Ampas tahu = 500 g

Berat masak (setelah jadi tempe):

XI.

a. Tempe kedelai = 960 g


b. Tempe gembus = 280 g
Rendemen:
a. Rendemen Tempe Kedelai = 192%
b. Rendemen Tempe Gembus = 56%
pH air rendaman kedelai = 4
Apabila diamati secara organoleptic baik atau tidaknya produk
sangat dipengaruhi oleh kuantitas laru yang digunakan.
Penggunaan laru 2 g lebih baik daripada penggunaan laru hanya 1
g.
Pada pengamatan pertumbuhan dan perkembangan kapang
didapatkan pada saat inkubasi berjalan 50 jam terjadi fase optimal
fermentasi tempe dan siap untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi
penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan
pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor
spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih kompak.

Daftar Pustaka:
Buckle, A. K., R.A. Edwards., G. H. Fleet., M. Wooton. Ilmu
Pangan. 1987. Jakarta Penerbit Universitas Indonesia (UIPRESS).
Gandjar, I. (2003). Tapai from cassava and cereals. First International
Symposium and Workshop on Insight into the World of
Indigenous Fermented Foods for Technology Development and
Food Safety. Bangkok, 13 17 Apr 2003: 1-10
Hasibuan, Susi. 2006. PELITA Biologi SMA. Jakarta: Arya Duta
Hermana, Karmini M, and Karyadi D. 1999. Composition and
nutritional value of tempe: its role in the improvement of
the nutritional value of food. Dalam The complete handbook
of tempe. The American Soybean Association.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe. Tempe. Diakses pada tanggal, 15
November 2014. Denpasar
http://id.wikipedia.org/wiki/Rhizopus_oligosporus. Rhizopus oryzae dan
Rhizopus Diakses pada tanggal, 15 November 2014
Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan
dan Gizi, IPB Bogor.
Pratiwi, D.A., dkk. 2007. Biologi SMA. Jakarta: Erlangga
Radiyati, T., 1992. Pengolahan Kedelai. Subang : BPTTG Puslitbang
Fisika Terapan-LIPI. Diakses tanggal 28 Oktober 2013.
Makassar.
Sarwono, B. (2010). Usaha Membuat Tempe dan Oncom. Panebar
Swadaya. Jakarta.

Setiadi. 2002. Kepekaan Terhadap Pengolahan Pangan. Pusat Dinamika


Pembangunan UNPAD, Bandung.
Weiss et all. 1984. The Free Dictionary . London : CRC Press.
Tempe. Jakarta Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS).
Winarno,F.G, dkk. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia,
Jakarta.
Wirakartakusumah, dkk. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan.
PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.

Anda mungkin juga menyukai