Anda di halaman 1dari 5

LO.

2 Manifestasi Penyakit Epilepsi pada Rongga Mulut Pasien


Manifestasi oral penderita epilepsi dapat di akibatkan oleh obat yang di
konsumsi. Salah satunya adalah antikonvulsi. Dalam periode terakhir ini
carbamazepine banyak digunakan sebagai obat antikonvulsan/anti epilepsi berupa
kejang sebagian dengan gejala yang kompleks. Sedangkan dalam kedokteran gigi
carbamazepine di gunakan untuk perawatan neuralgia trigeminal.
Beberapa manifestasi dari obat antikonvulsan pada penderita epilepsi
adalah sebaga berikut :
1. Eritema Multiple
Akibat adanya reaksi hipersensitifitas type II dan III Obat obatan
golongan antikonvulsan yang dikonsumsi oleh penderita epilepsi dapat
menjadi faktor predisposisi timbulnya eritema multiple. Eritema multiple
merupakan suatu penyakit inflamasi akut pada kulit dan membrane
mukosa yang dapat menimbulkan beberapa varian lesi kulit., erupsi kulit
mendadak, dan bersifat rekuren. Karakteristik lesi targetnya pada kulit dan
oral ulseratif sangat berfariasi sesuai namanya multiformis merupakan
kombinasi bulla dan papula, macula, dan ulser. Etiologinya belum
diketahui secara pasti, tapi penyakit ini dapat disebabkan reaksi
hipersensitifitas dari beberapa faktor predisposisinya antara lain adalah
alergi terhadap obat obatan (antikonvulsan carbamazepine, fenitoin,
fenobarbital, penisilin, barbiturate, AINS seperti oxicam,sulfonamide)
penyakit autoimmune, penyakit sistemik,/ keganasan, stress, emosi.
Terjadinya eritema multiformis berawal dari suatu deposisi dari
kompleks imun dalam mikrovaskular dari kulit dan mukosa. Reaksi
hipersensitifitas type III di tandai dengan oleh pembentukan kompleks
antigen. Selanjutnya IgG dan IgM di dalam darah atau jaringan akan
mengaktifkan komplemen, lalu melepaskan mediator (enzim) sehingga
antigen akan terfiksasi dan membentuk C3a dan C5a yang akan
merangsang sel matosit dan basophil melepas granul. Sehingga kompleks

imun beredar dan mengendap di daerah kulit dan mukosa dengan


menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi complement.
Berdasarkan keterlibatannya di kulit dan mukosa mulut, dapat di
bedakan menjadi 2 antaralain:

Eeritema multiple minor


Pada eritema multiple minor sering di jumpai di mukosa rongga
mulut. Lesi dapat sembuh sendiri tanpa di lakukan perawatan
dalam waktu 1-3 minggu. Hanya bersifat akut dan rekuren
sedangkan

yang kronik jarang terjadi. Hanya melibatkan 1

pemukaan di kulit atau mukosa mulut. Bentuk lesi mirip telur mata
sapi. Awalnya lesi kecil dan merah dengan diameter 0,2-2cm
kemudian membesar dan membentuk daerah putih pucat/ jernih di
tengahnya setelah itu lesi membentuk vesikel atau bula menyatu
dan pecah. Umumnya lesi berbentuk lebar kasar dan dangkal
dengan tepi yang eritematosus. Kulit nekrotik dan mengelupas
terdapat pseudomembran menutupi lesi dan terdapat plak urtikaria
yang tidak pecah. Secara intra oral terlihat macula berwarna
merah, ulserasi multiple, dan erosi. Kelainan ini terbatas pada pipi,
mukosa bibir, palatum dan lidah atau melibatkan seluruh daerah
tersebut. Tapi gingivanya jarang terlibat. Sedangkan pada bibir di
temukan adanya krusta berwarna merah gelap dan coklat yang
khas.

Eritema multiple mayor


Pemberian

obat

antikonvulsi

seperti

dilatin

yang

dibarengkan dengan carbamazepine bisa menyebabkan eritema


multiformis mayor. Keadaan ini diperparah dengan adanya oral
hygiene yang buruk. Pada pemeriksaan ekstra oral rongga mulut,
di bibir ditemukan krusta merah kehitaman, lengket, dan terdapat
pembengkakan kelenjar limfe. Pada pemeriksaan intraoral terdapat
ulser pada lidah dan kandidiasis

Ada beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa adanya


lesi ini berhubungan dengan reaksi alergi obat. Pada pemberian
obat-obatan

antikonvulsi

seperti

carbamazepine

dapat

menyebabkan alergi. Disebabkan sebagai reaksi hipersensitivas


tipe II. Di mana hipersensitivitas tipe II gejala reaksinya
bergantung kepada sel sasaran, dan sasaran utamanya pada kulit
berupa destruksi keratinosit. Adanya reaksi imun sitotoksik ini
mengakibatkan

apoptosis

keratinosit

yang

menyebabkan

kerusakan pada jaringan mukosa.


2. Hiperplasia gingiva
Hiperplasia gingiva merupakan pertumbuhan gingiva yang
berlebih, hal ini bisa dikarenakan adanya keradangan pada daerah
tersebut dan ditandai dengan gusi yang mengalami perbesaran ,
inflamasi, dan terkadang terdapat pendarahan. Pada penderita epilepsi,
pasien tersebut diberikan terapi obat Fenitoin, dimana pada obat
tersebut dapat menyebabkan adanya peningkatan sintesis protein
kolagen secara sinergis oleh fibroblas gingiva. Namun hal ini tidak
akan terjadi jika tidak dipengaruhi oleh adanya inflamasi. Inflamasi
karena plak bakteri akan menyebabkan meningkatnya produksi
jaringan konektif secara alami sehingga menyebabkan membesarnya
gingiva.
3. Angular chelitis
Angular cheilitis merupakan inflamasi akut atau kronis pada sudut
mulut yang ditandai dengan adanya fisur-fisur, retak-retak pada sudut
bibir, berwarna kemerahan, ulserasi disertai rasa terbakar, nyeri dan
rasa kering pada sudut mulut. Pada kasus yang parah, retakan tersebut
dapat berdarah ketika membuka mulut dan menimbulkan ulser dangkal
atau krusta.
Penyebab angular cheilitis yang menonjol pada anak-anak adalah
defisiensi

nutrisi. Defisiensi

nutrisi

yang dimaksud

biasanya

disebabkan kurangnya asupan vitamin B kompleks (riboflavin), zat

besi dan asam folat. Pada penggunaan obat Fenitoin, jumlah asam folat
menjadi tereduksi oleh obat tersebut, oleh karenanya menjadi
berkurang. Hal ini yang kemudian menjadikan adanya angular chelitis.

Selain karena penggunaan obat antikonvulsi yang dapat menyebabkan


terjadinya berbagai menifestasi di rongga mulut, orang yang mengalami epilepsi
namun mempunyai gejala kejang, maka akan mengakibatkan beberapa hal yang
juga berpengaruh terhadap keadaan rongga mulut penderita, antara lain sebagai
berikut:
1. Pasien epilepsi cenderung mudah terjadi trauma yang akhirnya akan
menyebabkan gigi mudah patah, hal oini dimungkinkan akibat adanya
gerakan membuka dan menutup mulut berlebihan disertai dengan
mengunyah-nguyah dan efek kontraksi otot mastikasi yang berkerja
terlalu berlebih.
2. Stomatitis
Stomatitis dapat terjadi jika salah satunya terdapat trauma, trauma ini
mungkin diakibatkan karena gerakan menggigit mukosa pada saat
pasien dalam kondisi tidaksadarkan diri apabila terjadi kejang.
3. Ulser pada lidah yang diakibatkan karena penderita epilepsi menggigit
gigit lidahnya.

Sumber:

Taufik Adrian. 2010. Carbamazepine (Anti Konvulsi) dalam Terapi


Epilepsi sebagai Penyebab Eritema Multiformis Mayor (Laporan Kasus).

Ganiswarna G Sulistia. Farmakologi dan Terapi, edisi 4, Bagian


Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Gaya
Baru, 2001:170-71

Utama W Harry, Kurniawan Dedy.2007. Erupsi Alergi Obat. Jakarta:


Wordpress

Ermawati H. Yosepha. 2007. Penggunaan Carbamazepin Pada Pasien


Pediatri.Jakarta : Farmakoterapi.

Scully C, Bagan J. Oral Mucosal diseases : Erytema Multiforme. British J


of Oral and Maxillofacial Surgery. 2007; 46: 90-95

Greenberg, S Martin. Erythema Multiforme and related disorders. Oral


Medicine. University College of London. Mosby. London. 2007: 642-654

Anda mungkin juga menyukai