BAB IV
STUDI SEDIMENTOLOGI
Studi sedimentologi diharapkan akan dapat menjelaskan serta memberikan pemahaman
terhadap proses-proses yang bekerja selama terbentuknya batuan sedimen (proses
sedimentasi). Selama proses pembentukan batuan sedimen terjadinya erosi dan transportasi
merupakan aspek penting dalam sejarah sedimentasi karena keduanya mempengaruhi tekstur,
struktur sedimen dan komposisi dari batuan sedimen yang secara langsung direpresentasikan
pada batuan melalui fakta-fakta yang ditemukan dari data-data hasil observasi batuan di
lapangan.
Data-data hasil observasi batuan di lapangan dicatat dan direkam baik itu tekstur dan
struktur sedimen dari suatu batuan kemudian dibuatlah lintasan pengukuran penampang
stratigrafi batuan. Hasil dari pengukuran penampang stratigrafi batuan nantinya akan
didapatkan kondisi lingkungan pengendapan serta model dari geometri unit batuan.
Stratigrafi batuan juga digunakan untuk merepresentasikan sejarah geologi yang ada pada
daerah penelitian. Selain itu untuk mendukung hasil penelitian maka dilakukan rekonstruksi
penampang stratigrafi batuan serta analisis struktur maupun analisis laboratorium dari
komposisi mineral pada sayatan tipis petrografi dan analisis mikrofosil. Di daerah penelitian,
batuan sedimen yang tersingkap antara lain atau sebagian besar adalah endapan turbidit dari
Formasi Cinambo dan Anggota Jatigede.
63
64
endapan turbidit ini juga didapatkan endapan berukuran kasar-sangat kasar seperti
konglomerat atau breksi yang membentuk perselingan.
Gambar 4.2 Urutan Struktur Sedimen dari Sedimen Aliran Gravitasi (Sediment Gravity Flow) (Middleton dan
Hampton, 1973 op. cit. Koesoemadinata, 1985).
65
Turbidit merupakan petunjuk dari endapan laut dalam yang secara efektif terjadi dibagian
bawah dari dasar arus badai lautan yang tergantung oleh cekungan dan kedalaman minimum
250-300 m (Walker, 1992). Mekanisme mengenai bagaimana pengendapan sedimen oleh
arus turbidit (Gambar 4.3) diilustrasikan Walker (1992) dengan sangat jelas, yaitu:
A. Turbulen penuh mengakibatkan sedimentasi dalam suspensi yang disebabkan oleh
turbulen fluida.
B. Kecepatan arus perlahan turun, butiran yang lebih kasar turun ke bawah dan menetap
pada dasar arus.
C. Arus bagian atas masih berjalan membawa butiran, tumbukan antar butir berkurang
sampai akhirnya berhenti membentuk lapisan berikutnya.
Gambar 4.3 Mekanisme Pengendapan Sedimen oleh Arus Turbidit (Walker, 1992).
Model turbidit ini dapat di melalui karakter struktur sedimen batuan yang lebih dikenal
sebagai model sekuen Bouma, 1962 dengan urutan dari bawah ke atas (Gambar 4.4):
Raden Ario Wicaksono/12005043
66
A. Gradded Interval (Ta) merupakan perlapisan bersusun (ukuran besar butir perlapisan
bersusun) pada batupasir atau batupasir massive. Ukuran besar butir secara vertikal ke
atas dapat semakin halus maupun sebaliknya.
B. Lower Interval of Parallel Lamination (Tb) merupakan perselingan antara batupasir
dengan serpih atau batulempung, kontak umumnya secara berangsur. Struktur ini
merepresentasikan upper flow regime.
C. Current Ripple Lamination/Wavy/Convolute (Tc) merupakan struktur perlapisan
bergelombang dan konvolut. Struktur ini merepresentasikan lower flow regime. Pada
interval ini mempunyai besar butir yang lebih halus dibandingkan struktur sedimen pada
sekuen Bouma dibawahnya.
D. Upper Interval of Parallel Lamination (Td) merupakan lapisan sejajar, besar butir mulai
dari pasir sangat halus sampai batulanau dan batulempung. Interval laminasi sejajar
bagian atas, tersusun perselingan antarabatupasir halus dan lempung, kadang-kadang
lempung pasirannya berkurang ke arah atas. Bidang sentuh antar lapisannya sangat jelas.
E. Pelitic Interval (Te) merupakan susunan batuan bersifat lempungan, tidak menunjukan
struktur sedimen, material pasiran berkurang, ukuran besar butir makin halus,
foraminifera semakin sering ditemukan.
Gambar 4.4 Model Sekuen Bouma (A.H. Bouma, 1962 op. cit. Friedman dan Sanders, 1978).
Rezim Aliran (flow regime) (Gambar 4.5) didefinisikan sebagai hubungan antar agregat
yang lazim terdapat pada daerah sekitar arus air serta mempengaruhi bentuk dan cara
transportasi dari sedimen akibat energi arus (D.R. Simon, et al, 1965 op. cit. Friedman dan
Sanders, 1978). Rezim ini terbagi dua, yaitu:
Raden Ario Wicaksono/12005043
67
Gambar 4.5 Hubungan Arus dengan Pengedapan dan Transpotasi Butir (D.R. Simon, et al, 1965 op. cit.
Friedman dan Sanders, 1978).
68
Gambar 4.6 Klasifikasi Fasies Turbidit (Mutti dan Ricci Lucchi, 1972, op. cit. Koesoemadinata, 1985).
69
bedding, dish, lenticular, serta batas pada dasar dari batuannya irregular dan adanya
erosi.
4. Konglomerat (Clast-supported conglomerates).
Ketebalan bed mulai dari beberapa meter sampai 50 m dengan batas bed yang tegas.
Dikarakterisasikan oleh inverse graded bedding/normal graded bedding, parallel, dan
cross bedding.
5. Batulempung kerikilan, aliran debu, slump dan slide (Matrix-supported bed).
Terdiri dari batuan dengan masa dasar pasir/lempung dengan fragmen pasir, kerikil,
kerakal dan bongkah serta slump. Bed perlapisan kacau dengan inverse graded
bedding/normal graded bedding yang tidak konsisten.
Walker (1978) juga menjelaskan mekanisme proses pengendapan sedimen oleh turbidit
serta hubungannya dengan waktu/ruang, fasies dan konsentrasi cairan (Gambar 4.7).
Gambar 4.7 Mekanisme Proses Pengendapan Sedimen oleh Turbidit serta Hubungannya dengan Waktu/Ruang,
Fasies dan Konsentrasi Cairan (Walker, 1992).
70
Kipas atas (upper fan), dikarakteristikkan oleh endapan dari kipas lembah-lembah sungai
(leveed fan valeys).
2.
Kipas tengah (middle fan), pengendapan secara cepat terjadi pada akhir penendapan kipas
lembah-lembah sungai (leveed fan valeys) membentuk suprafan.
3.
Kipas bawah (lower fan), pengendapannya tidak dikontrol oleh relief topografi utama
(major topographic relief) dan sedimennya mengisi pada daerah lingkungan dari
dataran/dasar cekungan (basin-plain environment) dimana endapan dari kipas ini
dibentuk sampai ke batas cekungan atau dataran abisal (abyssal plain) untuk kipas besar.
Gambar 4.8 Model Kipas Laut Dalam (Submarine Fan) (Normark, 1970a op. cit. Normark, 1978).
Proses pengisian pada endapan kipas laut dalam (submarine fan deposit) sudah banyak
dijelaskan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Gambaran mengenai bagaimana proses
pengisian pada endapan kipas laut dalam (Gambar 4.9) secara lengkap diilustrasikan oleh
Galloway (1998).
71
Gambar 4.9 Skema Sejarah dari Erosi dan Pengisian pada Jurang Endapan Laut Dalam (Submarine Canyon)
(Galloway, 1998).
Suatu morfologi slump (Gambar 4.10) yang ideal memperlihatkan beberapa elemen,
morfologi ini dibentuk oleh derajat kemiringan lereng sedang-tinggi proses dengan
mekanisme luncuran kohesif (cohesive slide) atau aliran debu fluida (fluid debris flow).
72
Gambar 4.10 Morfologi dan Arsitektur Pengendapan dari Slump yang Besar (Galloway dan Hobday, 1996 op.
cit. Galloway, 1998).
Asosiasi dari fasies-fasies digambarkan oleh Mutti dan Ricci Lucchi (1972) pada model
kipas laut dalam dan perkiraan susunan urutan stratigrafinya (Gambar 4.11):
1. Asosiasi Lereng (Slope).
Didominasi oleh sedimen berbutir halus dari fasies G. Selain itu terdapat beberapa
endapan kacau (kedudukan lapisannya kacau) dari fasies F dan endapan dari fasies A.
2. Asosiasi Kipas laut dalam (Submarine fan).
Dikelompokkan menjadi beberapa subasosiasi, yaitu :
Kipas dalam (Inner fan). Dicirikan oleh submarine channel dari fasies A dan B (sering
juga terdapat fasies F) selain itu terdapat fasies C, D dan G.
Kipas tengah (Middle fan). Dicirikan persebaran batupasir yang luas dengan
pengendapan yang menebal dan mengasar ke atas terdiri dari fasies A dan B.
Kipas luar (Outer fan). Dicirikan dengan pengendapan yang menipis dan menghalus ke
atas terdiri dari fasies C dan D. Beberapa interval fasies G juga ditemukan.
3. Asosiasi dasar cekungan (Basin plan)
Endapannya merupakan endapan hemipelagik yang terdiri dari fasies D dan G.
73
Gambar 4.11 Model Kipas Laut Dalam dan Perkiraan Susunan Urutan Stratigrafinya (Mutti dan Ricci Lucchi,
op. cit. Mutti, et al., 1992).
Walker (1978) membagi model endapan kipas laut dalam (submarine fan deposit)
(Gambar 4.12) menjadi empat bagian, yaitu:
1. Lembah alur pengisi (Feeder channel).
Lembah ini merupakan alur dari sedimen yang membentuk kipas laut dalam. Lembah
ini memotong lereng kontinen (continental slope) yang dapat menerus ke pantai. Dari
penyelidikan kipas laut dalam Resen ternyata lebih banyak berasal dari lembah saluran
pengisi berisi sedimen berukuran halus yang paling kasar adalah pasir.
2. Kipas Atas (Upper fan).
Bagian kipas atas terletak tepat di bawah dari lembah alur pengisi pada bagian bawah
lereng kontinen. Daerah ini merupakan pengendapan pertama dari suatu sistem kipas laut
dalam, yang berarti tempat dimana aliran gravitasi itu berhenti oleh perubahan
Raden Ario Wicaksono/12005043
74
kemiringan. Oleh karena itu seandainya aliran pekat (gravitasi, endapan ulang) membawa
fragmen ukuran kasar, maka di bagian kipas atas inilah tempat fragmen itu diendapkan.
Suatu kipas laut dalam yang pengisiannya oleh sungai dan delta berarti aliran dengan
kecepatan dan kepekatan rendah (Normark, 1985 op. cit. Martodjojo, 1984) akan
membentuk tanggul alam (levee) yang jelas pada kiri dan kanannya.
Ukuran kipas atas tergantung dari besar dan kecilnya ukuran kipas tersebut. Lebarnya
dapat mencapai dari ratusan meter sampai beberapa kilometer, dengan kedalaman dari
puluhan sampai ratusan meter. Model Walker (1978) memberikan gambaran mengenai
urutan macam struktur sedimen kipas atas ke bawah (Gambar 4.12). Bagian teratas
ditandai oleh aliran debris (debris flow) berstruktur longsoran (slump) dan kalau
sedimennya berupa konglomerat maka, umumnya butirannya tidak beraturan.
3. Kipas Tengah (Middle fan).
Secara morfologi dari penyelidikan kipas laut salam Resen, Normark (1978)
mengatakan bahwa bagian ini dapat dibagi menjadi dua yakni suprafan dan suprafan
lobes. Suprafan yang terletak lebih ke hulu, mempunyai morfologi yang menonjol
dibanding dengan bagian kipas lainnya. suprafan dibedakan dari suprafan lobes
disamping ketinggiannya dari dasar lautan, tetapi juga oleh morfologi di dalamnya.
Suprafan umumnya ditandai lembah yang tidak mempunyai tanggul alam (Normark,
1978) dimana lembah tersebut saling menganyam (braided), sehingga dalam profil
seismik berbentuk bukit-bukit kecil (hummocky).
Bagian suprafan lobes, sebenarnya lebih merupakan model yang kadang-kadang
sulit untuk diterapkan. Masalah dasar tumbuhnya model bagian ini, adalah adanya suatu
urutan batuan yang cirinya sangat menyerupai ciri dari kipas luar tetapi masih
menunjukkan bentuk-bentuk gambar torehan, dimana ciri terakhir ini menurut Walker
(1975) adalah khas suprafan.
4. Kipas Bawah (Lower fan).
Kipas bawah terletak pada bagian luar dari sistem kipas laut dalam. Umumnya
mempunyai morfologi yang datar atau sangat landai (Normark 1970). Oleh karena itu
dari keempat macam sistem aliran gravitasi tersebut, yang paling mungkin mencapai
75
bagian luar dari kipas ini adalah sistem dari arus turbidit (turbidity current) (Middleton
dan Hampton, 1973).
Gambar 4.12 Model dari endapan Kipas Laut Dalam (Submarine Fan Deposit), Hubungan Fasies, Morfologi Kipas,
dan Lingkungan Pengendapan (Walker,1978).
Model berikutnya adalah model dari endapan pasang-surut (tide depositional) (Gambar 4.13)
dipengaruhi oleh fluktuasi level muka air laut diakibatkan oleh gaya tarik (gravitation) bulan dan
matahari yang mendekat saat bulan mengelilingi bumi atau bumi mengelilingi matahari karena
orbital/lintasan perputarannya berbentuk elips. Jarak bulan dengan bumi dekat mengakibatkan
gaya tarik bulan terhadap bumi dua kali lebih besar dibandingkan bumi dengan matahari
(Dalrymple, 1992). Gelombang pasang-surut (tide wave) menyebabkan level permukaan laut
menjadi naik dan turun secara teratur. Kenaikan dari level muka air dikenal sebagai pasang naik
(flood tide) sedangkan level muka air turun dikenal sebagai pasang surut (ebb tide) (Dalrymple,
1992).
Raden Ario Wicaksono/12005043
76
Arus pasang-surut (tide current) memiliki kecepatan dan arah yang secara sistematik
bervariasi dalam suatu siklus pasang. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi dari suatu daerah (lintang
dan bujur), kondisi lingkungannya (paparan laut yang terbuka atau memiliki penahan (barrier)).
Biasanya kecepatan arus pasang-surut lebih besar dari 0.5 m/s pada semua area yang lebih
dangkal dari 60 m, dengan kecepatan puncak mencapai 1.2 m/s (Twitchell, 1983 op.cit.
Dalrymple, 1992). Sedangkan pada daerah yang lebih dalam, kecepatan arus kurang dari 0.2 m/s.
Lingkungan pengendapan pada sistem pengendapan yang didominasi pasang-surut (tidedominated depositional system) terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Dataran pasang-surut (tidal flat) terdiri dari pasiran sampai lempungan yang berada di
tepi garis pantai.
2. Punggungan bukit pasir pasang-surut (tidal sand ridge) yang memanjang dengan lapisan
dari gelombang pasir (sand wave) yang terjadi pada lepas pantai (offshore), estuari, delta,
dan laut dangkal.
77
Hubungan lingkungan pengendapan dengan fasies yang terdapat pada endapan pasangsurut (tide depositional), yaitu:
1. Subtidal.
Bagian ini merupakan bagian terluar sistem ini yang langsung berhubungan dengan
laut lepas dan daerah ini lebih dipengaruhi oleh arus laut arus. Terdiri dari sedimen
berukuran sangat halus sampai halus seperti batulempung dan batupasir dengan fasies
berupa tidal channel terdapat struktur sedimen parallel lamination, cross bedding dan
graded bedding walau beberapa tempat tidak terdapat struktur sedimen.
2. Intertidal.
Bagian ini berada lebih dangkal dan di atas subtidal serta dipengaruhi oleh arus
pasang-surut dibandingkan arus laut. Terdiri dari sedimen berukuran sangat halus sampai
halus seperti batulempung dan batupasir dengan fasies berupa sand flat, mixedflat, dan
mudflat terdapat struktur sedimen struktur sedimen parallel lamination, wave ripple dan
cross bedding. Bagian atas dari zona ini didominasi batulempung.
3. Supratidal.
Bagian ini berada di atas intertidal dan zona ini berada pada laut sangat dangkal
sampai sampai darat. Daerah ini hanya dipengaruhi oleh arus pasang-surut. Terdiri dari
sedimen berukuran sangat halus yaitu batulempung.
78
fasies. Asosiasi fasies mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dari fasies-fasies
itu terbentuk (Mutti dan Ricci Luchi, 1972).
Lingkungan pengendapan biasanya diklasifikasikan berdasarkan geomorfologi. Selain itu
faktor fisika dan kimia biasanya berpengaruh pada habitat organisme (ekologi). Secara umum
dikenal tiga macam lingkungan pengendapan, yaitu lingkungan pengendapan darat (nonmarine), transisi, dan laut (marine).
4.4.1. Analisis Fasies dan Asosiasi Fasies pada Lintasan 1
Pada lintasan 1 terdapat tiga satuan yaitu: batulempung, breksi-batupasir, dan
batulempung-batupasir (dari termuda ke tua). Satuan batulempung dan satuan batulempungbatupasir mengandung foraminifera melimpah sedangkan untuk satuan breksi-batupasir
kandungan fosil masih dapat ditemukan pada sisipan batulempung namun jumlahnya tidak
sebanyak satuan-satuan lainya dan breksi dari satuan ini memiliki jenis fragmen polimik serta
terdapat koral. Pada satuan breksi-batupasir dan satuan batulempung-batupasir merupakan
endapan turbidit sedangkan satuan batulempung bukan merupakan endapan turbidit tetapi
endapan pasang-surut (tidal) yang merupakan lingkungan transisi dengan mekanisme
suspensi serta dipengaruhi gelombang pasang naik dan surut dari laut.
Analisis fasies yang digunakan mengacu pada klasifikasi fasies turbidit Muti dan Ricci
Lucchi untuk menunjukkan lingkungan pengendapan dari dari satuan-satuan yang termasuk
kedalam sistem endapan turbidit. Selain klasifikasi ini, penggolongan fasies turbidit juga
memakai klasifikasi turbidit Walker sebagai pemahaman bagaimana Walker melakukan
penyederhanaan kelompok fasies dari klasifikasi yang dikeluarkan sebelumnya oleh Mutti
dan Ricci Lucchi. Sedangkan untuk analisis fasies dari satuan yang termasuk kedala sistem
endapan pasang-surut (tidal) menggunakan klasifikasi dan model lingkungan pengendapan
dari Dalrymple. Foto-foto mengenai poin-poin lokasi pada lintasan ini secara jelas dapat
dilihat pada Bab 3.
Analisis fasies dimulai dari satuan termuda kemudian ke satuan yang lebih tua. Analisis
fasies dan sedimentasi pada lintasan 1 pengukuran penampang stratigrafi (poin Cp-1 sampai
Cp-9) (Gambar 4.14) terdiri satuan batulempung terdapat fasies Mixedflat (batupasir dan
batulempung) dan Mudflat (batulempung) (Dalrymple, 1992).
79
Mudflat
Mixedflat
Gambar 4.14 Analisis Fasies dan Sedimentasi pada Lintasan 1 Pengukuran Penampang Stratigrafi (Poin Cp-1
sampai Cp-9) dan Hubungannya dengan Model dari endapan Tidal Flat (Dalrymple, 1992).
Hasil analisis mikropaleontologi menunjukkan zona low tide level (Gambar 4.14) daerah
Transisi-Neritik Tengah (Lampiran B), dengan lingkungan pengendapan bagian atas subtidal
sampai intertidal dengan mekanisme pengendapan batupasir dipengaruhi rezim aliran bawah
(Lower flow regime) sehingga membentuk struktur sedimen berupa ripple/wavy. Sedangkan
batulempung diendapkan melalui mekanisme suspensi. Sedimentasinya sebentar ada sebentar
tidak (intermittent) dan juga dipengaruhi arus pasang-surut. Satuan batulempung ini
disetarakan dengan Formasi Kaliwangu menurut Martodjojo (1984). Formasi Kaliwangu
merupakan hasil endapan zona pasang-surut dengan lingkungan pengendapannya relatif
reduksi, dangkal tetapi sering dipengaruhi aliran air (Martodjojo, 1984)
Analisis fasies dan sedimentasi pada lintasan 1 pengukuran penampang stratigrafi (poin
Cp-10 sampai Cp-26) (Gambar 4.15) pada satuan batulempung-batupasir terdapat fasies C
dan fasies D dan satuan breksi-batupasir terdapat fasies A1, fasies A4 dan fasies C
80
(klasifikasi Mutti dan Ricci Lucchi, 1972) sedangkan menurut klasifikasi Walker (1978)
Classic turbidites
Clast-supported
conglomerates
Fasies A1
Fasies C
Fasies C
Classic
Fasies C
Fasies D
Fasies A1
Clast-supported
conglomerates
Classic turbidites
Fasies A4
Fasies A1
Clast-supported
conglomerates
Fasies A1
Fasies C turbidite
Gambar 4.15 Analisis Fasies dan Sedimentasi pada Lintasan 1 Pengukuran Penampang Stratigrafi (Poin Cp-10
sampai Cp-26) dan Hubungannya dengan Model Fasies Turbidit (Mutti dan Ricci Lucchi, 1972 op. cit. Mutti et al.,
2009; Walker, 1978).
81
82
Fasies C
Clast-supported
conglomerates
Matrix-supported
bed
Fasies A1
Classic turbidites
Fasies C
Fasies A4
Fasies A1
Fasies A1
Fasies A4
Clast-supported
conglomerates
Fasies A1
Gambar 4.16 Analisis Fasies dan Sedimentasi pada Lintasan 1 Pengukuran Penampang Stratigrafi (Poin Bp-14a
sampai Bp-18) dan Hubungannya dengan Model Fasies Turbidit (Mutti dan Ricci Lucchi, 1972 op. cit. Mutti et al.,
2009; Walker, 1978).
83
Lingkungan pengendapan zona batial atas-neritik luar (Lampiran B) dan merupakan inner
fan (klasifikasi Mutti dan Ricci Lucchi, 1972) dengan mekanisme pengendapan breksibatupasir pada mekanisme aliran debris/rombakan (debris flow). Diselingi dengan
mekanisme aliran butiran (grain flow) yang mengendapkan batupasir kerakalan (pebbly
Pebbly
sandstones
Clast-supported conglomerates
Clast-supported
Matrixconglomerates supported bed
Fasies A1
Fasies A4
Fasies A1
Fasies A4
Fasies A1
Fasies A1
sandstone).
Gambar 4.17 Analisis Fasies dan Sedimentasi pada Lintasan 1 Pengukuran Penampang Stratigrafi (poin Bp-19
sampai Bp-21) dan Hubungannya dengan Model Fasies Turbidit (Mutti dan Ricci Lucchi, 1972 op. cit. Mutti et al.,
2009; Walker, 1978).
Terakhir adalah analisis fasies dan sedimentasi pada lintasan 1 pengukuran penampang
stratigrafi (poin Bp-19 sampai Bp-21) (Gambar 4.18) yang merupakan satuan batulempungbatupasir terdiri dari fasies C (klasifikasi Mutti dan Ricci Lucchi, 1972) sedangkan menurut
klasifikasi Walker (1978) terdapat fasies classic turbidit.
Raden Ario Wicaksono/12005043
84
Classic turbidites
Fasies C
Fasies C
Fasies C
Fasies C
Gambar
Gambar 4.18 Analisis Fasies dan Sedimentasi pada Lintasan 1 Pengukuran Penampang Stratigrafi (Poin Bp-22
sampai Bp-26) dan Hubungannya dengan Model Fasies Turbidit (Mutti dan Ricci Lucchi, 1972 op. cit. Mutti et al.,
2009; Walker, 1978).
85
86