sektor
pemerintah
dan
sektor
swasta
dalam
dana
yang
dikeluarkan
oleh
pemerintah
(expence)
untuk
segmen populasi yang miskin ke yang kaya. Sistem SHI juga harus didukung
oleh upaya pengendalian biaya (cost containment)
3. Community Based Health Insurance
Sistem ini memberikan proteksi finansial kepada mereka yang tidak
mempunyai akses lain ke pelayanan kesehatan. Walaupun demikian,
kebanyakan community based health insurance preminya dan benefitnya
kecil dan seringkali tidak bisa bertahan. Asuransi ini juga sering tidak efektif
dalam mencapai populasi yang termiskin. Asuransi semacam ini dapat
dikembangkan bila banyak sector informal serta tidak terdapat institusi yang
memadai untuk mengelola asuransi. Tetapi syaratnya harus ada komitmen
dan solidaritas tinggi diantara masyarakat Intervensi pemerintah seperti
pemberian subsidi, bantuan teknis dan inisiatif untuk menghubungkan antara
community based insurance dengan sistem pembiayaan kesehatan yang lebih
formal adalah penting untuk meningkatkan efisiensi dan keberlangsungan
sistem ini. Banyak literatur menganggap bahwa model ini lebih baik
daripada tidak ada sama sekali. Namun demikian community based
insurance harus dianggap sebagai pelengkap bukan pengganti dari yang
sudah ada (Preker and others 2004). Tantangan yang paling besar adalah
bagaimana merancang community based insurance agar berubah menjadi
sistem pembiayaan yang lebih komprehensif dan canggih.
4. Voluntary Health Insurance
Sistem ini memerlukan adanya perusahaan komersial yang kompeten.
Sistem ini dapat mengambil untung dari (tetapi tidak tergantung dari)
kapasitas pemerintah yang kuat. Tidak seperti asuransi sosial yang lebih sulit
dikembangkan. Asuransi sukarela tidak tergantung pada solidaritas sosial
atau nasional dan pasar formal yang stabil, walaupun kondisi semacam ini
membantu. Namun demikian, sistem ini, kecuali disubsidi oleh pemerintah,
hanya dapat mengandalkan pada kemampuan membayar masyarakat dan
kalangan bisnis. Selain itu sistem ini rentan terhadap kegagalan pasar dan isu
dari
system
Health
Insurance
adalah
dapat
selama ini berlaku. Namun, mengapa hal ini belum dapat dilakukan sepenuhnya
oleh Indonesia? Tentu saja masih ada hambatan dan tantangan, salah satunya
adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi kesehatan bagi
seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sampai saat ini,
perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi dimana peserta
dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar rendah tidaklah
menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya pemerataan, dapat
dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana penduduk yang
mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka yang beresiko tinggi
dan penduduk yang mempunyai kemampuan membayar lebih akan membantu
mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal inilah yang masih menjadi pekerjaan
rumah bagi sistem kesehatan Indonesia.
Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama dalam
pembiayaan pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti
memiliki
kelebihan
dan
kekurangannya
masing-masing.
Namun
sistem