Anda di halaman 1dari 5

Mekanisme /proses karies menyebabkan kelainan jaringan pulpa dan periapeks

BAB I
PENDAHULUAN

Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi (email, dentin dan sementum) yang bersifat
kronik progresif dan disebabkan aktivitas jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan.
Ditandai dengan demineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan zat organiknya. Faktor-faktor
yang memungkinkan terjadinya karies yaitu :

A. Bakteri
Sifat kariogenik ini berkaitan dengan kemampuan untuk:
o Membentuk asam dari substrat (asidogenik)
o Menghasilkan kondisi dengan pH rendah (<5)
o Bertahan hidup dan memproduksi asam terus menerus pada kondisi dengan pH yang rendah
(asidurik)
o Melekat pada permukaan licin gigi
o Menghasilkan polisakarida tak larut dalam saliva dan cairan dari makanan guna membentuk
plak.

B. Karbohidrat Makanan
Karbohidrat menyediakan substrat untuk sintesa asam dan polisakarida ekstrasel bagi bakteri.
Karbohidrat kompleks relatif lebih tidak kariogenik karena tidak dicerna sempurna di mulut,
sedangkan karbohidrat sederhana akan meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat
oleh bakteri. Untuk kembali ke pH normal dibutuhkan waktu 30-60 menit. Kariogenisitas
karbohidrat bervariasi menurut frekuensi makan, bentuk fisik, komposisi kimia, cara masuk, dan
adanya zat makanan lain. Karena sintesa polisakarida ekstrasel dari sukrosa lebih cepat daripada
glukosa, fruktosa, dan laktosa, maka sukrosa bersifat paling kariogenik, dan karena paling banyak
dikonsumsi, maka dianggap sebagai etiologi utama.

C. Kerentanan Permukaan Gigi


1. Morfologi gigi
Daerah gigi di mana mudah terjadi plak sangat mungkin diserang karies.
Daerah-daerah itu adalah:
o Pit dan fisur permukaan oklusal molar dan premolar, pit bukal molar dan pit palatal insisivus
o Permukaan halus daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak
o Tepi leher gigi sedikit di atas tepi gingiva
o Permukaan akar yang terbuka pada pasien resesi gingiva karena penyakit periodontium
o Tepi tumpatan/tambalan, terutama yang kurang
o Permukaan
Gambaran morfologi yang sering dianggap penyebab karies adalah fisura oklusal yang sempit dan
dalam, lekukan pipi, atau lidah. Fisura-fisura tersebut cenderung menjadi perangkap untuk
makanan dan bakteri, terutama pada dasar fisura.
2. Lingkungan Gigi
Gigi selalu dibasahi saliva secara normal. Jumlah dan isi saliva, derajat keasaman, kekentalan,
dan kemampuan bufer berpengaruh pada karies. Saliva mampu meremineralisasi karies dini
karena mengandung ion kalsium (Ca) dan fosfat (P). Kemampuan ini meningkat bila terdapat ion
fluor. Saliva juga mempengaruhi pH dan komposisi mikroorganisme dalam plak. Jika terjadi
perubahan jumlah dan susunan saliva, misalnya pada pasien pascaradiasi, aplasia kelenjar saliva
dan xerostomia, maka kemungkinan karies meningkat. pH saliva sering diteliti karena mudah
diukur dan diduga berhubungan dengan asam, namun sebagian besar penelitian menyatakan
bahwa pH saliva tidak berkorelasi positif dengan terjadinya karies.
Kekentalan diduga berpengaruh pada terjadinya karies, karena bila saliva banyak dan encer,
karies relatif lebih jarang terjadi. Van Kestern menemukan bahwa saliva mengandung beberapa
substansi antibakteri. Green melaporkan adanya faktor bakteriolitik pada orang yang imun
terhadap karies. Faktor ini aktif melawan laktobasilus dan streptokok sehingga sel lisis. Pada
daerah tepi gingiva, gigi dibasahi cairan celah gusi. Walaupun tidak terdapat inflamasi gingiva,
volume cairan ini tak bisa diabaikan. Cairan ini mengandung antibodi serum spesifik terhadap
S.mutans. Fluor (F) dengan konsentrasi normal (410 ppm-873 ppm) pada jaringan gigi dan
lingkungannya memiliki efek antikaries. Email dengan kadar F lebih tinggi akan resisten terhadap
asam, karena tersedianya F di sekitar gigi selama proses pelarutan email akan mempengaruhi
demineralisasi dan terutama remineralisasi. Email permukaan lebih tahan terhadap karies daripada

email subpermukaan, karena F, seng, dan besi lebih terakumulasi daripada di bawahnya. Selain
itu, F juga mempengaruhi bakteri plak dalam pembentukan asam.

3. Posisi Gigi
Gigi malaligned, posisi keluar, rotasi, atau situasi tak normal lain, menyebabkan kesulitan
pembersihan dan cenderung membuat makan dan debris terakumulasi.

D. Waktu
Kemampuan saliva untuk meremineratisasi selama proses karies, menandakan bahwa proses
tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti, sehingga bila saliva
berada di dalam tingkungan gigi, maka kariestidak akan menghancurkan gigi dalam hitungan hari
atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Selama perkembangan karies, antibodi ditemukan di dalam air liur, cairan pulpa gigi, dan
cairan dentin. Hal ini menunjukkan bahwa liur, dentin dan pulpa gigi dapat memberikan respon
imunologik terhadap serangan antigen kuman penyebab karies gigi. Imunoglobin juga ditemukan
di dalam dentin sehat dan yang mengalami karies, terletak dibawah dentin yang mengalami karies.
Antibodi ini berasal dari cairan pulpa, sedangkan antibody yang ditemukan di dalam dentin karies
yang lunak berasal dari air liur. Komponen sekresi, baik yang terikat pada IgA maupun dalam
bentuk sIgA hanya ditemukan pada lesi yang dangkal. Selain itu ditemukan IgG,IgA dan
transferin di dalam karies yang dalam, sedangkan komponen sekresi tidak ada. Di bawah lesi
karies tidak ditemukan adanya kuman.
Pada saat karies gigi sudah mengenai dentin, antigen bakteri yang larut akan menginduksi
respon peradangan klasik pada pulpa gigi berupa vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler,
dan eksudasi cairan serta PMN. Begitu karies mendekati pulpa, ditemukan adanya makrofag,
limfosit dan sel plasma. Selain itu terdapat juga immunoglobulin ekstravaskuler dengan IgG
paling banyak, disertai sel plasma yang mengandung IgG, IgA, IgE dan kadang-kadang IgM.
Karies gigi yang tidak ditumpat akan memperluas demineralisasi dan dekalsifikasi dentin yang
akhirnya akan mengenai atap pulpa. Pada keadan ini, biasanya sudah menimbulkan respon imun
di dalam jaringan pulpa. Bila keadaan ini tidak segera diatasi, maka antigen kuman akan berdifusi
kedalam jaringan pulpa dan menimbulkan berbagai kelainan di dalam pulpa gigi. Selanjutnya
daerah periapikal juga akan diserang dan menjadikan abses periapikal akut atau bentuk tiga
kondisi kronis: abses kronis, ganuloma, atau kista tergantung kekuatan respon imunnya.
Di dalam jaringan pulpa gigi dengan pulpitis yang irreversibel, akan terlihat adanya limfosit dan
makrofag sebagai sel infiltrasi radang yang mendominasi.Pada pulpitis yang reversible, maka
lebih dari 90% limfosit yang ada di dalam pulpa adalah sel T8, sedangkan sel T4 nya sekitar 0,56.
Pada pulpitis yang irevesibel, jumlah sel T4 ini mencapai 1, 14 dibandingkan sel T8 dan sel B.
Dalam jaringan pulpa yang mengalami peradangan, ditemukan antibodi terbanyak adalah IgG
dibandingkan IgA dan IgM. Antibodi tersebut semua ditemukan lebih banyak dibandingkan dalam

keadaan pulpa normal. Begitu pula sel plasma yang mengandung IgG dan IgA lebih banyak di
dalam pulpa yang meradang, disamping ditemukan Pula C3.
Eksudat radang yang terbentuk sebagai respon terhadap perkembangan karies gigi, sulit
mendapatkan ruangan karena pulpa gigi dibatasi oleh struktur dentin yang kaku. Akibatnya
jaringan pulpa di dalam saluran akar akan terlibat. Bila efek protektif respon imunologik tidak
cukup baik, maka karies akan berkembang menjadi pulpitis akut. Namun, bila proses kariesnya
berkembang lambat dan respon imunitasnya mampu mencegah kerusakan jaringan pulpa lebih
lanjut, yang akan timbul hanyalah pulpitis kronis.

Jaringan pulpa yang rusak, akan bertindak sebagai autoantigen yang bersama antigen kuman
mengakibatkan penyebaran reaksi radang ke daerah periapikal. Akibatnya akan terjadi abses akut
atau kondisi kronis (abses kronis, granuloma atau kista). Semua lesi tersebut dapat terjadi bila efek
protektif respon imun tidak cukup baik, sehingga hanya mampu melokalisasi kerusakan lebih
lanjut. Kadar immunoglobulin dalam serum subyek yang mengalami flare up (pembengkaan
disertai rasa sakit dan resorbsi tulang pada gigi nonvital yang terjadi dengan cepat) setelah
perawatan endodontik, menunjukkan hanya IgE yang meningkat dibandingkan keadaan normal.

DAFTAR PUSTAKA

Grosman, 1995, Ed.11, Ilmu Endodontic dalam Praktek, Rafiah abiyono, Jakarta, EGC, hal
196-264

Anda mungkin juga menyukai