Anda di halaman 1dari 6

Pembiayaan Kesehatan

A. Definisi pembiayaan Kesehatan


Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya dana yang
harusdisediakan untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan berbagai
upayakesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok
danmasyarakat (Azrul A, 1996).Dari pengertian di atas tampak ada dua sudut
pandang ditinjau dari :
1. Penyelenggara pelayanan kesehatan (provider) yaitu besarnya danauntuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang berupa dana investasiserta dana
operasional.
2. Pemakai jasa pelayanan yaitu besarnya dana yang dikeluarkan untuk
dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.
Adanya

sektor

pemerintah

dan

sektor

swasta

dalam

penyelenggaraankesehatan sangat mempengaruhi perhitungan total biaya


kesehatan suatunegara. Total biaya dari sektor pemerintah tidak dihitung dari
besarnya danayang dikeluarkan oleh pemakai jasa (income pemerintah), tapi dari
besarnya

dana

yang

dikeluarkan

oleh

pemerintah

(expence)

untuk

penyelenggaraanpelayanan kesehatan. Total biaya kesehatan adalah penjumlahan


biaya darisektor pemerintah dengan besarnya dana yang dikeluarkan pemakai
jasapelayanan untuk sektor swasta.Dalam membicarakan pembiayaan kesehatan
yang penting adalah bagaimanamemanfaatkan biaya tersebut secara efektif dan
efisien baik ditinjau dari aspekekonomi maupun sosial dengan tujuan
dapat dinikmati oleh seluruh masyarakatyang membutuhkan. Dengan demikian
suatu pembiayaan kesehatan dikatakanbaik, bila jumlahnya mencukupi untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatanyang dibutuhkan dengan penyebaran dana
sesuai kebutuhan sertapemanfaatan yang diatur secara seksama, sehingga tidak
terjadi peningkatanbiaya yang berlebihan.

B. Jenis-jenis Pembiayaan Kesehatan dengan Metode Risk Pooling


1. State funded systems (biaya kesehatan ditanggung negara)
Keuntungan dari sistem ini adalah biasanya mencakup lebih banyak
orang (universal coverage), serta dapat mengandalkan pada banyak sumber
pembiayaan, serta secara relatif mudah dikelola. Namun di sisi lain karena
tergantung pada anggaran yang secara tahunan harus bersaing dengan dinas
lain, maka sifatnya kurang stabil dan bahkan sering tidak memadai. Di
banyak negara sistem ini ternyata tidak efisien. Selain itu, state funded
systems cenderung menguntungkan yang kaya daripada yang miskin. Oleh
karena itu, untuk menjaga agar sistem ini berjalan baik di negara
berpenghasilan rendah, harus ada kondisi yang mendukung misalnya
pertumbuhan ekonomi yang baik, administrasi pajak yang profesional, dan
institusi yang kompeten. Selain itu yang penting terdapat upaya khusus untuk
membantu orang miskin, untuk mencegah a poor system for poor people
(Mossialos and Dixon 2002).
2. Social Health Insurance (SHI)
Bentuk asuransi ini berupa iuran wajib dari setiap warga negara
kepada lembaga asuransi yang terpisah dari lembaga pemerintah. Sistem ini
bertujuan untuk mencakup sebanyak mungkin orang dengan sistem subsidi
silang antara yang kaya dan yang miskin. Selain itu membuat sumber biaya
kesehatan lebih stabil dan masyarakat lebih mandiri. Tapi tujuan ini hanya
bisa dicapai lewat tahapan dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung
pada karakteristik politik, sosial dan ekonomi di suatu negara. Di banyak
negara dengan pendapatan rendah, terutama yang ekonominya stagnan dan
jumlah pekerja informal banyak, akan terdapat kendala besar bagi
tercapainya tujuan ini. Oleh karena itu, sebelum mengimplementasikan
sistem ini pemerintah harus mengkaji secara mendalam. Pengkajian ini akan
memutuskan apakah reformasi perlu segera dilakukan atau harus menunggu
semua lingkungan kondusif. Pengalaman menunjukkan bahwa pada tahap
awal implementasinya, SHI cenderung mengalihkan sumber daya dari

segmen populasi yang miskin ke yang kaya. Sistem SHI juga harus didukung
oleh upaya pengendalian biaya (cost containment)
3. Community Based Health Insurance
Sistem ini memberikan proteksi finansial kepada mereka yang tidak
mempunyai akses lain ke pelayanan kesehatan. Walaupun demikian,
kebanyakan community based health insurance preminya dan benefitnya
kecil dan seringkali tidak bisa bertahan. Asuransi ini juga sering tidak efektif
dalam mencapai populasi yang termiskin. Asuransi semacam ini dapat
dikembangkan bila banyak sector informal serta tidak terdapat institusi yang
memadai untuk mengelola asuransi. Tetapi syaratnya harus ada komitmen
dan solidaritas tinggi diantara masyarakat Intervensi pemerintah seperti
pemberian subsidi, bantuan teknis dan inisiatif untuk menghubungkan antara
community based insurance dengan sistem pembiayaan kesehatan yang lebih
formal adalah penting untuk meningkatkan efisiensi dan keberlangsungan
sistem ini. Banyak literatur menganggap bahwa model ini lebih baik
daripada tidak ada sama sekali. Namun demikian community based
insurance harus dianggap sebagai pelengkap bukan pengganti dari yang
sudah ada (Preker and others 2004). Tantangan yang paling besar adalah
bagaimana merancang community based insurance agar berubah menjadi
sistem pembiayaan yang lebih komprehensif dan canggih.
4. Voluntary Health Insurance
Sistem ini memerlukan adanya perusahaan komersial yang kompeten.
Sistem ini dapat mengambil untung dari (tetapi tidak tergantung dari)
kapasitas pemerintah yang kuat. Tidak seperti asuransi sosial yang lebih sulit
dikembangkan. Asuransi sukarela tidak tergantung pada solidaritas sosial
atau nasional dan pasar formal yang stabil, walaupun kondisi semacam ini
membantu. Namun demikian, sistem ini, kecuali disubsidi oleh pemerintah,
hanya dapat mengandalkan pada kemampuan membayar masyarakat dan
kalangan bisnis. Selain itu sistem ini rentan terhadap kegagalan pasar dan isu

keadilan.(Tapay and Colombo 2004). Oleh karenanya harus dikembangkan


secara hati-hati dan perlu ada peraturan pemerintah yang kuat.

C. Sistem Pembiayaan Kesehatan Indonesia


Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem
yaitu:
1. Fee for Service ( Out of Pocket )
Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan
layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada
pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan
pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang
dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem
pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health
Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih
bergantung pada sistem, Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti
sistem Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan sistem Fee for Service adalah
terbukanya peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk
memanfaatkan hubunganAgency Relationship , dimana PPK mendapat imbalan
berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang
besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang
ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang
ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong
untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan
imbalan jasa yang lebih banyak.
2. Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak
ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem
health insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related
Group (DRG system).

Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan


kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk
pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK
dengan system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga
kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah
dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Salah
satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Masyarakat yang telah menajdi peserta
akan membayar iuran dimuka untuk memperoleh pelayanan kesehatan paripurna
dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai ujung tombak yang
memenuhi kebutuhan utama kesehatan dengan mutu terjaga dan biaya terjangkau.
Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh
dengan system kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan
melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam
penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda
pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat
dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi
pemasukan bagi PPK.
Kelemahan

dari

system

Health

Insurance

adalah

dapat

terjadinyaunderutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas


yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system ini, maka resiko
kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan
system ini berupa PPK mendapat jaminan adanya pasien (captive market),
mendapat kepastian dana di tiap awal periode waktu tertentu, PPK taat prosedur
sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan multidiagnose. Dan system ini
akan membuat PPK lebih kea rah preventif dan promotif kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan sistem
kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan
dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service) yang

selama ini berlaku. Namun, mengapa hal ini belum dapat dilakukan sepenuhnya
oleh Indonesia? Tentu saja masih ada hambatan dan tantangan, salah satunya
adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi kesehatan bagi
seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sampai saat ini,
perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi dimana peserta
dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar rendah tidaklah
menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya pemerataan, dapat
dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana penduduk yang
mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka yang beresiko tinggi
dan penduduk yang mempunyai kemampuan membayar lebih akan membantu
mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal inilah yang masih menjadi pekerjaan
rumah bagi sistem kesehatan Indonesia.
Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama dalam
pembiayaan pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti
memiliki

kelebihan

dan

kekurangannya

masing-masing.

Namun

sistem

pembayaran pelayanan kesehatan ini harus bergerak dengan pengawasan dan


aturan dalam suatu sistem kesehatan yang komprehensif, yang dapat mengurangi
dampak buruk bagi pemberi dan pencari pelayanan kesehatan sehingga dapat
terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi pelayanan kesehatan di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai