Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Di Indonesia sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1987, epidemi HIV
dianggap cukup lamban berkembang. Selalu dikategorikan prevalensi rendah.
Statistik yang rendah (di bawah 1.000 orang selama 11 tahun pertama hingga
1999) menyebabkan AIDS tidak dibicarakan secara gencar dan terbuka, baik oleh
masyarakat maupun pembuat kebijakan. Upaya pencegahan menjadi fokus utama
dengan penekanan pada isu moral saja, sehingga timbul stigma dan diskriminasi
terhadap terhadap Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA).(1)
Menurut data Kemenkes RI, pada akhir Juni 2011 dilaporkan sebanyak
26.483 kasus AIDS, sebanyak 78% diantaranya berusia reproduksi aktif (20-39
tahun). Pada tahun 2009 diperkirakan jumlah orang yang terinfeksi HIV sudah
mencapai 298.000 orang dengan 25% diantaranya adalah perempuan. Dari hasil
proyeksi

HIV

yang

dibuat

KPAN

(Komisi

Penanggulangan

AIDS

Nasional),diperkirakan pada waktu mendatang akan terdapat peningkatan


prevalensi HIV pada populasi usia 15-49 tahun dari 0,22% pada tahun 2008
menjadi 0,37% di tahun 2014; serta peningkatan jumlah infeksi baru HIV pada
perempuan, sehingga akan berdampak meningkatnya jumlah infeksi HIV pada
anak.

Peningkatanpenularanjugaterjadipadaiburumahtanggadibandingkandengan

WPS padatahun 1999-2010. Menurut estimasi Depkes, pada tahun 2009 terdapat
3.045 kasus baru HIV pada anak dengan kasus kumulatif 7.546; sedangkan pada
tahun 2014 diperkirakan terdapat 5.775 kasus baru dengan 34.287 kasus kumulatif
anak HIV di seluruh Indonesia.(1)
Di tahun 2008 diperkirakan terdapat 430 000 anak yang baru terinfeksi HIV dan
hampir semuanya lewat ibunya.Data yang diperoleh dari Depkes mengenai transmisi
HIV secara vertikal dari ibu ke bayi masih sangat sedikit. Pada tahun 2006
diperkirakan terdapat sekitar 4.360 bayi yang HIV-positif, sedangkan angka
kumulaif pada tahun 2015 diperkirakan dapatmencapaisekitar 38.500 kasus.(2)

Walaupun prevalensi HIV pada perempuan di Indonesia hanya 16%, tetapi


karena mayoritas (92,54%) Odha berusia reproduksi aktif (15-49 tahun), maka
diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat.
Infeksi HIV dapat berdampak kepada ibu dan bayi. Dampak infeksi HIV
terhadap ibu antara lain: timbulnya stigma sosial, diskriminasi, morbiditas dan
mortalitas maternal. Besarnya stigma sosial menyebabkan Odha semakin menutup
diri tentang keberadaannya, yang pada akhirnya akan mempersulit proses
pencegahan dan pengendalian infeksi. Diskriminasi dalam kehidupan sosial
menyebabkan Odha kehilangan kesempatan untuk ikut berkarya dan memberikan
penghidupan yang layak pada keluarganya. Karena terjadi penurunan daya tahan
tubuh secara bermakna, maka morbiditas dan mortalitas maternal akan meningkat
pula. Sedangkan dampak infeksi HIV terhadap bayi antara lain: gangguan tumbuh
kembang karena rentan terhadap penyakit, peningkatan mortalitas, stigma sosial,
yatim piatu lebih dini akibat orang tua meninggal karena AIDS, dan permasalahan
ketaatan minum obat pada penyakit menahun seumur hidup.
Dampak buruk dari penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah apabila:
(1) Terdeteksi dini, (2)Terkendali (Ibu melakukan perilaku hidup sehat, Ibu
mendapatkan ARV profilaksis secara teratur, Ibu melakukan ANC secara teratur,
Petugas kesehatan menerapkan pencegahan infeksi sesuai Kewaspadaan Standar),
(3) Pemilihan rute persalinan yang aman (seksio sesarea), (4) Pemberian PASI
(susu formula) yang memenuhi persyaratan, (5) Pemantauan ketat tumbuhkembang bayi dan balita dari ibu dengan HIV positif, dan (6) Adanya dukungan
yang tulus, dan perhatian yang berkesinambungan kepada ibu, bayi dan
keluarganya.(3)
Diseluruh dunia saat ini, wanita mewakili 50% dari seluruh orang dewasa
yang hidup dengan HIV dan AIDS, jumlah ini akan meningkat di masa
mendatang. Kondisi di atas menunjukkan pentingnya implementasi program
prevention of mother to child transmission of HIV (PMTCT) yang bertujuan
untuk menyelamatkan ibu dan bayi dari infeksi HIV. Program PMTCT
komprehensif berupaya meningkatkan kepedulian dan pengetahuan perempuan
pada usia reproduktif tentang HIV dan AIDS; meningkatkan akses perempuan
hamil untuk mendapatkan layanan konseling dan testing HIV (VCT),
meningkatkan akses perempuan hamil HIV positif untuk mendapatkan layanan

pengurangan risiko penularan HIV ke bayinya (dari semula 25 45 persen


menjadi sekitar 2 persen), serta meningkatkan akses perempuan HIV positif dan
keluarganya untuk mendapatkan layanan psikologis dan sosial agar kualitas
hidupnya terjaga.
Sering ada kesan bahwa sebagian besar anak yang dilahirkan oleh ibu yang
HIV-positif akan terinfeksi. Namun sebenarnya 6075% anak tersebut tidak
terinfeksi, walaupun tidak ada intervensi apa pun. Rata-rata 30% terinfeksi,
dengan 5% dalam kandungan, 15% waktu lahir dan 10% dari ASI. Dari angka ini,
kita dapat mulai lihat intervensi yang mungkin dapat mengurangi jumlah anak
yang tertular intervensi yang disebut sebagai pencegahan penularan HIV dari
ibu-ke-bayi. atau sering ada yang memakai singkatan PMTCT (prevention of
mother-to-child transmission). Adalah penting kitadan masyarakat umum
mengetahui bahwa dalam keadaan terburuk, paling 40% bayi terinfeksi.(3)

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi

b. Tujuan Khusus

Setiap ibu hamil yang HIV positif mengikuti program PMTCT

Setiap bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif memiliki status HIV negatif.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Prevention of Mother to Children for HIV Transmission (PMTCT)(3)
Saat ini, ada sejumlah target internasional yang berhubungan dengan
PMTCT. Pada program Millenium Development Goals (MDGs) yang diadopsi
oleh UN General Assembly pada tahun 2000 berkomitmen untuk menurunkan
angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, dan memerangi HIV/AIDS,
malaria dan penyakit lain pada tahun 2015. Pada UN General Assembly Special
Session (UNGASS) pada tahun 2001, pemerintah menetapkan untuk mengurangi
50% dari bayi penderita HIV pada tahun 2010 dengan cara mewajibkan semua ibu
hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan pelayanan PMTCT.

Indicators

HIV prevalence among pregnant woman aged 15-24 years

Condom use rate of the contraceptive prevalence rate

Condom use at last high-risk sex

Percentage of population aged 15-24 years with comprehensive correct


knowledge of HIV/AIDS

Contraceptive prevalence rate

Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalah mencegah
penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa si bayi hanya dapat tertular
oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif, PASTI si bayi juga tidak terinfeksi
HIV. Status HIV si ayah TIDAK mempengaruhi status HIV si bayi.
4

Tingginya kecenderungan

infeksi

HIV pada

perempuan

dan

anak

mengakibatkan perlunya berbagai upaya untuk mencegah penularan HIV dari ibu
hamil ke bayi secara serius. WHO melalui MDGs (Millenium Development Goal)
tahun 2015 yang salah satunya adalah menurunkan prevalensi HIV ibu hamil usia
15-24 tahun. Strategi Penanggulangan AIDS Nasional 20032007 menegaskan
bahwa pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program
prioritas. PMTCT (Prevention Mother to Child Transmittion) adalah layanan
pencegahan penularan HIV dari ibu hamil yang positif HIV ke bayi yang
dikandungnya. PMTCT ini menjangkau ibu-ibu hamil (bumil) terutama yang
berisiko tinggi tertular HIV. Deteksi dini kasus HIV dalam keluarga melalui
pemeriksaan ibu hamil risiko tinggi, yaitu bumil dengan sindrom IMS, bumil
dengan suami kelompok potensial, melalui pemeriksaan Infeksi Menular Seksual
(IMS) dan Voluntary, Counseling, and Testing (VCT).(3,4)
Sampai 10% bayi dari ibu HIV-positif tertular melalui menyusui, tetapi jauh
lebih sedikit bila disusui secara eksklusif. Sebaliknya lebih dari 3% bayi di
Indonesia meninggal akibat infeksi bakteri, yang sering disebabkan oleh makanan
atau botol yang tidak bersih. Karena risiko yang lebih besar dari air yang tidak
bersih untuk penyediaan susu formula dan nutrisi yang kurang di negara terbatas
sumber daya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan organisasi kesehatan
5

masyarakat lainnya merekomendasikan bahwa perempuan dengan HIV harus


menyusui secara eksklusif selama enam bulan jika susu formula tidak aman, dapat
diterima, terjangkau, terjamin, berkesinambungan, dan tidak mampu dibeli oleh
keluarga. Dapat pula bayi diberi ASI eksklusif untuk enam bulan pertama,
kemudian disapih mendadak, kecuali bila dapat dipastikan bahwa PASI secara
eksklusif dapat diberi dengan cara AFASS:(4)
A = Affordable (terjangkau)
F = Feasible (praktis)
A = Acceptable (diterima oleh lingkungan)
S = Safe (aman)
S = Sustainable (kesinambungan)

Pada pertengahan 2011, paling tidak, ada delapan studi yang menunjukkan
bahwa penggunaan ART secara dini dan tepat dan dikombinasikan dengan
menyusui secara eksklusif sampai enam bulan mengurangi risiko penularan dari
ibu ke bayi sampai ke 0%-1,2%, Morrison dan rekan mencatat. Di studi besar
baru-baru ini dengan tindak lanjut yang ekstensif, tidak ada kasus penularan pasca
kelahiran yang terjadi pada perempuan yang patuh terhadap ART.
Penelitian di Botswana menunjukkan bahwa ibu HIV-positif yang menerima
kombinasi ART selama kehamilan dan sementara menyusui memiliki hanya
sekitar 1% risiko untuk menularkan virus kepada bayinya, dan tidak ada penularan

selama menyusui di antara perempuan yang menggunakan rejimen dari beberapa


kelas antiretroviral.(4)
Perempuan HIV positif yang hamil di negara maju lebih mungkin
dibandingkan dengan mereka di negara terbatas sumber daya untuk menerima
pengobatan yang terus menekan viral load di bawah batas yang terdeteksi. Dalam
keadaan ini, penularan HIV selama kehamilan sangat jarang terjadi.(3)
Program PMTCT di Kota Semarang mulai dirintis pada tahun 2006. Pada
tahun 2007 program setempat berhenti karena berhentinya dana dari Global Fund
Foundationdan dimulai kembali pada Mei 2008 hinggasaatini. Pendanaan
kegiatan PMTCT ini diperoleh dari Global Fund yang sebelum sampai ke Griya
Asa disalurkan ke Dinas Kesehatan Kota dan Yayasan Pelita Ilmu terlebih dahulu.
Jawa Tengah merupakan daerah yang dipercaya untuk mengolah dana tersebut
dari total 6 propinsi di seluruh Indonesia. Saat ini kegiatan PMTCT masih
berjalan dan berusaha mendapatkan dukungan dana dari propinsi.Dengan adanya
keterbatasan dana ini, maka program PMTCT dilakukan tanpa ada periode yang
pasti. Kegiatan PMTCT hanya dapat dilakukan jika ada dana yang diturunkan
oleh Global Fund.(2)
Program PMTCT secara komprehensif menggunakan 4 prong, yang
menjadi pilar pelaksanaan kegiatan, yaitu:(1,2)
1. Mencegah penularan HIV pada perempuan usia produktif
Untuk menghindari penularan HIV digunakan konsep ABCD yang terdiri dari:

A (Abstinence): Absen seks atau tidak melakukan hubungan seksual bagi orang
yang belum menikah.

B (Be faithful): Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak bergantiganti)

C (Condom): Cegah dengan kondom. Kondom harus dipakai oleh pasangan


apabila salah satu atau keduanya diketahui terinfeksi HIV

D (Drug No): Dilarang menggunakan napza, terutama napza suntik dengan jarum
bekas secara bergantian.

Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan primer


antara lain:

Menyebar luaskan informasi mengenai HIV/AIDS

Meningkatkan kesadaran perempuan tentang bagaimana cara menghindari


penularan HIV dan IMS

Menjelaskan manfaat dari konseling dan tes HIV secara sukarela

Mengadakan penyuluhan HIV/AIDS secara berkelompok

Mempelajari tentang pengurangan risiko penularan HIV dan IMS (termasuk


penggunaan kondom)

Bagaimana bernegosiasi seks aman (penggunaan kondom) dengan pasangan

Mobilisasi masyarakat untuk membantu masyarakat mendapatkan akses terhadap


informasi tentang HIV/AIDS

Melibatkan petugas lapangan (kader PKK, bidan, dan lainnya ) untuk memberikan
informasi pencegahan HIV dan IMS kepada masyarakat dan untuk membantu
klien mendapatkan akses layanan kesehatan.

Konseling untuk perempuan HIV negatif


-

Ibu hamil yang hasilnya tesnya HIV negatif perlu didukung agar status dirinya
tetap HIV negatif

Menganjurkan agar pasangannya menjalani tes HIV

Layanan yang bersahabat untuk pria

Membuat layanan kesehatan ibu dan anak yang bersahabat untuk pria sehingga
mudah diakses oleh suami / pasangan ibu hamil

Mengadakan kegiatan kunjungan pasangan pada kunjungan ke layanan


kesehatan ibu dan anak

2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV-positif


Pemberian alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta konseling yang
berkualitas akan membantu ODHA dalam melakukan seks yang aman,
mempertimbangkan jumlah anak yang dilahirkannya, serta menghindari lahirnya
anak yang terinfeksi HIV.
Untuk mencegah kehamilan alat kontrasepsi yang dianjurkan adalah
kondom, karena bersifat proteksi ganda. Kontrasepsi oral dan kontrasepsi hormon
jangka panjang (suntik dan implan) bukan kontraindikasi pada ODHA.

Pemakaian AKDR tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan infeksi


asenderen. Spons dan diafragma kurang efektif untuk mencegah terjadinya
kehamilan maupun penularan HIV.
Jika ibu HIV positif tetap ingin memiliki anak, WHO menganjurkan jarak
antar kelahiran minimal 2 tahun.
3. Mencegah terjadinya penularan HIV dariibu hamil HIV positif ke bayi yang
dikandungnya.
Merupakan inti dari intervensi PMTCT. Bentuk intervensi berupa:

Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif

Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela (VCT)

Pemberian obat antiretrovirus (ARV)

Konseling tentang HIV dan makanan bayi, serta pemberian makanan bayi

Persalinan yang aman

4. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibuHIVpositifbeserta bayi dan keluarganya.
Upaya PMTCT tidak terhenti setelah ibu melahirkan. Karena ibu tersebut
terus menjalani hidup dengan HIV di tubuhnya, maka membutuhkan dukungan
psikologis, sosial dan perawatan sepanjang waktu. Jika bayi dari ibu tersebut tidak
terinfeksi HIV, tetap perlu dipikirkan tentang masa depannya, karena
kemungkinan tidak lama lagi akan menjadi yatim dan piatu. Sedangkan bila bayi
terinfeksi HIV, perlu mendapatkan pengobatan ARV seperti ODHA lainnya.5
Dengan dukungan psikososial yang baik, ibu HIV positif akan bersikap
optimis dan bersemangat mengisi kehidupannya. Diharapkan ia akan bertindak
bijak dan positif untuk senantiasa menjaga kesehatan diri dan anaknya, dan
berperilaku sehat agar tidak terjadi penularan HIV dari dirinya ke orang lain.
Informasi tentang adanya layanan dukungan psikososial untuk ODHA ini
perlu diketahui masyarakat luas. Diharapkan informasi ini bisa meningkatkan
minat mereka yang merasa berisiko tertular HIV untuk mengikuti konseling dan
tes HIV agar mengetahui status HIV mereka sedini mungkin.

Cegah Penularan HIV

Perempuan Usia Reproduktif

HIV Positif
Perempuan HIV Positif

Cegah Kehamilan tak Direncanakan

Hamil

Perempuan Hamil HIV Positif

HIV Negatif

Tidak Hamil

Cegah Penularan HIV ke Bayi

Bayi HIV Positif

Bayi HIV
negatif

Dukungan Psikologis & Sosial

Gambar 1.AlurUpaya PMTCT Komprehensif

10

Partisipasi Pria

Pelayanan KIA untuk


Ibu Hamil di Klinik
KIA, Puskesmas

IBU HAMIL

Mobilisasi Masyarakat

Penyuluhan Kesehatan
dan PMTCT

Informasi Konseling dan Tes HIV Sukarela/VCT

Tak Bersedia dikonseling


Pra Tes

Tidak bersedia dites HIV

Konseling untuk tetap HIV


negatif dan evaluasi berkala

Bersedia dikonseling
Pra Tes

Bersedia dites HIV

Pemeriksaan Laboratorium

Konseling Pasca Tes

Hasil Tes HIV Negatif

Hasil Tes HIV positif

Konseling dan Pemberian


antiretroviral

Konseling dan Pemberian


Makanan Bayi

Persalinan yang Aman

Dukungan Psikososial dan


Perawatan bagi Ibu HIV positif
dan bayinya

Gambar 2.Alur Proses IbuHamilMenjalaniKegiatan Prong 3


dalamPencegahanPenularan HIV dariIbukeBayi2,5

11

II.2 Profil(2)
1. Griya PMTCT PKBI Kota Semarang
Griya PMTCT Kota Semarang didirikan pada tanggal 10 Juli 2006.
Program ini bertujuan menjangkau ibu hamil terutama bumil risiko tinggi (suami
potensial risiko tinggi). Griya PMTCT merupakan kerjasama PKBI Kota
Semarang dengan Global Fund (GF ATM). Menjalin kerjasama dengan Dinas
Kesehatan Kota Semarang dan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Menjalin
kerjasama dengan Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Menjalin kerjasama dengan
Klinik VCT di Semarang (RSUP dr. Karyadi, RSUD Kota Semarang, RS Panti
Wilasa, RSU Tugurejo).
Griya PMTCT ini juga bekerjasama dengan Lembagalembaga yang
bersama-samamenanganipermasalahan HIV-AIDS, diantaranya GF ATM, YPI
Jakarta, LSM peduli AIDS
2. Susunan pengurus dan SDM Griya PMTCT
Ketua PKBI Kota Semarang
dr. Dwi Yoga Yulianto

Manager Program PMTCT


dr. Adi Khuntoro, M.Kes

Koordinator Lapangan

Finance&Administrative Staff

Roni Wijayanto, SE

Rahayu Sulistyowati, S.Si

Team asistensi (manager kasus dan konselor) Rulia Ifadalina

12

II.3 Sasaran

Semua ibu hamil di RB Mardi Rahayu.

II.4 Target

Semua ibu hamil yang pernah menderita IMS harus menjalani VCT

Semua ibu hamil dengan suami yang menderita IMS harus menjalani VCT

II.5 Strategi

Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prosedur PMTCT

Kerjasama dengan PKBI Kota Semarang, Global Fund, Dinas Kesehatan Kota
Semarang, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Menjalin kerjasama dengan Klinik VCT di Semarang (RSUP dr. Karyadi, RSUD
Kota Semarang, RS Panti Wilasa, RSU Tugurejo).

Pelayanan VCT menjadi one day service

Merujuk penderita ke MK, KDS, layanan kesehatan

II.6 Program kegiatan

Penjangkauan Ibu hamil pada Bidan Praktik Swasta

Penjangkauan Ibu hamil melalui kader PKK dan kader Kesehatan

VCT (Voluntary, Counseling and Testing)

Pendampingan dan pemberian dukungan psikologis pada ibu hamil HIV positif

Pemberian Nutrisi pada ibu hamil HIV-positif

Pencegahan transmisi dari ibu positif (persalinan Caesar dan pemberian Susu
Formula pada bayi)

Penyuluhan PMTCT pada masyarakat (bumil, remaja usia produktif, kader


kesehatan desa)

VCT (Voluntary, Counseling and Testing) dilakukan bekerja sama dengan RS di


Kota Semarang yang memiliki Klinik VCT.

Penjangkauan dan pendampingan dilakukan pada ibu hamil yang memeriksakan


dirinya ke Bidan Praktik Swasta untuk diberikan pengetahuan tentang PMTCT
(Prevention of Mother to Child HIV Transsmission), layanan pemeriksaan IMS

13

(Infeksi Menular Seksual) di Klinik Satelit Griya ASA PKBI Kota Semarang
sertates VCT.

Pemberian dukungan psikologis pada ibu hamil berupa kunjungan kerumah


(Home Visit) ibu hamil yang berstatus HIV positif untuk diberikan nutrisi ibu
hamil, mengetahui permasalahan yang dihadapi ibu hamil dan diberikan
solusinya.

Pemberian susu formula pada bayi berupa pemberian susu formula pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu HIV positif agar tidak diberi ASI oleh ibunya, sehingga akan
memperkecil penularan virus HIV dari ibu ke bayi.

II.7 Aktivitas
Kegiatan PMTCT dilaksanakan dengan metode statis VCT dan
mobileVCT. StatisVCT adalah pusat konseling dan testing HIV/AIDS sukarela
terintegrasi dalam sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya
bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sedangkan
mobileVCT adalah layanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela model
penjangkauan dan keliling yang dilaksanakan oleh LSM atau layanan kesehatan
yang langsung mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang memiliki
perilaku berisiko atau berisiko tertular HIV/AIDS di wilayah tertentu.
Dari hasil kegiatan, apabila terdapat ibu hamil dengan HIV-positif, akan
diberikan ARV selama kehamilan dan persalinan, serta bantuan nutrisi sampai
umur kehamilan cukup bulan kemudian dirujuk ke spesialis Obstetri dan
Ginekologi untuk dilakukan persalinan secara sectio caesaria. Program dikatakan
berhasil bila ibu hamil dengan HIV-positif melahirkan bayi dengan HIV-negatif.
Setelah itu akan diberikan bantuan susu formula sampai usia 11 bulan.
Pemeriksaan untuk bayi berupa pemeriksaan PCR, yang dilakukan sesegera
mungkin untuk mengetahui status infeksi HIV.

14

Skrining yang dilakukan oleh Mahasiswa IKM FK Trisakti di RB Mardi


Rahayu, pada tanggal 16 Mei 2013:

No.

1.

Nama

Nama

Bumil

Suami

Ny. N

Tn.W

Alamat

Status Risiko
HIV

Rekomendasi

Jln. Peterongan Suami bekerja VCT bagi ibu


Timur no 322

sebagai

dan suami

panjaga
karaoke yang
pergi

setiap

hari

mulai

sore

hingga

keesokan
paginya.

2.

Ny. R

Tn. J

Jln. Peterongan Suami pasien

VCT bagi ibu

Sari No.20

dan suami

bekerja
sebagai
pegawai
swasta dan
sering
melakukan
perjalanan
dinas untuk
pekerjaanya
dan dalam 7
bulan terakhir
suami pasien
mengeluh
terdapat kutil
pada alat

15

kelamin

II.8 Intervensi dan Kebijakan


Melakukan kegiatan PMTCT di Kecamatan Peterongan. Apabila
didapatkan ibu hamil risiko tinggi segera disarankan untuk melakukan VCT.

II.9 Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan
Kegiatan PMTCT terlaksana dengan menjangkau sasaran 2 ibu hamil
yang memiliki resiko tertular HIV.
2. Saran
a. PMTCT mencari sumber dana lain agar kegiatan PMTCT dapat terlaksan aterus
menerus dan berkesinambungan.
b. Dilakukan PMTCT pada setiap ibu hamil dan dilakukan pemeriksaan VCT pada
ibu hamil risiko tinggi sebagai bagian dari ANC rutin.
c. Menyebarluaskan informasi mengenai HIV dan AIDS.
d. Mempromosikan kegiatan PMTCT ke masyarakat luas melalui media massa
sehingga meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan dan fungsi
dari PMTCT.

16

BAB III
LAMPIRAN
LAPORAN KASUS PMTCT DI KECAMATAN PETERONGAN
TANGGAL 16 MEI 2013

A. Laporan Kasus 1
Identitas Pasien
Nama

: Ny.N

Usia

: 17 tahun

Alamat

: Jln. Peterongan Timur no 322

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Kristen

Pendidikan

: SD

Status Pernikahan

: Menikah

Status Obsetrik

: G1P0A0

Identitas Suami
Nama

: Tn.W

Usia

: 27 tahun

Alamat

: Jln. Peterongan Timur no 322

Pekerjaan

: Penjaga Karaoke

Agama

: Kristen

Pendidikan

: SMP

Status Pernikahan

: Menikah

17

Keluhan Utama : Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien hamil G1P0A0 dengan usia kehamilan saat ini 4 bulan
(HPHT 6 Februari 2013 = 17 minggu).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak ada riwayat infeksi selama kehamilan,
hipertesi sebelum dan saat kehamilan, keputihan yang abnormal, asma,
penyakit jantung, dan riwayat transfusi.
Riwayat Obsetrik
G1P0A0, hamil ini, ANC 3X dan dilakukan di bidan. USG (-)
Riwayat Ginekologi
Usia pasien saat pertama kali haid adalah 11 tahun. Menstruasi
teratur. Pasien mengaku tidak pernah mengalami keputihan, rasa nyeri saat
berkemih, adanya benjolan atau tumbuhan disekitar alat kelamin,
perlukaan disekitar alat kelamin maupun rasa gatal di kemaluan.
Sebelumnya pasien belum pernah menggunakan KB.
Riwayat Kebiasaan dan Pekerjaan
Pasien tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol dan tidak
pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang baik yang diminum maupun
disuntik. Pasien tidak pernah melakukan seks bebas dan hanya setia pada
satu pasangan. Pasien juga belum pernah menerima transfusi darah. Sehari
hari pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Menurut pengakuan pasien, suami pasien tidak merokok namun
terkadang minum miuman beralkohol . Suami pasien tidak pernah
mengonsumsi obat-obatan terlarang baik yang dimium maupun disuntik.
Suami pasien belum pernah menerima tansfusi darah. Suami pasien

18

bekerja sebagai penjaga karaoke dan pergi rumah mulai dari jam 5 sore
hingga jam 6 pagi keesokan harinya.

Riwayat Pernikahan
Pasien baru menikah sekali. Pernikahan saat pasien berusia 17
tahun dan pernikahan telah berlangsung selama setengah tahun. Sebelum
menikah pasien dan suami tidak menjalani konseling pranikah termasuk
pemeriksaan kesehatan. Hubungan intim dilakukan pertama kali setelah
menikah denga frekuensi 3-4x/minggu tanpa menggunakan kondom.
Pengetahuan
Pasien tidak mengetahui penularan HIV-AIDS, penyebab, gejala,
penularan ke bayi, serta pencegahannya. Pasien juga tidak mengetahui
mengenai penyakit Gonorrhoea (kencing nanah), Sifilis (Raja singa/lues),
Herpes

simpleks,

Ulkus

mole,

Kondiloma

Akuminata

(Jengger

Ayam/Brondong Jagung) serta tidak mengetahui cara penularan penyakit


tersebut. Menurut pengamatan pasien suami pasien tidak menderita
penyakit HIV-AIDS maupun penyakit menular seksual setelah mengikuti
penyuluhan.
Perilaku
Pasien akan memeriksakan diri jika sakit di pelayanan kesehatan
yaitu di puskesmas terdekat. Di dalam keluarga tidak ada yang batuk yang
tidak sembuh-sembuh. Setelah melahirkan pasien mengaku ingin
mengikuti program KB dan hanya memiliki satu anak. Apabila ada
keluarga pasien yang menderita penyakit HIV, penyaktit menular seksual,
TBC maka sikap pasien adalah menolak untuk menerima namun tetap
mendorong untuk berobat. Sebaliknya, apabila pasien mengetahui dirinya
sendiri menderita penyakit HIV, penyakit menular seksual, TBC maka
sikap pasien adalah menolak namun tetap berusaha untuk mendapatkan
pengobatan.

19

.
Penilaian Resiko :
Individu
1. Pengetahuan yang kurang mengenai HIV, penyakit menular seksual,
dan TBC.
2. Pasien tidak menjalani konseling pra-nikah.
3. Pasien saat ini hamil 17 Minggu.

Pasangan
1. Potensial resiko tinggi.
2. Suami bekerja sebagai panjaga karaoke yang pergi setiap hari mulai
sore hingga keesokan paginya.

Hasil
PRONG I :
Kasus WUS hamil non RESTI dan tidak tertular HIV

Kasus potensial resiko HIV karena : Suami bekerja sebagai panjaga


karaoke yang pergi setiap hari mulai sore hingga keesokan paginya.

Rekomendasi
1. Memberikan informasi mengenai HIV dan IMS mengenai penyebab,
gejala, cara penularan, pncegahan dan komplikasi serta cara menjaga
kebersihan alat reproduksi denga cara direct education oleh petugas
kesehatan.
2. Memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya pada
pelayanan kesehatan setempat engan frekuensi sesuai dengan masa
kehamilannya.
3. Memotivasi ibu hamil utuk melakukan skrinning IMS dan VCT

20

4. Memotivasi ibu hamil utuk menganjurkan pasangannya untuk


melakukan skrining IMS dan VCT.
5. Praktik persalinan aman dengan menggunakan operasi caesar di tempat
pelayanan kesehatan yang memadai jika hasil VCT pada saat
kehamilan positif.

B. Laporan Kasus 2

Identitas Pasien
Nama

: Ny.R

Usia

: 25 tahun

Alamat

: Jln. Peterongan Sari No.20

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Isllam

Pendidikan

: SMA

Status Pernikahan

: Menikah

Status Obsetrik

: G1P0A0

Identitas Suami
Nama

: Tn.J

Usia

: 26 tahun

Alamat

: Jln. Peterongan Sari No.20

Pekerjaan

: Pegawai Swasta

Agama

: Islam

21

Pendidikan

: Sarjana

Status Pernikahan

: Menikah

Keluhan Utama : -

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien hamil G1P0A0 dengan usia kehamilan saat ini 7 Bulan
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak ada riwayat infeksi selama kehamilan,
hipertesi sebelum dan saat kehamilan, keputihan yang abnormal, asma,
penyakit jantung, dan riwayat transfusi.
Riwayat Obsetrik
G1P0A0, hamil ini, ANC 6X, dilakukan di bidan. USG sebanyak 4 kali

Riwayat Ginekologi
Usia pasien saat pertama kali haid adalah 15 tahun. Menstruasi
teratur. Pasien mengaku tidak pernah mengalami keputihan, rasa nyeri saat
berkemih, adanya benjolan atau tumbuhan disekitar alat kelamin,
perlukaan disekitar alat kelamin maupun rasa gatal di kemaluan.
Sebelumnya pasien belum pernah menggunakan KB.
Riwayat Kebiasaan dan Pekerjaan
Pasien tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol,

dan

tidak pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang, baik yang diminum


maupun disuntik. Pasien

mengaku pertama kali melakukan hubungan

seksual saat berusia 17 tahun dengan pacar dan tidak menggunakan


kondom . Namun menurut pengakuan pasien setelah menikah pasien
22

hanya melakukan hubungan seksual dengan suami pasien. Pasien juga


belum pernah menerima transfusi darah. Sehari hari pasien bekerja sebagai
ibu rumah tangga.
Menurut pasien, suami pasien merokok dan dalam sehari pasien
bisa menghabiskan 1 bungkus rokok. Suami pasien

tidak minum

minuman beralkohol dan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan


terlarang baik yang dimium maupun disuntik. Suami pasien belum pernah
menerima tansfusi darah. Suami pasien bekerja sebagai pegawai swasta
dan sering melakukan perjalanan dinas untuk pekerjaanya. Dalam sebulan
biasanya diperlukan waktu selama 2 minggu untuk pergi keluar kota untuk
melaksanakan tugas dari kantornya. Menurut pengakuan pasien dalam 7
bulan terakhir suami pasien mengeluh terdapat kutil pada alat kelamin.
Dari pengamatan pasien kutil awalnya hanya timbul satu namun sekarang
jumlahnya bertambah menjadi 4. Suami tidak ada keluhan demam,warna
kutil sama dengan warna kulit,tidak kemerahan, namun bila ditekan terasa
sakit. Pasien mengaku suami belum memeriksakan diri ke dokter dan
belum mendapatkan pengobata
Riwayat Pernikahan
Pasien baru menikah sekal. Pernikahan saat pasien berusia 24
tahun dan pernikahan telah berlangsung selama 1 tahun. Sebelum menikah
pasien dan suami tidak menjalani konseling pranikah termasuk
pemeriksaan kesehatan. Hubungan intim dilakukan pertama kali saat
pasien berusia 17 tahun dengan pacar pasien tanpa menggunakan kondom.
Pasien mengaku hanya sekali melakukan hubungan intim dengan pacarnya
dan tidak lagi melakukanya sampai pasien menikah . Hubungan inti
setelah menikah dengan frekuensi 3-4x/minggu tanpa menggunakan
kondom.
Pengetahuan
Pasien tidak mengetahui penularan HIV-AIDS, penyebab, gejala,
penularan ke bayi serta pencegahannya. Pasien juga tidak mengetahui
mengenai penyakit Gonorrhoea (kencing nanah), Sifilis(Raja singa/lues),
23

Herpes

simpleks,

Ulkus

mole,

Kondiloma

Akuminata

(Jengger

Ayam/Brondong Jagung), serta tidak mengetahui cara penularan penyakit


tersebut. Menurut pengamatan pasien suami pasien tidak menderita
penyakit HIV-AIDS maupun penyakit menular seksual setelah mengikuti
penyuluhan.
Perilaku
Pasien akan memeriksakan diri jika sakit di pelayanan kesehatan
yaitu di puskesmas terdekat. Di dalam keluarga tidak ada yang batuk yang
tidak sembuh-sembuh. Setelah melahirkan pasien mengaku ingin
mengikuti program KB dan hanya memiliki satu anak. Apabila ada
keluarga pasien yang menderita penyakit HIV, penyaktit menular seksual,
TBC maka sikap pasien adalah menerima dan mendorong untuk berobat
menolak. Sebaliknya, apabila pasien mengetahui diri sendiri menderita
penyakit HIV, penyaktit menular seksual, TBC, pasien akan menerima dan
tetap berusaha untuk mendapatkan pengobatan.
Penilaian Resiko :
Individu
Pasien saat ini hamil
1. Pengetahuan yang kurang mengenai HIV, penyakit menular seksual,
dan TBC.
2. Pasien tidak menjalani konseling pra-nikah.
3. Pasien pernah melakukan hubungan intim dengan pacar tanpa ikatan
pernikahan dan tidak menggunakan kondom.
4.

Saat ini pasien hamil 28 minggu.

Pasangan
1.

Resiko tinggi.

2. Suami pasien bekerja sebagai pegawai swasta dan sering melakukan


perjalanan dinas untuk pekerjaanya. Dalam sebulan biasanya

24

diperlukan waktu selama 2 minggu untuk pergi keluar kota untuk


melaksanakan tugas dari kantornya.
3. Dalam 7 bulan terakhir suami pasien mengeluh terdapat kutil pada alat
kelamin. tidak ada keluhan demam,warna kutil sama dengan warna
kulit,tidak kemerahan, namun bila ditekan terasa sakit. Pasien
mengaku suami belum memeriksakan diri ke dokter dan belum
mendapatkan pengobatan.
PRONG I :
Kasus WUS hamil RESTI dan tidak tertular HIV

Kasus beresiko tinggi HIV karena :


1.

Suami pasien bekerja sebagai pegawai swasta dan sering


melakukan perjalanan dinas untuk pekerjaanya. Dalam sebulan
biasanya diperlukan waktu selama 2 minggu untuk pergi keluar
kota untuk melaksanakan tugas dari kantornya.

2. Dalam 7 bulan terakhir suami pasien mengeluh terdapat kutil pada


alat kelamin. tidak ada keluhan demam,warna kutil sama dengan
warna kulit,tidak kemerahan, namun bila ditekan terasa sakit.
Pasien mengaku suami belum memeriksakan diri ke dokter dan
belum mendapatkan pengobatan.
3. Pasien pernah melakukan hubungan intim dengan pacar tanpa
ikatan pernikahan dan tidak menggunakan kondom.
Rekomendasi
1. Memberikan informasi mengenai HIV, IMS, beserta penyebab, gejala,
cara penularan, pncegahan dan komplikasi serta cara menjaga
kebersihan alat reproduksi denga cara direct education oleh petugas
kesehatan.
2. Memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya pada
pelayanan kesehatan setempat dengan frekuensi sesuai dengan masa
kehamilannya.
3. Memotivasi ibu hamil utuk melakukan skrinning IMS dan VCT.

25

4. Memotivasi ibu hamil utuk menganjurkan pasangannya untuk


melakukan skrining IMS dan VCT.
5. Praktik persalinan aman dengan menggunakan operasi caesar di tempat
pelayanan kesehatan yang memadai jika hasil VCT pada saat
kehamilan positif.

C. Laporan Kasus 3
Identitas Pasien
Nama

: Ny.P

Usia

: 23 tahun

Alamat

: Jln. Argorejo 2

Pekerjaan

: WPS

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Status Pernikahan

: Belum Menikah

Status Obsetrik

: G0P0A0

Keluhan Utama : -

Riwayat Penyakit Sekarang : -

Riwayat Penyakit Dahulu : -

Riwayat Obsetrik

26

G0P0A0

Riwayat Ginekologi
Usia pasien saat pertama kali haid adalah 12 tahun. Menstruasi
teratur. Pasien mengaku tidak pernah mengalami keputihan, rasa nyeri saat
berkemih, adanya benjolan atau tumbuhan disekitar alat kelamin,
perlukaan disekitar alat kelamin maupun rasa gatal di kemaluan. Selama
ini dalam melayani tamu, pasien mengaku selalu menggunakan kondom
sebagai pengaman..
Riwayat Kebiasaan dan Pekerjaan
Pasien merokok, dalam sehari kurang lebih 5-6 batang rokok
(tergantung jumlah pelanggan yang dilayani), dan pasien sering minum
minuman beralkohol, namun pasien mengaku tidak sampai mabuk. Pasien
tidak pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang, baik yang diminum
maupun disuntik. Pasien

mengaku pertama kali melakukan hubungan

seksual saat berusia 15 tahun dengan pacarnya dan tidak menggunakan


kondom . Sehari hari pasien bekerja sebagai WPS di Sunan Kuning,
menurut pengakuan pasien, pasien telah bekerja sebagai WPS sejak 2
tahun yang lalu. Pasien mengaku bahwa sebelum menjadi WPS, pasien di
ajak oleh temannya, dan dijanjikan bekerja sebagai petugas karaoke,
namun setibanya di Semarang, pekerjaan ini dirasakan oleh pasien
kurang mendapatkan keuntungan yang lebih, sehingga pasien memilih
ntuk mejadi petugas karaoke dan WPS.
Pengetahuan
Pasien mengetahui mengenai penularan HIV-AIDS, namun belum
mengetahui mengenai penyebab, gejala, penularan ke bayi, komplikasi
serta bagaimana pencegahannya. Pasien juga

mengetahui mengenai

penyakit Gonorrhoea (kencing nanah), Sifilis(Raja singa/lues), Herpes


simpleks, Ulkus mole, Kondiloma Akuminata (Jengger Ayam/Brondong
Jagung), serta mengetahui cara penularan penyakit tersebut. Menurut
27

pengamatan pasien selama ini para pelanggan yang dilayananinya tidak


ada yang menderita penyakit seperti ini diatas.
Perilaku
Pasien akan memeriksakan diri jika sakit di pelayanan kesehatan
yaitu di puskesmas terdekat. Pasien mengaku berencana ingin keluar dari
pekerjaan sehari-harinya ini, dan ingin berkeluarga secara normal, dan
berencana ingin mempunyai anak di kemudian hari. Apabila ada keluarga
pasien yang menderita penyakit HIV, penyaktit menular seksual, TBC
maka sikap pasien adalah

menerima dan mendorong untuk berobat

menolak. Sebaliknya, apabila pasien mengetahui diri sendiri menderita


penyakit HIV, penyaktit menular seksual, TBC, pasien akan menerima dan
tetap berusaha untuk mendapatkan pengobatan.
Penilaian Resiko :
Individu
1. Pasien selalu berganti-ganti pasangan setiap harinya.
2. Pasien adalah WUS yang bekerja sebagai WPS.
3. Pengetahuan yang kurang mengenai HIV/AIDS.
4. Pasien pernah melakukan hubungan intim dengan pacar tanpa
ikatan pernikahan dan tidak menggunakan kondom.

PRONG I :
Kasus WUS hamil RESTI dan tidak tertular HIV

Kasus beresiko tinggi HIV karena :


1. Pasien adalah WUS yang bekerja sebagai WPS sehingga selalu
berganti-ganti pasangan setiap harinya.
2. Pasien pernah melakukan hubungan intim dengan pacar tanpa
ikatan pernikahan dan tidak menggunakan kondom.

28

Rekomendasi
1. Memberikan informasi mengenai HIV, IMS, beserta penyebab, gejala,
cara penularan, pncegahan dan komplikasi serta cara menjaga
kebersihan alat reproduksi denga cara direct education oleh petugas
kesehatan.
2. Memotivasi agar selalu melakukan skrinning IMS dan VCT.
3. Memotivasi agar kedepannya, utuk menganjurkan pasangannya untuk
melakukan skrining IMS dan VCT.
4. Praktik persalinan aman dengan menggunakan operasi caesar di tempat
pelayanan kesehatan yang memadai jika hasil VCT pada saat
kehamilan positif.

29

DAFTAR PUSTAKA

1.

Program Pencegahan Penularan HIV dari ibu ke Bayi (PMTCT). Diunduh dari
http://www.ypi.or.id/informasi/berita/51-program-pencegahan-penularan-hiv-dariibu-ke-bayi-pmtct-pengalaman-yayasan-pelita-ilmu.Diakses tanggal 7 April 2013.

2.

Griya PMTCT PKBI Kota Semarang. Griya PMTCT. Ditemukan di


http://griyapmtct.blogspot.com. Diakses tanggal7 April 2013.

3.

PMTCT. Diunduh dari http://spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1075. Diakses


tanggal 12 April 2013.

4.

WHO. Background. PMTCT Strategic Vision 2010-2015. Ditemukan di


http://www.who.int/hiv/pub/mtct/strategic_vision.pdf. Diakses tanggal 7 April
2013.

5.

Kuntoro A. Handout Pencegahan Penularan HIV Pada Perempuan Bayi dan Anak.
Semarang 2012.

30

Anda mungkin juga menyukai