Anda di halaman 1dari 67

SKENARIO 2

KELUMPUHAN WAJAH
BLOK SYARAF DAN PERILAKU

KELOMPOK B9
Ketua

: Nurfitri Azhri

1102012204

Sekretaris

: Novita Fitri

1102012201

Anggota

: Nur Adilah Yasmin

1102012202

Nurisnaeny Evry

1102012203

Nurin Pascarini Jusaim

1102012205

Putri Maulina

1102012217

Rifqi Akbar Hidayat

1102011235

Rika Dwi Anggriani

1102012247

Riris Rizani Dewi

1102012248

Widya Paramita

1102010287

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2014-2015

SKENARIO
KELUMPUHAN WAJAH
Perempuan berusia 50 tahun saat sedang berbelanja di pusat perbelanjaan tiba-tiba berbicara
cadel dan setelah diperhatikan oleh suaminya wajah pasien terlihat tidak simetris. Pasien
juaga mengeluh anggota gerak sisi kiri lebih lemah dibanding kanan. Suami langsung
membawa istrinya ke IGD RS terdekat. Pemeriksaan tanda vital menunjukkan hipertensi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan wajah tidak simetris. Sulkus nasolabialis kiri tampakmen
datar, atrofi papil dan fasikulasi. Terdapat hemiparesis sinistra. Dokter mengatakan pasien
mengalami stroke. Sebagai seorang suami, ia berkewajiban untuk menyantuni dan merawat
isitrinya dengan baik sesuai ajaran Islam.

Kata-kata Sulit
1. Hemiparesis
2. Fasikulasi

: Kekuatan yang berkurang pada separuh tubuh.


: Kontraksi dari bagian bagian kecil dari otot yang.
irregular dan tidak punya pola yang ritmis.
3. Atropi papil
: Permukaan lidah yang licin dan papilnya menghilang.
4. Stroke
: Manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak baik fokal.
maupun global yang berlangsung cepat, berlangsung lenih dari 24 jam.
5. Sulkus nasolabialis
: Alur antara sudut bibir atas dengan hidung.

Pertanyaan
1. Mengapa tiba tiba cadel, lidah mencong kekiri ?
2. Bagaimana hubungan keadaan pasien dengan hipertensi ?
3. Wajah tidak simetris tapi kenapa kerutan dahi simetris ?
4. Penyebab wajah tidak simetris ?
5. Apa yang dimaksud dengan sulkus nasolabialis ?
6. Mengapa bisa terjadi hemiparesis ?
7. Apa pertolongan pertama pada pasien stroke ?
8. Hubungan umur dan penyakit yang diderita ?
9. Stroke jenis apa yang diderita ?
10. Gold standart untuk diagnosis stroke ?
11. Apakah pasien bisa sembuh sempurna ?
12. Kewajiban suami pada istri ?
13. Factor resiko terjadi stroke ?
14. Terapi untuk pasien stroke ?

Jawaban
1. Terjadi gangguan pada nervus XII
2. Iskumik yang disebabkan oleh thrombus atau embolus menyebabkan tersumbatnya aliran
darah untuk kompensasi jantung berkerja menjadi lebih berat dan menyebabkan hipertensi
3. Karena ada lesi LMN
4. Terjadi gangguan pada nervus VII
5. Terjadi kontraksi otot
6. Karena terdapat lesi pada LMN atau UMN
7. Dilarikan langsung ke rumah sakit yang ada CT Scan
8. Berhubungan dengan gaya hidup
9. Iskemik karena ada ciri lateralisasi tanpa didahului oleh peningkatan TIK
10. CT Scan kepala tanpa kontras
11. Bisa bila diberikan penanganan kurang dari 3 jam setelah tejadi stroke
12. Nafkahi lahir dan batin
13. Bisa diubah : gaya hidup hipertensi .Tidak bisa diubah : umur, jenis kelamin, ras
14. Antiaggregator dan neuroprotector

SASARAN BELAJAR
LI.1

Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologis nervus cranialis dan sistem

motorik
LO 1.1 Anatomi dan fisiologi Nervus Cranialis
LO 1.2 Menjelaskan tentang kapsula interna
LI.2

Memahami dan menjelaskan Jaras Motorik dan Sensorik

LI.3

Memahami dan menjelaskan Pemeriksaan Fungsi Motorik dan Kelainan Saraf

LI.4

Memahami dan menjelaskan Stroke


LO 4.1 Definisi
LO 4.2 Epidemiologi
LO 4.3 Etiologi
LO 4.4 Klasifikasi
LO 4.5 Patofisiologi
LO 4.6 Manifestasi Klinis
LO 4.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO 4.8 Penatalaksanaan
LO 4.9 Komplikasi
LO 4.10 Prognosis
LO 4.11 Pencegahan

LI.5

Memahami dan Menjelaskan hak dan kewajiban suami istri dalam Islam

LI.1

Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologis nervus cranialis dan sistem
motorik
LO 1.1 Anatomi dan fisiologi Nervus Cranialis

Nomor

Nama

Jenis

Olfaktori

Sensori

Fungsi
Menerima rangsang dari hidung dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai
sensasi bau

II

Optik

Sensori

Menerima rangsang dari mata dan


menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai
persepsi visual

III

Okulomotor

Motorik

Menggerakkan sebagian besar otot mata

IV

Troklear

Motorik

Menggerakkan beberapa otot mata

Trigeminal

Gabungan Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk


diproses di otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang

VI

Abdusen

VII

Fasial

Motorik

Abduksi mata

Gabungan Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior


lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk
7

menciptakan ekspresi wajah


VIII

Vestibulokoklear

Sensori

Sensori sistem vestibular: Mengendalikan


keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses
di otak sebagai suara

IX

Glosofaringeal

Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior


lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam

Vagus

Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam


Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam

XI

Aksesori

Motorik

Mengendalikan pergerakan kepala

XII

Hipoglosal

Motorik

Mengendalikan pergerakan lidah

a. Nervus kranialis
Nama
Komponen
I Nervus olfaktorius
Aferen visceral
(fasiculus olfactorius
khusus
II Nervus optikus
Aferen somatic
(fasikulus optikus)
khusus
III Nervus
a. Eferen
okulomotorius
somatic

b. Eferen
visceral
(parasimpati
s)
c. Aferen
somatik
IV Nervus Trokhlearis a. Eferen
somatic

V Nervus trigeminus

Lengkung brankhial

b.
Aferen
somatic
a. Aferen
somatic

Asal
Sel-sel olfactory pada
epitel olfaktorius
Retina, sel-sel ganglion
retina
Nukleus nervus
okulomotorius
(mesensefalon)

Nuklei edingerWestphal

Fungsi
Penghidu
Penglihatan
Mempersyarafi m.
rektus superior, m.
rektus inferior, dan m.
rektus medialis, m.
obliqus inferior, dan m
levator palpebrae
m. sfingter pupilae, m.
siliaris
Propriosepsi

Proprioseptor di otototot ekstraokular

Nucleus nervus
throklearis
(mesenfalon)
proprioseptor

m. obliqus superior

Sel sel bipolar di


ganglion semilunare

Sensasi pada wajah


serta di dalam rongga
hidung dan mulut
Otot-otot pengunyah

Nukleus motoric

propriosepsi

pertama

VI Nervus abdusen
VII Nervus fasialis

Nervus intermedius
lengkung brankial
kedua

b.
Eferen
brankhial
c. Aferen
somatik
Eferen somatik
a. Eferen
brankhialis

b. Eferen
visceral

nervus trigeminus
propriosepsi

(mastikulasi)
Propriosepsi

Nucleus nervus
abdusens
Nukleus nervus fasialis

m. rektus lateralis

Nukleus salivatorius
superior

Ganglion genikulatum
c. Aferen
visceral

Ganglion genikulatum

d. Aferen
somatik

VIII Nervus
vestibulokokhlearis

IX Nervus
glosofaringeus
Lengkung brankhial
ketiga

X nervus Vagus
Lengkung brankhial
keempat

Aferen somatic
khusus

a. Eferen
brankhialis
b. Eferen
visceral
(parasimpat
is)
c. Aferen
visceral
khusus
d. Aferen
visceral

e. Aferen
somatic
a. Eferen
brackhialis
b. Eferen
visceral

a. Ganglion
vestibulare

b. Ganglion
spirale
Nucleus ambiguous
Nukleus salivatorius
inferior
Ganglion inferius
Ganglion superius

Ganglion superius

Otot-otot ekspresi
wajah, platisma, m.
stilohioideus, m.
digastrikus
Glandula nasalis dan
glandula lakrimalis,
salivasi glandula
sublingualis dan
glandula
submandibularis
Pengecapan (2/3
anterior lidah)
Telinga luar, bagian
kanalis auditorius,
permukaan eksternal
membrane timpanika
(somatosensorik)
Keseimbangan, kristae
kanalis semilunaris,
macula utrikuli dan
sakuli
Pendengaran, organ
corti
m. stilofaringeus, m.
faringeus
Salivasi, glandula
parotidea
Pengecapan (1/3
posterior lidah)
Somatosensorik 1/3
posterior lidah dan
faring (reflek muntah)
Telinga tengah, tuba
eustakhius
(somatosensorik)

Nucleus ambiguous
Otot-otot laring dan
Nucleus dorsalis nervus faring
vagus
Visera torasik dan
abdominal
Ganglion inferius
(parasimpatis)
9

c. Aferen
visceral

XI nervus aksesorius

d. Aferen
visceral
khusus
e. Aferen
somatik
a. Eferen
brankhialis
b. Eferen
somatik

XII Nervus
hipoglossus

Eferen
somatic

(nodosum)

Rongga abdomen
(somatosensorik)
Pengecapan, epiglottis

Ganglion superius
(jugularie)

Kanalis auditorius,
durameter
(somatosensorik)

Nucleus ambiguous
Sel sel kornu anterius

Otot-otot laring dan


faring
m.
sternokleidomastoideus
dan m. trapezius
Otot-otot lidah

Nucleus nervus
hipoglosus

SARAF OLFAKTORIUS (N.I)


Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem
ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila
olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf
sensorik

murni

yang

serabut-

serabutnya berasal dari membran


mukosa hidung dan menembus area
kribriformis dari tulang etmoidal
untuk bersinaps di bulbus olfaktorius,
dari sini, traktus olfaktorius berjalan
dibawah lobus frontal dan berakhir di
lobus temporal bagian medial sisi
yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai
korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu
makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah
menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang
menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan

10

stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke
serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.
SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut
saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf
dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabutserabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah
retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual
temporal

(separuh

bagian

nasal

retina)

menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari


lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabutserabut untuk indeks cahaya yang berasal dari
kiasma optikum berakhir di kolikulus superior,
dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei
saraf

okulomotorius.

meninggalkan

kiasma

Sisa

serabut

berhubungan

yang
dengan

penglihatan dan berjalan di dalam traktus


optikus menuju korpus genikulatum lateralis.
Dari sini serabut-serabut yang berasal dari
radiasio

optika

melewati

bagian

posterior

kapsula interna dan berakhir di korteks visual


lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabutserabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui
lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabutserabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan
sebaliknya.
SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea
periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus
otonom).
11

Nukleus motorik bertanggung jawab untuk


persarafan otot-otot rektus medialis, superior,
dan inferior, otot oblikus inferior dan otot
levator palpebra superior. Nukleus otonom
atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin
sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata
inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

SARAF TROKLEARIS (N. IV)


Nukleus saraf troklearis terletak
setinggi

kolikuli

inferior

di

depan

substansia grisea periakuaduktal dan


berada di bawah Nukleus okulomotorius.
Saraf ini merupakan satu-satunya saraf
kranialis yang keluar dari sisi dorsal
batang

otak.

Saraf

troklearis

mempersarafi otot oblikus superior untuk


menggerakkan mata bawah, kedalam dan
abduksi dalam derajat kecil.

SARAF TRIGEMINUS (N. V)


Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari
serabut-serabut motorik dan serabut-serabut sensorik.
Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot
temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus
dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus,
maksilaris,

dan

mandibularis.

Daerah

sensoriknya

mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut,


hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam
fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga
luar dan kanalis auditorius serta bagian membran
timpani.
12

SARAF ABDUSENS (N. VI)


Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing
sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan
terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens
mempersarafi otot rektus lateralis.

SARAF FASIALIS (N. VII)


Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal
dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah
dekat

medula

oblongata.

Fungsi

sensorik berasal dari Nukleus sensorik


yang muncul bersama nukleus motorik
dan saraf

vestibulokoklearis

yang

berjalan ke lateral ke dalam kanalis


akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis
mempersarafi otot-otot ekspresi wajah
terdiri dari otot orbikularis okuli, otot
buksinator, otot oksipital, otot frontal,
otot stapedius, otot stilohioideus, otot
digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan
bagian anterior lidah.
SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang
mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut
untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan

13

serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki


pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.

SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)


Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari
saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan
kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus
mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis
superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan
vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara
otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah
dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga
posterior lidah.

SARAF VAGUS (N. X)


Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion
superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum,
keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf
vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan
menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paruparu.

14

SARAF ASESORIUS (N. XI)


Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis
dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari
neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat
neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf
motorik

yang

sternokleidomastoideus

mempersarafi
dan

bagian

otot
atas

otot

trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi


memutar kepala ke samping dan otot trapezius
memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula
oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan
ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum
hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik
untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot
stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

15

LO.1.2. Memahami dan menjelaskan Capsula Interna


Letak :
Merupakan berkas serabut saraf berbentuk pita lebar substansi alba yang memisahkan
nukleus lenticularis dengan nucleus caudatus dan thalamus. Mengandung serabut saraf
penghubung bolak-balik antara cortex cerebri dengan thalamus dan medula spinalis
Bentuk :
Membentuk huruf V dengan titik sudut yang disebt genu,mengahadap ke medial dan kakikakinya disebut crus anterior dan crus posterior

1. Crus anterior capsula interna


i. Letak :antara nucleus caudatus dan nucleus lenciculatis yang terdapat
Serabut corticopetal (serabut aferen)
Serabut corticofugal (serabut eferen)
2. Crus posterior capsula interna
a. Letak : antara thalamus dengan nuclei lenticularis,terdapat
Pars

lenticulothalamicus

(tractus

corticobulbaris,corticospinalis

dan

corticorubralis)
Pars retrolenticularis (radiatio thalamicus posterior)
Pars sublenticularis (tractus temporopontin,geniculocalcarina dan radiatio
auditorius)

16

Anatomi Kapsul internal


Divisi

Mayor Komunikasi Tracts

Darah Pasokan

Anterior
tungkai

- Lenticulostriate arteri
- Tracts antara lobus frontal dan pons (batang otak) (cabang dari arteri serebri)
- Berulang arteri Heubner
- Tracts antara thalamus dan korteks prefrontal
(cabang dari arteri serebri
- Tracts antara thalamus dan cingulate gyrus
anterior)

Lutut

- Lenticulostriate arteri
- Tracts antara korteks motorik di lobus frontal dan (cabang dari arteri serebri)
inti saraf kranial di batang otak (alias: saluran - Berulang arteri Heubner
(cabang dari arteri serebri
corticobulbar)
anterior)

Posterior
tungkai

- Tracts antara korteks motor lobus frontal dan


tanduk anterior dari sumsum tulang belakang (aka:
- Lenticulostriate arteri
kortikospinalis saluran)
- Saluran lemniskus Medial (kelanjutan dari kolom (cabang dari arteri serebri)
dorsal), yang membawa informasi tentang sentuhan - Arteri Choroidal anterior
dari
karotid
ringan, getaran, dan sensasi tekanan dari tubuh dan (cabang
internal)
sumsum tulang belakang.
- Anterolateral (aka: spinotalamikus) saluran, yang
membawa nyeri dan informasi temperatur

LO 1.2 Menjelaskan Jaras Motorik dan Sensorik


Motorik
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia.
Gerakan diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di
korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus
piramidal dan ekstrapiramidal :
A. Traktus piramidal atau traktus corticospinalis
Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4
Broadmann), yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik
disalurkan melalui traktus piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis.

17

Pusat jaras Motorik


1)

Neuron Motorik Atas

Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat Supraspinal).
Meliputi :
a)

Ganglia basalis tractus corticostriata

b)

Di-encephalon tractus cortico-diencephalon

c)

Batang otak cortico bulbaris

Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai Neuron
orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui corona radiata masuk
crus posterior capsula interna mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan medulla
spinalis bersinap dengan neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.
Asal Neuron Orde pertama :
o

1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis

1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus precentralis

1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis

2)

Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)

Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal) tractus corticospinalis. Letak columna
subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
a)

Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior subt.grisea

18

b)

Neuron orde ketiga axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai radix

anterior n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk n.spinalis dan akhirnya
pergi ke efektor sadar
B.

Traktus Ekstrapyramidal

Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis


1.

Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla

oblongata (neuron orde pertama).


Jalan :

Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus reticulospinlis

pontinus

Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla

spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis


Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi
kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.

2.
Asal

Tractus Tectospinalis
: colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)

Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya dekat
sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron orde
kedua dan ketiga
19

Fungsi

1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan

3.

Tractus Rubrospinalis

Asal

: nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi

coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati pns,
medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh

20

4.
Asal

Tractus vestibulospinalis
: nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),

menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum


Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksor
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

5.

Tractus olivospinalis

Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex cerebrii,
corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
21

Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak


1) Tractus Corticothalamus
a. Asal

: area brodmann 10, 11, 12


Tujuan : nucleus medialis thalami

b. Asal

: area brodmann 9 dan 11


Tujuan : nuclei septi thalami

c. Asal

: area brodmann 9
Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami

d. Asal

: area brodmann 6
Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami

e. Asal

: area brodmann 4
Tujuan : nuclei lateralis thalami

2) Tractus corticohypothalamicus
Asal

: cortec hypocampi

Tujuan

: hypothalamus

3) Tractus corticosubthalamicus
Asal

: area brodman 6

Tujuan

: subthalamus

22

4) Tractus Corticonigra
Asal

: area brodmann 4, 6 dan 8

Tujuan

: substantia nigra

5) Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6


Tujuan

: tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius inferius

(medulla oblongata)
Sensorik
Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus.
Dengan alat ini sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan
dalam dan luar. Setiap reseptor sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan
mentranduksi energi fisik ke dalam sinyal (impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
1) Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
2) Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
3) Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.
Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :
a) Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor tegangan pada
pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka, persendn
dna organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus
Merkel dan badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).
b) Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk suhu
dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
c) Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh
adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa
akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
d) Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima sel
reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor pengecap di
lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor
23

untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus


mendeteksi perubahan kadar gula darah.
e) Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel photoreceptor
(batang dan kesrucut) di retina mata.

Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal
diterima reseptor dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju cornu
posterior medulla spinalis berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu menyilang ke sisi
lain medulla spinalis membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus spinotalamikus
menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju korteks
somatosensorik yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis lalu naik
sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus Goll berganti
menjadi neusron sensoris ke-2 menyilang ke sisi lain medulla spinalis menuju thalamus
di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju ke korteks somatosensorik di
girus postsentralis (lobus parietalis).

LI.3

Memahami dan menjelaskan Pemeriksaan Fungsi Motorik dan Kelainan Saraf

Pemeriksaan Fungsi Sistem Motorik


Pemeriksaan sistem motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk
menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.
1. Pengamatan.

Gaya berjalan dan tingkah laku.

Simetri tubuh dan ektremitas.

Kelumpuhan badan dan anggota gerak.

2. Gerakan Volunter.
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:

Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.

Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.


24

Mengepal dan membuka jari-jari tangan.

Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.

Fleksi dan ekstensi artikulus genu.

Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.

Gerakan jari- jari kaki.

3. Palpasi otot.

Pengukuran besar otot.

Nyeri tekan.

Kontraktur

Konsistensi ( kekenyalan )

Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada :

Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.

Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).

Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).

Kontraktur otot.

Konsistensi otot yang menurun terdapat pada :

Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.

Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate.

4. Perkusi otot.

Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan

berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.

Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya

terdapat pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk ).

Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh

karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
5. Tonus otot.

Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian

ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut .
Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.

Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada kelumpuhan LMN).
25

Hipotoni : tahanan berkurang.

Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai

pada kelumpuhan UMN.

Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.

6. Kekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:

Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan

pemeriksa menahan gerakan ini.

Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh

menahan.
Cara menilai kekuatan otot :
Dengan menggunakan angka dari 0-5.
0

Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.

Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada


persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut.

Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat


(gravitasi).

Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.

Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan
yang diberikan.

Tidak ada kelumpuhan ( normal ).

Anggota gerak atas.

Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)

Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).

Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).

Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).

Pemeriksaan abduksi ibu jari.

Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).

Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).

Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).

Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).

Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).

Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).


26

Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).

Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).

Anggota gerak bawah.

Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis ).

Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius).

Pemeriksaan otot kelompok hamstring (L4,L5,S1,S2,saraf siatika ).

Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf tibialis ).

Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2, saraf tibialis).

7. Gerakan involunter.
a)

Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu

dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang
kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini
mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi,
substansia nigra, nukleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia retikularis dan
serebelum.
b)

Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus

striatum ( nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya )
misalnya kerusakan substansia nigra pada sindroma Parkinson.
c)

Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan

gangguan mekanisme feedback oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis dan
ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan gerakan volunter.
d)

Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif,

cepat berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu
tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus
subthalamicus.
e)

Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau

tangan yang agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi
fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai
manifestasi lesi di nukleus kaudatus.
f)

Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra, hingga

menyerupai gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan dengan
lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan berkas porel.

27

g)

Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang

masih sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak sebagai
keduten keduten dibawah kulit.
h)

Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi keduten tidak secepat fasikulasi dan

berlangsung lebih lama dari fasikulasi.


i)

Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak,

aritmik, dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan pada setiap
waktu, waktu bergerak maupun waktu istirahat.
8. Fungsi koordinasi
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang
paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular
apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan lintasan yang
mengirimkan informasi ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan
gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut Cerebellar sign .
Macam-macam pemeriksaan Cerebellar sign
1)

Test telunjuk hidung.

2)

Test jari jari tangan.

3)

Test tumit lutut.

4)

Test diadokinesia berupa: pronasi supinasi, tapping jari tangan.

5)

Test fenomena rebound.

6)

Test mempertahankan sikap.

7)

Test nistagmus.

8)

Test disgrafia.

9)

Test romberg.

Test romberg positif:

baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup , pasien akan jatuh kesisi lesi

setelah beberapa saat kehilangan kestabilan ( bergoyang goyang ).

Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan gejala

jalan yang khas yang disebut celebellar gait

Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter dengan tangan,lengan atau tungkai

dengan halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.

Gait dan Station.

28

Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein memungkinkan untuk itu. Harus
diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan pada orang
orang tua atau penyandang cacat non neurologis. Pada saat pasien berdiri dan berjalan
perhatikan posture, keseimbangan , ayunan tangan dan gerakan kaki dan mintalah pasien
untuk melakukan.

Jalan diatas tumit.

Jalan diatas jari kaki.

Tandem walking.

Jalan lurus lalu putar.

Jalan mundur.

Hopping.

Berdiri dengan satu kaki.

Macam macam Gait:

Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara

sirkumduksi.

Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai,

misalnya spastik paraparese.

Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.

Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau

paralisis n. Peroneus.

Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang

berlebihan, khas untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.

Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk,

kedua tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan
setengah diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek.

Gerakan involuntar
Gerakan yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem ekstrapiramidal. Bercirikan
terjadinya diluar kehendak, tidak bertujuan, tidak terkoordinasi dan tidak dapat dikendalikan.
Karena itu gerakan involuntar digolongkan sebagai gerakan abnormal, bisa sebagai gejala
ataupun sebagai suatu diagnosis penyakit/ sindrom sendiri.
Adapun tiga jenis gerakan involunter meliputi
1.

Gangguan gerakan hiperkinetik (hiperkinesia)


29

a)

Tremor, dan mioklonus

b)

Khorea, atetosis, balismus dan distonia

c)

Gangguan gerakan karena obat- obatan

2.

Gangguan gerakan hipokinetik (hipokinesia)

a)

Sindrom parkinson

b)

Paralisis supranuklear progresif

c)

Gangguan serebelum dan hubungan spinoserebral

Secara klinik, marsden (1992) membagi penyakit- penyakit dengan gangguan gerakan
sebagai berikut :
1.

hipokinesia/akinesia disertai rigiditas misalnya penyakit parkinson, penyakit wilson

2.

diskinesia (gerakan involuntar abnormal dan berlebihan)

Jenis- jenis gerakan involuntar


-

Tics

gerakan involuntar yang sifatnya berulang, cepat, singkat, stereoptik, kompulsif dan tak
berirama dapat merupakan bagian dari kepribadian normal.
-

Tremor

Suatu gerakan osilasi ritmik agak teratur, berpangkal pada pusat gerakan tetap dan biasanya
dalam satu bidang tertentu.
-

Miokionus

Kontraksi suatu otot atau sekelompok otot yang tidak disadari dan bersifat mendadak,
megakibatkan gerakan yang dapat dilihat pada tempat/sendi yang bersangkutan.
-

Khorea sydenham

Disebabkan oleh gangguan imunologik sehubungan dengan infeksi streptokokus atau demam
reumatik.
-

Atetosis dobel

Disebabkan oleh anoxsia pada waktu lahir.


-

Hemibalismus

Disebabkan oleh berbagai macam proses patologis antara lain gangguan vaskular, infeksi,
trauma, dan tumor.
-

Distonia

Sering ditemukan pada berbagai penyakit, baik yang uum dan sistemik maupun yang terbatas
pada sistem saraf dan dapat membantu mebgidentifikasi penyakit yang mendasarinya.

30

Kelainan klinis neurologis gangguan fungsi motorik


1.

Saraf Olfaktorius. (N.I)

Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan
penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada
anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.Proses
penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian
kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi
atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman akan mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
Agenesis traktus olfaktorius
Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal. Sembuhnya rhinitis berarti juga
pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi
atrofik penciuman dapat hilang untuk seterusnya.
Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi countre coup, biasanya
disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin
merupakan

satu-satunya

bukti

neurologis

dari

trauma

vegio

orbital.

Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya.
Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius
(fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan
gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis.
Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau
ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin
mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan
aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
2.

Saraf Optikus (N.II)

Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan


penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang.
Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan
kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras
penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila
terjadi

kelainan

berat

makan

dapatberakhirdengankebutaan.
31

Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah anopia
atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta semacam itu
dinamakan hemiopropia.
Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan
saraf optikus.
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
1. Trauma Kepala
2. Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
3. Kelainan pembuluh darah, misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera
oftalmika dapat ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
4.

Infeksi.

Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:

Papiledema (khususnya stadium dini). Papiledema ialah sembab pupil yang si dan

terkait pada tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang,
antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis
vena sentralis retina.

Atrofi optik, dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma,

iskemia, famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.

.Neuritis optik.

3.

Saraf Okulomotorius (N.III)

Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak
ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi
parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III
juga menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak
mata akan jatuh ( ptosis).
Kelumpuhan okulomotorius lengkap akan memberikan gambara dibawah ini:
o

Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan

dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh nervus fasialis.
o

Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral karena tidak adanya

perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.


o

Dilatasi pupil, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.

4.

Saraf Troklearis (N. IV)

Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak
kebawah

dan

kemedial.

.
32

Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada
mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi
pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan
sering disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5.

Saraf Abdusens (N. VI)

Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke
lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat
digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke
medial

dan

ke

atas

karenapredominannyaototoblikusinferior.

Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus
keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi
terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat
kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis,
neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor. Penyebab yang paling sering dari
kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus,
anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.
6.

Saraf Trigeminus (N. V)

Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada
bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah
sebagai tanda-tanda dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic
douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf
maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa
penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering
oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak
bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus,
yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot
ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
7.

Saraf Fasialis (N. VII)

Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:

Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.

Lesi LMN :

33

Penyebab

pada

pons,

meliputi

tumor,

lesi

vaskuler

dan

siringobulbia.

Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt,
dan otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis
multipleks,dankeganasanparotisbilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga
tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata
tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang
lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis
mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan
hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami
kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun.
Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak
mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
8. Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan (vertigo).
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:

Gangguan pendengaran, berupa : Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor.

Degenerasi misal presbiaksis.

Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal aspirin,

streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital.

Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan

penyakit Paget.

Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler. Pada labirin

meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi streptomisin.

Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis

vestibularis.

Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV

demielinisasi.

9.

Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.


Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
34

Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan
hilangnya

refleks

menelan

yang

berisiko

terjadinya

aspirasi

paru.

Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult
respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian.
Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah
dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke
trachea langsung ke paru-paru. Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain : Lesi
batang otak (Lesi N IX dan N. X), Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata).
Pasca operasi trepansi serebelu dan pasca operasi di daerah kranioservikal
10.

Saraf Asesorius (N. XI)

Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot
sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat
leher berputar ke sisi kontralateral.
Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia
akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.
11. Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan
pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan
proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses
pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan
nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik ke belakang.
Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya.
Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat
lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.
LI.4

Memahami dan menjelaskan Stroke


LO 4.1 Definisi

Stroke adalah sindrom hemiparesis atau hemiparalisis akibat lesi vaskular yang bisa bangkit
dalam beberapa detik sampai hari, tergantung pada jenis penyakit yang menjadi kausanya.
WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal
maupun global (menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau
sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler (Hatano, 1976
dalam Davenport dan Dennis, 2000).
LO 4.2 Epidemiologi
35

Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada
pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada
pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per 100.000 pada pria
dan 233 per 100.000 pada wanita. Di Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan
196 per 100.000 pada wanita (Fieschi, et al, 1998). Data di Indonesia menunjukkan terjadinya
kecendrungan peningkatan insidens stroke.
Berdasarkan data yang dikeluarkan WHO april 2011 kematian karena stroke di
Indonesia mencapai 138.268 atau 9,7% penyebab kematian di Indonesia, Indonesia termasuk
. Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data jumlah
penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai dengan
akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45 65
tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien
perempuan 46,2% (Misbach, 1999).

LO 4.3 Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu :
1. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral
bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami
pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat
dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral.
Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan
paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak
sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa
afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.

36

3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada
arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Haemorrhagi serebral
a) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan
robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam
cedera untuk mempertahankan hidup.
b) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan
hematoma lebih lama danc menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau gejala.
c) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi dan
malformasi arteri vena kongenital pada otak.
d) Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak paling umum pada
pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena
penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba,
dengan sakit kepala berat. Bila ha emorrhagi membesar, makin jelas defisit neurologik yang
terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital
Faktor Resiko
Penggolongan faktor risiko stroke didasarkan pada dapat atau tidaknya resiko tersebut
ditanggulangi / diubah :
A. Faktor resiko yang tak dapat diubah atau dicegah/dimodifikasi
B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
C. Faktor resiko yang sangat dapat dimodifikasi
Pengenalan faktorfaktor resiko ini penting, karena banyak pasien mempunyai faktor
resiko lebih dari 1 (satu) faktor atau bahkan kadangkadang faktor resiko ini diabaikan.
Setelah mengetahui maka perlu dikenal juga bagaimana cara pengatasan atau penghindaran
faktorfaktor resiko dan caracara pemeriksaan faktor.

A. Faktor Resiko Yang Tak Dapat Diubah


Umur

37

Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia hingga
makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat stroke. Dalam statistik faktor ini
menjadi 2 x lipat setelah usia 55 tahun.
Jenis.
Stroke diketahui lebih banyak lakilaki dibanding perempuan. Kecuali umur 35 44 tahun
dan diatas 85 tahun, lebih banyak diderita perempuan. Hal ini diperkirakan karena pemakaian
obatobat kontrasepsi dan usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi dibanding laki
laki.

Berat Lahir Yang Rendah


Statistik di Inggris memungkinkan orang dengan berat bayi lahir rendah menunjukkan angka
kematian yang lebih tinggi dibanding orang yang lahir dengan berat normal. Namun apa
hubungan antara keduanya belum diketahui secara pasti.
Ras
Penduduk Afrika Amerika dan Hispanic Amerika berpotensi stroke lebih tinggi dibanding
Eropa Amerika. Pada penelitian penyakit artherosklerosis terlihat bahwapenduduk kulit
hitam mendapat serangan stroke 38 % lebih tinggi dibanding kulit putih.

Faktor Keturunan
Adanya riwayat stroke pada orang tua menaikkan faktor resiko stroke. Hal ini diperkirakan
melalui beberapa mekanisme antara lain :
-

Faktor genetik

Faktor life style

Penyakitpenyakit yang ditemukan

Interaksi antara yang tersebut diatas


Kelainan Pembuluh Darah Bawaan : sering tak diketahui sebelum terjadi stroke

B. Faktor Resiko Yang Dapat Diubah


Banyak data menunjukkan bahwa penderita stroke yang pertama kali menunjukkan bahwa
penderita stroke yang pertama kali menunjukkan angka penurunan terjadinya stroke setelah
penanggulangan faktor resikonya, terutama pengatasan faktor resiko artherosklerosis.
Hypertensi/tekanan darah tinggi

38

Makin tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya stroke, baik perdarahan
maupun bukan.
Merokok
Penelitian menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor resiko terjadinya stroke, terutama
dalam kombinasi dengan faktor resiko yang lain misal pada kombinasi merokok dan
pemakaian obat kontrasepsi . Hal ini juga ditunjukkan pada perokok pasif. Merokok
meningkatkan terjadinya thombus, karena terjadinya artherosklerosis.

Diabetes
Penderita diabetes cenderung menderita artherosklerosis dan meningkat kan terjadinya
hypertensi, kegemukan dan kenaikan lemak darah. Kombinasi hypertensi dan diabetes sangat
menaikkan komplikasi diabetes termasuk stroke. Pengendalian diabetes sangat menurunkan
terjadinya stroke.
Kenaikan kadar cholesterol/lemak darah
Penelitian menunjukkan angka stroke meningkat pada pasien dengan kadar cholesterol diatas
240 mg % Setiap kenaikan 38,7 mg % menaikkan angka stroke 25 %. Sedangkan kenaikan
HDL 1 m mol (38,7 mg %) menurunkan terjadinya stroke setinggi 47 %. Demikian juga
kenaikan trigliserid menaikkan jumlah terjadinya stroke. Pemberian obatobat anti cholesterol
jenis statin sangat menurunkan terjadinya stroke.
Penyempitan Pembuluh darah Carotis
Pembuluh darah carotis berasal dari pembuluh darah jantung yang menuju ke otak dan dapat
diraba pada leher. Penyempitan pembuluh darah ini kadangkadang tak menimbulkan gejala
dan hanya diketahui dengan pemeriksaan. Penyempitan > 50 % ditemukan pada 7 % pasien
lakilaki dan 5 % pada perempuan pada umur diatas 65 tahun. Pemberian obatobat aspirin
dapat mengurangi incidence terjadinya stroke, namun pada beberapa pasien dianjurkan
dikerjakan carotid endarterectomy.
Gejala Sickle cel
Penyakit ini diturunkan, kadangkadang tanpa gejala apapun. Beberapa menunjukkan gejala
anemia hemolytic dengan episode nyeri pada aanggota badan, penyumbatanpenyumbatan
pembuluh darah termasuk stroke.
Penggunaan terapi sulih hormon.

39

Penggunaan terapi sulih hormon dianjurkan untuk mencegah terjadinya stroke dan penyakit
jantung vaskuler, namun pada beberapa penelitian pada pemakaian 6 bulan berturutturut
meningkatkan terjadinya stroke pada pemakaian restradol. Pemakaian sulih hormon untuk
mencegah stroke tidak dianjurkan.
Diet dan Nutrisi
Asupan makanan yang mengandung banyak sayur dan buah mengurangi terjadinya stroke.
Pemakaian garam dapur berlebihan meningkatkan terjadianya stroke. Mungkin ini dikaitkan
dengan terjadinya kenaikan tensi. j. Latihan fisik

Kegiatan fisik yang teratur dapat

mengurangi terjadinya stroke ( 30 menit gerakan moderate tiap hari)

Kegemukan
BMI (Body Mass Index) yaitu BB (kg) = TB (m) > 25 29,9 dikategorikan berat berlebih
(over weight). Sedang > 30 dikategorikan obesitas.

Central Obesitas/Gemuk perut:


Dihitung jika lingkar perut > 102 cm pad alakilaki dan > 88 cm pada perempuan.
Kegemukan meningkatkan terjadnya stroke, baik jenis penyumbatan ataupun perdarahan.
Penurunan berat badan akan menurunkan juga tekanan darah.

C. Faktor Resiko Yang Sangat Dapat Diubah


Metabolik Sindrom
Dikatakan metabolik sindrom jika terdapat 3 atau lebih gejalagejala sebagai berikut:
Gemuk perut
Trigliceride > 150 mg %
HDL < 40 mg %
Tensi 130 / 85 mm Hg
Gula puasa 110 mg %
Perubahan gaya hidup, pola makan, penurunan BB dan diet seimbang akan menurunkan
terjadinya stroke.

Pemakaian alkohol berlebihan

40

Pemakaian alkohol berlebihan memicu terjadinya stroke. Pemakaian jumlah sedikit


dapat menaikkan HDL cholesterol dan mengurangi perlengketan trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen. Alkohol berlebihan akan menyebabkan peningkatan
tensi darah, darah gampang menjendal, penurunan aliran darah dan juga atrium
fibrilasi.
Drug Abuse/narkoba
Pemakaian obatobat terlarang seperti cocain, auphetamine, heroin dsb meningkatkan
terjadinya stroke. Obatobat ini dapat mempengaruhi tensi darahsecara tibatiba,
menyebabkan terjadinya emboli, karena adanya endocarditis dan menaikkan
kekentalan darah dan perlengketan thrombosit.

Pemakaian obatobat kontrasepsi (OC)


Resiko stroke meningkat jika memakai OC dengan dosis obstradial 50 ug.
Umumnya resiko stroke terjadi jika pemakaian ini dikombinasi dengan adanya usia >
35 tahun, perokok, hipertensi, diabetes dan migrain.
Gangguan Pola Tidur
Penelitian membuktikan bahwa tidur ngorok meningkatkan terjadinya stroke. Pola
tidur ngorok sering disertai apneu (henti nafas) tidak hanya berpotensi menyebabkan
stroke tapi juga gangguan jantung. Hal ini disebabkan penurunan aliran darah ke otak,
kenaikan tensi dsb. Pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan yang cermat dengan
mencari penyebabnya.
Kenaikan homocystein
Homocystein adalah sulpenydril yang mengandung asam amino dan diet yang
mengandung methirin. Kenaikan homocystein meningkatkan artheriosclerosis. Diet
kaya sayur dan buah akan menurunkan homocystein.
Kenaikan lipoprotein (a)
Lipid protein komplex yang meningkat merupakan resiko terjadinya penyakit jantung
dan stroke. Lp (a) merupakan partikel dari LDL dan peningkatannya akan
meningkatkan terjadinya thrombosis dengan mekanisme menghambat plasminogen
aktivator. Pengobatan dengan niacin akan menurunkan lp (a)
Hypercoagubility
Ada kecenderungan darah mudah menggumpal di karenakan adanya autiphospolipid
antibody. Test dapat dikerjakan dengan pemeriksaan anti crdiolipin antibody dan

41

anticoagulant lypus.

LO 4.4 Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini
dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Stroke Trombotik
: Proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2. Stroke Embolik
: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke
hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1. Hemoragik Intraserebral
: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2. Hemoragik Subaraknoid
:pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Menurut Misbach (1999)
dalam Ritarwan (2002), klasifikasi tersebut antara lain:
A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1. Stroke iskemik
Transient Ischemic Attack (TIA)
Trombosis serebri
Emboli serebri
2. Stroke hemoragik
Perdarahan intraserebral
Perdarahan subarakhnoid
B. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:
1. Serangan iskemik sepintas atau Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
42

3. Progressing stroke atau stroke in evolution


Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
4. Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap
C. Berdasarkan sistem pembuluh darah:
Sistem karotis dan sistem vertebrobasiler.
Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya. Dalam hal ini stroke
terbagi dalam dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Berdasarkan
penelitian, dijumpai prevalensi stroke iskemik lebih besar dibandingkan dengan stroke
hemoragik. Menurut Sudlow dan Warlow (1996) dalam Davenport dan Dennis (2000), 80%
dari seluruh kejadian stroke pada orang kulit putih merupakan stroke iskemik
LO 4.5 Patofisiologi
Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik,
dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral
(Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter
100 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada
kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya
penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek
penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah
juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya
lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan
otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan
subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari
arteriovenous malformation (AVM).

43

LO 4.6 Manifestasi Klinis


Berikut ini adalah manifestasi klinis stroke berdasarkan lokasi penyumbatan :
2.

Pembuluh besar dalam sirkulasi anterior

a. Arteri cerebri media

Sumbatan total :
Contralateral hemiplegia, hemianasthesia, homonymous hemianopia, pandangan cenderung
pada sisi ipsilateral. Dapat pula terjadi global aphasia pada hemisphere yang dominan dan
ansognosia, constructional aphasia, dysarthria pada hemisphere non dominan.

Sumbatan partial :
Lemah tangan / lengan atau lemah wajah dengan aphasia broca dengan atau tanpa kelemahan
lengan. Ataupun dapat terjadi aphasia wernicke tanpa kelemahan.

b. Arteri cerebri anterior


Respons motorik dan verbal menurun, paraparesis, dan inkontinensia urin.
c. Arteri choroid anterior
Hemiplegia contralateral, hemianasthesia, homonymous hemianopia.
d. Arteri carotis interna
Gejala mirip dengan gejala pada arteri cerebri media, namun juga terdapat transient
monocular blindness.
e. Arteri carotis communis
Gejala sama dengan pada carotis interna.

2. Pembuluh darah besar dalam sirkulasi posterior


a. Arteri cerebri posterior
Infark pada lesi lateral subthalamus, thalamus medial, ipsilateral pedunculus cerebral, dan
midbrain. Dapat pula terjadi palsy N. III dengan ataxia contralateral atau hemiplegia
contralateral.

44

Penyumbatan pada bagian distal arteri ini mengakibatkan infark pada temporal medial dan
occipital, yang kemudian menyebabkan contralateral homonymous hemianopia, gangguan
ingatan apabila hippocampus terlibat. Infark pada splenium corpus callosum menyebabkan
alexia tanpa agraphia.
b. Arteri vertebral dan cerebri posterior inferior
Vertigo, kaku wajah ipsilateral dan badan kontralateral, diplopia, hoarseness, dysarthria,
dysphagia, Wallenbergs syndrome.
Infark cerebral dan edema dapat mengakibatkan respiratory arrest.
c. Arteri basilaris
Gejala pusing (dizziness), diplopia, dysarthria, kaku wajah, gejala hemisensorik.
d. Arteri cerebelli superior
Ataxia cerebellar ipsilateral, mual muntah, dysarthria, rasa kebal kontralateral, tidak
merasakan sensasi suhu pada ekstremitas, badan, dan wajah.
e. Arteri cerebelli anterior inferior
Penurunan pendengaran ipsilateral, lemah wajah, vertigo, mual muntah, nystagmus, tinnitus,
cerebellar ataxia, kebal contralateral.

3. Pembuluh kecil (lacunar stroke)


Gejala dapat berupa hemiparesis motorik, ataxic hemiparesis, dysarthria, dan aphasia broca.

LO 4.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah
menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis.
Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil
anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

45

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara keduanya akan
didapatkan hasil sebagai berikut :

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain denga
Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

46

Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score


Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik,
skor < 20 termasuk stroke non-hemoragik.
Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini
91.3% untuk stroke hemoragik, sedangkan
pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan
diagnostik seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi
suatu stroke akut dengan obat untuk memperbaiki suplai
darah yang hilang pada bagian otak. Pasien memerlukan
evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat
penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan.
Penetapan jenis stroke berdasarkan
Siriraj stroke score

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab seorang
terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu
CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda
dengan
stroke
yang
memerlukan
penanganan
yang
berbeda
pula.
CT Scan berguna untuk menentukan:

jenis patologi
lokasi lesi
47

ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik untuk
membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan
CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam
beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama
perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih
lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya,
tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang disuntikkan
ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan informasi tentang
aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat
dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram
konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang digunakan
untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di
area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil.
Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini
juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya,
angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti.
Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika
pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau
penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan
penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara
yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus
(transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih
lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan untuk
mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami peradangan.
Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan
darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau
untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial,
anemia,
fungsi
ginjal dan
abnormalit
as
elektrolit
mungkin
juga perlu
dipertimba
ngkan.
P
e
r
b
e
48

daan jenis strokeperbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

49

Diagnosis Banding
Bell's Palsy
i. DEFINISI
Bell's Palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan
tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah. Saraf wajah adalah saraf kranial yang merangsang otot-otot
wajah.
ii. PENYEBAB
Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada
nervus fasialis.
GEJALA
Bell's palsy terjadi secara tiba-tiba. Beberapa jam sebelum terjadinya kelemahan pada otot wajah,
penderita bisa merasakan nyeri di belakang telinga. Kelemahan otot yang terjadi bisa ringan sampai
berat, tetapi selalu pada satu sisi wajah. Sisi wajah yang mengalami kelumpuhan menjadi datar dan
tanpa ekspresi, tetapi penderita merasa seolah-olah wajahnya terpuntir. Sebagian besar penderita
mengalami mati rasa atau merasakan ada beban di wajahnya, meskipun sebetulnya sensasi di wajah
adalah normal.
Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan dalam menutup
matanya di sisi yang terkena. Kadang penyakit ini mempengaruhi pembentukan ludah, air mata atau
rasa di lidah. Bell's palsy Ptosis

LO 4.8 Penatalaksanaan
50

Dalam tatalaksana stroke waktu merupakan hal yang sangat penting mengingat
jendela terapinya hanya berkisar antara 3 sampai 6 jam. Tindakan di gawat darurat untuk
stroke akut sebaiknya ditekankan pada hal-hal berikut:
Stabilisasi pasien
Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin

1.
2.
3.
4.

1.

2.
3.
4.
5.
6.

8.
9.

Tindakan yang harus segera dilakukan di gawat darurat :


Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam.
Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak digunakan karena dapat memperhebat
edema serebri.
Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
Jangan memberikan apapun melalui mulut.
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan rontgen toraks.
Pemeriksaan darah:
Darah perifer lengkap dan hitung trombosit
Kimia darah (glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit)
PT (Prothrombin Time)/PTT (Partial Thromboplastin time)
Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:
Kadar alcohol
Fungsi hepar
Analisa gas darah
Skrining toksikologi
Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras
Pasien dengan kesadaran yang sangat menurun (stupor/koma) ataupun dengan gagal nafas
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan intubasi sebelum CT Scan.
Hal yang harus selalu diingat adalah komplikasi tersering yang dapat menyebabkan
kematian. Herniasi transtentorial dapat terjadi pada infark yang luas ataupun perdarahan luas
dengan perluasan ke ventrikel atau perdarahan subarakhnoid. Pneumonia aspirasi juga
penyebab kematian yang cukup sering pada stroke akut. Semua pasien stroke akut harus
diperlakukan sebagai pasien dengan disfagia sampai terbukti tidak. Komplikasi lainnya
adalah infark miokard akut, sekitar 3% penderita stroke iskemik mengalami komplikasi ini.

I. STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien
yang dapat dilakukan keluarga.
51

a. Stroke Iskemik
Terapi umum : Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150
mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar
gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv
sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220
mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2
kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8
jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik
masih < 90mmHg, dapat diberi dopamin 2-20g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik
110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100
mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan
hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus : Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan
anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator).Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam
(jika didapatkan afasia).

52

b. Stroke Hemoragik
Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30
mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20%
bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume
hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10
menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg
per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300,
posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik),
dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton; komplikasi saluran
napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60
mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya
adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
II. STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder.

Terapi fase subakut:


Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
Penatalaksanaan komplikasi
Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi
Prevensi sekunder
Edukasi keluarga dan Discharge Planning
Penanganan Oedem Otak

53

b.
c.
1.
2.
3.
d.
e.
f.

1.

2.

3.

4.

5.

Kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia oleh adanya
oedem otak. Udem otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai
puncaknya 24-96 jam. Udema otak mula-mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada
metabolisme seluler kemudian terdapat oedema vasogenik karena rusaknya sawar darah otak
setempat. Untuk menurunkan oedema otak,dilakukan sebagai berikut:
a.
Naikan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30
Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik.
Pemberian osmoterapi yaitu:
Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25 gr/kg
BB setiap 6 jam sampai maksimal 48jam. Target osmolaritas 300-320 mmol/liter.
Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10% intravena 10ml/kg
BB dalam 3-4 jam (untuk oedema cerebri ringan,sedang)
Furosemide 1 mg/kg BB intravena
Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2= 29-35 mmHg
Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral dengan
pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh karena disamping
menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan oksigen
hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat
dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan
funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat
diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Pengobatan
hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan menambah
iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus
glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang akan
mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan membuat
pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube (NGT).
Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin. Pemasangan
kateter jika terjadi inkontinensia.
54

Perawatan suportif
Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas dan
ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi.
Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan secara cepat.
Jika terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara berhati-hati, karena status neurologis
dapat bertambah buruk ketika tekanan darah diturunkan.
Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada batas normal.
Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik yang sesuai.
Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat.
Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk DVT. Penting
untuk menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam atau subkutan enoksaparin
30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.

a. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


Singkirkan kemungkinan koagulopati. Pastikan hasil masa protrombin dan masa
tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan plasma beku
segar (FFP) 4-8 unit intravena setiap 4 jam dan vitamin K 15 mg intravena bolus, kemudian 3
kali sehari 15 mg subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin
dengan protamin sulfat 10-50 mg bolus lambat (1 mg mengoreksi 100 unit heparin).
Kendalikan HT. Tekanan yang tinggi bisa menyebabkan perburukan perihematom. Tekanan
darah sisitolik >180mmHg dengan labetalol (20 mg intravena dalam 2 menit ulangi 40-80
mg intravena dalam interval 10 menit sampai tekanan yang diinginkan kemudian infus 2
mg/menit dan dirasi atau penghambat ACE 12,5 mg-25 mg, 2-3 kali sehari atau antagonis
kalsium (nifedipin oral 4x 10 mg).
Pertimbangkan bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau
volum lebih dari 50 ml. Pemasangan ventrikulo-peritoneal bila ada hidroefalus obstruktif akut
atau kliping aneurisma.
Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma/malformasi arteriovenosa.
Berikan manitol 20% (1 mg/kg BB intravena dalan 20-30 menit). Steroid tidak terbukti
efektif pada perdarahan intraserebral.
Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kg BB intravena atau peroral). Pada umumnya anti
konvulsan diberikan bila terdapat kejang.
Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah vasospasme.
Untuk mengatasi perdarahan intracerebral : obati penyebabnya, turunkan TIK, beri
neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4 dilakukan pada pasien dengan
perdarahan serebelum > 3cm, hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum,
perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda peningkatan TIK akut dan encaman herniasi.
Pada TIK yang meninggi :

55

o Manitol bolus, 1 gr/kgBB dalam 20-30 menit lanjutkan dengan 0,25-0,5g/kgBB tiap 6 jam
smpai maksimal 48 jam.
o Gliserol 50% oral, 0,25-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10% intravena 10 ml/kgBB
dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan-sedang).
o Furosemid 1mg/ kg BB intravena.
o Intubasi dan hiperventilasi terkontrol sampai pCO2 29-35 mmHg
o Penggunaan steroid masih kontroversial.
o Kraniotomi dekompresif.

Perdarahan subaraknoid
o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I dan II akibat
pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi hidrosefalus obstruktif.
b. Penatalaksanaan Stroke Non-Hemoragik
Tujuan terapi:
1. Pencegahan stroke melalui reduksi faktor risiko.
2. Pencegahan sejak awal atau pada stroke yang rekuren dengan memodifikasi proses patologik
mendasar.
3. Mereduksi kerusakan otak sekunder dengan pemeliharaan perfusi yang adekuat pada daerah
yang secara garis besar mengalami iskemik dengan mengurangi dan atau menurunkan edema.
Penanganan dari Serangan Iskemia Akut
1. Mengeleminasi atau mengontrol faktor-faktor risiko.
2. Memberi edukasi pada pasien mengenai pengurangan faktor risiko dan tanda serta gejalagejala dari TIA dan stroke ringan.
3. Intervensi-Bedah
Endarterektomi karotis ( Cea)
Pengeluaran plak ateromatosa dengan cara bedah.
Pasien yang direservasi untuk pengeluaran bekuan atau lesi berulserasi yang mengoklusi >
70% dari aliran darah pada arteri karotis.
Dapat menurunkan risiko dari strok > 60% selama tahun keduanya setelah dioperasi dan
wajib mengikuti mengikuti prosedur.
Endarterektomi vertebra umumnya tidak lagi digunakan.
a. Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang yang
mengalami stenose Balon kemudian dipompakan menekan plak ateromatosa ke arah
dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli kecil yang dapat berpindah ke retina atau
otak.
b. Penempatan Sten
56

Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan suatu coil baja
tahan-karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada salah satu dinding dari
arteri; saat ini coil ditambahkan dengan obat-obatan slow-release.

4. Agen-agen antiplatelet
Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau mengurangi
pelepasan substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara irreversibel
siklooksigenase-platelet; dan efeknya cukup berlangsung selama hidup dari platelet; 5-7 hari
Efikasi :
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%) pada risiko
stroke dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang telah mengalami suatu TIA
sebelumnya atau strok sebagai pencegahan sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari); hasilnya mengindikasikan
bahwa dosis rendah mungkin lebih bermanfaat dengan berkurangnya efek-efek tidak
diinginkan dari asam salisilat pada lambung.
Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-laki dibanding sejumlah
kecil perempuan pada studi lain.
Peran pada pencegahan primer belum jelas.
Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit fosfodiesterase
platelet.
Efikasi: a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan dipiridamol
pada iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang ditemukan bersama dengan aspirin.
Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.

Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja: a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi agregasi
platelet yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c) Waktu perdarahan
diperpanjang. d) Berefek minimal pada siklooksigenase.
Efikasi:
57

a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasien-pasien yang
telah mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama; seperti halnya
dengan ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)
Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.

a.
b.
c.
d.
1.
2.

Antikoagulasi (warfarin)
Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini sebagai agen
antiplatelet.
Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard sebelumnya.
Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi antiplatelet.
Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac;
Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah keadaan gangguan
serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial fibrilasi).
Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.

Obat Antihipertensi Pada Stroke


Golongan/Obat
Tiazid
Diazoksid

ACEI
Enalaprit

Mekanisme

Dosis

Interaksi
Obat

Aktivasi ATP
sensitive Kchannels

IV bolus: 50100 mg; IV


infus; 15-30
mg/menit

Awitan
menit

<

ACE inhibitor

0,625-1,25 mg
IV selama 15
menit.

Awitan < 15
menit.

Efek Samping

5 Retensi cairan dan


garam,
hiperglikemia
berat, durasi lama
(1-12 jam).
Durasi lama (6
jam), disfungsi
renal.

Calcium Channel Blocker


58

Nikardipin
Clevidipin
Verapamil
Diltiazem

Beta Blocker
Labetalol

Esmolol

Alfa Blocker
Fentolamin

Penyekat kanal
kalsium

5 mg/jam IV,
2.5 mg/jam tiap
15 menit,
sampai 15
mg/jam.

Antagonis
reseptor 1, 1,
2

10-80 mg IV
Awitan cepat
tiap 10 menit
(5-10 menit).
sampai 300
mg/hari; infus
0,5-2 mg/menit.

Antagonis
selektif reseptor
1.

0,25-0,5 mg/kg
IV bolus
disusul dosis
pemeliharaan.

Antagonis
reseptor 1, 2.

5-20 mg IV.

Vasodilator Langsung
Hidralasin
NO terkait
dengan
mobilisasi
kalsium dalam
otot polos.
Thiopental

Aktivasi
reseptor GABA

Trimetafan

Blockade

2,5-10 mg IV
bolus (sampai
40 mg).

30-60 mg IV.

Awitan cepat
(1-5 menit),
tidak terjadi
rebound.
Eliminasi
tidak
dipengaruhi
oleh disfungsi
hati/ renal,
potensi
interaksi obat
rendah.

Bradikardia,
hipotensi, durasi
lama (4-6 jam).

Bradikardia,
hipoglikemia,
durasi lama (2-12
jam). Gagal
jantung kongestif,
bronkospasme.
Bradikardia, gagal
Awitan segera, jantung kongestif.
durasi singkat
< 15 menit.

Awitan cepat
(2 menit),
durasi singkat
(10-15 menit)

Takikardia,
aritmia.

Serum sicknesslike, drug-induced


lupus, durasi jam
(3-4 jam), awitan
lambat (15-30
menit)
Depresi miokardial

Awitan cepat
(2 menit),
durasi singkat
(5-10 menit).
Bronkospasme,
1-5 mg/ menit Awitan segera, retensi urin,

59

ganglionik.

Fenoldipam

Sodium
Nitroprusid

Nitrogliserin

Agonis DA-1
dan reseptor alfa
2
Nitrovasodilator

IV

0,001- 1,6
g/kg/ menit
IV; tanpa bolus
0,25-10/ kg/
menit IV.

Nitrovasodilator
5-1000
g/kg/menit IV

durasi singkat
(5-10 menit)

siklopegia,
midriasis
Hipokalemia,
Awitan < 15
takikardia,
menit, durasi
bradikardia.
10-20 menit.
Keracunan sianid,
Awitan segera, vasodilator
durasi singkat serebral (dapat
(2-3 menit)
mengakibatkan
peningkatan
tekanan
intracranial)
refleks takikardi.
Produksi
methemoglobin,
Awitan 1-2
reflek takikardia.
menit, durasi
3-5 menit.

Obat-obat yang digunakan pada terapi serangan akut


A.
Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase Mekanisme:
mengaktifkan plasmin dan menyebabkan melisiskan tromboemboli. Penggunaan t-PA sudah
terbukti efektif jika digunakan dalam 3 jam setelah serangan akut. Catatan: tetapi harus
digunakan hati-hati karena dapat menimbulkan resiko perdarahan.
B.
Terapi antiplatelet : aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin , tiklopidin yang masih
merupakan mainstay dalam terapi stroke. Urutan pilihan : Aspirin atau dipiridamol-aspirin,
jika alergi atau gagal maka diberikan clopidogrel, dan jika gagal juga : tiklopidin
C.
Terapi antikoagulan masih kontroversial karena resiko perdarahan intracranial
Agen: heparin, unfractionated heparin, low-molecular-weight heparins (LMWH), heparinoids
warfarin
Terapi pemeliharaan (pencegahan) stroke
A.
Terapi Antiplatelet

Aspirin menghambat sintesis tromboksan (senyawa yang berperan dlm proses


pembekuan darah)

Dipiridamol, atau kombinasi Dipiridamol Aspirin

Tiklopidin dan klopidogrel digunakan jika terapi aspirin gagal


60


Silostazol
B. Terapi Antikoagulan
Masih dalam penelitian, efektif untuk pencegahan emboli jantung pada pasien stroke
C. Terapi hormon estrogen
Pada wanita post-menopause terapi ini terbukti mengurangi insiden terjadinya stroke
D. Antihipertensi
Dibutuhkan karena hipertensi merupakan faktor resiko (50% pada stroke iskemik dan 60%
pada stroke hemoragik). Penggunaan antihipertensi harus memperhatikan aliran darah otak
dan aliran darah perifer menjaga fungsi serebral
E. Obat pilihan : golongan AIIRA (angiotensin II receptor antagonis) contoh : candesartan
golongan ACE inhibitor
F. Terapi memulihkan metabolisme otak
Tujuan:

meningkatkan kemampuan kognitif

Meningkatkan kewaspadaan dan mood

Meningkatkan fungsi memori

Menghilangkan kelesuan

Menghilangkan dizziness (citicholin, codergocrin mesilate, piracetal)


G. Terapi rehabilitasi
misal : fisioterapi, terapi wicara dan bahasa, dll.

LO 4.9 Komplikasi
1. Komplikasi Akut
Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi sebagai
upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu kecuali bila
menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik >130) tekanan darah tidak
perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis
tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera.
Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar glukosa
darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa darah pasein
sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.
Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan ini
memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke bahkan sering
merupakan penyebab kematian.
Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.
Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.
Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.
Ulcer stres. Yang dapat menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.
2. Komplikasi Kronik

61

Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus, inkontinensia
serta berbagai akibat imobilisasi lain.
Rekurensi stroke.
Gangguan sosial-ekonomi.
Gangguan psikologis.
LO 4.10 Prognosis
Indikator prognosis adalah: tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik. Umumnya,
1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka panjang. Jika pasien
mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya mungkin
akan pulih dalam waktu 3 bulan.Prognosis pasien dengan stroke hemoragik (perdarahan
intrakranial) tergantung pada ukuran hematoma hematoma > 3 cm umumnya mortalitas
tinggi, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal.
Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung keparahan gangguan
neurologis jika kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu prognosis buruk.
LO 4.11 Pencegahan

Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah


sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer Stroke
Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktor-faktor risiko
yang dapat dimodifikasi.
Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah penyakit
vaskular lainnya. Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi para penderita
stroke iskemik dan TIA. Target absolut dalam hal penurunan tekanan darah belum dapat
ditetapkan, yang penting adalah bahwa tekanan darah < 120 / 80 mm Hg. Modifikasi berbagai
macam gaya hidup berpengaruh terhadap upaya penurunan tekanan darah secara
komprehensif.
Obatobat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun demikian pilihan
obat disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masingmasing individu.
Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu
memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini maka obat antihipertensi
dapat lebih dari 1 macam. ACE inhibitor merupakan obat pilihan untuk kasus gangguan
ginjal dan diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula direkomendasikan
sampai dengan mendekati kadar gula plasma normal (normoglycemic), untuk mengurangi
komplikasi mikrovaskular dan kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular.
Sementara itu kadar HbA1c harus lebih rendah dari 7%.
Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit arteri
koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus dikelola secara komprehensif
meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat, dan pengobatan. Target penurunan kadar
kolesterol adalah sebagai berikut: LDL < 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita
dengan faktor risiko multipel.
62

Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis tetapi tanpa
indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit arteri koroner, atau tidak
ada bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin untuk mengurangi risiko gangguan
vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat
dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok.
Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi jumlah
rokok yang dihisap / hari secara bertahap.
Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight sangat
dianjurkan untuk mempertahankan bodymass index (BMI) antara 18,524,9 kg/m2 dan
lingkat panggul kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari 40 inci (lakilaki).
Penyesuaian berat badan diupayakan melalui keseimbangan antara asupan kalori, aktivitas
fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat
Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas fisik
sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit/hari. Untuk pasien
yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik maka dianjurkan untuk melakukan latihan
dengan bantuan orang yang sudah terlatih.

2. Pencegahan Sekunder Stroke


Pencegahan sekunder stroke mengacu pada kepada strategi untuk mencegah kekambuhan
stroke. Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA, dan memakai obat
antiagregat antitrombosit. Aggrenox adalah satu-satunya kombinasi aspirin dan dipiridamol
yang telah terbukti efektif untuk mencegah stroke sekunder.

LI.5

Memahami dan Menjelaskan hak dan kewajiban suami istri dalam Islam

Hak Bersama Suami Istri


-

Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)

Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (AnNisa: 19 Al-Hujuraat: 10)

Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19)

Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)


Adab Suami Kepada Istri .

Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (Ataubah: 24)

Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (AtTaghabun: 14)

63

Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)

Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan,
pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu.
(AI-Ghazali)

Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak
menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal
ketaatan kepada Allah.

Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling
ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)

Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)

Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)

Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang
menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab
ra., Hasan Bashri)

Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala)

Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa
kasar dan zhalim. (An-Nisa: 19)

Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah
sendiri. (Abu Dawud).

Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6,
Muttafaqun Alaih)

Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum
haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)

Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3)

Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai)

Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya
dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)

Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada
istrinya. (AI-Baqarah: ?40)
Adab Isteri Kepada Suami

64

Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah
pemimpin kaum wanita. (An-Nisa: 34)

Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada
istri. (Al-Baqarah: 228)

Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa: 39)

Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:


a. Menyerahkan dirinya,
b. Mentaati suami,
c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)

Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam
kesibukan. (Nasa i, Muttafaqun Alaih)

Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri
menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya.
(Muslim)

Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosadosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)

Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam
keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)

Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: Seandainya
dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada
suaminya. .. (Timidzi)

Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)

Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)

Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat
suami tidak di rumah). (An-Nisa: 34)

Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3)
Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)

Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan
sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)

Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga
kemaluannya. (An-Nur: 30-31)
Isteri Sholehah
65

Apabila seorang istri, menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramddhan,
memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya Allah swt. akan memasukkannya
ke dalam surga. (Ibnu Hibban)

Istri sholehah itu lebih sering berada di dalam rumahnya, dan sangat jarang ke luar rumah.
(Al-Ahzab : 33)

Istri sebaiknya melaksanakan shalat lima waktu di dalam rumahnya. Sehingga terjaga dari
fitnah. Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid, dan
shalatnya wanita di kamarnya lebih utama daripada shalat di dalam rumahnya. (lbnu Hibban)

Hendaknya menjadikan istri-istri Rasulullah saw. sebagai tauladan utama.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical


Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

2.

PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia (PERDOSSI), 2007

3.

Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.

4.

Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.

5.

Uddin, Jurnalis. 2009. Anatomi Susunan Saraf Manusia. FKUY : Jakarta


http://belidomuda.wordpress.com/2012/07/19/hak-dan-kewajiban-suami-istri-dalamislam/

66

67

Anda mungkin juga menyukai