Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT PADA NY.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


STROKE HEMORAGIK DI RUANG IGD RS ROEMANI
SEMARANG
Disusun untuk memenuhi tugas praktik Mata Ajar Keperawatan Gawat Darurat
Pembimbing Akademik :
Ns. Ahmad Pujianto, M.Kep
Ns. Reni Sulung Utami, S.Kep., M.Sc

Oleh
Padri Setiawan
22020114210053

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXIV


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK

A; Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini
adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun.
(Smeltzer, 2002)
Hemoragik serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral sehingga
terjadi perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar, hemoragik dapat
terjadi di epidural, subdural, dan intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005)

B; Etiologi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan
ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi
otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi adalah:
1; Aneurisma berry, biasanya defek kongenital.
2; Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
3; Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4; Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
5; Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
Sedangkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan perdarahan otak antara
lain:
1; Hipertensi
2; Penyakit kardiovaskular, seperti:
a; Penyakit arteri koronaria

b; Gagal jantung kongestif


c; Hipertrofi ventrikel kiri
d; Abnormalitas irama
e; Penyakit jantung kongestif
f; Kolesterol tinggi
3; Obesitas
4; Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral
5; Kontrasepsi oral
6; Merokok
7; Penyalahgunaan obat
8; Konsumsi alkohol

(Muttaqin, 2008)
C; Patofisiologi
Stroke hemorragik dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1; Hemorragik Intraserebral (Perdarahan Intraserebral)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum.
2; Hemorragik Subaraknoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah Willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri
dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia, dan lain-lain).

Stroke hemorragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya


arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah
superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di
bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi
dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga
sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan
diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi
perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak
dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel
atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur
arteriserebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau
subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan
tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat
mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme
ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan
darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak
disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis,
karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga
terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan
nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga
terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga
tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan
subaraknoid sering di kaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan
aneurisma mengenai sirkulus wilisi.
Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan
terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma.
Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.
Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus
otak seperti cabang-cabang lentikulostriata dari arteri serebri media
yang memperdarahi sebagian dari ganglia basalis dan sebagian besar
kapsula interna. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya
dapat cepat dan konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam,
bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain

sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan


kesadaran, dan kejang. Sembilan puluh persen menunjukkan adanya
darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan atau letak
dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam
waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan
sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan
mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke
pusat-pusat yang vital. Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml)
di bagian hemisfer serebri masih dapat ditoleransi tanpa
memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata. Sedangkan adanya
bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat
mengakibatkan kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma
yang pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 % mempunyai lebih
dari satu aneurisma. (Price, 2000)
Pathway : Terlampir
D; Manifestasi Klinik
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Manifestasi klinik dari stroke antara lain:
1; Kehilangan motorik

Stroke itu merupakan penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan


kehilangan volunter terhadap gerakan motorik.
Disfungsi motor antara lain:
a; Hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan
b; Hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh)
c; Ataksia (berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan
kaki, perlu dasar berdiri yang luas)
2; Kehilangan komunikasi
a; Disartria: kesulitan dalam bentuk kata ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti, disebabkan oleh paralysis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.

b; Disfasia atau afasia: bicara detektif atau kehilangan bicara, yang

terutama ekspresif atau reseptif.


c; Apraksia: ketidakmampuam untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya yang terlihat ketika pasien mengambil sisir
atau berusaha untuk menyisir rambutnya.
3; Gangguan persepsi
a; Disfungsi persepsi visual
Dikarenakan gangguan jaras sensori primer diantara mata dan
korteks visual meliputi:
- Homonimus hemianopsia yaitu kehilangan setengah lapang
pandang dapat terjadi karena stroke dan mungkin sementara atau
permanen.
- Amorfosintesis yaitu kepala pasien berpaling dari sisi tubuh

yang sakit dan cenderung mengabaikan tempat dan ruang pada


sisi tersebut.
b; Gangguan hubungan visual spasial

Mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial,


sering terlihat pada pasien hemiplegi kiri. Pasien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh.
c; Kehilangan sensori
Karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
mungikin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
4; Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi yang
menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program
rehabilitasi.
5; Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan dan ketidakmampuan urinal atau bedpan .karena kerusakan

kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang stroke menyebabkan


kandung kemih atonik dengan kerusakan sensasi dalam respon
terhadap pengisian kandung kemih dan sfingter urinarius eksternal
hilang atau berkurang.
(Muttaqin, 2008)
E;

Pemeriksaan Penunjang
1; Pemeriksaan radiologi
a; CT-scan
Hasil pemeriksaan biasanya memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti. Selain itu juga didapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
b; MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemorragik.

c; Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari
sumber-sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler.
d; Pemeriksaan foto thorax
Dapat

memperlihatkan

keadaan

jantung,

apakah

terdapat

pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda


hipertensi kronis pada penderita stroke.
e; USG doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
f; EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan


dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunkan impuls
listrik dalam jaringan otak.
2; Pemeriksaan laboratorium
a; Lumbal pungsi

Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada


perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama. Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subarahnoid
atau perdarahan intrakranial.
b; Pemeriksaan darah rutin:
Peningkatan Hb, Ht biasa menyertai pada stroke yang berat,
peningkatan leukosit menandakan selain adanya infeksi juga stress
fisik ataupun terjadi kematian jaringan, PTT/PTTK untuk melihat
fungsi pembekuan darah sebelum pemberian terapi antikoagulan.
c; Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali.
d; Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Muttaqin, 2008)
F;

Pengkajian Primer
1; Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
2; Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi.

3; Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
4; Disability
Kaji tingkat kesadaran GCS, Kaji ukuran dan reaksi pupil terhadap
cahaya, kaji kekuatan otot motorik
5; Exposure
Kaji ada tidaknya tanda-tanda hipotermia, kaji suhu tubuh

G;

Pengkajian Sekunder
1; Aktivitas dan istirahat

Data subyektif
a; Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis
b; Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
Data obyektif
c; Perubahan tingkat kesadaran
d; Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paralisis (hemiplegia),
kelemahan umum
e; Gangguan penglihatan
2; Sirkulasi
Data subyektif
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial), polisitemia
Data obyektif
a; Hipertensi arterial
b; Disritmia, perubahan EKG
c; Pulsasi : kemungkinan bervariasi
d; Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3; Integritas ego
Data subyektif

Perasaan tidak berdaya, hilang harapan


Data obyektif
a; Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan,
kegembiraan
b; Kesulitan berekspresi diri
4; Eliminasi
Data subyektif
Inkontinensia, anuria
Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara
usus (ileus paralitik)
5; Makan/minum
Data subyektif
a; Nafsu makan hilang
b; Nausea/vomitus menandakan adanya PTIK
c; Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
d; Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah

Data obyektif
a; Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan
faring)
b; Obesitas (faktor resiko)
6; Sensori neural
Status mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,
dan aktivitas motorik klien.
Pemeriksaan nervus kranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahului dengan refleks patologis.

Data subyektif
a; Pusing/syncope (sebelum CVA/sementara selama TIA)
b; Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid
c; Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
d; Penglihatan berkurang
e; Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama)
f; Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif
a; Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan,

7;

8;
9;
10;

gangguan tingkah laku (seperti : letergi, apatis, menyerang) dan


gangguan fungsi kognitif
b; Ekstremitas : kelemahan/paraliysis (kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek
tendon dalam (kontralateral)
c; Wajah : paralisis/parese (ipsilateral)
d; Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif), kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata
komprehensif, global/kombinasi dari keduanya
e; Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil
f; Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
g; Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada
sisi ipsi lateral
Nyeri/kenyamanan
Data subyektif
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/fasial
Respirasi
Data Subyektif:
Perokok (faktor resiko)
Keamanan

Data obyektif
a; Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b; Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
c; Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali
d; Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
e; Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri
11; Interaksi sosial
Data obyektif
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Smeltzer, 2002)

H;

Diagnosa Keperawatan
1; Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
2;
3;
4;
5;

I;

intra cerebral.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan cidera cerebro
vaskuler.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular.
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem
saraf pusat.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

Rencana Keperawatan
1; Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan

intra cerebral.
Tujuan : ketidakefektifan perfusi jaringan otak teratasi
Kriteria Hasil : TD normal, komunikasi jelas, tidak mengalami nyeri
kepala, pupil seimbang dan reaktif, bebas dari aktivitas kejang,
menunjukkan konsentrasi dan orientasi
Intervensi :

Monitor Perfusi Jaringan Serebral


a; Monitor TTV
b; Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi
c; Monitor adanya pandangan kabur, nyeri kepala
d; Monitor level kebingungan dan orientasi
e; Monitor tonus otot pergerakan
f; Monitor tekanan intracranial dan respon neurologis
g; Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
h; Tinggikan kepala 0-450 tergantung pada kondisi pasien dan order

medis
2; Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan cidera cerebro
vaskuler
Tujuan : pasien menunjukkan keefektifan pola nafas
Kriteria Hasil : TTV dalam rentang normal, suara nafas bersih, tidak
ada sianosis, tidak ada dyspneu
Intervensi :
Manajemen Jalan Nafas, Terapi Oksigen, Monitor Vital Sign
a; Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b; Lakukan fisioterapi dada jika perlu
c; Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
d; Berikan bronkodilator
e; Beri terapi inhalasi.
f; Monitor TTV
g; Monitor pola nafas
h; Observasi adanya tanda hipoventilasi
3; Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
Tujuan : gangguan mobilitas fisik teratasi
Kriteria Hasil : klien meningkat dalam aktivitas fisik,
memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
Intervensi :
a; Latihan Terapi Ambulasi Pengaturan Posisi
b; Monitoring TTV sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan

c; Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai


d;
e;

f;
g;
h;

dengan kebutuhan
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas
yang tidak mengalami gangguan.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak pasif pada ekstremitas
yang mengalami gangguan.Kaji kemampuan pasien dalam
imobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri
sesuai kemampuan
Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADL pasien
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika

diperlukan
4; Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem
saraf pusat.
Tujuan : peningkatan komunikasi verbal
Kriteria Hasil : klien mampu membuat metode komunikasi yang dapat
diekspresikan, klien mampu menggunakan sumber-sumber yang tepat.
Intervensi :
Mendengarkan aktif, Peningkatan Komunikasi
a; Kaji tipe/derajat disfungsi (afasia dan disartria).
b; Berikan metode komunikasi alternatif.
c; Antisipasi dan penuhi kebutuhan klien.
d; Gunakan komunikasi terapeutik selama berinteraksi dengan klien.
e; Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat.
f; Kolaborasi dengan ahli terapi wicara.
5; Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
Tujuan : adanya peningkatan perawatan diri

Kriteria Hasil : klien melakukan perawatan diri sesuai kemampuan,


klien mampu mengidentifikasi sumber dari diri/lingkungan dalam
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
Perawatan Diri
a; Kaji kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri.

b; Hindari melakukan tindakan yang bisa dilakukan sendiri, bantuan

sesuai kondisi.
c; Motivasi klien dalam melakukan perawatan diri.
d; Beri umpan balik positif pada tiap keberhasilan tindakan yang
dilakukan.
e; Gunakan alat bantu pribadi.
f; Kolaborasi dengan fisioterapi dalam peningkatan perawatan diri.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes E, Merllynn. 2000 Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.


Heather Herdman. 2010. NANDA International, Diagnosis Keperawatan:
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Askep Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Price, Sylvia A. 2000. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Buku 2, Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth, Vol 3. Jakarta: EGC.

Suriadi & Rita Yuliati. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak edisi 1. Jakarta:
CV Agung Seto.
Yayasan Stroke Indonesia. 2011. Stroke Urutan Ketiga Penyakit
Mematikan.

Diakses

http://www.yastroki.or.id/

tanggal

19

September

2012.

Anda mungkin juga menyukai