Oleh
Padri Setiawan
22020114210053
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK
A; Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini
adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun.
(Smeltzer, 2002)
Hemoragik serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral sehingga
terjadi perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar, hemoragik dapat
terjadi di epidural, subdural, dan intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005)
B; Etiologi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan
ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi
otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi adalah:
1; Aneurisma berry, biasanya defek kongenital.
2; Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
3; Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4; Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
5; Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
Sedangkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan perdarahan otak antara
lain:
1; Hipertensi
2; Penyakit kardiovaskular, seperti:
a; Penyakit arteri koronaria
(Muttaqin, 2008)
C; Patofisiologi
Stroke hemorragik dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1; Hemorragik Intraserebral (Perdarahan Intraserebral)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum.
2; Hemorragik Subaraknoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah Willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri
dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia, dan lain-lain).
Pemeriksaan Penunjang
1; Pemeriksaan radiologi
a; CT-scan
Hasil pemeriksaan biasanya memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti. Selain itu juga didapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
b; MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemorragik.
c; Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari
sumber-sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler.
d; Pemeriksaan foto thorax
Dapat
memperlihatkan
keadaan
jantung,
apakah
terdapat
Pengkajian Primer
1; Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
2; Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi.
3; Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
4; Disability
Kaji tingkat kesadaran GCS, Kaji ukuran dan reaksi pupil terhadap
cahaya, kaji kekuatan otot motorik
5; Exposure
Kaji ada tidaknya tanda-tanda hipotermia, kaji suhu tubuh
G;
Pengkajian Sekunder
1; Aktivitas dan istirahat
Data subyektif
a; Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis
b; Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
Data obyektif
c; Perubahan tingkat kesadaran
d; Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paralisis (hemiplegia),
kelemahan umum
e; Gangguan penglihatan
2; Sirkulasi
Data subyektif
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial), polisitemia
Data obyektif
a; Hipertensi arterial
b; Disritmia, perubahan EKG
c; Pulsasi : kemungkinan bervariasi
d; Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3; Integritas ego
Data subyektif
Data obyektif
a; Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan
faring)
b; Obesitas (faktor resiko)
6; Sensori neural
Status mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,
dan aktivitas motorik klien.
Pemeriksaan nervus kranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahului dengan refleks patologis.
Data subyektif
a; Pusing/syncope (sebelum CVA/sementara selama TIA)
b; Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid
c; Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
d; Penglihatan berkurang
e; Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama)
f; Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif
a; Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan,
7;
8;
9;
10;
Data obyektif
a; Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b; Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
c; Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali
d; Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
e; Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri
11; Interaksi sosial
Data obyektif
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Smeltzer, 2002)
H;
Diagnosa Keperawatan
1; Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
2;
3;
4;
5;
I;
intra cerebral.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan cidera cerebro
vaskuler.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular.
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem
saraf pusat.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
Rencana Keperawatan
1; Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intra cerebral.
Tujuan : ketidakefektifan perfusi jaringan otak teratasi
Kriteria Hasil : TD normal, komunikasi jelas, tidak mengalami nyeri
kepala, pupil seimbang dan reaktif, bebas dari aktivitas kejang,
menunjukkan konsentrasi dan orientasi
Intervensi :
medis
2; Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan cidera cerebro
vaskuler
Tujuan : pasien menunjukkan keefektifan pola nafas
Kriteria Hasil : TTV dalam rentang normal, suara nafas bersih, tidak
ada sianosis, tidak ada dyspneu
Intervensi :
Manajemen Jalan Nafas, Terapi Oksigen, Monitor Vital Sign
a; Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b; Lakukan fisioterapi dada jika perlu
c; Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
d; Berikan bronkodilator
e; Beri terapi inhalasi.
f; Monitor TTV
g; Monitor pola nafas
h; Observasi adanya tanda hipoventilasi
3; Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
Tujuan : gangguan mobilitas fisik teratasi
Kriteria Hasil : klien meningkat dalam aktivitas fisik,
memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
Intervensi :
a; Latihan Terapi Ambulasi Pengaturan Posisi
b; Monitoring TTV sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
f;
g;
h;
dengan kebutuhan
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas
yang tidak mengalami gangguan.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak pasif pada ekstremitas
yang mengalami gangguan.Kaji kemampuan pasien dalam
imobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri
sesuai kemampuan
Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADL pasien
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
4; Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem
saraf pusat.
Tujuan : peningkatan komunikasi verbal
Kriteria Hasil : klien mampu membuat metode komunikasi yang dapat
diekspresikan, klien mampu menggunakan sumber-sumber yang tepat.
Intervensi :
Mendengarkan aktif, Peningkatan Komunikasi
a; Kaji tipe/derajat disfungsi (afasia dan disartria).
b; Berikan metode komunikasi alternatif.
c; Antisipasi dan penuhi kebutuhan klien.
d; Gunakan komunikasi terapeutik selama berinteraksi dengan klien.
e; Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat.
f; Kolaborasi dengan ahli terapi wicara.
5; Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
Tujuan : adanya peningkatan perawatan diri
sesuai kondisi.
c; Motivasi klien dalam melakukan perawatan diri.
d; Beri umpan balik positif pada tiap keberhasilan tindakan yang
dilakukan.
e; Gunakan alat bantu pribadi.
f; Kolaborasi dengan fisioterapi dalam peningkatan perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi & Rita Yuliati. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak edisi 1. Jakarta:
CV Agung Seto.
Yayasan Stroke Indonesia. 2011. Stroke Urutan Ketiga Penyakit
Mematikan.
Diakses
http://www.yastroki.or.id/
tanggal
19
September
2012.