FERMENTASI TEMPE
Oleh :
Kelompok 5
1. Yudhi Pratama
2. Fietri Dwi Febriyanti
3. Dwi Antara Wati
(P07131013009)
(P07131013025)
(P07131013041)
I.
Judul
: Fermentasi Tempe
II.
III.
Tujuan
:
A. Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pembuatan tempe
dengan cara fermentasi.
B. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat menghitung / menimbang berat bersih dari
bahan makanan yang digunakan
Mahasiswa dapat menghitung / menimbang berat masak dari
bahan yang digunakan
Mahasiswa dapat menghitung rendemen dari produk hasil
fermentasi tempe.
Mahasiswa dapat menganalisis kualitas hasil bahan pangan
fermentasi dengan cara mengetahui ciri ciri organoleptik dari
produk hasil fermentasi tempe.
Mahasiswa dapat mengamati pH terhadap air rendaman
kedelai.
Mahasiswa dapat mengamati pertumbuhan dan perkembangan
kapang.
IV.
Dasar teori
Mikroba yang
alternatif sumber protein yang murah dan dapat dijangkau oleh semua
kalangan masyarakat. Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi
terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan
beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus,Rh. oryzae,
Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini
secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".
Untuk membuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe atau
ragi tempe. Laru tempedapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya
bentuk tepung atau yang menempel pada daun waru dan dikenal dengan
nama Usar. Laru dalam bentuk tepung dibuat dengan cara menumbuhkan
spora kapang pada bahan, dikeringkan dan kemudian ditumbuk. Bahan
yang akan digunakan untuk sporulasi dapat bermacam-macam seperti
tepung terigu, beras, jagung, atau umbi-umbian.
Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe
dapat dibedakan atas: inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan
inokulum murni campuran. Adapun perbedaannya adalah pada jenis dan
banyaknya mikroba yang terdapat dan berperan dalam laru tersebut.
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawasenyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh
manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi.
Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti
antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah
penyakit degeneratif.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia
kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang
memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi
membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu,
tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi
sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang
telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang
tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia.
Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang
tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan
oleh miselia jamur yang menghubungkan biji - biji kedelai tersebut.
Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para
peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakan jamur yang paling
dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzimenzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat
dapat dipergunakan oleh tubuh.
Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian
semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH
8,4, sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai
untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air
untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit
dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai
untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan
oleh jamur. Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease.
Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih
sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah
satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein
nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi. Rhizopus oligosporus pada
tempe mempunyai hifa yang berguna untuk menyerap makanan dari
kacang kedelai. Dalam waktu dua sampai tiga hari, kumpulan hifa tersebut
akan membungkus kedelai yang kemudian disebut tempe.
Berdasarkan suatu penelitian, pada tahap fermentasi tempe
ditemukan adanya bakteri Micrococcus sp. Bakteri Micrococcus sp. adalah
bakteri berbentuk kokus, gram positif, berpasangan tetrad atau kelompok
kecil, aerob dan tidak berspora, bisa tumbuh baik pada medium nutrien
agar pada suhu 30C dibawah kondisi aerob. Bakteri ini menghasilkan
senyawa isoflavon (sebagai antioksidan). Adanya bakteri Micrococcus sp.
pada proses fermentasi tempe tidak terlepas dari tahapan pembuatan
tempe, yang meliputi: penyortiran, pencucian biji kedelai diruang
preparasi, pengupasan kulit, perebusan kedelai, perendaman kedelai,
penirisan, peragian, pembungkusan, dan pemeraman. Selain itu faktor
lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain, waktu,
suhu, air, pH, suplai makanan dan ketersediaan oksigen.
yaitu
Prinsip
:
Menumbuhkan mikroba tertentu (Rhizopus sp.) pada substrat sehingga
menjadi produk baru akibat dari proses metabolisme mikroba tersebut.
VI.
Jumlah
500 g
500 g
4g
B. Alat:
No.
1
2
3
4
Nama alat
Kain kasa
Kertas pH
Daun pisang
Plastik lem
Jumlah
1 meter
1 buah
5 lembar
6 buah
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
VII.
Kacip + isinya
Gunting
Baskom
Centong
Cublukan
Sendok
Tampah
Neraca teknik
Timbangan biasa
Handscone
Kompor
1 buah
1 buah
3 buah
1 buah
1 buah
1 buah
2 buah
1 buah
1 buah
1 pasang
1 buah
Prosedur
:
A. Pembuatan Laru Tempe:
1. Mengiris tipis 4 bungkus tempe kedelai.
2. Meletakkan irisan tempe pada nampan.
3. Kemudian, menjemur irisan tempe hingga kering.
4. Setelah kering, menumbuk atau memblender irisan tempe.
5. Mengayak atau menyaring bubuk tempe.
6. Hasil akhir, menghasilkan bubuk atau powder laru tempe.
B. Pembuatan Tempe Kedelai
1. Merendam kedelai selama 24 jam.
2. Memisahkan air rendaman dengan biji kedelai.
3. Kemudian, merebus kedelai hingga lunak.
4. Meniriskan dan dinginkan.
5. Menebarkan kedelai diatas tampah.
6. Menginokulasi kedelai dengan kapang tempe
a. Perlakuan 1 g laru tempe : 250 g kedelai
b. Perlakuan 2 g laru tempe : 250 g kedelai.
7. Membungkus bahan dengan menggunakan daun pisang dan plastic.
8. Memfermentasi kedelai selama 30 40 jam.
C. Pembuatan Tempe Gembus
1. Mencuci ampas tahu sebanyak 2 3 kali dengan air bersih.
2. Menyaring ampas tahu dengan kain kasa dan dipressed, agar
kandungan air tidak boleh lebih dari 85%.
3. Mengukus ampas tahu selama 1 jam dan dinginkan pada suhu
ruang.
4. Menginokulasi mikroba (laru tempe) 1 g dengan 500 g substrat.
5. Membungkus bahan dengan menggunakan daun pisang atau
plastic.
Hasil
:
A. Berat mentah bersih
a. Kedelai = 500 g
b. Ampas tahu = 500 g
B. Berat masak (setelah jadi tempe)
a. Tempe kedelai = 960 g
b. Tempe gembus = 280 g
C. Rendemen
Rumus:
Parameter
Aroma
Warna
Tekstur
1g
Busuk
Putih, ada jamur
berwarna hitam
Lembek
2g
Khas tempe
Putih
Padat
Menyebar
Kompak
Parameter
Aroma
1g
Asam
2g
Khas tempe
Warna
Tekstur
Putih
Lembek
Putih
Padat
Menyebar
Kompak
c. Tempe Gembus
Parameter
Aroma
Warna
Tekstur
Pertumbuhan
Miselium
Pengamatan
Khas tempe gembus
Putih
Padat
Kekompakan
Kompak
Menyebar
30 Jam
40 Jam
50 Jam
Plastik, Laru 1
g
Perlakuan
Plastik, Laru 2
Daun, Laru 1 g
g
Belum tampak
miselium, dan
terdapat uap di
dalam plastik
Belum tampak
miselium, dan
terdapat uap di
dalam plastik
Terdapat
sedikit
miselium
Miselium sudah
tumbuh merata
namun terdapat
jamur hitam
yang tumbuh
pada tempe
Daun, Laru 2 g
Belum tampak
miselium
Mulai muncul
miselium
meski sedikit
Sudah tumbuh
miselium
namun belum
menyebar
merata
Sudah tampak
miselium
namun belum
menyebar
secara merata
Hampir
seluruhnya
tertutup
miselium
namun masih
ada beberapa
bagian yang
belum tertutupi
Miselium
terlihat
menutupi
seluruh bagian
dan tumbuh
sempurna
Sudah sebagian
besar
ditumbuhi
miselium
namun masih
ada bagian
tengah tempe
masih belum
seluruhnya
ditumbuhi
Miselium
terlihat
menutupi
seluruh bagian
dan tumbuh
sempurna
b. Tempe Gembus
Lama
Inkubasi
IX.
Pengamatan
24 Jam
30 Jam
Pembahasan
tempe. Dalam
pembuatan
tempe,
Jamur Rhizopus
biji
kedelai.
Kapang
yang
tumbuh
pada
kedelai
mudah
dicerna
oleh
manusia.
Tempe
kaya
akan
serat
turut
campur
akan
terlihat
setelah
aktifitas
dapat diketahui, terutama pada tempe yang dibiarkan atau disimpan dalam
suhu kamar, yaitu dengan terciumnya bau amoniak. Adanya bau amoniak
pada tempe menunjukkan bahwa tempe tersebut mulai mengalami
pembusukan.
Hasil pengamatan untuk parameter tekstur tempe yang terlihat dari
tabel
hasil
praktikum
menunjukkan
tekstur
lembek
dan
padat
hifa tersebar merata dan mengikat kedelai sehingga terlihat kompak dan
menyatu. Benang - benang hifa yang dihasilkan kapang tempe
mengikatkan biji kedalai yang satu dengan biji kedelai lainnya, sehingga
biji-biji kedelai ini membentuk suatu massa yang kompak. Sedangkan
kedelai yang tidak kompak disebabkan oleh kondisi kapang yang sudah
tidak aktif dan laru yang diberikan terlalu sedikit dan pengadukan yang
tidak merata. Hal ini sesuai dengan Buckle (1987), bahwa ciri-ciri tempe
yang tidak berhasil adalah kedelai tidak kompak diakibatkan karena
kapang tidak aktif atau sudah mati, laru terlalu sedikit, laru terlalu tua, dan
pengadukan laru tidak merata.
Hasil pengamatan untuk parameter warna yang terlihat dari tabel
hasil menunjukkan tempe yang berwarna putih, berwarna putih namun
tumbuh jamur berwarna hitam. Hal ini disebabkan pertumbuhan misellium
yang tidak optimal sehingga hifa tersebar tidak merata dan ada bercak
hitam dipermukaan tempe, jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat,
sehingga
kondisi
pertumbuhan
miselium
tidak
merata
akibat
merata.
Hal
ini
sesuai
dengan
pernyataan Buckle
(1987)
itu
apabila
digunakan
kantong
plastik
sebagai
bahan
(1987) adalah :
Kondisi
pertumbuhan
miselium
tidak
merata
akibat
Kedelai tidak kompak : kapang tidak aktif atau sudah mati, laru
terlalu sedikit, laru terlalu tua, pengadukan laru tidak merata,
waktu fermentasi yang kurang lama, suhu fermentasi yang terlalu
rendah.
X.
Simpulan
XI.
Daftar Pustaka:
Buckle, A. K., R.A. Edwards., G. H. Fleet., M. Wooton. Ilmu
Pangan. 1987. Jakarta Penerbit Universitas Indonesia (UIPRESS).
Gandjar, I. (2003). Tapai from cassava and cereals. First International
Symposium and Workshop on Insight into the World of
Indigenous Fermented Foods for Technology Development and
Food Safety. Bangkok, 13 17 Apr 2003: 1-10
Hasibuan, Susi. 2006. PELITA Biologi SMA. Jakarta: Arya Duta
Hermana, Karmini M, and Karyadi D. 1999. Composition and
nutritional value of tempe: its role in the improvement of
the nutritional value of food. Dalam The complete handbook
of tempe. The American Soybean Association.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe. Tempe. Diakses pada tanggal, 15
November 2014. Denpasar
http://id.wikipedia.org/wiki/Rhizopus_oligosporus. Rhizopus oryzae dan
Rhizopus Diakses pada tanggal, 15 November 2014
Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan
dan Gizi, IPB Bogor.
Pratiwi, D.A., dkk. 2007. Biologi SMA. Jakarta: Erlangga
Radiyati, T., 1992. Pengolahan Kedelai. Subang : BPTTG Puslitbang
Fisika Terapan-LIPI. Diakses tanggal 28 Oktober 2013.
Makassar.
Sarwono, B. (2010). Usaha Membuat Tempe dan Oncom. Panebar
Swadaya. Jakarta.