Referat Isi (Neuritis Optikus)
Referat Isi (Neuritis Optikus)
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Mata merupakan organ yang sangat berkaitan erat dengan otak dan seringkali
memberikan petunjuk diagnostik yang penting akan adanya gangguan pada sistem saraf
pusat. Penyakit intrakranial umumnya menyebabkan gangguan penglihatan oleh karena
destruksi ataupun tekanan pada bagian tertentu dari jalur impuls visual.
Jalur impuls aferen melewati struktur-struktur yang terlibat dalam penerimaan dan
pemrosesan informasi visual yang meliputi: mata, nervus optikus, chiasma optik, traktus
optikus, nukleus genikulatum lateral, radiasio optik dan korteks striatum. Pada umumnya
abnormalistas visual memiliki berbagai macam etiologi dan tergantung letak lesi yang
dikenainya. Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi, demielinisasi yang
menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu mata
(monokular). Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai
macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit
demielinasasi sistem saraf pusat. Neuritis optikus seringkali dihubungkan dengan
penyakit ini. Neuritis optikus menjadi manifestasi klinik pada 15-20% pasien multiple
sklerosis dan terjadi pada 50% perjalanan penyakit multipel sklerosis.
Kehilangan penglihatan dan adanya defek pupil aferen relatif merupakan
gambaran umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan membengkak.
Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar dan papilitis. Keadaan
tersebut menggambarkan adanya inflamasi pada saraf optik. Papilitis adalah inflamasi
yang mengenai serabut retina di nervus optikus yang masuk pada papil nerbus optikus di
dalam bola mata, dengan pemeriksaan oftalmoskopis di diskus optikus akan tampak
kelainannya sedangkan pada neuritis retrobulbar inflamasinya mengenai bervus yang
terletak di belakang bola mata dan terletak jauh dari diskus optikus sehingga perubahan1
perubahan dini di diskus optikus tidak tampak dengan pemeriksaan oftalmoskopis serta
ketajaman penglihatan dapat menurun.
I.2.
Tujuan
Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis,
diagnosis, komplikasi, penatalaksanaan, dan prognosis dari penyakit neuritis optikus.
I.3.
Manfaat
Dapat digunakan sebagai referensi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di
bidang kedokteran terutama bagian oftalmologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Nervus optikus bermula dari optic disk dan berlanjut sampai ke kiasma
optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi merupakan
kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-axon dari sel
ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen untuk reflex pupil.
Secara morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan saraf
sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh neurilema
sehingga tidak dapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus
mengandung 1,0-1,2 juta serat saraf.
Bagian nervus optikus
Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat di bagi mejadi 4
bagian :
lemak orbital.
Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri oftalmika yang
berjalan inferolateral dan melintasi secara obliq, dan ketika memasuki
mata dari sebelah medial. Ini juga menjelaskan kaitan sinusitis dengan
neuritis retrobulbar.
Intracranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus kemudian
menyatu membentuk kiasma optikum.
Selubung meningeal
Piamater, arachnoid, dan duramater melapisi otak dan berlanjut ke nervus
optikus. Di kanalis optic dura mater menempel langsung ke tulang sekitarnya.
Ruang subarachnoid dan ruang subdural merupakan kelanjutan dari bagian otak
juga.
Vaskularisasi nervus optikus
cribrosa.
Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior dan arteri circle
of zinn
Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari sentirfugal cabang-cabang
arteri retina sentral dan sentripetal cabang-cabang pleksus yang dibentuk dari
arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan arteri oftalmika.
Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang dapat
terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan. Refleks
cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi kortetk visual.
Definisi 1
Neuritis optik adalah penyakit inflamasi akut atau subakut atau suatu proses
demielinisasi yang mempengaruhi saraf optik.
II.3.
Epidemiologi 4
Studi epidemiologi menunjukan kejadian Neuritis optikus saat ini berkisar 4-5 per
100.000 populasi. Insidens Neuritis optikus tertinggi pada populasi yang tinggal di
dataran tinggi, seperti Amerika Utara dan Eropa bagian barat, dan terendah pada daerah
ekuator. Neuritis optikus yang disebabkan oleh demielinisasi akut banyak terdapat pada
wanita dan umumnya berkisar antara usia 20-40 tahun.
II.4.
Etiologi 1
1. Idiopatik. Terjadi pada beberapa kasus yang tidak tidak dapat diidentifikasi
penyebabnya.
8
Klasifikasi 1
Neuritis optikus secara anatomi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Papillitis. Hal ini mengacu pada keterlibatan optik disk akibat gangguan inflamasi dan
demielinasi. Kondisi ini biasanya unilateral tapi kadang-kadang mungkin bilateral.
2. Neuroretinitis mengacu pada keterlibatan gabungan optik disk dan retina
sekelilingnya pada area macula.
3. Retrobulbar neuritis ditandai dengan keterlibatan saraf optik di belakang bola mata.
Gambaran klinis neuritis retrobulbar akut dasarnya mirip dengan akut papillitis
kecuali untuk perubahan fundus dan perubahan okular.
II.6.
Patofisiologi 5
Dasar patologi penyebab Neuritis optikus paling sering adalah inflamasi
demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang terjadi pada
multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan perivascular cuffing,
edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan mielin.
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi dan
terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan mielin dapat melebihi
hilangnya akson.
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus diperantarai
oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum diketahui. Aktivasi
sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului perubahan yang terjadi
didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali menjadi normal mendahului
perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin
dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak
terlihat di darah perifer namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan
Neuritis optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti
MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien Neuritis optikus.
II.7.
Gejala 1
Gambaran akut
Tanda dan gejala :
Hilangnya penglihatan terjadi dalam periode jam-hari, mencapai puncak dalam 12 minggu.
Nyeri pada mata yang semakin memberat bila bola mata digerakkan.
Defek pupil aferen (afferent pupillary defect) selalu terjadi pada neuritis optik bila
mata yang lain tidak ikut terlibat. Adanya defek pupil aferen ini ditunjukkan
dengan pemeriksaan swinging light test (Marcus-Gunn pupil).
Defek lapang pandang pada neuritis optik ditandai dengan skotoma sentral.
Papilitis dengan hiperemia dan edema diskus optik sehingga membuat batas
diskus tidak jelas. Papilitis banyak terdapat pada usia < 14 tahun dan populasi asia
tenggara.
Perdarahan peripapil, jarang pada neuritis optik tetapi sering menyertai papilitis
karena neuropati optik iskemik anterior.
Buta warna pada mata yang terkena, terjadi pada 88% pasien yang ikut terlibat
dalam penelitian ONTT.
Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan
funduskopi atau slit lamp, yaitu: perivenous sheathing, periflebitis retina (risiko
tinggi terkena MS), uveitis, sel di bilik mata depan, atau pars planitis menandakan
adanya infeksi atau penyakit autoimun yang lain.
Gambaran Kronik
Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis optik masih dapat
tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu:
Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun setelah gejala
awal.
Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna merah
akan melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat dengan mata
yang terkena.
Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal. Pucatnya
diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil.
II. 8. Diagnosis4
Anamnesis
1. Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur, kesulitan
membaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya, persepsi
warna yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus untuk
11
Pemeriksaan Fisis
1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan ( 20 / 30), sedang ( 20 / 60),
maupun berat ( 20 / 70).
2. Pemeriksaan lapang pandang. Tipe-tipe gangguan lapang pandang dapat berupa:
skotoma sentrosecal, kerusakan gelendong saraf parasentral, kerusakan gelendong
saraf yang meluas ke perifer, kerusakan gelendong saraf yang melibatkan fiksasi dan
perifer saja.
3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung yang
menurun atau hilang.
4. Penglihatan warna.
Neuritis optikus mungkin tanpa gejala atau dapat dikaitkan dengan beberapa gejala
sebagai berikut:
1. Kehilangan lapangan pandang
Terjadi secara mendadak dan progresif, yang merupakan ciri khas dari Neuritis
optikus.
2. Adaptasi gelap mungkin menurun.
3. Penurunan penglihatan warna.
4. Gerakan phosphenes dan suara yang disebabkan phosphenes mungkin dirasakan
oleh pasien dengan Neuritis optikus. Phosphenes berkaitan dengan sensasi yang
dihasilkan oleh nonphotic atau yang sering disebut rangsangan tidak memadai.
5. Kekaburan penglihatan ketika beraktivitas dan meningkatnya suhu dan berkurang
jika beristirahat.
12
Pemeriksaan Fisis 4
1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan ( 20 / 30), sedang ( 20 / 60),
maupun berat ( 20 / 70).
2. Pemeriksaan lapang pandang. Tipe-tipe gangguan lapang pandang dapat berupa
skotoma sentrosecal. Setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki lapangan pandang
yang normal.
13
3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung yang
menurun atau hilang.
4. Penglihatan warna.
II.10. Pemeriksaan Penunjang 4
1.
Funduskopi
Terdapat beberapa stadium perubahan pada neuritis optikus disertai kelainan pada
bilik mata belakang, yaitu:
a.
Perubahan awal
Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus normal dalam 44%
kasus. Pucatnya bagian temporal menunjukkan adanya lesi optik neuritis yang
berat pada mata yang sama, hal ini dijumpai pada 18% dari pasien yang menjalani
pemeriksaan. Papilitis tahap awal di karakteristikkan dengan adanya batas diskus
yang mengabur dan sedikit hiperemis.
b.
c.
Perubahan lanjut
Pada neuritis optikus retrobulbar, diskus yang normal dapat dijumpai selama 4-6
minggu, saat dimana pucat dijumpai. Papilitis yang berlanjut kadang-kadang
didapati gambaran optik atropi sekunder. Pada keadaan ini batas diskus dapat
mengabur, mungkin terdapat jaringan glial pada diskus, dan pucatnya diskus
bagian stadium akhir optik neuritis. Pada stadium ini, serabut saraf atropi dapat
diamati pada retina dengan perangkat lampu hijau merah.
14
3.
4.
Slit lamp
Ciri khas
Papilloedema
Papilitis
Ischemic
Optic
Neuropathy
1.Lateral
Biasanya bilateral
2.Gejala
(i) Visual
-Serangan
atau
Biasanya unilateral
transient -Kehilangan
penglihatan penglihatan
tiba-tiba -
kabur
dengan refraktif error
-visus nanti menurun
(ii) Nyeri
Bisa unilateral
Kehilangan
penglihatan
tiba
-Bisa disertai
pergerakan bola mata
-Tidak
15
tiba-
3.Pemeriksaan Fundus
(i) Media
-Bening
-Bening
-Merah
-Hiperemia
-Pucat
Pinggir diskus
-Kabur
-Kabur
-Kabur
Edema diskus
-2-6 diopter
-Bengkak
-Sangat jelas
-Kurang jelas
-Tidak ada
-Jelas
-Jelas
-Sangat jelas
-kurang jelas
-Jelas
(iii)
Edema -Ada
-Ada
Peripapillary
(iv)
Venous
engorgement
(v) Pedarahan
Retina
(vi) Retinal exudates
-Tidak ada
ada
(vii) Makula
4.Lapangan
-Membesar
-Blind spot
5.Fluorescein
Angiography
-Central Scotoma
-Central scotoma
-ada kebocoran
zat kontras
peripapillary
II.12. Penatalaksanaan 6
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :
Regimen selama 2 minggu:
a.
3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v
b.
16
di
c.
Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama ( hari ke
15
sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone oral pada hari ke 2 sampai ke 4
d.
Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid dapat
menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid hanya
mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil pemulihan
pandangan visual.
2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :
a.
Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas
b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon -1 selama 28
hari
c. Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena dapat
meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan
3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :
a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10 tahun
kemudian
b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan visual
c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan visual pada mata
kontralateral
d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian
Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Observasi
2. Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan pemeriksaan ulang
tiap 3-6 bulan kemudian
3. Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari hasil MRI
sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan terapi lanjutan.
II.13. Prognosis 7
Tanpa terapi, penglihatan mulai membaik setelah 2-3 minggu sejak timbulnya
gejala, kadang-kadang dapat membaik dalam beberapa hari. Perbaikan visus biasanya
17
terjadi perlahan hingga beberapa bulan. Visus yang jelek sewaktu episode akut biasanya
akan menunjukkan hasil perbaikan visus yang jelek.
Menurut Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT), 38% akan berkembang menjadi
multiple sclerosis dalam 10 tahun setelah episode pertama idiopathic demyelinative optic
neuritis, 22% pada pasien dengan hasil MRI otak yang normal dan 56% pada lesi matter
putih. Pasien dengan neuritis optikus episode pertama dengan hasil MRI otak abnormal,
interferon -1a telah terbukti dapat
sebanyak 25%.
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi, demielinisasi yang menyebabkan
kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu mata (monokular).
Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam
penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit
demielinasasi sistem saraf pusat. Neuritis optikus seringkali dihubungkan dengan
penyakit ini. Neuritis optikus menjadi manifestasi klinik pada 15-20% pasien multiple
sklerosis dan terjadi pada 50% perjalanan penyakit multipel sklerosis.
18
imunisasi sebelumnya pada anak akan mendukung diagnosis. Pada orang dewasa,
terdapat faktor risiko sklerosis multipel yang lebih besar.
Neuritis optikus pada anak kebanyakan mengalami pemulihan ketajaman
penglihatan dengan sendirinya dan biasanya pemulihan berlangsung secara spontan
sehingga tidak diperlukan pengobatan secara khusus. Sedangkan pada orang dewasa
neuritis optikus dapat diobati dengan steroid intravena yang sangat direkomendasikan
terutama pada pasien neuritis optikus yang berat di kedua mata dan pasien yang memiliki
risiko tinggi. Penelitian terakhir menyatakan bahwa risiko mendapatkan serangan
berulang dapat diturunkan dengan memberikan pengobatan lain setelah pemberian steroid
intravena pada pasien berisiko tinggi.
Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada 92%
pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif. Meskipun
demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.
III.2. Saran
Perlunya pemahaman yang luas mengenai jalur visual, etiologi, serta lokasi lesi
yang terjadi pada neuritis optikus sehingga diharapkan dapat memudahkan penegakan
diagnosis penyakit. Dengan penegakan diagnosis yang tepat, tatalaksana penyakit bisa
dilakukan dengan tepat dan optimal.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Khurana, A.K. 2007. Comprehensive Ophthalmology 4th Edition. New Age International.
2. Froetscher M & Baehr M. 2005. Duus Topical Diagnosis in Neurology 4th edition.
Stuttgart : Thieme
3. Guyton AC, Hall JE. 1997. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
4. Erhan
Ergene,
MD.
Adult
Optic
Neuritis.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1217083.
5. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis: Pathophysiology, clinical features, and diagnosis.
Dapat diperoleh dari URL: http://www.uptodate.com/opticneuritis.
6. The Wilis Eye Manual. 2008. Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of
Eye Disease.
7. American academy of ophthalmology. 2008. Neuro-Opthalmology. San Fransisco : LEO.
20
21