Anda di halaman 1dari 157

STANDAR PELAYANAN MEDIS

SMF PARU

RSUD EMBUNG FATIMAH


KOTA BATAM
2013

Kata Pengantar
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, SMF Paru telah dapat menyusun Standar
Pelayanan Medis serta Standar Prosedur Operasional Tindakan Medis dan Terapi Staf
Medik Fungsional yang biasa dilakukan. Standar tersebut telah mengalami revisi,
disesuaikan dengan kemajuan di bidang teknologi kedokteran. Dengan demikian, isi atau
acuan langkah-langkah prosedur tersebut dapat dilaksanakan dengan baik serta dapat
meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan pada pasien, sehingga tujuan untuk
memberikan pelayanan sebaik-baiknya di rumah sakit insya Allah dapat tercapai.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyusun / merevisi
protap standar ini, sehingga kerja keras kita dapat berguna dan bermanfaat buat kita dan
pasien khususnya.
Kami harapkan Standar Pelayanan Medis ini dapat digunakan pada setiap kerja
dalam memberikan pelayanan pada pasien.

Jakarta, 3 September 2013


Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah
Ka. SMF Paru,

dr. Dianiati Kusumo Sutoyo, SpP(K)


NIP : 19580307 198403 2001

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
I. INFEKSI
A. Bronkiektasis
B. Pneumonia
1. Komuniti (CAP)
2. Nosokomial (HAP)
3. VAP (ventilator aqcuired pneumonia)
4. Pneumonia/Aspirasi Benda Asing
C. Bronkitis akut
D. Tuberkulosis
1. MDR dan XDR
2. Pleuritis TB
3. Drug Induce Hepatitis
4. Ko infeksi TB HIV
5. Kondisi Khusus
E. Penyakit Jamur Paru
F. Abses Paru
G. SARS
H. Avian Influenza (H5N1)
I. Empiema Toraks
J. Bronkiolitis
K. Swine Flu (H1N1)

Hal
i
ii
1
2
4
4
7
7
10
12
14
14
18

23
25
28
32
37
39
40

II. PENYAKIT PARU OBSTRUKSI


A. Asma
B. PPOK
C. Sindrom henti napas (sleep disorder breathing)

42
45
48

III. GAWAT NAPAS


A. Hemoptisis
B. Pneumotoraks
C. Cedera Paru Akut
D. ARDS
E. Emboli Paru
F. Edema Paru
G. Tenggelam (near drowning)
H. Trauma toraks
I. Gagal napas akut
J. Pneumomediastinum
K. Kor Pulmonale Kronik

51
53
55
57
59
61
63
65
68
71
73

ii

IV. KEGANASAN RONGGA TORAKS


A. Kanker paru
B. Nodul Paru Soliter
C. Tumor Metastasis di paru
D. Tumor Mediastinum
E. Mesothelioma (Tumor Primer Pleura)
F. Nodul Paru Soliter

77
83
85
88
93
96

V. IMUNOLOGI
Sindrom Stevens Johnson Akibat Alergi Obat
Interstitial Lung disease

99

VI. PENYAKIT PARU LINGKUNGAN & KERJA


A. Penyakit Paru Kerja
B. Penyakit paru akibat polusi udara dalam ruangan
C. Bisinosis
D. Pemeriksaan Kesehatan
E. Pneumonitis Hipersensitiviti
F. Asbestosis
G. Silikosis
H. Asma Kerja
I.
Smoking Cessation

102
105
107
109
111
114
116
119

VII. FAAL PARU


Faal Paru (Spirometri)

122

iii

INFEKSI

No. ICD-X: J.47

I. Nama Penyakit
1. Definisi

2. Diagnosis

BRONKIEKTASIS
Ialah penyakit paru dengan pelebaran bronkus dan
kerusakan dinding bronkus yang bersifat kronik dan
menetap. Biasanya terjadi pada percabangan ke 4/5
dari bronkus yang penampangnya lebih dari 2 mm

3. Pemeriksaan penunjang
a. Umum

Foto toraks PA & lateral


Laboratorium rutin darah: hitung lekosit meningkat
Kultur mikroorganisme & uji resistensi sputum
CT scanning toraks resolusi tinggi (HRCT)
Pengambilan bahan untuk biakan & uji resistensi
mikroorganisme penyebab dengan aspirasi
transtrakeal, bronkoskopi dengan sikat kateter
terlindung ganda
Foto sinus paranasalis jika dicurigai ada sinusitis
Faal paru
Pemeriksaan fokal infeksi di gigi

Infeksi paru berulang


Dyskinetic cilia syndrome
Kistik fibrosis
Kelainan struktur bronkial kongenital
Defisiensi pertahanan tubuh (termasuk HIV)

b. Khusus

2. Faktor risiko

3. Diagnosis banding

Tanda dan gejala yang timbul tergantung dari


beratnya penyakit, luasnya lesi, lokasi, ada
tidaknya komplikasi dan penyakit yang mendasari
Gejala klinis dapat tidak ditemukan atau berupa
batuk kronik, dahak purulen, demam, lemah dan
berat badan menurun atau batuk darah. Pada
keadaan lanjut dapat disertai sesak napas
Batuk dengan dahak banyak, purulen terutama
terjadi setelah istirahat lama terlentang (tidur)
Secara makroskopik dijumpai sputum 3 lapis
(lapisan busa, purulen dan mukoid)
Kelainan anatomi berupa pelebaran bronkus yang
dapat terlihat dengan pemeriksaan bronkografi,
CT scan toraks dan kadang-kadang dengan foto
toraks biasa

Fibrosis paru
TB paru
Bronkitis kronik

Fibrosis kistik

4. Terapi
a. Medikamentosa

b.

Non
medikamentosa

c. Khusus

5. Perawatan rumah sakit


6. Penyulit (komplikasi)

Antibiotika bila ada tanda-tanda infeksi


Anti inflamasi jangka panjang ( makrolid dosis
rendah )
2
Kortikosteroid
pada saat inflamasi akut
Simptomatik: mukolitik dan ekspektoran
Bronkodilator bila ada obstruksi
Koagulan bila batuk darah
Oksigen
Fisioterapi
- Postural drainage bila dahak amat banyak
- Breathing Exercises
- Coughing Exercises
Cuci bonkus atau bronchial toilet, bila produksi
sputum amat banyak

Pembedahan lobektomi atau pneumonektomi bila


kelainan unilateral disertai keluhan infeksi dan batuk
darah berulang
Rawat inap pada bronkiektasis dgn penyulit misal
infeksi berulang atau hemoptisis

Sepsis
Hemoptisis masif
Gagal napas

7. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu bila ada diagnostik invasif

8. Masa pemulihan/ Lama


rawat

1-2 minggu (bila tidak ada penyulit)

9. Bidang terkait

10. Fasilitas khusus

11. Prognosis
a. Ad fungsionam
b. Ad sanasionam

Mikrobiologi
Rehabilitasi medik
Bedah toraks
THT
Gigi
OK bila dilakukan tindakan bedah
ICU bila memerlukan ventilator mekanik

Dubia ad bonam
Dubia ad bonam

c. Ad vitam

Dubia ad bonam
3

No. ICD-X: J.18

II. Nama penyakit

PNEUMONIA

1. Definisi

ialah peradangan paru yang disebabkan oleh


mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit,
protozoa), bukan disebabkan M.tb

Nama penyakit

PNEUMONIA KOMUNITI

1. Definisi

Pneumonia yang didapat di masyarakat

2. Diagnosis

Diagnosis didapatkan dari anamnesis, gejala klinik,


pemeriksaan fisis, foto toraks dan laboratorium.
Diagnosis pasti ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah
dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
Batuk-batuk bertambah
Perubahan karakteristik dahak / purulen
Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda
konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
Leukosit > 10.000 atau < 4500
Penilaian derajat keparahan penyaki dilakukan
dengan menggunakan system skor menurut
Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT)
dgn modifikasi PDPI

3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Umum

3.2. Khusus

4. Faktor risiko

Foto toraks PA dan lateral


Laboratorium rutin darah
- jumlah leukosit meninggi
- pada hitung jenis terdapat dominasi sel
leukosit PMN
Pewarnaan Gram sputum
Sputum Mikroorganisme & uji resistensi
CRP
Prokalsitonin
Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan
ujiresistensi dari:
- Darah
- Aspirat transtrakea
- Aspirat transtorakal
- Bilasan bronkus
Usia lebih dari 65 tahun
Riwayat pengobatan antibiotik
Pecandu alkohol
Penyakit gangguan kekebalan (selain HIV)
Penyakit penyerta yang multipel

5. Diagnosis banding

6. Terapi
6.1. Medikamentosa

6.2. Non medikamentosa

6.3. Khusus

7. Perawatan rumah sakit

8. Penyulit (komplikasi)

Penghuni rumah jompo


Memiliki penyakit dasar kelainan jantung paru
Bronkiektasis
Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
Gizi kurang
HIV
Tumor paru
TB paru
Mikosis paru
Efusi pleura (bila lesi terletak di lobus bawah paru)

Awal terapi antibiotik bersifat empirik dan harus


diberikan < 8 jam
Antibiotika sesuai hasil bakteriologik
Pemberian obat simptomatik antara lain
antipiretik, mukolitik dan ekspektoran
Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam
Anti inflamasi sistemik (dalam keadaan berat)
Immunoglobulin /IVIG (dalam keadaan berat)
Activated Protein C/APC (dalam keadaan berat)
Istirahat
Untuk penderita yang membutuhan O2
Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
Pengisapan lendir bila perlu dengan bronkoskop
Bronchial toilet bila terdapat:
- retensi sputum
- atelektasis
Ventilator mekanis bila terjadi gagal napas

Indikasi rawat inap bila penderita


Mempunyai skor PORT lebih dari 70

Bila skor kurang dari 70 dirawat bila disertai salah

satu kriteria, yaitu :


- frekuensi napas > 30/mnt
- lesi foto toraks melibatkan > 2 lobus atau
bilateral
- TD sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60
mmHg
- PaO2/F1O2 < 250 mmHg
Pneumonia pada pengguna NAPZA

8.1. Karena penyakit

Abses paru
Empiema
Atelektasis
Sepsis
Gagal napas
Komorbid lainnya

8.2. Karena tindakan


dihilangkan
9. Informed consent (surat
persetujuan)
10. Masa pemulihan/ Lama
rawat
11. Bidang terkait

Perlu, bila diperlukan tindakan diagnostik invasif atau


pemasangan ventilator mekanik
1 minggu (tanpa komplikasi)

Radiologi
Patologi Klinik
Mikrobiologi

12. Fasilitas khusus

ICU bila terjadi gagal napas

13. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam

No. ICD-X: J.18

Nama penyakit

PNEUMONIA NOSOKOMIAL (HOSPITAL


ACQUIRED PNEUMONIA),

Definisi

Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang


terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit
dan disingkirkan semua infeksi yang inkubasinya
terjadi sebelum masuk rumah sakit

1. Diagnosis

2. Pemeriksaan penunjang
2.1. Umum

Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah


dirawat di rumah sakit dan tidak dalam masa
inkubasi
Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas
dasar :
- Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau
progresif
- Ditambah 2 diantara berikut ini :
suhu tubuh > 380C
sekret purulen
leukositosis

Foto toraks PA dan lateral


Laboratorium rutin darah
- pada hitung jenis terdapat dominasi sel
leukosit PMN
Pewarnaan Gram sputum
Sputum Mikroorganisme & uji resistensi anaerob,
aerob dan atipik
Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan
resistensi dari:
- Darah
- Aspirat transtrakea
- Aspirat transtorakal
- Bilasan bronkus
- Sikatan bronkus dengan kateter ganda
terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL)
Pemeriksaan analisis gas darah untuk membantu
menentukan berat penyakit
CRP (C Reactive Protein)
Prokalsitonin

2.2. Khusus

3. Faktor risiko

4. Diagnosis banding

5. Terapi
5.1. Medikamentosa

CT Scan Toraks
Biopsi paru
Faktor yang berhubungan dengan daya tahan
tubuh
- Penyakit kronik (penyakit jantung, PPOK,
7
diabetes,
alkoholisme, azotemia), perawatan
rumah sakit yang lama, pemakaian obat tidur,
perokok, intubasi, malnutrisi, umur lanjut,
pemakaian steroid, pengobatan antibiotik, waktu
operasi yang lama, sepsis, syok haemoragik,
infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut
(acute lung injury) serta bronkiektasis
Faktor eksogen
- Pembedahan
- Penggunaan antibiotik
- Peralatan terapi pernapasan
- Pemasangan alat-alat bantu antara lain :
akses vena dan kateter urin
- Pemasangan pipa/selang nasogastrik,
pemberian antasida dan alimenrasi enteral
- Lingkungan rumah sakit (infection control
tidak berjalan dengan baik) contohnya :
Petugas rumah sakit cuci tangan tidak
sesuai dengan prosedur
Penatalaksanaan dan pemakaian alat
yang tidak sesuai prosedur
Pasien dengan kuman MDR dan tidak
dirawat di ruang isolasi
TB paru
Tumor paru
Mikosis paru
Efusi pleura (bila lesi terletak di lobus bawah paru)

Semua terapi awal antibiotik adalah empirik


dengan pilihan antibiotik yang harus mampu
mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen
yang mungkin sebagai penyebab, termasuk
dengan
memperhitungkan
pola
resistensi
setempat
Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus
yang berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian
yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang
maksimal. Pemberian terapi emperis harus
intravena dengan sulih terapi pada pasien yang
terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi
saluran cerna yang baik.

Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus


dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang
berasal dari saluran napas bawah dan ada
perbaikan respons klinis
Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien
dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR
Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam,
kecuali jika keadaan klinis memburuk
Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan
8
untuk mengubah
pilihan empirik apabila respons
klinik awal tidak memuaskan. Modifikasi
pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial
dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti
apabila terapi empirik telah memberikan hasil
yang memuaskan
Pemberian obat simptomatik antara lain
antipiretik, mukolitik/ekspektoran, bronkodilator
Terapi oksigen dengan berbagai jenis (nasal
kanul, simple mask, Non Rebreathing Mask,
Rebreathing Mask, Non Invasive Ventilator
ataupun pemasangan pipa endotrakeal/ETT dan
ventilator mekanik)

5.2. Non medikamentosa

Pencegahan kolonisasi pada orofaring dan


lambung
Pencegahan aspirasi saluran napas bawah
Pencegahan inokulasi eksogen
Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien
Fisioterapi dada

5.3. Khusus

Pengisapan lendir dengan suctioning dan


bronkoskop
Bronchial toilet bila terdapat:
Ventilator mekanik bila terjadi gagal napas
Pemasangan pipa nasogastrik
Pemberian obat proteksi lambung seperti :
PPI, antasida, H2 inhibitor dll

6. Perawatan rumah sakit


7. Penyulit (komplikasi)
7.1. Karena penyakit

Perawatan rawat inap

Abses paru
Empiema
Atelektasis paru
Septikemia
Gagal napas

7.2. Karena tindakan

8. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu, bila diperlukan tindakan diagnostik invasif atau


pemasangan ventilator mekanis

9. Masa pemulihan

1 minggu bila tidak ada penyulit

10. Bidang terkait

Radiologi
Patologi Klinik
Mikrobiologi
Intensivist

11. Fasilitas khusus

HCU,ICU bila terjadi gagal napas

12. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Dubia ad malam
Dubia ad malam
Dubia ad malam
9

No. ICD-X: J.18

Nama penyakit

VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA


(VAP)

Definisi

ventilator associated pneumonia adalah pneumonia yang


terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi
endotrakeal

13. Diagnosis

14. Pemeriksaan penunjang


14.1.
U Umum

14.2.

KKhusus

15. Faktor risiko


16. Diagnosis banding

Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah pemakaian


ventilator dan tidak dalam masa inkubasi
Diagnosis ventilator associated pneumonia ditegakkan atas
dasar :
- Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
- Ditambah 2 diantara berikut ini :
suhu tubuh > 38oC
sekret purulen
leukositosis

Foto toraks PA dan lateral


Laboratorium rutin darah
- pada hitung jenis terdapat dominasi sel leukosit PMN
Pewarnaan Gram sputum
Sputum Mikroorganisme & uji resistensi anaerob, aerob
dan atipik
Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan resistensi dari:
- Darah
- Aspirat transtrakea
- Aspirat transtorakal
- Bilasan bronkus
- Sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung dan
bronchoalveolar lavage (BAL)
Pemeriksaan analisis gas darah untuk membantu
menentukan berat penyakit
CRP (C Reactive Protein)
Prokalsitonin

CT Scan Toraks
Biopsi paru
Perawatan dengan memakai ETT/ ventilator
TB paru
Mikosis paru
Keganasan rongga toraks
Efusi pleura (bila lesi terletak di lobus bawah paru)

17. Terapi

17.1.

MMedikamentosa

Terapi
awal
antibiotik
spektrum
luas
dengan
memperhitungkan pola resistensi setempat
Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang
berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat
untuk menjamin efektivitas yang maksimal. Pemberian
terapi empiris harus intravena dengan sulih terapi pada
pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi
saluran cerna yang baik.
Pemberian
antibiotik
secara
de-eskalasi
harus
dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari
saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis
Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan
kemungkinan terinfeksi kuman MDR
Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika
keadaan klinis memburuk
Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk
mengubah pilihan empirik apabila respons klinik awal tidak
memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan
data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah
mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang
memuaskan
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik,
mukolitik/ekspektoran dan bronkodilator

17.2. NNon medikamentosa

Pencegahan kolonisasi pada orofaring dan lambung


Pencegahan aspirasi saluran napas bawah
Pencegahan inokulasi eksogen
Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien
Fisioterapi dada

17.3.

KKhusus

Pengisapan lendir bila perlu dengan suctioning dan


bronkoskop
Bronchial toilet bila terdapat:
Ventilator mekanik bila terjadi gagal napas

18. Perawatan rumah sakit


19. Penyulit (komplikasi)
19.1.
KKarena penyakit

Perawatan rawat inap

Sepsis
Gagal napas
Abses paru
Empiema

19.2.

Atelektasis paru

KKarena tindakan -

20. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu, bila diperlukan tindakan


pemasangan ventilator mekanis

21. Masa pemulihan

2 4 minggu

22. Bidang terkait

Radiologi
Patologi Klinik
Mikrobiologi

23. Fasilitas khusus

ICU isolasi

24. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Dubia ad malam
Dubia ad malam
Dubia ad malam

diagnostik

invasif

atau

No. ICD-X: J.18

Nama penyakit

PNEUMONIA / ASPIRASI BENDA ASING

1. Definisi

ialah peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme


(bakteri, virus, jamur, parasit, protozoa), akibat aspirasi benda
asing berupa cairan.
Riwayat aspirasi cairan, sesak napas tiba-tiba setelah aspirasi
dan disertai gejala infeksi.
Diagnosis pasti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat
infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau
lebih gejala di bawah ini :
Batuk-batuk bertambah
Perubahan karakteristik dahak / purulen
Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi,
suara napas bronkial dan ronki
Leukosit > 10.000 atau < 4500
Penilaian derajat keparahan penyaki dilakukan dengan
menggunakan system skor menurut Pneumonia Patient
Outcome Research Team (PORT) dgn modifikasi PDPI

2. Diagnosis

3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Umum

3.2. Khusus

4. Faktor risiko

Foto toraks PA dan lateral


Bronkoskopi
Laboratorium rutin darah
- pada hitung jenis terdapat dominasi sel leukosit PMN
Pewarnaan Gram sputum
Sputum Mikroorganisme, uji resistensi, anaerob, aerob dan
atipik
CT scan toraks
Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan ujiresistensi dari:
- Darah
- Aspirat transtrakea
- Aspirat transtorakal
- Bilasan bronkus
Gangguan neuromuskuler
Anesthesia
Penyakit serebrovaskuler
Keracunan obat dan alkohol
Meningitis dan ensefalitis
Gangguan metabolik
Kesadaran menurun, koma atau syok
Gangguan menelan
Penyakit saluran cerna, akalasia esofagus

5. Diagnosis banding

6. Terapi
6.1. Medikamentosa

6.2. Non medikamentosa


6.3. Khusus

gangguan pengosongan lambung, ileus, muntah


pipa endotrakeal dan pipa nasogaster
obstruksi esophagus, divertikulum atau fistula
trakeoesofagus
neoplasma yang melibatkan daerah pita suara
trakeostomi
Drowning (tenggelam)

ILD (interstitial lung diseases)


Mikosis paru
Tumor paru

Obat simptomatik seperti analgetik dan antipiretik, mukolitik


dan bronkodilator
Antibiotik
Anti inflamasi
Terapi oksigen
Bronkoskopi
Bronkoskopi atau pembedahan untuk pengambilan benda
asing

7. Perawatan rumah sakit

Umumnya rawat inap

8. Penyulit (komplikasi)
8.1. Karena penyakit

8.2. Karena tindakan

Infeksi
Sulit menelan (disfagia),
Atelektasis paru
Gagal napas
- Gagal napas

9. Informed consent (surat


persetujuan)

Diperlukan terutama bila dilakukan tindakan tindakan

10. Masa pemulihan

+ 2 4 minggu

11. Bidang terkait

Radiologi
THT
Bedah toraks
Anestesi

OK

12. Fasilitas khusus

ICU

13. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam

Nama penyakit

PNEUMONIA / ASPIRASI BENDA ASING

14. Definisi

Obstruksi saluran napas akibat inhalasi benda asing seperti


kacang, mainan, koin logam, makanan, minuman, gigi palsu
dan lain-lain masuk dalam saluran napas

15. Diagnosis

Riwayat aspirasi benda asing, sesak napas tiba-tiba setelah


aspirasi dan sulit berbicara. Foto toraks terdapat gambaran
benda yang teraspirasi terutama bila mengandung logam

16. Pemeriksaan penunjang


16.1.
Umum Foto toraks PA dan lateral
16.2.

Khusus

17. Faktor risiko

18. Diagnosis banding

19. Terapi

Bronkoskopi
CT scan toraks
Gangguan neuromuskuler
Anesthesia
Penyakit serebrovaskuler
Keracunan obat dan alkohol
Meningitis dan ensefalitis
Gangguan metabolik
Kesadaran menurun, koma atau syok
Gangguan menelan
Penyakit saluran cerna, akalasia esofagus
gangguan pengosongan lambung, ileus, muntah
pipa endotrakeal dan pipa nasogaster
obstruksi esophagus, divertikulum atau fistula
trakeoesofagus
neoplasma yang melibatkan daerah pita suara
trakeostomi

Tumor paru
Pneumonia
Mikosis paru

19.1.

19.2.
19.3.

MMedikamentosa Obat simptomatik seperti analgetik dan antipiretik, mukolitik


dan bronkodilator
Antibiotik
Suplementasi oksigen
Non medikamentosa
Khusus Bronkoskopi atau pembedahan untuk pengambilan benda
asing

20. Perawatan rumah sakit

Umumnya rawat inap

21. Penyulit (komplikasi)


21.1.
Karena penyakit

10
Infeksi
Sulit menelan (disfagia),
Atelektasis paru
Gagal napas

21.2.

Karena tindakan

22. Informed consent (surat


persetujuan)

Diperlukan terutama bila dilakukan tindakan tindakan

23. Masa pemulihan

+1 minggu

24. Bidang terkait

25. Fasilitas khusus

26. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Radiologi
THT
Bedah toraks
Anestesi
OK
ICU

Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
11

No. ICD-X: J.20

III. Nama penyakit

BRONKITIS AKUT

1. Definisi

Proses radang akut pada saluran bawah. Tidak dijumpai


kelainan radiologi. Penyebab tersering adalah virus. Bila
berlangsung lebih dari 5 7 hari dan terjadi perubahan warna
sputum perlu dipikirkan infeksi bakteri

2. Diagnosis

Demam, batuk-batuk (dari batuk kering sampai berdahak),


kadang-kadang disertai sesak napas dan disertai nyeri dada

3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Umum

3.2. Khusus
4. Faktor risiko
5. Diagnosis banding

6. Terapi
6.1. Medikamentosa

Sesuai komplikasi
Perokok
Infeksi akut saluran napas bagian atas

Bronkopneumonia

TB paru

6.2. Non medikamentosa

6.3. Khusus

Foto toraks PA dan lateral


Laboratorium rutin darah
- Hitung leukosit mungkin meningkat
- Pada hitung jenis, terdapat dominasi sel leukosit PMN
- Sputum mikroorganisme atas indikasi

Mukolitik
Ekspektoran
Bronkodilator (bila perlu)
Antitusif bila perlu
Antibiotika bila perlu
Istirahat
Suplemen O2
Hidrasi (terapi cairan)
Terapi inhalasi bila perlu
Sesuai komplikasi

7. Perawatan rumah sakit

Rawat jalan

8. Penyulit (komplikasi)
8.1. Karena penyakit

Pneumonia
Abses paru
Empiema
Septikemia

8.2. Karena tindakan

9. Informed consent (surat

12

Tidak perlu

persetujuan)
10. Masa pemulihan

5-7 hari

11. Bidang terkait

Radiologi
Mikrobiologi

12. Fasilitas khusus

13. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam

13

No. ICD-X: A.15

IV. Nama penyakit

TUBERKULOSIS

Definisi

ialah penyakit
yang
tuberculosis complex

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan


fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan
pemeriksaan penunjang lainnya
Gejala klinis
Gejala lokal (sesuai dengan organ yang terlibat)
Gejala respiratorik

- Batuk 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
- Gejala respiratorik bervariasi dari mulai tidak ada
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung
dari luas lesi
Gejala
sistemik

- Demam
- Malaise, keringat malam, anoreksia dan penurunan
berat badan
Gejala tuberkulosis ekstraparu

- Tergantung organ yang terlibat. Pada limfadenitis


tuberkulosis terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri kelenjar getah bening. Pada meningitis
tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis. Pleuritis
tuberkulosis terdapat sesak napas dan kadang nyeri
dada pada sisi yang terkena. Pada spondilitis
tuberkulosis terdapat tonjolan pada korpus
vertebrae disertai dengan atau tanpa defisit
neurologis
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat

memberikan
gambaran
bermacam-macam
bentuk
(multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi
TB aktif:
- Bayangan berawan/nodular di segmen apikal
dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu dikelilingi oleh
bayangan opak berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) dan bilateral
(jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif
- Fibrotik
-Kalsifikasi

disebabkan

oleh

Mycobacterium

-Schwarte
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan umum

Pemeriksaan khusus

Faktor risiko

Diagnosis banding

BTA sputum langsung


Foto toraks, PA/lateral/lateral dekubitus/oblik
Biakan M.tuberculosis dan uji resistensi
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED)
sering meningkat pada proses aktif tetapi hasil normal tidak
menyingkirkan TB
Uji Tuberkulin bila perlu
Analisis cairan pleura
Bilasan bronkus untuk pemeriksaan kuman tuberkulosis
(sediaan langsung, biakan). Pada anak biasanya dipakai
bilasan lambung
Histopatologi jaringan
PCR
Teknik lain untuk biakan kuman tuberkulosis seperti
BACTEC
IGRA (Interferon gamma release assay)
Malnutrisi
Diabetes melitus
Penderita dengan Human Immunodeficiency virus (HIV)
Pneumonia
Bronkiektasis
Mikosis paru
Tumor paru

Penyakit ini perlu diwaspadai pada kasus yang termasuk risiko


tinggi untuk kanker paru yakni umur 40 50 tahun, laki-laki,
perokok berat, BTA sputum (-) tidak menampakkan respons
klinik yang memadai pada awal pengobatan
3. Terapi
Medikamentosa

Pengobatan TB dibagi menjadi:


TB paru (kasus baru), BTA (+) atau BTA (-) pada foto
toraks lesi luas, TB ekstra paru berat 2RHZE/4RH atau
2RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3
TB paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks lesi
minimal, ekstra paru ringan 2 RHZE/4RH atau 6RHE
atau 2 RHZE/4R3H3
TB paru kasus kambuh. Sebelum ada hasil uji resistensi
dapat diberikan 2 RHZES/1 RHZE.

Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat


RHE selam 5 bulan
TB paru kasus gagal pengobatan. Sebelum ada hasil uji
resistensi diterapi dengan OAT kategori II, sambil
menunggu hasil uji resistensi. Rejimen OAT diberikan
sesuai hasil uji resistensi
TB paru kasus putus berobat. Pasien TB paru kasus lalai
berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
kriteria sebagai berikut :
a. Bila putus berobat kurang dari 1 bulan maka
pengobatan dilanjutkan sampai selesai
b. Bila putus berobat antara 1-2 bulan :
- Periksa BTA, kultur dan uji resistensi
- Lanjutkan pengobatan sambil menunggu hasil.
- Bila BTA (-) atau TB ekstraparu lanjutkan OAT
sampai seluruh dosis selesai
- Bila BTA (+) dan pengobatan sebelumnya kurang
dari 5 bulan, lanjutkan OAT sampai seluruh dosis
selesai, bila pengobatan sebelumnya lebih dari 5
bulan maka untuk kategori I pindah ke kategori II
atau sesuai uji resistensi.
c. Bila putus berobat lebih dari 2 bulan
- Hentikan OAT
- Periksa BTA, kultur dan uji resistensi
- Bila (-) atau TB ekstraparu OAT dihentikan
pasien di observasi sampai keluar hasil kultur
- Bila BTA (+), pasien yang mendapat kategori I
sebelumnya pindah ke kategori II atau
pengobatan sesuai dengan uji resistensi.
TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji
resistensi, berikan RHZES, jika telah ada hasil uji
resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih
sensitif) ditambah dengan obat lini ke-2 seperti
suntikan, kuinolon, betalaktam, makrolid dll.
Pertimbangkan pembedahan,
kasus TB paru
kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.

Pengembangan pengobatan TB paru yang


efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari TB
MDR. Pengembangan strategi DOTS untuk
mengontrol epidemi TB merupakan prioritas
utama WHO. International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan
WHO menyarankan untuk menggantikan

paduan obat tunggal dengan Kombinasi Dosis


Tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun
1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis
tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada
tabel 3. Keuntungan Kombinasi Dosis Tetap
antara lain:
1. Penatalaksanaan
sederhana
dengan
kesalahan pembuatan resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan
pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan
terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis
obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat
tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi
Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis Kombinasi Dosis
Tetap
BB

Fase intensif
2 bulan
Harian

30-

(RHZE)
150/75/400/27
5
2

37

Fase lanjutan
4 bulan
Harian 3x/mingg
u
(RH)
(RH)
150/75
150/150
2

38-

54

5570
>71

Penentuan dosis terapi Kombinasi Dosis Tetap


4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah
ditentukan oleh WHO, merupakan dosis yang
efektif atau masih termasuk dalam batas dosis
terapi dan non toksik.

Pada kasus yang mendapat obat Kombinasi


Dosis Tetap tersebut, bila mengalami efek
samping serius harus dirujuk ke rumah sakit /
dokter spesialis paru / fasilitas yang mampu
menanganinya.

Obat simptomatik : mukolitik,ekspetoran, antipiretik,


analgetik, antiemetik , bronkodilator dll
Steroid dalam TB keadaan berat (meningitis, perikarditis,
mengancam jiwa)
penanganan reaksi tidak diinginkan dari OAT:*
Non medikamentosa

Makan makanan bergizi, bila perlu diberikan vitamin


tambahan

16

4. Perawatan rumah sakit

5. Penyulit (komplikasi)
Karena penyakit

Karena tindakan

Pada prinsipnya pasien TB paru dapat berobat jalan


Indikasi rawat

- batuk darah
- pneumotoraks
- keadaan umum lemah
- sesak napas
- komplikasi lain : pneumonia
- malnutrisi
- gagal napas
TB di luar paru
- TB paru milier
- Meningitis TB
Pengobatan suportif/simptomatis yang diberikan sesuai dengan
keadaan klinis dan indikasi rawat

Penyebaran milier
TB ekstrapulmoner
Destroyed lung / lobe (luluh paruh)
Batuk darah masif / berulang
Pneumotoraks
Gagal napas
Gagal jantung

6. Informed consent

Perlu jika ada indikasi tindakan

7. Masa pemulihan

Bila tanpa penyulit dapat bekerja biasa

8. Bidang terkait

9. Fasilitas khusus

Kamar bedah toraks, bila perlu tindakan bedah

10. Prognosis
ad fungsionam
ad sanasionam
ad vitam

Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam

Mikrobiologi
Radiologi
Patologi anatomi
Bedah toraks
Bedah Orthopedi
Penyakit dalam
Anak

17

Nama penyakit

MULTIDRUG RESISTANT TB (MDR-TB) DAN


EXTENSIVELY DRUG RESISTANT
TUBERCULOSIS (XDR)

1. Definisi

Resistensi ganda menunjukkan M. tuberkulosis resisten


terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya.
Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi
menjadi :
1. Resistensi primer : apabila penderita sebelumnya tidak
pernah mendapat pengobatan TB
2. Resistensi inisial : apabila tidak tahu pasti apakah
penderita sudah pernah mendapat riwayat pengobatan
sebelumnya atau tidak
3. Resistensi sekunder : apabila penderita penderita telah
punya riwayat pengobatan sebelumnya
MULTIDRUG RESISTANT TB (MDR-TB)
TB yang resisten minimal terhadap isoniazid dan rifampisin
EXTENSIVELY DRUG RESISTANT TUBERCULOSIS (XDR)
MDR ditambah dengan salah satu obat golongan kuinolon dan
minimal satu dari 3 OAT injeksi (Capriomisin, kanamisin dan
amikasin)

2. Diagnosis

Anamnesis
Sama seperti gejala TB lainnya : batuk lebih dari 2 minggu,
batuk darah, demam keringat malam, anoreksia, sesak napas,
nyeri dada. Riwayat pengobatan TB sebelumnya
Pemeriksaan fisis:
TB paru tergantung luas kelainan struktur paru, pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan suara napas bronchial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum

3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Umum

Sputum BTA mikroskopik 3 kali


Kultur dan uji resistensi M tb
M GIT
Persiapan pemberian obat

Data klinis, termasuk berat badan


Foto toraks
Kreatinin serum
Kalium serum
Thyroid stimulating hormon (TSH)

Enzim hepar (SGOT, SGPT)


Hb dan leukosit

Indikasi pemeriksaan penunjang:


Pemeriksaan penunjang diindikasikan untuk
semua pasien yang akan diobati TB MDR.
Beberapa pemeriksaan khusus seperti test HIV,
test Kehamilan, tes pendengaran dan
penglihatan dilakukan bila dari pemeriksaan
klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik)
menunjukkan ada indikasi.
Khusus HIV, jika secara klinis dicurigai HIV
maka lakukan konseling sebelum pemeriksaan.
3.2. Khusus

HAIN test
BACTEC
MODS
Gen Expert

18

4. Faktor risiko

Rendahnya kepatuhan terhadap pengobatan


Meningkatnya insidens TB di beberapa daerah dan
tingginya prevalensi infeksi HIV
Masih kurangnya fasilitas (kontrol infeksi dan isolasi
penderita) untuk mencegah penularan TB
Keterlambatan diagnosis TB
Keterlambatan mengetahui ada resistensi obat karena
lamanya mendapatkan informasi hasil tes kepekaan
Penderita smear dan kultur positif persisten
Kontak dengan penderita MDR-TB
Lahir di daerah dengan prevalensi resisten OAT tinggi

5. Diagnosis banding

Mycobacterium other than tuberculosis/ (MOTT)


Koinfeksi TB HIV

6. Terapi
6.1. Medikamentosa

Saat ini paduan yang dianjurkan ialah minimal 4 OAT yaitu


OAT lini 1 yang sensitif ditambah lini 2 yaitu suntikan,
kuinolon, (siprofloxacin dosis 1000-1500 mg atau
oflokasasin atau 800 mg mg atau levofloksasin 750mg atau
moksifloksasin 400 mg ), etionamid,sikloserin, klofazimin,
amoksisilin + asam klavulanat
Lama pengobatan terdiri dari 2 fase
Fase intensif minimal 6 bulan
Fase lanjutan minimal 18 bulan setelah kultur negatif

Pengobatan TB MDR adalah bagian dari


penatalaksanaan pasien TB MDR. Pada tahap uji
pendahuluan ini pasien TB MDR akan di obati
menggunakan strategi pengobatan yang standard
(standardized
treatment)
dimana
paduan
pengobatan mengacu pada paduan yang tersedia.
Selain itu juga terdapat strategi pengobatan yang
bersifat individual (individualized treatment) dan
empiris (empirical treatment).
Informasi lengkap dapat dilihat pada juknis II
TB MDR.
Klasifikasi obat anti tuberkulosis yang digunakan
dalam pengobatan TB MDR dibagi dalam 5
kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya,
yaitu:
Kelompok 1: Sebaiknya digunakan karena
kelompok ini paling efektif dan dapat ditoleransi
dengan baik. Obat yang disediakan dalam uji

pendahuluan Pirazinamid dan Etambutol.


Kelompok 2: Bersifat bakterisidal dan
sebaiknya digunakan. Dalam uji pendahuluan
yang digunakan adalah Kanamisin. Jika alergi
terhadap Kanamisin diganti dengan
Capreomisin.
Kelompok 3: Fluorokuinolon yang bersifat
bakterisidal tinggi. Dalam uji pendahuluan yang
digunakan adalah Levofloksasin.
Kelompok 4: Bersifat bakteriostatik tinggi.
Dalam uji pendahuluan yang digunakan adalah
PAS, Ethionamid dan Sikloserin.
Kelompok 5: Obat yang belum jelas efikasinya
(Amoksisilin + Asam Klavulanat dan Makrolide
baru, seperti: roksitromisin), tidak disediakan
dalam program ini.

1. Paduan Pengobatan TB MDR


Paduan obat TB MDR yang akan diberikan kepada
semua pasien TB MDR pada uji pendahuluan ini
adalah paduan standar (standardized treatment),
yaitu:

Km (E) Eto Lfx Z Cs / (E) Eto


Keterangan:
Km = Kanamisin
E = Ethambutol
Eto = Ethionamid

Lfx
Z
Cs

= Levofloksasin
= Pirazinamid
= Sikloserin

6.2. Non medikamentosa

6.3. Khusus

Pembedahan, syarat:

Kasus awal
Toleransi operasi baik
Lesi terlokalisir pada satu lobus
Diberikan OAT 2 bulan sebelum operasi
Pascabedah dilanjutkan OAT 12-24 bulan

Infection control
Pemberian gizi yg baik
Pengetahuan tentang penyakit
Pengawasan Menelan Obat (PMO) oleh petugas kesehatan

7. Perawatan rumah sakit

Awal pengobatan untuk melihat toleransi dan efek samping


Bila terjadi komplikasi

8. Penyulit (komplikasi)
8.1. Karena penyakit

8.2. Karena tindakan

Efek samping berat

HIV
Diabetes Melitus
Mikosis paru
Infeksi berulang
Batuk darah
Gangguan saluran cerna
Efek samping obat

19

9. Informed consent (surat


persetujuan)

Jika ada tindakan pembedahan, bronkoskopi

10. Masa pemulihan

11. Bidang terkait

12. Fasilitas khusus


(dengan infection control)

13. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Mikrobiologi
Patologi Klinik
Psikiatri
Bedah toraks
THT
Penyakit dalam
Kebidanan
Poliklinik khusus MDR
Ruang tunggu terpisah
Ruang rawat khusus MDR
ICU khusus Isolasi

Ad malam
Ad malam
Ad malam

20

No. ICD-X: A 15.6

Nama penyakit

PLEURITIS TB

1. Definisi

Peradangan pleura disertai terbentuknya cairan eksudat yang


disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis

2. Diagnosis

Batuk-batuk, demam, nyeri dada sisi yang sakit, sesak napas.


Hemitoraks sisi yang sakit lebih cembung, pergerakan
tertinggal pada pernapasan, perkusi pekak / redup, suara
napas melemah, mediastinum terdorong ke sisi yang sehat

3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Umum

3.2. Khusus

4. Faktor risiko

5. Diagnosis banding

6. Terapi
6.1.Medikamentosa

6.2. Non medikamentosa

Foto toraks PA dan lateral


Foto toraks lateral dekubitus bila cairan sedikit
USG Toraks
Punksi pleura
Analisis cairan pleura : Rivalta, Hitung jenis sel, sel
mononuclear dominan, kadar glukosa rendah
BTA cairan pleura
Uji Mantoux
Biopsi pleura: ditemukan tuberkel & radang kronik
Sitologi cairan pleura (min 50cc)

Pleuroskopi
Torakoskopi medik
IGRA
PCR
ADA (adenosin deaminase assay)
Penderita dengan HIV
DM
Imunocompromised

Empiema
Abses paru
Efusi pleura ganas
Tumor paru
Mesotelioma

Sama dengan terapi tuberkulosis paru, ditambah dengan


prednison 30-40 mg/hari, kemudian dosis diturunkan 5-10 mg
tiap 5 7 hari selama 3 minggu

Pengawasan menelan obat (PMO)


Pemberian makanan bergizi
Fisioterapi

6.3. Khusus
7. Perawatan rumah sakit
8. Penyulit (komplikasi)
8.1. Karena penyakit

8.2. Karena tindakan

Punksi pleura semaksimal mungkin baik pada pasien sesak


napas maupun tanpa sesak napas
Umumnya berobat jalan. Rawat inap bila penderita sesak
napas atau ada penyulit/komorbid

Empiema
Fistula bronkopleural
Penebalan pleura

Hidropneumotoraks

9. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu untuk tindakan pungsi dan biopsi pleura

10. Masa pemulihan

2 8 minggu

11. Bidang terkait

12. Fasilitas khusus

Ruang tindakan

13. Prognosis
a. Ad fungsionam
b. Ad sanasionam
c. Ad vitam

ad bonam
ad bonam
ad bonam

Radiologi
Mikrobiologi
Patologi Anatomi
Bedah toraks
Rehab Medik

22

No. ICD-X: J 17.2

Nama penyakit

PENYAKIT JAMUR PARU (Hedot)

1. Definisi

Penyakit jamur paru adalah infeksi paru yang disebabkan oleh


jamur, baik infeksi primer maupun infeksi sekunder

2. Diagnosis

Tidak ada gejala yang khas, gejala dapat berupa:


Batuk kronik
Batuk darah berulang
Demam
Mungkin timbul sesak napas
Infeksi jamur local di mulut/tenggorokan

3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Umum

Foto toraks gambaran spesifik fungus ball, infiltrat,


gambaran massa,
Mikroskopik dan biakan jamur dari sputum, bilasan
bronkus, biopsi paru
Serologi jamur (serial test menunjukkan peningkatan titer)

3.2. Khusus

Bronkoskopi, bilasan atau sikatan bronkus, TBLB, BAL


Histopatologi
Tomogram atau
CT scan toraks dengan kontras

4. Faktor risiko

Penderita dengan komorbid seperti DM, CKD


Penderita dengan keganasan atau transplantasi organ
Penderita yang mendapat antibiotika atau steroid utuk
jangka waktu yang lama
Penderita dengan kerusakan parenkim paru
Penderita yang mendapat sitostatika
Penderita dengan defisiensi imunologis atau HIV
Tinadakan medis: kateter urin, nutrisi parenteral,
pembedahan, HD, ventilasi mekanik

5. Diagnosis banding

6. Terapi
6.1. Medikamentosa

Pneumonia karena sebab lain


Tuberkulosis paru

Tumor paru

Tergantung jenis jamur, umumnya dipakai obat golongan


ketokonazol, itrakonazol atau flukonazol. Pada kasus berat
amfoterisin B, flusitosin

23

6.2. Non medikamentosa

6.3. Khusus

Bila ada fungus ball disertai batuk darah biasanya perlu


pembedahan (reseksi paru)

7. Perawatan rumah sakit


8. Penyulit (komplikasi)
8.1. Karena penyakit

8.2. Karena tindakan

Istirahat
Makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh
Fisioterapi

Rawat inap untuk pasien dengan batuk darah, atau keadaan


umum buruk

Batuk darah
Sepsis

9. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu (bila perlu tindakan invasif seperti bronkoskopi, TTNA,


TBLB)

10. Masa pemulihan

1 minggu

11. Bidang terkait

12. Fasilitas khusus

Bronkoskopi
OK

13. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Radiologi
Bedah toraks
Parasitologi
Mikologi

Dubia ad malam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam

24

No. ICD-X: J85

Nama penyakit

ABSES PARU

1. Definisi

Proses infeksi paru supuratif yang menimbulkan destruksi


parenkim dan pembentukan satu atau lebih kaviti yang
mengandung pus sehingga membentuk gambaran radiologis
air- fluid level
Necrotizing pneumonia adalah proses infeksi dengan
patogenesis hampir sama dengan abses paru dan
menunjukkan gambaran kavitasi multipel (berukuran kurang
dari 2 cm)

2. Diagnosis

3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Umum

Dapat bersifat akut atau kronik


Gejala minggu pertama berupa gejala prodromal seperti
demam, sesak napas, malaise, anoreksia, penurunan
berat badan dan batuk produktif
Batuk disertai produksi sputum kental berbau busuk
Batuk darah, nyeri dada dan sianosis
Pemeriksaan fisis dapat normal atau ditemukan kelainan
apabila terdapat pneumonia, atelektasis ataupun efusi
pleura
Bunyi napas tambahan amforik atau succin splash
dapat dijumpai walau jarang

Foto toraks PA & lateral


Laboratorium darah: leukosit, LED meninggi
Sediaan apus sputum pulasan Gram,
Biakan dan uji resistensi terhadap mikroorganisme
anaerob, aerob, atipik, jamur

3.2. Khusus

Bronkoskopi
Tomogram atau
CT Scanning toraks
CRP
TTNA

4. Faktor risiko

Aspirasi
Penyakit gigi dan gusi
Obstruksi jalan napas
Bronkiektasis
Infark paru
Fibrosis kistik
Sindrom disfungsi silia
Sekuester paru

5. Diagnosis banding

6. Terapi
6.1. Medikamentosa

Gangguan imuniti/sindrom defisiensi imuniti


Pneumonia emboli
Empiema
Bula terinfeksi
Keganasan rongga toraks
Atelektasis
Pneumonia
Mikosis paru (fungus ball)

Antibiotik
untuk
kuman
Gram
negatif
misal
aminoglikosida, sefalosporin
Antibiotik kuman anaerob seperti Metronidazol 3 x 500
mg, bila dahak berbau busuk
Obat pilhan lain: amoksisilin + asam klavulanat 3 x 1 g
selama 3 5 hari, dilanjutkan 3 x 500 mg sampai rongga
abses menutup

6.2. Non medikamentosa

Fisioterapi

6.3. Khusus

Fisioterapi, drainase postural


Bronkoskopi (membantu drainase atau pengambilan
benda asing)
Pembedahan dapat dilakukan bila usaha terhadap
pemberian antibiotika yang adekuat dan drainase yang
efektif telah dilakukan tetapi tidak ada perbaikan atau
masih ada kaviti

7. Perawatan rumah sakit


8. Penyulit (komplikasi)
8.1. Karena penyakit

8.2. Karena tindakan


9. Informed consent (surat
persetujuan)

Rawat inap
Batuk darah massif
Sepsis
Ko infeksi oleh jamur atau kuman lain
Pembentukan fungus ball
Empiema dengan atau tanpa fistel bronkopleura
Asfiksia karena tumpahnya pus ke dalam saluran napas
Gagal napas
Penyebaran perkontinuitatum
Pneumoptoraks
Perlu, bila akan dilakukan tindakan (bronkoskopi/ TTNA) dan
pembedahan

26

10. Masa pemulihan

Tergantung perjalanan penyakit (1-3 bulan)

11. Bidang terkait

Bedah Toraks
Rehabilitasi Medik
Mikrobiologi
Parasitologi
Gigi dan mulut

12. Fasilitas khusus

Kamar bedah (bila perlu tindakan)


ICU
HCU

13. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam

27

No. ICD-X: J.80

Nama penyakit

SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME


(SARS)

1. Definisi

adalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh infeksi


saluran napas akut berat dengan penyebab coronavirus

2. Diagnosis

Suspect SARS
1. Seorang yang sesudah tanggal 1 November
2002
megalami hal-hal seperti berikut :
Demam lebih dari 38C, dan
Batuk atau sesak napas dan atau lebih:
Dalam 10 hari terakhir kontak langsung dengan
seseorang suspek/probable SARS
Dalam 10 hari terakhir riwayat berpergian ke daerah
transmisi lokal SARS
Penduduk dari daerah transmisi lokal SARS
2. Seseorang yang setelah tanggal 1 November 2003
meninggal akibat ARDS yang tidak diketahui penyebabnya
dan tidak dilakukan autopsi, dan satu atau lebih
Dalam 10 hari terakhir kontak langsung dengan
seseorang suspek/probable SARS
Dalam 10 hari terakhir riwayat berpergian ke daerah
transmisi lokal SARS
Penduduk dari daerah transmisi lokal SARS
Gejala tambahan lain: sakit kepala, otot kaku, nasfu makan
berkurang, lesu, binggung, kemerahan pada kulit, diare
Probable SARS
1. Penderita suspect SARS, pada foto toraks terdapat
gambaran pneumonia atau Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)
2. Penderita suspect SARS, meninggal setelah di autopsi, dari
hasil PA ditemukan gambaran ARDS dangan penyebab
tidak jelas
3. Kasus suspect bila ditemukan corona virus

Confirmed 28
SARS
1. Confirmed positif PCR untuk SARS
- Paling sedikit ditemukan dari 2 bahan klinik yang
berbeda atau
- Bahan klinik sama tapi dilakukan 2 hari kemudian atau
lebih dalam masa sakit atau
- cara penilaian yang berbeda atau ulang PCR dengan
bahan klinik asli
2. Serokonversi dengan ELISA atau IFA
- Antibodi (-) pada masa akut antibodi test (+) pada masa
konvelesen, atau
- Titer antibodi meningkat 4 x atau lebih diantara fase akut
dan konvalesen
3. Isolasi virus
- Isolasi dari SARS coronavirus pada kultur sel dengan
PCR
3. Pemeriksaan penunjang

3.1.Umum
3.2.Khusus

Pemeriksaan darah perifer lengkap


Pemeriksaan fungsi hati
Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan kadar elektrolit
Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
Foto toraks

Foto toraks ditemukan gambaran perselubungan, intertisial dan


dapat menyebar (difus)
CT Scan toraks
Pemeriksaan RT-PCR
Immunofluorescence assay (IFA)

4. Faktor risiko

Orang tinggal di daerah endemic SARS

5. Diagnosis banding

6. Terapi
6.1.Medikamentosa

Pneumonia tipik
Pneumonia atipik lainnya

Suspect SARS
Isolasi
Terapi suportif: vitamin, nutrisi, immunomodulator
Simptomatik
Antibiotik : amoksilin atau amoksilin+antibetalaktamase

6.2.Non medikamentosa
7. Perawatan rumah sakit
8. Penyulit (komplikasi)
8.1.Karena penyakit
8.2.Karena tindakan

9. Informed consent (surat


persetujuan)

29
Probable SARS
A. ringan/sedang
Isolasi
Terapi suportif: vitamin, nutrisi, immunomodulator, cairan,
oksigen
Simptomatik
Antibiotik
- Amoksilin + antibetalaktamase iv + makrolid baru, atau
- Sefalosporin G2, G3 iv + makrolid baru, atau
- Kuinolon respirasi (moksifloksasin, levofloksasin,
gatifloksasin) iv
B. Probable berat
Suportif: vitamin, nutrisi, cairan, immunomodulator, oksigen
Ventilator mekanis
Simptomatik
Antibiotik:
- Tidak ada risiko pseudomonas: sefalosporin G3
iv nonpseudomonas + makrolid atau
fluoroquinolon respirasi IV
- Ada risiko pseudomonas: Sefalosporin
antipseudomonas iv/karbapenem iv +
fluoroquinolon antipseudomonas
IV/aminoglilosida iv +makrolid
Antivirus: ribavirin 1.2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/KgBB
tiap 8 jam iv
Steroid: Hodrokortison 4 mg/KgBB iv tiap 8 jam atau
metilprednisolon iv 240-320 mg tiap hari
Fisioterapi (bila pasien berbaring lama)

Rawat inap (isolasi), Perawatan Intensif


Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)
Pneumotoraks
Ventilator associated pneumonia
Perlu, bila diperlukan tindakan diagnostik invasif atau
pemasangan ventilator mekanik

30

10. Masa pemulihan

1 2 minggu

11. Bidang terkait

12. Fasilitas khusus

Ruang isolasi
ICU jika terdapat gagal napas

13. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Radiologi
Patologi Klinik
Mikrobiologi

ad malam
ad malam
ad malam

31

Nama penyakit

Avian Influenza

1. Definisi

Infeksi yang disebabkan oleh virus influenza subtipe


H5N1 yang pada umumnya menyerang unggas
(burung dan ayam). Apabila virus tersebut
menyerang manusia maka dapat mengakibatkan
pneumonia ringan-berat hingga ARDS

2. Diagnosis

Seseorang dalam investigasi


Seseorang yang telah diputuskan oleh dokter
setempat untuk diinvestigasi terkait kemungkinan
infeksi H5N1
Kasus suspek H5N1
Seseorang yang mnderita demam dengan suhu
38 C disertai satu atau lebih gejala di bawah
ini:
o Batuk
o Sakit tenggorokan
o Pilek
o Sesak napas,
dan disertai satu atau lebih dari pajanan dibawah
ini dalam 7 hari sebelum mulainya gejala:
- Kontak erat (dalam jarak 1 meter) seperti
merawat, berbicara atau bersentuhan
dengan pasien suspek, probabel atau kasus
H5N1 yang sudah konfirmasi
- Terpajan
(memegang,
menyembelih,
mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan
untuk konsumsi) dengan tenak ayam,
unggas liar, bangkai unggas atau terhadap
lingkungan yang tercemar oleh kotoran
unggas itu dalam wilayah di mana infeksi
dengan H5N1 pada hewan atau manusia
telah dicurigai atau terkonfirmas dalam bulan
terakhir
- Mengkonsumsi produk unggas mentah atau
tidak dimasak sempurna di wilayah yang
dicurigai atau dipastikan terdapat hewan
atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam 1
bulan terakhir
- Kontak erat dengan binatang lain (selain
ternak unggas atau unggas liar)

32

Memegang/menangani sampel (hewan atau


manusia) yang dicurigai mengandung virus
H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat
lainnya
- Ditemukan leukopeni
- Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan
pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit
kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa
subtipe
- Foto toraks menggambarkan pneumonia
yang cepat memburuk pada serial foto
Kasus probable H5N1
Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau
lebih keadaan di bawah ini:
a. Ditemukan kenaikan titer antibodi
terhadap H5, minimum 4 kali dengan
pemeriksaan uji HI menggunakan
eritrosit kuda atau uji ELISA
b. Hasil laboratorium terbatas untuk
influenza H5 (terdeteksinya antibodi
spesifik H5 dalam spesimen serum
tunggal) menggunakan uji netralisasi
(dikirim ke laboratorium rujukan), atau
Seseorang yang meninggal karena suatu penyakit
saluran napas akut yang tidak bisa dijelaskan
penyebabnya yang secara epidemiologis berkaitan
dengan aspek waktu, tempat dan pajanan terhadap
suatu kasus probabel atau suatu kasus H5N1
yangterkonfirmasi
Kasus H5N1 terkonfirmasi
Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek
atau probabel, dan disertai
Satu dari hasil positif berikut ini yang
dilaksanakan dalam suatu laboratorium influenza
nasional, regional atau internasional yang hasil
pemeriksaan H5N1-nya diterima oleh WHO
dengan konfirmasi:
- Isolasi virus H5N1
- Hasil PCR H5N1 positif
- Peningkatan 4 kali lipat titer antibodi
netralisasi untuk H5N1 dari spesimen
konvalesen dibandingkan dengan spesimen
akut
- Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 1/80
pada spesimen serum yang diambil
-

33

pada hari ke 14 setelah awitan (onset


penyakit) disertai hasil positif serologi lain
seperti titer HI sel darah merah kuda
1/160 atau western blot spesifik H5 positif
Gejala Klinik:
Demam 38C, batuk dan nyeri tenggorok. Gejala
lain yang dapat ditemukan adalah pilek, sakit kepala,
nyeri otot, infeksi selaput mata, diare atau gangguan
cerna. Bila dijumpai sesak napas kemungkinan
adalah perburukan
3. Pemeriksaan penunjang
3.1.Umum

3.2.Khusus

4. Faktor risiko

Laboratorium: pemeriksaan darah rutin (Hb,


leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit),
spesimen serum, aspirasi nasofaringeal, apus
hidung dan tenggorok untuk konfirmasi
diagnostik
Pemeriksaan kimia darah: Albumin, globulin,
SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, analisis gas
darah
Pemeriksaan radiologik: PA dan lateral
Pemerikaan CT-Scan toraks
Pemeriksaan serologi
- RT-PCR (Polymerasi Chain Reaction)
untuk H5
- BIakan dan identifikasi virus influenza
A subtype H5N1 jika ada fasiliti
- Uji serologi
Pemeriksaan virology
- Kultur jika ada fasiliti
Nekropsi jika ada fasiliti
Kontak erat (dalam jarak 1 meter) seperti
merawat, berbicara atau bersentuhan dengan
pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang
sudah konfirmasi
Terpajan (memegang, menyembelih, mencabuti
bulu,
memotong,
mempersiapkan
untuk
konsumsi) dengan tenak ayam, unggas liar,
bangkai unggas atau terhadap lingkungan yang
tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah
di mana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau
manusia telah dicurigai atau terkonfirmas dalam
bulan terakhir

5. Diagnosis banding

Memegang/menangani sampel (hewan atau


manusia) yang dicurigai mengandung virus
H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat
lainnya

Demam dengue
Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain,
baktri atau jamur
Demam tipoid
HIV dengan infeksi sekunder
TB paru

6.Terapi
6.1.Umum

6.2.Medikamentosa

34
Mengkonsumsi produk unggas mentah atau tidak
dimasak sempurna di wilayah yang dicurigai atau
dipastikan terdapat hewan atau manusia yang
terinfeksi H5N1 dalam 1 bulan terakhir
Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak
unggas atau unggas liar)

Pasien suspek flu burung langsung diberikan


oseltamivir 2 x 75 mg
Untuk pelayanan kesehatan terpencil dapat
digunakan sistem skoring
Pasien suspek H5N1, probabel dan konfirmasi
dirawat di ruang isolasi
Pemeriksaan laboratorium sesuai jadwal yang
sudah ditentukan
Penatalaksanaan di ruang rawat nap: keadaan
umum, kesadaran, tanda vital, pantau saturasi
oksigen
Terapi suportif

Antiviral diberikan secepat mungkin 48 jam pertama


Dewasa atau anak < 13 tahun diberikan
oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari
Anak 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2
kali sehari selama 5 hari
Antibiotik spektrum luas (mencakup kuman tipikal
dan atipikal)
Penatalaksanaan sepsis apabila ditemukan
sepsis
Respiratory care

35

7. Perawatan rumah sakit


8. Penyulit (komplikasi)
8.1.Karena penyakit

8.2.Karena tindakan

Semua kasus yang termasuk suspek, probable dan


kasus konfirmasi perlu rawat inap

Gagal napas
Ventilator assciated pneumonia (VAP)
Sepsis
ARDS
Pneumotoraks

9. Informed consent (surat


persetujuan)

Pada semua pasien untuk semua tindakan diagnosis


dan terapi

10. Masa pemulihan

2-4 minggu

11. Bidang terkait

Mikrobiologi
Patologi Klinik
Radiologi
Intensivis
Penyakit dalam

12. Fasilitas khusus

ICU bila memerlukan ventilasi mekanik I

13. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Ad malam
Ad malam
Ad malam

36

No. ICD-X: J86

Nama penyakit

Empiema toraks non TB

1. Definisi

Terjadinya peristiwa supurasi dalam rongga toraks

2. Diagnosis

Gejala klinik empiema sangat bervariasi, dapat ringan


sampai syok sepsis. Pasien dengan infeksi bakteri
aerob, tanda dan gejala yang sering didapatkan
adalah infeksi akut seperti demam, nyeri dada, batuk
berdahak, leukositosis dan peningkatan CRP

3. Pemeriksaan penunjang
3.1.Umum

3.2.Khusus

4. Faktor risiko

5. Diagnosis banding

6. Terapi
6.1.Medikamentosa

Pemeriksaan mikrobiologi cairan pleura (Gram,


biakan, anaerob, aerob dan atipik)
Hitung jenis leukosit, pH, laktat dehidrogenase
dan kadar glukosa
Foto toraks PA dan lateral
Laboratorium rutin darah
- pada hitung jenis terdapat dominasi sel
leukosit PMN
Pewarnaan Gram sputum
Sputum Mikroorganisme & uji resistensi
CRP
Prokalsitonin
Bronkoskopi
Punksi pleura
Torakoskopi atas indikasi
Pleuroskopi
Biopsi pleura
CT-Scan toraks
Pengguna alkohol
Penurunan kesadaran
Faktor-faktor terjadinya aspirasi
Penderita dengan komorbid
Pleuritis eksudativa TB
Hemothoraks
Chylotoraks
Efusi pleura ganas
Parapneumonia effusion non komplikasi
Abses paru
Amebiasis paru
Empiema bakterialis
Antibiotik (sebaiknya berdasarkan pewarnaan
Gram, biakan dan uji sensitiviti kuman):

sefalosporin generasi 2 atau aminoglikosida,


vankomisin, penisilin, karbapenem, sefalosporin
generasi 3
Pemasangan WSD
Spooling
Fibrinolitik.

6.2.Non medikamentosa

Fisioterapi

6.3.Khusus

WSD
Torakoskopi
VATS
Torakotomi-dekortikasi bila konservatif gagal

7. Perawatan rumah sakit


8. Penyulit (komplikasi)
8.1.Karena penyakit

8.2. Karena tindakan

Perawatan inap

Sepsis
Fistula bronkopleura
Penebalan pleura

Perdarahan
Piopneumotoraks

9. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu untuk tindakan memasang WSD atau tindakan


invasif lain (torakoskopi & torakotomi)

10. Masa pemulihan

2 4 minggu

11. Bidang terkait

Radiologi
Bedah toraks
Mikrobiologi
Parasitologi
Fisioterapi

12. Fasilitas khusus

Kamar operasi
ICU

13. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Ad malam
Ad malam
Ad malam

No. ICD-X: A15

Nama penyakit

Empiema toraks TB

1. Definisi

Terjadinya peristiwa supurasi dalam rongga toraks


akibat infeksi kuman M.tuberculosis

2. Diagnosis

Gejala klinik empiema sangat bervariasi, dapat ringan


sampai syok sepsis.

3. Pemeriksaan penunjang
3.1.Umum

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik,


pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi,
radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya
Gejala klinis
Gejala lokal (sesuai dengan organ yang terlibat)
Gejala respiratorik

- Batuk 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
- Gejala respiratorik bervariasi dari mulai
tidak ada gejala sampai gejala yang cukup
berat tergantung dari luas lesi
Gejala
sistemik

- Demam
- Malaise, keringat malam, anoreksia dan
penurunan berat badan
Pada pemeriksaan foto toraks didapati
perselubungan homogen tanpa atau disertai
gambaran radiologi tb yang lain (Fibrotik,
Kalsifikasi, Schwarte)
BTA sputum langsung

Foto toraks, PA/lateral/lateral dekubitus/oblik

Biakan M.tuberculosis dan uji resistensi

Hasil
pemeriksaan
darah
rutin
kurang

menunjukkan indikator yang spesifik untuk TB.


Laju endap darah (LED) sering meningkat pada
proses
aktif
tetapi
hasil
normal
tidak
menyingkirkan TB
Uji Tuberkulin bila perlu

Analisis cairan pleura

Bilasan bronkus untuk pemeriksaan kuman

tuberkulosis (sediaan langsung, biakan). Pada


anak biasanya dipakai bilasan lambung

3.2.Khusus

4. Faktor risiko

5. Diagnosis banding

6. Terapi
6.1.Medikamentosa

Histopatologi jaringan
PCR Cairan pleura
Teknik lain untuk biakan kuman tuberkulosis
seperti BACTEC
IGRA (Interferon gamma release assay)
ADA
Torakoskopi
Pleuroskopi
VATS
Malnutrisi
Diabetes melitus
Penderita dengan Human Immunodeficiency
virus (HIV)
Pleuritis eksudativa TB
Hemothoraks
Chylotoraks
Efusi pleura ganas
Parapneumonia effusion non komplikasi
Abses paru
Amebiasis paru
Empiema bakterialis

Pengobatan TB dibagi menjadi:


TB paru (kasus baru), BTA (+) atau BTA (-) pada
foto toraks lesi luas, TB ekstra paru berat
2RHZE/4RH
atau
2RHZE/6HE
atau
2RHZE/4R3H3
TB paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto
toraks lesi minimal, ekstra paru ringan 2
RHZE/4RH atau 6RHE atau 2 RHZE/4R3H3
TB paru kasus kambuh. Sebelum ada hasil uji
resistensi dapat diberikan 2 RHZES/1 RHZE.
Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat
diberikan obat RHE selam 5 bulan
TB paru kasus gagal pengobatan. Sebelum ada
hasil uji resistensi diterapi dengan OAT kategori
II, sambil menunggu hasil uji resistensi. Rejimen
OAT diberikan sesuai hasil uji resistensi
TB paru kasus putus berobat. Pasien TB paru
kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan
kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
a. Bila putus berobat kurang dari 1 bulan
maka
pengobatan dilanjutkan sampai selesai
b. Bila putus berobat antara 1-2 bulan :

Periksa BTA, kultur dan uji resistensi


Lanjutkan pengobatan sambil
menunggu hasil.
- Bila BTA (-) atau TB ekstraparu
lanjutkan OAT
sampai seluruh dosis selesai
- Bila BTA (+) dan pengobatan sebelumnya
kurang dari 5 bulan, lanjutkan OAT sampai
seluruh dosis selesai, bila pengobatan
sebelumnya lebih dari 5 bulan maka untuk
kategori I pindah ke kategori II atau sesuai
uji resistensi.
c. Bila putus berobat lebih dari 2 bulan
- Hentikan OAT
- Periksa BTA, kultur dan uji resistensi
- Bila (-) atau TB ekstraparu OAT
dihentikan pasien di observasi sampai
keluar hasil kultur
- Bila BTA (+), pasien yang mendapat
kategori I sebelumnya pindah ke
kategori II atau pengobatan sesuai
dengan uji resistensi.
-

TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji


resistensi, berikan RHZES, jika telah ada hasil uji
resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih
sensitif) ditambah dengan obat lini ke-2 seperti
suntikan, kuinolon, betalaktam, makrolid dll.
Pertimbangkan pembedahan, kasus TB paru kronik
perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.
Obat simptomatik : mukolitik,ekspetoran,
antipiretik, analgetik, antiemetik dll
Steroid dalam TB keadaan berat (meningitis,
perikarditis, mengancam jiwa)
Tambahan FDC (dr. Diah)
Pemasangan WSD
Spooling
Fibrinolitik.
6.2.Non medikamentosa
6.3.Khusus

Fisioterapi
Spooling
Bronkoskopi
Pleuoroskopi
Torakoskopi
VATS
Pembedahan dilakukan jika dalam 2 bulan terapi
produksi cairan masih ada.

7. Perawatan rumah sakit


8. Penyulit (komplikasi)
8.1.Karena penyakit

8.2. Karena tindakan

4 8 minggu

Sepsis
Fistula bronkopleura
Penebalan pleura

Perdarahan
Piopneumotoraks

9. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu untuk tindakan memasang WSD atau tindakan


invasif lain (torakoskopi & torakotomi)

10. Masa pemulihan

2 4 minggu

11. Bidang terkait

12. Fasilitas khusus

Torakoskopi

13. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

Ad malam
Ad malam
Ad malam

Radiologi
Bedah toraks
Mikrobiologi
Parasitologi
Fisioterapi

HARI PERTAMA SAMPAI DISINI BERSAMBUNG BESOK DENGAN MENU YANG


BERBEDA
BRONKITIS AKUT BELU M DICOLEK.

No. ICD-X: J21

Nama penyakit

Bronkiolitis

1. Definisi

Bronkiolitis merupakan penyakit infeksi yang mengenai


saluran napas kecil (bronkiolus). Biasanya disebabkan
oleh virus, a.l : Respiratory Syncitial Virus (RSV),
Adeno virus, Parainfluenza virus atau virus lain.
Penyakit ini terutama menyerang bayi dan anak usia
kurang dari 2 tahun, karena saluran napas kecil
mereka lebih mudah tersumbat dibandingkan anak
yang lebih besar atau orang dewasa. Menurut
penelitian ternyata anak-anak yang menderita
bronkiolitis lebih sering menderita penyakit asma
dikemudian hari, tetapi masih belum jelas apakah
bronkiolitis sebagai penyebab atau pencetus asma.

2. Diagnosis

Biasanya dimulai dengan gejala-gejala flu seperti


hidung berair, bersin, batuk-batuk ringan, dapat
disertai demam dan penurunan napsu makan. Setelah
satu atau dua hari, pernapasan menjadi lebih cepat,
batuk bertambah parah dan dapat timbul wheezing
serta retraksi

3. Etiologi

RSV (Respiratory Synsisial Virus), Adeno virus,


Parainfluenza virus atau virus lain.

4. Pemeriksaan penunjang
4.1.Umum

Foto toraks
Pemeriksaan swab untuk RSV sebagai penyebab

Bronkitis
Asma bronkial

4.2.Khusus
5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding

7. Terapi
7.1. Medikamentosa

Tidak ada pengobatan spesifik untuk bronkiolitis.


Antibiotik diberikan bila didapati tanda-tanda infeksi

bakteri,39
bronkodilator dapat diberikan untuk membuka
saluran napas yang menyempit. Walaupun vaksin
untuk bronkiolitis belum ada, tetapi saat ini telah
dikembangkan antibody terhadap RSV yang dapat
diberikan untuk mengurangi beratnya penyakit.
7.2. Non medikamentosa

7.3. Khusus
8. Perawatan rumah sakit
9. Penyulit (komplikasi)

Istirahat
Oksigen bila sesak napas
Makanan bergizi
Banyak minum untuk mengencerkan lendir/mukus

Bila ada komplikasi


Pneumonia
Septikemia
Distres pernapasan

9.1.Karena penyakit
9.2.Karena tindakan
10 Informed consent (surat
persetujuan)

Tidak perlu

11. Masa pemulihan


12. Bidang terkait

Radiologi
Mikrobiologi

13. Fasilitas khusus


14. Prognosis
Ad fungsionam
Ad sanasionam
Ad vitam

40

ASMA &PPOK

41

41

No. ICD-X: J45

Nama penyakit

ASMA

1. Definisi

Asma adalah gangguan inflamasi kronik


jalan napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya.
Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperesponsif
jalan napas yang menimbulkan gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat dan batuk
terutama malam dan atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversibel dengan
atau tanpa pengobatan.

2. Diagnosis

Gejala :
Riwayat serangan sesak napas disertai
mengi dan atau batuk berulang dengan
atau tanpa dahak akibat faktor pencetus
dan dapat hilang dengan atau tanpa
pengobatan.
Pemeriksaan fisik :
Dijumpai ekspirasi memanjang dengan
atau tanpa mengi (wheezing), Saat
serangan dapat ditemukan penggunaan
otot bantu napas yang berlebihan.

3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Umum

Spirometri
Uji bronkodilator
Uji provokasi bronkus/astograf
Peak Flow Rate (PFR)
Analisis gas darah (AGD)
Foto toraks untuk menyingkirkan
penyakit lain
Kadar IgE total atau spesifik
Kadar eosinofil total serum
Darah rutin
Uji kulit
Pemeriksaan
sputum
(eosinofil
sputum)

3.2. Khusus

4. Faktor risiko

5. Diagnosis banding

6. Terapi
6.1. Medikamentosa

Body Box
Cardio pulmonary exercise (CPX)
Kadar NO ekspirasi (FENO)
Atopi
riwayat atopi keluarga
polusi udara di dalam atau di luar ruangan
Pekerjaan dengan inhalasi alergen tinggi
Inhalasi gas toksik

Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(PPOK)
Pneumotoraks

Payah jantung kiri

SOPT (Sindroma obstruksi post

tuberculosis)
Asma kardiak

Allergic bronkopulmonary aspergillos

(ABPA)
Gastroesofageal reflux diseases (GERD)
Rhinosinusitis

Terapi jangka panjang


Obat pengontrol
Kortikosteroid inhalasi
2 agonis kerja lama inhaler
Teofilin lepas lambat
Kortikosteroid sistemik
Leukotrien modifier
Monoclonal Anti IgE
Nedokromil
Obat pelega napas
2 agonis kerja singkat inhalasi
Antikolinergik inhalasi
Teofilin
2 agonis kerja singkat (oral)
2 agonis kerja lama oral
Terapi pada serangan akut

6.2. Non medikamentosa

6.3. Khusus

Sesuai beratnya serangan


Terapi oksigen (nasal kanul, simple
mask, NRM , RM, NIV, ETT dan
ventilasi mekanik)
2 agonis agonis nebulisasi : dapat
diulang tiap 20 menit dalam 1 jam
pertama
2
agonis parenteral bila cara
nebulisasi tidak respons; subkutan,
intramuskular, intravenous bolus atau
infuse
metilxantin
Epinefrin : bila terdapat tanda
anafilaksis dan angioedema
Antikolinergik nebulisasi
Kortikosteroid sistemik
MgSO4 inhalasi dan sistemik (IV)

Terapi jangka panjang


(menghilangkan
atau
Avoidance
menghindari faktor pencetus)
Fisioterapi
Senam asma
Pendidikan dan penyuluhan kesehatan
ICU jika terjadi gagal napas
Vaksinasi (jangka panjang)

7. Perawatan rumah sakit


Rawat inap : bila serangan asma berat dan
sedang atau ada faktor penyulit
8. Penyulit (komplikasi)
8.1. Karena penyakit

8.2. Karena tindakan

Gagal napas
Bulla Paru
Pneumotoraks
Pneumonia
ABPA
Gastroesofageal
(GERD)
Rhinosinusitis

reflux

diseases

9.

Informed consent (surat persetujuan)

10. Masa pemulihan


11. Bidang terkait

Perlu bila terjadi komplikasi dan diperlukan


tindakan:
Gagal napas yang membutuhkan
pemasangan ventilasi mekanik
Bulla paru membutuhkan tindakan
operasi bulektomi
Pneumotoraks membutuhkan
pemasangan Water- Sealed- Drainage
(Salir Gembok Air)
1 2 minggu (saat eksaserbasi tanpa
penyulit)

12. Fasilitas khusus

13. Prognosis
13.1. Ad fungsionam
13.2. Ad sanasionam
13.3. Ad vitam

THT
Kulit
Radiologi
Intensivist
Bedah toraks
Gastroenterologist
Anak

ICU dengan ventilator mekanik bila disertai


gagal napas

ad bonam
ad bonam
ad bonam

No. ICD-X: J 44.8

Nama penyakit

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF


KRONIK (PPOK)

1. Definisi

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)


merupakan penyakit kronik yang ditandai
dengan keterbatasan aliran udara di dalam
jalan napas yang tidak sepenuhnya
reversibel.
Gangguan
yang
bersifat
progresif ini disebabkan karena terjadinya
inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau
gas beracun yang terjadi dalam kurun
waktu yang cukup lama dengan gejala
utama sesak napas, batuk dan produksi
sputum.

2. Diagnosis

3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Umum

3.2. Khusus

Sesak napas progresif disertai episode


perburukan dan persisten
Batuk kronik
Produksi sputum kronik
Riwayat pajanan menahun polusi atau
partikel iritan : rokok, asap, partikel
debu atau kimia
Spirometri
Peak Flow Rate
Foto toraks PA dan lateral
Analisis Gas Darah (AGD)
Uji bronkodilator
Pemeriksaan sputum, gram,
mikroorganisme
DLCO
Alfa-1 anti tripsin
Body Box
Cardio pulmonary exercise (CPX)
Kadar NO ekspirasi (FENO)
Six minutes walking test
CT Scan

klutur

4. Faktor risiko

5. Diagnosis banding

6. Terapi
6.1. Medikamentosa

Usia lanjut
Merokok
Pajanan/polusi (di dalam dan di luar
ruangan)
Defisiensi Alfa-1 anti tripsin
Pajanan debu dan bahan kimia di
tempat kerja
Asma
Bronkiektasis
Sindroma obstruksi pasca tuberkulosis
(SOPT)
CHF
Tuberkulosis
Bronkiolitis obliterans
Difuse panbronkiolitis

Eksaserbasi akut :
Terapi oksigen (nasal kanul, simple

mask, NRM , RM, NIV, ETT dan


ventilasi mekanik)
Bronkodilator inhalasi beta 2 agonis dan
antikolinergik dengan nebulisasi atau
inhaler + spacer
Bronkodilator aminofilin I.V
Mukolitik
Antioksidan
Antibiotika atas indikasi
Kortikosteroid dalam bentuk injeksi / oral
Tergantung dari klasifikasi PPOK (GOLD)
Bronkodilator
yaitu
golongan
antikolinergik, golongan beta 2 agonis
dan golongan xantin
Antiinflamasi/kortikosteroid pemberian
jangka panjang dalam bentuk inhalasi
jika
pasca
bronkodilator,
VEP1
meningkat > 15% atau 200 ml
Antibiotika atas indikasi
Antioksidan : N. asetilsistein
Mukolitik terutama pada eksaserbasi
akut

6.2. Non medikamentosa

6.3. Khusus
7. Perawatan rumah sakit

Berhenti merokok
Hindari pajanan zat-zat toksik seperti asap
rokok, polusi udara dalam dan luar ruangan
Jangka panjang :
Edukasi
NIPPV
Long term oxygen therapy (LTOT)
dengan aliran rendah + 15 jam/hari
bila PaO2 < 55 mmHg pada saat stabil
Rehabilitasi psikis / pekerjaan :
Fisioterapi : latihan relaksasi, latihan
bernapas
Nutrisi adekuat : tinggi lemak rendah
karbohidrat
ICU jika gagal napas
Indikasi rawat inap
Eksaserbasi sedang dan berat
Terdapat komplikasi
Infeksi saluran napas berat
Gagal napas akut pada gagal napas
kronik
Gagal jantung kanan
Aritmia
Indikasi rawat ICU
Sesak berat setelah penangan adekuat
di ruang gawat darurat atau ruang
rawat
Kesadaran menurun, letargi atau
kelemahan otot respirasi
PaO2 < 50 mmHg atau PaCO2 > 50
mmHg memerlukan ventilasi mekanis
(invasif atau noninvasif)

8. Penyulit (komplikasi)
8.1. Karena penyakit

Kor pulmonale
Gagal napas
Infeksi berulang

8.2. Karena tindakan


9. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu, terutama bila akan dilakukan


tindakan

10. Masa pemulihan

Masa pemulihan tergantung derajat PPOK


dan penyakit penyerta lain

11. Bidang terkait

Jantung
Fisioterapi
Endokrin

12. Fasilitas khusus


13. Prognosis
13.1. Ad fungsionam
13.2. Ad sanasionam
13.3. Ad vitam

Dubia ad malam
Dubia ad malam
Dubia ad malam

47

No. ICD-X: G47

Nama penyakit

SINDROMA HENTI NAPAS SAAT


TIDUR
(SLEEP
DISORDER
BREATHING)

1. Definisi

Berhentinya aliran udara melalui hidung


dan mulut berulang (20 60 kali / jam) saat
tidur disertai dengan terbangun dari tidur,
lamanya henti aliran udara lebih dari 10
detik disertai penurunan saturasi oksigen
>4 %.

2. Diagnosis

Berhentinya aliran udara melalui hidung


dan mulut berulang (20 60 kali / jam)
saat tidur disertai dengan terbangun
dari tidur
lamanya henti aliran udara lebih dari 10
detik disertai penurunan saturasi
oksigen >4 %

Teradapat 3 macam :
1. Obstruksi : usaha bernapas tetap ada,
sementara saluran napas orofaring
tertutup
2. Sentral : usaha bernapas dan aliran
udara terhenti
3. Mixed : usaha bernapas dan aliran
udara terhenti diikuti dengan usaha
bernapas yang awalnya tidak berhasil
Derajat Beratnya Sindroma Henti Napas
Saat
Tidur
ditentukan
oleh
hasil
pemeriksaan Polisomnograf yakni nilai AHI
(Apnea Hipopnea Indeks).
: derajat Ringan
Bila nilai AHI 5 - 15
Bila nilai AHI 15 30 : derajat Sedang
: derajat Berat
Bila nilai AHI > 30
3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Umum

- Ephworth Sleepness Scale atau Berlin


Questioner
- Portable Sleep Screening
- Pemeriksaan Polisomnografi
48

3.2. Khusus
4. Faktor risiko

Pemeriksaan Sleep Endoscopy


- Obesitas
- Perokok
- Usia lanjut

5. Diagnosis banding
6. Terapi
6.1. Medikamentosa
6.2. Non medikamentosa / khusus

7. Perawatan rumah sakit


8. Penyulit (komplikasi)
8.1. Karena penyakit
8.2. Karena tindakan
9. Informed consent (surat persetujuan)

(-)
1. CPAP / APAP
Continous Positive Airway Pressur atau
Automatic Positive Airway Pressure
2. Bedah : UPPV, tonsilektomi, laser, pillar
Hanya bila dilakukan tindakan bedah
- Hipertensi serangan jantung
- Stroke
Pemasangan CPAP / APAP
Bila dilakukan tindakan bedah

10. Masa pemulihan


11. Bidang terkait

THT,
Anak,
Jantung,
Neurology,
Psikiatri

12. Fasilitas khusus

Polisomnografi (sleep lab room)

13. Prognosis
13.1. Ad fungsionam
13.2. Ad sanasionam
13.3. Ad vitam

Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam

49

GAWAT
NAPAS

Nama penyakit

BATUK DARAH/HEMOPTISIS

1. Definisi

Ialah ekspektorasi darah atau


berdarah, berasal dari saluran
dibawah pita suara

2. Diagnosis

Batuk disertai dengan pengeluaran darah


dari mulut. Darah bisa banyak sekali
(masif) dan dapat juga hanya dahak
campur darah (bercak darah pada dahak)

3. Faktor etiologi

4. Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum

4.2. Khusus

5. Faktor risiko

Radang atau infeksi


Neoplasma
Trauma atau benda asing
Kelainan kardiovaskular
Kelainan pulmovaskular
Perdarahan alveolar
Lain-lain
Foto toraks PA & Lateral
Lab darah rutin
EKG
Bronkoskopi
CT scan toraks
Arteriografi

Tuberkulosis
Bekas TB
Keganasan rongga toraks
Bronkiektasis
Mikosis paru
Kelainan paru lainnya

dahak
napas

6. Diagnosis banding

7. Terapi
7.1. Medikamentosa

7.2. Non medikamentosa

7.3. Khusus

8. Perawatan rumah sakit


9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit

Epistaksis
Perdarahan dari rongga mulut
Hematemesis
Pemberian obat hemostatik
Obat-obat dengan efek sedasi ringan
bila penderita gelisah
Koreksi faal hemostasis bila ditemukan
kelainan
Bronkoskopi
Resusitasi cairan dengan pemberian
cairan kristaloid /koloid
Transfusi darah bila diperlukan
Menenangkan dan mengistirahatkan
penderita
Menjaga agar jalan napas tetap
terbuka
Embolisasi arteri
Bedah torak bila diperlukan
Radioterapi pada kasus keganasan
rongga toraks

rawat inap jika perdarahan lebih dari 100 ml


atau perdarahan tidak berhenti dalam 8 jam

Asfiksia
Syok hipovolemik karena perdarahan
masif
Gagal napas

9.2. Karena tindakan


10. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu bila ada tindakan invasif


memerlukan ventilator mekanik

11. Masa pemulihan


12. Bidang terkait

Radiologi
Jantung
Penyakit dalam

dan

13. Fasilitas khusus


14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

THT
Gigi dan mulut
Bedah toraks
Anestesi

OK bila dilakukan tindakan bedah


ICU bila memerlukan ventilator mekanis
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam

No. ICD-X: J.93

Nama penyakit

PNEUMOTORAKS (primer/ sekunder)

1. Definisi

Udara bebas di dalam rongga pleura antara


dinding dada dan paru yang disebabkan oleh
trauma dada, penyakit paru atau yang terjadi
secara spontan. Kadang-kadang terjadi pada
perempuan akibat endometriosis (yang terjadi
bersamaan saat haid) juga dapat terjadi akibat
tindakan medis (iatrogenik) mis : TTNA, CVP dll.

2. Diagnosis

3. Faktor etiologi

4. Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum

4.2. Khusus

Sesak napas dan atau nyeri dada yang terjadi


mendadak dan semakin memberat. Pada
pneumotoraks ventil, sesak napas semakin
lama semakin hebat, nadi lebih cepat,
gelisah, keringat dingin dan sianosis
Pada foto toraks terlihat udara dalam rongga
dada dan kolaps paru yang dibatasi oleh
bayangan pleura visceral
-

Giant bullae/bullae yang pecah


Bekas TB paru
Tuberkulosis
PPOK
Asma
Traumatik
Tindakan medis / iatrogenik
Endometriosis
Lain-lain

Foto toraks PA
Kadang-kadang diperlukan foto 2 fase (dalam
inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal) bila
dicurigai pneumotoraks ringan atau foto lateral
bila diduga disertai efusi pleura
CT Scan toraks
Analisa Gas Darah
Bronkoskopi dengan tes metilen blue (bila
dicurigai ada fistula bronkopleural)

5. Faktor risiko

Perokok
Penyakit paru
Endometriosis
Pengemudi
Penyelam
Pilot dan olahraga dirgantara

6. Diagnosis banding

PPOK
Asma bronkial
IMA (infark miokard akut)
Emboli paru

7. Terapi
7.1. Medikamentosa
7.2. Non medikamentosa

Tergantung penyebab
Terapi Oksigen
Fisioterapi
Pemasangan WSD jika pneumotoraks >10%
atau klinis didapatkan keluhan sesak.
constinous sucsion
IPPB (intermitent positive pressure breathing)
Jika pneumotoraks berulang dilakukan pleurodesis
dengan zat kimia atau pleurodesis secara bedah
Torakoskopi VATS untuk pemasangan cleps
Pembedahan

7.3. Khusus
8. Perawatan rumah sakit

9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit

Indikasi rawat
Sesak napas
Luas pneumotoraks > 10%
Ada penyakit penyerta (komorbid)
Emfisema subkutis
Efusi pleura
Empiema
Pada pneumotoraks tekan dapat terjadi torsi
jantung dan pembuluh darah besar
Gagal napas

9.2. Karena tindakan

Fistula bronkopleural
Pneumomediastinum
Emfisema subkutis
Edema paru
Perdarahan
Empiema
Pneumomediastinum

10. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu terutama bila akan dilakukan tindakan


pemasangan WSD dan atau pembedahan

11. Masa pemulihan

Sampai paru mengembang sempurna dan tidak


terjadi lagi pneumotoraks

12. Bidang terkait

13. Fasilitas khusus


14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

Bedah toraks
Anestesi
Rehabilitasi medis
Intensivist
Kebidanan
OK
ICU
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam

No. ICD-X: J.81

Nama penyakit

CEDERA PARU AKUT (ACUTE LUNG


INJURY /ALI)

1. Definisi

Adalah salah satu bentuk acute respiratory


distress syndrome (ARDS) yang ringan.
Gejala klinik dijumpai disfungsi paru
persisten berat dan lama, kerusakan alveoli
difus dan penyembuhan fungsi paru yang
bervariasi. Perbedaan ALI dan ARDS
terletak pada ratio PaO2 / FiO2 yaitu ALI
300 dan ARDS
200 sedangkan
gambaran radiologi dan tekanan kapiler
pulmoner sama.

2. Diagnosis

Ada faktor penyebab


Gambaran pada foto toraks konsolidasi
Hipoksemia
Catatan:
Gejala klinis tidak khas seperti batuk, sesak
(takipnea), takikardia, ronki di kedua paru

3. Faktor etiologi

Penyebab ALI langsung adalah pneumonia


aspirasi, trauma toraks dengan memar di
paru, inhalasi gas toksik dan rokok,
pneumonia difus, luka bakar, aspirasi
pulmoner dan tenggelam, keracunan
penyebab ALI tak langsung adalah radiasi,
emboli lemak, transfusi darah masif, emboli
cairan amnion, eklamsia, sepsis.

4. Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum

4.2. Khusus

5. Faktor risiko

Foto toraks
AGDA
CT scan toraks
Ventilasi perfusi scan (VPS)
CVP
Kateter Swan Ganz
CRP
PCT
BNP / Pro BNP

Infeksi berat

6. Diagnosis banding

7. Terapi
7.1. Medikamentosa

7.2. Non Medikamentosa


7.3. Khusus

8. Perawatan rumah sakit

9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit

Transfusi
Penggunaan ventilasi mekanis

Edema paru kardiogenik


Emboli paru

Ventilasi mekanis
Vasodilatasi
Diuretik
Inotropik
Oksigen
Cairan infus
Nutrisi

Menggunakan ventilasi mekanik


(dengan PEEP) yang dilengkapi
dengan terapi NO (nitrogen oksida)
Extra corporeal membrane
oxygenation (ECMO)
Inhalasi nitrik oksid
Surfaktan alveolar
Pentoxifylline/lifofylline
Ketokonazol
Prostaglandin dan vasoaktif lainnya
Glukokortikoid
Antikoagulan

Harus dirawat di rumah sakit


ICU
RICU

9.2. Karena tindakan


10. Informed consent (surat persetujuan)

Gagal napas
Sepsis
Gagal multiorgan
Barotrauma
Sangat diperlukan

11. Masa pemulihan

2 4 minggu

12. Bidang terkait

Radiologi
Anestesi
Penyakit Dalam
Kardiologi
Neurologi
Intensivist

13. Fasilitas khusus


ICCU
14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

Dubia ad malam
Dubia ad malam
Dubia ad malam

No. ICD-X: J.81

Nama penyakit

Acute Respiratory Distress Syndrome


(ARDS)

1. Definisi

Gagal napas akut yang ditandai dengan


hipoksemia berat dan edema paru
nonkardiogenik, akibat inflamasi akut,
peningkatan permeabiliti kapiler dan
mengurangnya compliance paru.
Adalah salah satu bentuk acute respiratory
distress syndrome (ARDS) yang ringan.
Gejala klinik dijumpai disfungsi paru
persisten berat dan lama, kerusakan alveoli
difus dan penyembuhan fungsi paru yang
bervariasi. Perbedaan ALI dan ARDS
terletak pada ratio PaO2 / FiO2 yaitu ALI
300 dan ARDS
200 sedangkan
gambaran radiologi dan tekanan kapiler
pulmoner sama.
pneumonia bakteri, virus, Pneumocystis
carinii, legionela dan TB milier, aspirasi isi
lambung (syndrom Mendelson), terhirup
etilen glikol atau hidrokarbon, near
drowning,
renjatan
traumatik
atau
hemoragik, emboli lemak atau cairan
amnion, kontusio paru, trauma nontoraks,
cedera kepala, peningkatan tekanan
intrakranial, pankreatitis, kelebihan dosis
heroin,
metadon,
propoksifen
atau
barbiturat atau terhirup parakuat. Banyak
lagi keadaan lain yang dianggap sebagai
penyebab
seperti
terhirup
asap,
penggunaan oksigen berkonsentrasi tinggi
pada bantuan ventilasi lama, uremia,
operasi pintas kardiopulmoner, DIC,
transfusi
darah
masif,
sindrom
Goodpasture dll.

2. Etiologi

3. Diagnosis

Faktor penyebab (telah diuraikan di


atas)
Gambaran infiltrat merata di kedua paru
pada foto toraks
Tekanan baji kapiler paru < 12 mmHg
PaO2 (dari Analisis Gas Darah Arteri

-AGDA) 50 mmHg atau kurang dengan


penggunaan oksigen fraksi 60%
Catatan:
Gejala klinis tidak khas seperti batuk, sesak
(takipnea), takikardia, ronki di kedua paru
4. Pemeriksaan penunjang

Foto toraks
AGDA
CT scan toraks
Ventilasi perfusi scan (VPS)
CVP
Kateter Swan Ganz
CRP
PCT
BNP / Pro BNP

5. Faktor risiko

Infeksi berat
Transfusi
Penggunaan ventilasi mekanis

6. Diagnosis banding

Edema paru kardiogenik


Emboli paru

4.1. Umum

4.2. Khusus

Ventilasi mekanis
Vasodilatasi
Diuretik
Ionotropik
Oksigen
Cairan infus
Nutrisi
7. Terapi
7.1. Non medikamentosa

Menggunakan ventilasi mekanik


(dengan PEEP) yang dilengkapi
dengan terapi NO (nitrogen oksida)
Extra corporeal membrane
oxygenation
Inhalasi nitrik oksid
Surfaktan alveolar
Pentoxifylline/lifofylline
Ketokonazol

Prostaglandin dan vasoaktif lainnya


Glukokortikoid
Antikoagulan
7.2. Medikamentosa
7.3. Khusus

Harus dirawat di rumah sakit


ICU
RICU

8. Perawatan rumah sakit


9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit

9.2. Karena tindakan

Gagal napas
Sepsis
Gagal multiorgan
Barotrauma

10. Informed consent (surat persetujuan)

Sangat diperlukan

11. Masa pemulihan

2 4 minggu
ICU
RICU
Radiologi
Anestesi
Penyakit Dalam
Kardiologi
Neurologi
Intensivist

12. Bidang terkait

13. Fasilitas khusus


14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

Dubia ad malam
Dubia ad malam
Dubia ad malam

No. ICD-X: I.26

Nama penyakit

EMBOLI PARU

1. Definisi

Emboli paru muncul bila trombus vena


terlepas dan terbawa dalam sirkulasi arteri
pulmoner, tersangkut dan menyumbat
sebagian / total aliran darah di pohon arteri
pulmoner

2. Etiologi
3. Diagnosis
4. Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum

4.2. Khusus

5. Faktor risiko

6. Diagnosis banding

Laboratorium: leukosit, serum LDH,


enzym transaminase, bilirubin
Foto toraks
EKG
AGDA
Scanning ventilasi/perfusi
D-Dimer, fibrin monomer, fibrino
peptide A, protenofin fragment,
trombin antitrombin
Trombosis localizing technique
Doppler ultrasonografi
Angiografi pulmoner
Impedance plethysmography (IPG)
Venografi
Ekokardiografi Transesofageal (TEE)
Helikal CT Scanning
Usia lanjut dan menderita penyakit
kronik
Imobilisasi
Riwayat
trombosis
vena
dalam/trauma /tungkai
Penggunaan estrogen
Penyakit jantung, obesitas berat,
kehamilan pasca bersalin dan pasca
bedah

Penyakit-penyakit jantung (angina, infark


miokard, perikarditis, aneurisma aorta
disekan, gagal jantung, stenosis mitral,
tamponade jantung)
Penyakit-penyakit
paru
(pneumonia,

pleuritis, pneumotoraks, asma, PPOK,


penyakit paru interstitial, ARDS, aspirasi)
Penyakit-penyakit
esofagus
(spasme,
ruptur esofagus)
Penyakit mediastinum (mediastinitis,
pneumomediastinum, hematom
mediastinum)
Proses-proses abdominal (pankreatitis,
abses subfrenik, ruptur hati, perforasi ulkus,
iskemi / distensi usus)
Penyakit-penyakit ginjal (batu ginjal,
pielonefritis infark ginjal)
Penyakit-penyakit sistemik (syok, anemia,
sepsis)
Dispnea psikogen
Penyakit-penyakit
neuromuskular
(abnormalitas susunan syaraf pusat,
neuropati
yang
melibatkan
otot-otot
pernapasan, miopati yang melibatkan otototot pernapasan)
Penyakit-penyakit muskuloskeletal (patah
tulang iga, patah tulang sternum,
kostokondritis,
spasme
otot,
kolaps
vertebral akut)
7. Terapi
7.1. Non medikamentosa

7.2. Medikamentosa

7.3. Khusus
8. Perawatan rumah sakit
9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit

Emboli submasif
Istirahat
Oksigen

Antikoagulasi parenteral dengan


heparin
Antikoagulasi oral
Terapi fibrinolitik/trombolitik
Antikoagulasi profilaksis
Embolektomi
ICU
Infark paru
Hemoptisis masif
ARDS
Aritmia jantung

Korpulmonale
Hipoksemia berat
hipotensi

9.2. Karena tindakan


10. Informed consent (surat persetujuan)

diperlukan untuk tindakan diagnostik invasif


dan terapi agresif

11. Masa pemulihan


12. Bidang terkait

Radiologi (Radionuklear)
Anestesi
Kardiologi
Penyakit Dalam
Ahli Bedah kardiovaskular

13. Fasilitas khusus

ICU

14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

Dubia ad malam
Dubia ad malam
Dubia ad malam

No. ICD-X: J81

Nama penyakit

EDEMA PARU

1. Definisi

Adalah cairan di dalam jaringan interstitial


paru

2. Etiologi

3. Diagnosis

Peningkatan tekanan hidrostatik


Gagal jantung

Pasien dalam posisi duduk sedikit


membungkuk ke depan, sesak hebat, dapat
disertai dengan sianosis, berkeringat
dingin, batuk dengan sputum berwarna
kemerahan
Pada auskultasi didapatkan ronki basah
kasar pada lebih dari setengah lapangan
paru, wheezing, gallop protodiastolik, bunyi
jantung dua pulmonal mengeras
Pada foto toraks didapatkan hilus melebar,
densiti meningkat, disertai garis Kerley ABC

4. Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum
AGDA
EKG
Enzim kardiak
4.2. Khusus
Rasio total edema alveolar-serum (Tpc /
Tpc)
Perbedaan tekanan osmotic kapiler
tekanan baji kapiler pulmoner (COPPCWP)
5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding
Emboli paru
Pneumonia
Pneumotoraks
Asma akut
PPOK eksaserbasi akut
Tumor mediastinum
Tumor paru
Efusi pleura
61

7. Terapi
7.1. Non medikamentosa
7.2. Medikamentosa
7.3. Khusus

Infus cairan
Bergantung pada penyebab / penyakit yang
mendasari
Ventilator mekanik dengan atau tanpa
PEEP1 pada hipoksia berat, asidosis atau
tidak berhasil dengan terapi oksigen
CPAP/BIPAP

8. Perawatan rumah sakit


9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit
9.2. Karena tindakan

Gagal napas
Cairan intravaskular
berkurang

10. Informed consent (surat persetujuan)

diperlukan
mekanik

11. Masa pemulihan

1-2 mgg

saat

12. Bidang terkait


Anestesi
Kardiologi
Penyakit Dalam
13. Fasilitas khusus
14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

ICU
ICCU
Dubia ad malam
Dubia ad malam
dubia ad malam

62

berlebihan

pemasangan

atau

ventilator

No. ICD-X: Y.21

Nama penyakit

HAMPIR TENGGELAM
(NEAR DROWNING)

1. Definisi

Adalah terdapatnya cairan pada saluran


napas akibat tenggelam dalam cairan (zat
iritatif,benda infeksius).

2. Diagnosis

Keadaan akut dengan riwayat tenggelam


dalam air tawar, laut atau air es, bahan
kimia atau zat cair lainnya

3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Umum

Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, uji


hemolisis,
Elektrolit
AGDA
Bronkoskopi
EKG

3.2. Khusus
Alveolar arterial oxygen gradient
CVP
Swan Ganz Catheter
EEG
4. Faktor risiko

Alkoholisme

5. Diagnosis banding

Barotrauma dengan Pneumotoraks

6. Terapi
6.1. Medikamentosa

Airway (jalan napas) membebaskan


jalan napas sampai intubasi ETT
Breathing terapi oksigen
mempertahankan saturasi >90% (copi
dari asma)
Circulasi mencegah hipotensi,
pemberian cairan intravena sampai
CVP
Koreksi asam basa (dalam keadaan
berat menggunakan ventilasi mekanik
untuk menyeimbangkan asidosis
metabolic dengan hiperventilasi)
Koreksi gangguan elektrolit
Aminofilin atau beta 2 agonis bila

didapatkan bronkospasme
Antibiotika atas indikasi
Kortikosteroid dosis rendah
mg/Kg/24 jam dibagi 6 dosis
6.2. Non Medikamentosa
6.3. Khusus
7. Perawatan rumah sakit

8. Penyulit (komplikasi)
8.1. Karena penyakit

8.2. Karena tindakan

fisioterapi
Menggunakan ventilator
hipoksemia berat

mekanik

bila

rawat inap
ICU
RICU
ARDS
Infeksi- sepsis
Hipoksemia karena aspirasi, edema
paru
Fibrilasi ventrikel (tenggelam di air
tawar)
Gangguan fungsi ginjal (albuminuria,
hemoglobulinuria, anuria)
Gangguan syaraf: koma lama
Cidera kepala dan leher berat
(menyulitkan intubasi dan
bronkoskopi)
Patah tulang iga saat resusitasi

9. Informed consent (surat persetujuan)

diperlukan bila akan dilakukan tindakan


ventilator mekanik

10. Masa pemulihan

1 minggu

11. Bidang terkait


Neurologi
Bedah
12. Fasilitas khusus
13. Prognosis
13.1. Ad fungsionam
13.2. Ad sanasionam

Dubia ad malam
Dubia ad malam

13.3.

Ad vitam

Dubia ad malam

64
No. ICD-X: S20S29

Nama penyakit

TRAUMA TORAKS

1. Definisi

Trauma pada toraks, dibagi 2


1. Trauma tumpul toraks
2. Trauma tajam toraks
Sering terjadi akibat kecelakaan lalulintas,
kecelakaan kerja, usaha bunuh diri, jatuh
dari ketinggian, dll

2. Diagnosis

Riwayat benturan/tusukan
karena
Kecelakaan lalulintas
Jatuh dari ketinggian
Kecelakaan kerja
Upaya bunuh diri

pada

dada

Gejala klinis tergantung organ yang terkena


Kelainan yang dapat terjadi :
1. Ruptur aorta
2. Ruptur diafragma

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Umum

3.2. Khusus

Robekan saluran napas besar


Hemotoraks
Kontusio paru
Kontusio miokard
Emboli udara sistemik
Perforasi esofagus
Fraktur iga single/multiple
Fraktur scapula
Fraktur sternal
Traumatic flail chest
Pneumotoraks
Pneumomediastinum
Empisema subkutis

Foto toraks
Serial Hb-Ht untuk mengetahui
perdarahan masih berlanjut/tidak
AGDA
Bronkoskopi
Awasi:
65 Airway
Bleeding
Circulation

4. Faktor risiko
5. Diagnosis banding
6. Terapi
6.1. Non medikamentosa

6.2. Medikamentosa

Oksigenasi, adekuat
Transfusi bila HB < 8 gr %
Perbaikan sirkulasi
Pasang WSD bila terjadi
pneumotoraks, hematotorak masif
Aspirasi cairan pericard bila terjadi
efusi perikard (tamponade jantung)
Dekompresi lambung, bila terjadi
risiko regurgitasi, muntah & aspirasi
Pengobatan nyeri
Ventilasi mekanik bila terjadi
hipoksemi dan atau hiperkarbia yang
berat

terdapat cedera kepala


flail chest, kontusio paru dan
respiratori distress
Operasi pada
- ruptur aorta
- ruptur diafragma
- ruptur saluran napas besar
- perforasi esophagus
- flail chest yang tak dapat di
atasi dengan cara konservatif

6.3. Khusus
7. Perawatan rumah sakit

8. Penyulit (komplikasi)
8.1. Karena penyakit

Rawat di ruang rawat


Rawat di ICU/ HCU

66

Retensi sputum
Bronkospasme
Tension pneumotoraks
Gagal napas akut
Infeksi
Trombo emboli
Nutrisi tidak adekuat
Koagulopati

8.2. Karena tindakan


9. Informed consent (surat persetujuan)

Bila ada tindakan invasive dan operasi

10. Masa pemulihan


11. Bidang terkait

Kardiologi
Bedah
Ortopedi
ICU/Intensivist
Bedah digestif
Bedah toraks
Bedah jantung

12. Fasilitas khusus

ICU
Ventilator mekanik

13. Prognosis
13.1. Ad fungsionam

dubia ad malam

13.2.
13.3.

Ad sanasionam
Ad vitam

dubia ad malam
dubia ad malam

67

No. ICD-X: J.96

Nama penyakit

GAGAL NAPAS AKUT

1. Definisi

Ketidakmampuan sistem respirasi dalam


mempertahankan homeostasis oksigen dan
karbondioksida secara adekuat

2. Diagnosis

Sesak napas (apnea atau dispnea berat),


gelisah, dapat sampai sianosis. Ditemukannya
murmur, gallop dan derik menunjukkan
kemungkinan adanya gagal jantung, bising
mengi mungkin pada suatu krisis asma, ronki
disertai sputum yang banyak dan demam
mungkin ada infeksi paru, gejala neurologik
mungkin pada stroke atau miastenia gravis.
Gambaran hasil AGDA menunjukkan PaO 2 di
bawah 50 mmHg, PaCO2 di atas 50 mmHg
waktu bernapas dalam udara kamar.

3. Etiologi

Gagal napas tipe I

Saluran napas dan parenkim paru:


infeksi (virus, bakteri, jamur parasit dll)
trauma (kontusio paru, laserasi paru)
lain-lain (neoplasma, narkotika, akibat
payah jantung, ARDS, emboli paru,
atelektasis,
perdarahan
alveolar,
volume overload)
Gagal napas tipe II
susunan saraf pusat
obat-obat (sedativa, hipnotika, anestesi
umum, racun)
gangguan metabolik (hiponatremia,
hipokalemia, hipoksemia, pemberian
karbohidrat
berlebihan,
alkalosis,
hiperglikemia, hipotiroidisme)
neoplasma
infeksi (meningitis, ensefalitis, abses)
peningkatan tekanan intrakanial
hipoventilasi
lain-lain
Saraf dan otot
trauma (cedera medulaspinalis, cedera
diafragma)
68
obat-obat (neuromuscular blocking
agents, aminoglikosida)
metabolik
(hipokalemia,
hipomagnesemia, hipofosfatemia)
neoplasma
lain-lain (penyakit motor neuron,
miastenia gravis, multiple sklerosis,
distrofi otot, Guillain-Barre syndrome)
Saluran napas atas
Tissue enlargement (hiperplasia tonsil
dan adenoid, neoplasma, polip, goiter)
Infeksi (epiglotitis, laringotrakeititis
Trauma
Lain-lain (obstructive sleep apnea,
kelumpuhan pita suara bilateral, edema
laring,
trakeomalasia,
arthritis
krikoaritenoid)

Dada
trauma (fraktur iga, flail chest, burn
scar)
faktor lain (kifoskoliosis, skleroderma,
spondilitis, pneumotoraks, efusi pleura,
fibrotoraks, posisi telentang, obesiti,
asites, nyeri)
4. Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum

4.2. Khusus

AGD
Foto toraks
EKG
Sputum gram
AGDA serial

5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding
7. Terapi
7.1. Non medikamentosa

Oksigenasi
Fisioterapi

7.2. Medikamentosa

7.3. Khusus

8. Perawatan rumah sakit


9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit

9.2. Karena tindakan

69

Antibiotik
Bronkodilator
Steroid
Cairan infus
Kardiotonika
Ventilator mekanik
Bronkoskopi (untuk bronchial toilet)

Rawat inap
Henti napas
Penurunan kesadaran
Gagal jantung
Akibat pemakaian pipa trakea dan ventilator
mekanik :
Trauma intubasi
Gangguan hemodinamik
Pneumonia nosokomial

10. Informed consent (surat


persetujuan)

Barotrauma (pneumotoraks, pneumo


mediastinum)
Kesulitan penyapihan dari ventilator
mekanik

Perlu karena pemakaian tindakan intubasi dan


pemakaian dukungan ventilasi mekanik

11. Masa pemulihan

12. Bidang terkait

13. Fasilitas khusus

ICU

14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

70

Radiologi
Laboratorium
Anestesi
Kardiologi

No. ICD-X: J98.2

Pnemomediastinum

Nama penyakit
1.

Definisi

pnemomediastinum
atau
emfisema
mediastinum adalah terdapat udara bebas
di rongga mediastinum yang disebabkan
ruptur alveoli atau penyebab lain di luar
paru

2.

Diagnosis

Nyeri dada substernum yang memberat


terutama bila bergerak, bernapas dan
perubahan posisi. Sesak napas terjadi tibatiba, sianosis distensi vena jugular,
empfisema
subkutis
di
leher
dan
supraklavikula. Foto toraks terdapat
gambaran garis radiolusen sepanjang
batas jantung kiri

3.

Etiologi

4.

Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum
4.2. Khusus

5.

Faktor risiko

6.

Diagnosis banding

7.

Foto toraks PA dan lateral


CT-Scan toraks, bronkoskopi

Pneumotoraks, pneumoperikardium

Terapi
7.1. Non medikamentosa

Suplementasi oksigen, punksi atau insisi


kulit/subkutis untuk mengurangi emfisema
subkutis
obat simtomatik seperti analgetik dan
antipiretik
Pembedahan
dengan
teknik
insisi
suprasternum,
aspirasi
mediastinum,
mediastinostomi servikal, terapi hiperbarik
dan mengobati kausa penyakit

7.2. Medikamentosa
7.3. Khusus

8.
9.

Perawatan rumah sakit

Umumnya rawat inap

Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit
9.2. Karena tindakan

Emfisema subkutis, gagal napas


Perdarahan, tamponade jantung
71

10.

Informed consent (surat


persetujuan)

Diperlukan terutama bila dilakukan tindakan


pembedahan

11.

Masa pemulihan

Tergantung penyebab pneumomediastinum

12.

Bidang terkait

13.

Fasilitas khusus

14.

Radiologi, bedah toraks, anestesi


Rumah sakit tipe B dengan fasiliti dokter
spesialis paru dan bedah toraks

Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

72

No. ICD-X: I27.9

Nama penyakit

Kor Pulmonale Kronik

1. Definisi

definisi Kor Pulmonale Kronik menurut


WHO adalah hipertensi sentrikel kanan
akibat kelainan fungsi dan atau struktur
paru, kecuali jika perubahan paru tersebut
akibat kelainan jantung bagian kiri dan
penyakit jantung kongenital. Pada kor
pulmonale, hipertensi hemodinamik yang
terjadi akibat kelainan pada system
respirasi. Berat ringannya berhubungan
erat dengan kelintasan (survival) pada
penyakit paru kronik seperti : PPOK,SOPT,
bronkiektasis
luas,
penyakit
paru
interstisial, keadaan yang menyebabkan
hipoventilasi kronik (obesiti, sleep apnea,
penyakit neuromuskular, difungsi dinding
dada) tekanan pada arteri pulmoner (tumor
mediastinum, granulomatous atau fibrosis)

2. Diagnosis

Ada faktor-faktor risiko (telah diuraikan


diatas)
Pemeriksaan
fisis
terdapat
peningkatan bunyi komponen pulmoner
dari bunyi jantung kedua, bila
hipertensi pulmoner sangat tinggi
terdapat murmur sistolik. Bila gagal
jantung kanan timbul pembesaran
jantung disertai peningkatan tekanan
vena jugular, hepatomegali dan edema
tungkai
EKG
- Gelombang p pulmonal
- Kecenderungan
deviasi
aksis
kekanan
Radiologi toraks
- Jantung tampak rotasi berlawan
arah jarum jam dengan segmen
aorta menjadi kurang menonjol
- Pelebaran diameter arteri pulmoner
kanan 16 mm dan arteri pulmoner
kiri > 8 mm

3. Etiologi

73

4. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium : analisis gas darah


Foto toraks
EKG
Spirometri

4.1. Umum
4.2. Khusus
5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding

Gagal jantung kiri

7. Terapi

Terapi
sesuai
penyakit
yang
mendasarinya
Terapi yang efektif harus dilakukan
sejak masih dini, sebelum pembuluh
darah pulmoner mengalami perubahan
ireversibel (terapi suportif)

Menurunkan
pulmonary
vascular
resistance (PVR)
- oksigen jangka panjang (LTOT)
- bronkodilator
- vasodilator
- calcium channel blocker (CCB)
- prostasiklin
- nitric oxide
- antikoagulan
Meningkatkan curah jantung
- inotropik jangka pendek
- digoksin bila terdapat takikardi
- supraventrikuler

Mengurangi volume berlebih


- diet rendah garam
- diuretik
- plebotomi bila hematokrit > 60%
- transplantasi paru
7.1. Non medikamentosa
7.2. Medikamentosa
7.3. Khusus
8. Perawatan rumah sakit

Rawat inap bila gagal jantung kanan atau


74

eksaserbasi akut
Gagal jantung
Gagal napas
Sepsis

9. Penyulit (komplikasi)

9.1. Karena penyakit


9.2. Karena tindakan
10. Informed consent (surat persetujuan)

Bila gagal napas dan membutuhkan


ventilator mekanik

11. Masa pemulihan

12. Bidang terkait

13. Fasilitas khusus

Kardiologi
Penyakit dalam
Radiologi
Anestesi
Ahli bedah toraks

NIV (Noninvasive Ventilator) dan ventilator


mekanis

14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

75

Keganasan
rongga toraks

76

No. ICD-X: C.34

Nama penyakit
1. Definisi
2. Diagnosis

Kanker Paru
Tumor primer yang berasal dari jaringan epitel
bronkus.
Keluhan atau gejala klinis tergantung pada stage
penyakit dan keterlibatan organ sekitar tumor. Pada
stage awal sering tanpa keluhan. Keluhan respirasi
yang sering adalah batuk, batuk darah, sesak
napas, nyeri dada. Keluhan non-respirasi adalah
lemah, berat badan turun, demam atau keluhan
yang berhubungan dengan komplikasi invasi tumor
misal suara serak, sulit menelan, gangguan hepar
dan ginjal
Diagnosis pasti yaitu dengan didapatkan sel
kanker paru.
Catatan:
Jenis histologis, dipakai klasifikasi menurut WHO
- SCLC =KPKSK= kanker paru jenis karsinoma
sel kecil
- NSCLC= KPKBSK= kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil dan yang termasuk
dalam KPKBSK adalah adenokarsinoma,
karsinoma skuamosa, karsinoma sel besar dan
beberapa jenis sel kanker yang jarang
ditemukan.
Penderajatan
(stage
penyakit)
digunakan
pembagian menurut sistem TNM yang disepakati
oleh UICC & AJCC tahun 1997
Tampilan
(performance
status)
dipakai
pembagian menurut skala Karnofsky atau WHO

3. Etiologi

Etiologi pasti belum diketahui tetapi asap rokok


menjadi faktor utama.

4. Pemeriksaan penunjang

77

4.1. Umum

4.2. Khusus

5. Faktor risiko

78

Pemeriksaan fisis dan anamanesis : kebiasaan


merokok, perokok pasif, paparan dengan bahan
karsinogenik (polusi udara, asbes, radon)
Pemeriksaan darah rutin
Foto toraks PA dan lateral
Sitologi sputum jika lesi di sentral
Bronkoskopi, pemeriksaan dengan tujuan
diagnostik (stage penyakit) dan prosedur
tambahan (bilasan, sikatan bronkus, biopsi intra
bronkus, biopsi aspirasi jarum, TBNA, TBLB)
untuk dapat mengambil spesimen untuk
pemeriksaan sitologi dan atau histopatologi.
TTNA (transthoracal needle aspiration) tanpa
atau dengan tuntunan fluoroskopi atau CT
Punksi pleura jika didapat efusi pleura
Biopsi pleura jika didapat efusi pleura
Biopsi jarum halus (BJH) pada KGB dan tumor
supervisial.
Biopsi Daniels.
CT Scan toraks dengan kontras, brain scan
dengan kontras, bone scan, bone survey.
Torakoskopi jika dari punksi dan atau biopsi
pleura belum didapat diagnostik pasti
Sitologi hasil BJH, TTNA, punksi pleura, bilasan
dan sikatan bronkus, BAJ, TBNA dan atau
histopatoli jaringan biopsi.
Video Assisted Thoracoscopy Surgery (VATS)
Torakotomi eksplorasi, bila semua upaya
diagnostik tidak dapat memberikan diagnosis
pasti.
Laki-laki
Umur > 40 tahun
Perokok

6. Diagnosis banding

Tumor Mediastinum
Metastasis Tumor di Paru
Mesotelioma
Tumor dinding dada
Tuberkuloma
Abses paru
Pneumonia

Catatan
Karena keluhan dan temuan amat mirip dengan TB
paru atau pneumonia, diagnosis seringkali
terlambat, setelah pengobatan untuk TB /
pneumonia gagal.
Pada kelompok risiko yang dicurigai atau diobati
dengan pneumonia dan TB paru tetapi tidak
respons atau memburuk dengan pengobatan harus
dilakukan prosedur diagnosis untuk kanker paru
7. Terapi

Tergantung pada jenis sel kanker dan stage


penyakit
Modaliti terapi untuk kanker paru adalah bedah,
kemoterapi dan radioterapi.
Pembedahan
o Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil
(KPKBSK): derajat I dan II
o Setelah kemoterapi/radioterapi neoadjuvan
pada KPKBSK derajat IIIA
o Khusus : Kanker paru dengan sindroma vena
kava superior berat, efusi pleura masif yang
gagal dengan terapi konvensional
Radioterapi
o Radiasi kepala pada KPKSK
o Radioterapi neoadjuvan pada KPBKSK
derajat IIIA
o Radioterapi paliatif pada kanker paru dengan
sindroma vena cava superior, nyeri tulang
akibat invasi tumor ke dinding dada atau
metastasis, lesi metastasis di otak.
o Penderita semua stage yang tidak bersedia
dengan modaliti lain.

Kemoterapi

79

KPKSK stage terbatas (LD-SCLC) atau stage


lanjut (ED-SCLC)

KPKBSK semua stage dan dapat diberikan


kombinasi dengan radiasi dengan setting
konkuren, alternating atau sekuensial
7.1. Non medikamentosa
7.2. Medikamentosa

7.3 Khusus

8. Perawatan rumah sakit

Terapi simptomatik :
steroid, vitamin, dll

Kemoterapi, termasuk
targeted therapy

golongan

Punksi pleura berulang atau pemasangan WSD


jika cairan masif
Pleurodesis untuk mengatasi produksi efusi
pleura yang produktif.

Laser dengan atau tanpa pemasangan stent


intrabronkus
Brachytherapy
Cauter therapy
Cryotherapy

9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit

analgesik,

Rawat inap untuk mempercepat prosedur


diagnosis
Penderita dengan kegawatan respirasi
karena batuk darah masif, obstruksi saluran
napas utama, efusi pleura masif, SVCS.
Untuk pemberian kemoterapi
Penderita dengan pembedahan
Penderita dengan tampilan buruk dan
memerlukan terapi suportif.
Batuk darah
Sesak napas berat (s/d gagal napas ) karena
efusi pleura masif, SVCS atau obstruksi saluran
napas utama
Nyeri dan atau hiperkalsemia karena invasi
atau metastasis ke tulang

Gangguan neurologis akibat metastasis ke otak


dan tulang belakang.
Sindrom paraneoplastik

80
Gangguan fungsi hepar dan ginjal akibat proses
metastasis
Gangguan psikologik (stres, depresi)
9.2.

Karena tindakan

Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis


invasif
Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis invasif
atau WSD
Empiema akibat prosedur diagnosis invasif,
punksi pleura, WSD
Infeksi skunder akibat prosedur invasif
Gangguan fungsi hepar dan ginjal akibat
kemoterapi
Gangguan sistem hematopoetik (anemia,
leukopenia,
trombositopenia,
perdarahan)
akibat kemoterapi
Neutropenia fever akibat kemoterapi
Mikosis dan infeksi sistemik lain akibat
prosedur
diagnosis
invasi,
kemoterapi,
pemberian steroid yang lama dan atau keadan
umum yang buruk dan pembedahan.

10. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu untuk semua tindakan diagnostik invasif dan


terapi

11. Masa pemulihan

Tergantung perjalanan penyakit dan terapi yang


diberikan

12. Bidang terkait

Radiologi
Patologi anatomi
Patologi klinik
Bedah toraks
Radioterapi
Penyakit dalam

13. Fasilitas khusus

Rehabilitasi medik
Anestesi

o
o
o
o
o

Bronkoskopi rigit dan lentur


Torakoskopi
VATS
Flouroskopi
Stent

o
o

81

Laser
Sarana untuk brachytherapy dan cauter.

14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

82

No. ICD-X: C.34

Nama penyakit

Nodul Paru Soliter

1. Definisi

Lesi radiologik berbentuk bulat soliter dikelilingi oleh


jaringan paru yang normal.

2. Diagnosis

Gambaran radiologik

3. Etiologi

Belum diketahui

4. Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum

4.2.

Khusus

5. Faktor risiko

Pemeriksaan fisis dan anamnesis untuk menyingkirkan


kanker paru, tuberkuloma, mikosis paru.
Laboratorium rutin
Foto toraks PA dan lateral
Sputum BTA dan kultur Mtb
Uji Mantoux
CT-scan toraks dengan kontras, brain scan dengan
kontras, bone scan, bone survey.
Bronkoskopi + biopsi transbronkial (TBLB)
Transthoracal Needle Aspiration (TTNA) dengan
tuntunan fluoroskopi atau CT
Torakotomi eksplorasi bila diagnosis
pasti tidak dapat ditegakkan dengan prosedur lain.

6. Diagnosis banding

7. Terapi
7.1. Non medikamentosa
7.2. Medikamentosa

Tuberkuloma
Mikosis paru (fungus ball)
Tumor paru jinak
Hemangioma
Kanker paru
Lain-lain : Pneumonia eosinofilik, Sindrom Loeffler

Terapi sesuai penyebab, misal :


OAT untuk tuberkuloma
Antifungal untuk mikosis
83

7.3. Khusus

8. Perawatan rumah sakit

9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit
9.2. Karena tindakan

Torakotomi diindikasikan untuk :


tuberkuloma dengan diameter > 3 cm,
fungus ball (aspergiloma)
tumor paru jinak lainnya

Rawat inap untuk mempercepat diagnosis


Jika dilakukan pembedahan

Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis invasif


Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis invasif
Infeksi skunder akibat prosedur invasif
Mikosis dan infeksi sistemik lain akibat pembedahan.

10. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu, untuk tindakan invasif

11. Masa pemulihan

Tergantung jenis dan tindakan

12. Bidang terkait

13. Fasilitas khusus

Radiologi
Patologi anatomi
Patologi klinik
Mikrobiologi
Parasitologi
Bedah toraks
Anestesi

Bronkoskopi

14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

84

Nama penyakit
1. Definisi

Tumor Metastasis di Paru


Penyebaran tumor organ lain ke paru

2. Diagnosis

Keluhan atau gejala: pada stage awal tidak


menimbulkan gejala. Gejala nyeri dan atau sesak
napas timbul setelah tumor melibatkan lebih luas
permaringan paru (multiple nodule) atau efusi
pleura yang masif. Keluhan yang paling sering
adalah sesak napas dan batuk
Diagnosis pasti didapat dari hasil sitologi dan
atau histopatologi dan tidak terbukti tumor
primer paru.

3. Etiologi

Kanker dari organ lain atau luar paru

4. Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum

4.2. Khusus

Pemeriksaan fisik dan anamanesis untuk


mengetahui ada tidaknya tumor primer di luar
paru
Laboratorium rutin
Fototoraks PA dan lateral
CT Scan torak dan abdomen dengan kontras,
brain scan dengan kontras, bone survey dan
USG abdomen.
Punksi pleura jika ada efusi pleura
Biopsi jarum halus (BJH) pada KGB atau
tumor supervisial
Biopsi Pleura jika ada efusi pleura
TTNA (transthoracal needle aspiration) tanpa
atau dengan tuntunan flouroskopi atau CT.
Sitologi cairan pleura, spesimen BJH, TTNA
dan atau histoplatologi jaringan biopsi pleura.
Torakoskopi jika dari punksi dan biopsi pleura
belum didapat diagnosis pasti
Tumor marker tergantung kecurigaan asal
tumor primer, misalnya CEA dan Ca 12.5
pada perempuan, CEA dan PSA pada lakilaki dewasa, status tiroid, CEA dan Ca 19.9
untuk kecurigaan tumor colon.

5. Faktor risiko

Riwayat tumor di organ lain, pada perempuan


85
79

misalnya carcinoa payudara, cervix, ovarium


Sedangkan pada laki-laki, misalnya carcinoma
nasofaring, colon, prostat. Pada usia muda
misalnya carcinoma tulang, limfoma

6. Diagnosis banding

Tumor paru
Tumor mediastinum
TB paru

7. Terapi

7.1. Non medikamentosa


7.2. Medikamentosa

7.1.

Khusus

8. Perawatan rumah sakit

9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit

Terapi simptomatik atau paliatif hanya untuk


mengatasi masalah respirasi
Terapi utama tergantung pada tumor primer
Terapi simtomatik untuk
mengatasi gejala yang timbul, misalnya
analgesik untuk mengatasi nyeri.
Steroid
Obat-obat
suportif,
misalnya vitamin.
Punksi pleura dan bila
carian cukup banyak dilakukan pemasangan
WSD
Dilakukan pleurodesis bila
produksi cairan pleura masif
Pleurektomi untuk paliatif
Untuk mempercepat prosedur diagnostik.
Jika dilakukan pemasangan WSD akibat
efusi pleura masif
Keadaan umum buruk dan perlu terapi
suportif.
Gangguan fungsi paru (gagal napas) akibat
Nodul multiple, penekanan organ organ di
mediastinum akibat efusi pleura masif
Gangguan aktiviti sehari-hari
Gangguan Psikologi (stres, depresi)

9.2. Karena tindakan

Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis


invasif
Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis
invasif atau pemasangan WSD

86

Empiema akibat prosedur diagnosis invasif,


punksi pleura, WSD
Infeksi skunder akibat prosedur invasif

10. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu untuk tindakan diagnostik atau terapi

11. Masa pemulihan

Tegantung jenis penyakit dan pengobatan yang


diberikan.

12. Bidang terkait

Radiologi
Patologi klinik
Patologi anatomi
Bedah toraks
THT
Bedah Onkologi
Penyakit Dalam
Kebidanan

13. Fasilitas khusus

o
o
o

Bronkoskopi
Fluoroskopi
Torakoskopi

14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

87

No. ICD-X: D.38.3

Nama penyakit

Tumor Mediastinum

1. Definisi

tumor atau massa dalam rongga mediastinum


yaitu rongga yang berada di antara paru kanan
dan kiri.

2. Diagnosis

Gejala klinik kadang-kadang tidak ada tetapi bila


ukuran tumor besar atau tumor ganas dapat
timbul keluhan sesak napas, nyeri dada, sindrom
vena kava superior, disfagi dan suara serak.
Diagnosis pasti didapat dari hasil sitologi dan
atau histopatologi
catatan
Tumor mediastinum terdiri dari 2 kelompok
yaitu neoplastik dan non-neoplastik

3. Etiologi
4. Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum

Tumor mediastinum neoplastik, antara lain:


o Timoma
o Sel germinal
o Seminoma
o Nonseminoma
o Teratoma
o Neurogenik tumor
o Limfoma
o Tumor jinak

Tumor mediastinum non-neoplastik, antara


lain:
o Mediastinal TB
o Aneurisma aorta
o Lain-lain: kista, abses

Belum diketahui

Pemeriksaan fisis dan anamnesis terutama


untuk riwayat ada tidaknya tumor tiroid, tb
paru, limfadenistis TB, myesthenia gravis.

88Laboratorium rutin
Foto toraks PA & lateral
4.2. Khusus

5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding
7. Terapi
7.1. Non medikamentosa
7.2. Medikamentosa

toraks dengan kontras, USG


abdomen
Bronkoskopi
Biopsi jarum halus untuk KGB atau tumor
superfisial
Transthoracal Needle Aspiration (TTNA)
tanpa atau dengan tuntunan fluoroskopi atau
CT
Biopsi KGB
Petanda tumor (tumor marker) anatar lain;
CEA, AFP, ALP, LDH dan beta-HCG
EMG bila ada miastenia gravis
Punksi tulang belakang (khusus untuk
limfoma)
Torakotomi eksplorasi jika prosedur lain tidak
memberikan diagnosis pasti histopatologi

Kanker paru

7.3 Khusus

CT-scan

Terapi simtomatik
Steroid, terutama dengan kegawatan respirasi
atau nyeri. (Untuk kecurigaan limfoma steroid
hanya diberikan untuk mengatasi kegawatan
sehingga prosedur diagnosis dapat segera
dilakukan)
OAT untuk mediastinal TB

Tergantung pada jenis sel kanker neoplastin


atau non-neoplatik.
Modaliti terapi untuk tumor mediastinum
neoplastik adalah bedah, kemoterapi dan
radioterapi. Khusus untuk timoma dan limfoma
pilihan terapi juga tergantung pada stage
penyakit.

89 Pembedahan untuk tumor mediastinum :


o Timoma stage I, II dan III dan pasca
kemoradioterapi stage IV
o Nonseminoma pasca radikemoterapi
o Teratoma
o Neurogenik tumor
o Tumor mediastinal jinak (aneurisma aorta
perlu penatalaksanaan khusus)
Radioterapi untuk tumor mediastinum :
o Timoma stage IV kombinasi dengan
kemoterapi
o Seminoma kombinasi dengan kemoterapi
o Limfoma kombinasi dengan kemoterapi
o Radiasi cito untuk tumor mediastinum
dengan kegawatan respirasi pada terutama
pada SVCS (meskipun diagnosis pasti
belum didapat dengan batasan maksimal
1000 cGy).
Kemoterapi untuk tumor mediastinum :
o Timoma stage IV kombinasi dengan
radioterapi
o Sel germinal
o Seminoma kombinasi dengan radioterapi
o Non-seminoma kombinasi dengan
radioterapi
o Teratoma pascabedah (jika masih didapat
sisa tumor)
o Limfoma kombinasi dengan radioterapi

8. Perawatan rumah sakit

90

Perlu untuk mempercepat prosedur diagnosis


Penderita dengan kegawatan respirasi (sesak
napas berat) akibat obstruksi saluran napas
utama, SVCS, efusi pleura masif.
Penderita dengan tampilan umum buruk,
untuk pemberian terapi suportif
Pemberian kemoterapi
Pembedahan

9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit

9.2. Karena tindakan

Gagal napas

Gangguan menelan

Sindrom vena cava superior


Miastenia gravis
Efusi pleura masif

Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis


invasif
Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis
invasif atau WSD
Empiema akibat prosedur diagnosis invasif,
punksi pleura, WSD
Infeksi skunder akibat prosedur invasif
Gangguan fungsi hepar dan ginjal akibat
kemoterapi
Gangguan sistem hematopoetik (anemia,
leukopenia, trombositopenia, perdarahan)
akibat kemoterapi
Neutropenia fever akibat kemoterapi
Mikosis dan infeksi sistemik lain akibat
prosedur diagnosis invasi, kemoterapi,
pemberian steroid yang lama dan atau
keadan umum yang buruk dan pembedahan.

10. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu untuk tindakan invasive dan terapi

11. Masa pemulihan

Tergantung prosedur tindakan yang diberikan

12. Bidang terkait

Radioterapi
Patologi klinik
Patologi Anatomi
Bedah Toraks
Radioterapi
Penyakit dalam (terutama untuk limfoma)
Neurologi (untuk miastenia gravis)
Anestesi

13. Fasilitas khusus

Bronkoskopi

91

14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

92

Flouroskopi
VATS

Nama penyakit
1.

Definisi

Mesothelioma (Tumor Primer Pleura)


Tumor primer pleura yang dapat bersifat jinak
atau ganas.

2. Diagnosis

Keluhan atau gejala: pada stage awal tidak


menimbulkan gejala. Gejala nyeri dan atau sesak
napas timbul setelah tumor melibatkan lebih luas
permukaan pleura dan atau menyebabkan
timbulnya efusi pleura. Secara umum gejala yang
timbul adalah nyeri dada yang ditimbulkan
nonpleuretik dan sering menjalar ke perut bagian
atas, sesak napas demam, kedinginan,
berkeringat, lemah, tidak enak badan. Lebih dari
50% kasus terdapat efusi pleura.
Diagnosis pasti didapat dari hasil sitologi dan
atau histopatologi jaringan tumor di pleura.

3. Etiologi

Etiologi pasti tidak diketahui tetapi paparan asbes


menjadi faktor utama.

4. Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum

4.2. Khusus

5. Faktor risiko

Pemeriksaan fisik dan anamanesis untuk


mengetahui ada tidaknya paparan asbes
Fototoraks PA dan lateral
Laboratorium rutin
CT Scan toraks dengan kontras
Punksi pleura jika ada cairan
Biopsi pleura jika ada cairan
Transthoracal Needle Aspiration (TTNA)
tanpa dengan tuntunan flouroskopi atau CT
Torakoskopi jika dari punksi dan biopsi
pleura tidak didapat diagnosis pasti
Sitologi cairan pleura, TTNA
dan atau
histopatologi jaringan biopsi
Pewarnaan (immunohistochemistry) pada
sediaan sitologi atau histopatologi.

Paparan Asbes

93

6. Diagnosis banding

1. Tumor paru
2. Metastasis tumor di paru
3. Pleuritis TB

7. Terapi

7.1. Non medikamentosa


7.2. Medikamentosa

7.2.

Khusus

8. Perawatan rumah sakit

9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit

94

Terapi tergantung pada jenis mesotelioma


jinak atau ganas.
Terapi untuk mesotelioma jinak adalah
bedah.
Terapi untuk mesotelioma ganas tergantung
pada stage penyakit.
Modaliti untuk mesotelioma ganas adalah
bedah, kemoterapi dan radioterapi.
Terapi simtomatik untuk
mengatasi gejala yang timbul, misalnya
analgesik untuk mengatasi nyeri.
Obat-obat
suportif,
misalnya vitamin.
Kemoterapi
untuk
mesotelioma ganas
Punksi pleura dan bila
carian cukup banyak dilakukan pemasangan
WSD
Dilakukan pleurodesis bila
produksi cairan pleura masif
Pleurektomi untuk paliatif
Untuk
mempercepat
prosedur diagnostik.
Jika dilakukan pemasangan WSD akibat
efusi pleura masif
Pembedahan
Kemoterapi
Keadaan umum buruk dan perlu terapi
suportif.
Gangguan fungsi paru (gagal napas) akibat
Atelektasis paru luas, penekanan organ
organ di mediastinum akibat efusi pleura
masif
Syok akibat nyeri

9.2. Karena tindakan

Gangguan aktiviti sehari-hari


Gangguan Psikologi (stres, depresi)
Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis
invasif
Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis
invasif atau WSD
Empiema akibat prosedur diagnosis invasif,
punksi pleura, WSD
Infeksi sekunder akibat prosedur invasif
Gangguan fungsi hepar dan ginjal akibat
kemoterapi
Gangguan sistem hematopoetik (anemia,
leukopenia, trombositopenia, perdarahan)
akibat kemoterapi
Neutropenia fever akibat kemoterapi
Mikosis dan infeksi sistemik lain akibat
prosedur diagnosis invasi, kemoterapi,
pemberian steroid yang lama dan atau
keadan
umum
yang
buruk
dan
pembedahan.

10. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu untuk tindakan diagnostik atau terapi

11. Masa pemulihan

Tegantung jenis (jinak atau ganas), stage


penyakit dan pengobatan yang diberikan.

12. Bidang terkait

13. Fasilitas khusus

o Bronkoskopi
o Torakoskopi

14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

Radiologi
Patologi klinik
Patologi anatomi
Bedah toraks
Radioterapi

93

95

No. ICD-X: C.34

Nama penyakit
1. Definisi

Nodul Paru Soliter


Ialah lesi radiologik berbentuk bulat soliter dikelilingi
oleh jaringan paru yang normal.

2. Diagnosis

Gambaran radiologik
Dapat dengan atau tanpa gejala klinis seperti batukbatuk, batuk berdarah

3. Etiologi

Tidak diketahui

4. Pemeriksaan penunjang
Umum

4.2. Khusus

Anamnesis untuk mencari etiologi : riwayat tb paru,


jamur paru, kebiasaan merokok.
Pada pemeriksaan fisis tidak didapat kelainan
Foto toraks PA dan lateral
Uji Mantoux
CT-Scan toraks
Bronkoskopi + biopsi transbronkial (TBLB)
Transthorakal Needle Aspiration (TTNA) dengan
tuntunan fluoroskopi atau CT Scanning toraks
Petanda tumor (tumor marker)
Torakotomi ekspolasi bila diagnosis pasti tidak dapat
ditegakkan

5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding

7. Terapi
7.1. Non medikamentosa
7.2. Medikamentosa
7.3. Khusus

Tuberkuloma
Kanker paru
Hemangioma
Mikosis paru
Lain-lain : Pneumonia eosinofilik, Sindrom Loeffler

Terapi simptomatik

Terapi sesuai dengan penyakit


Bedah

96

8. Perawatan rumah sakit

9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit
9.2. Karena tindakan

Pada keadan tertentu untuk prosedur diagnostik


invasif, misalnya bronkoskopi, torakotomi eksplorasi.

Tidak ada

Batuk darah
Pneumotoraks
Pneumonia

10. Informed consent (surat


persetujuan)

Perlu, karena banyak dilakukan tindakan invasif

11. Masa pemulihan

Tergantung tindakan yang diberikan

12. Bidang terkait

13. Fasilitas khusus

Radiologi
Patologi Klinik
Patologi anatomi
Bedah toraks
Anestesi
Mikologi

o Bronkoskopi
o Flouroskopi untuk TBLB

14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

97

IMUNOLOGI

98

Nama penyakit

No. ICD-X: L51.1


Sindrom Stevens Johnson akibat alergi
obat (rifampisin)

1. Definisi

Sindrom yang mengenai kulit dan


diakibatkan oleh pemakaian obat OAT
misalnya : rifampisin

2. Diagnosis

Kriteria diagnosis :
Gejala berupa demam tinggi, malese, nyeri
kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorok.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias
kelainan-kelainan kulit, kelainan selaput
lendir di orificium dan kelainan mata.
Kelainan kulit : eritema, vesikel dan bula.
Vesikel dan bula memecah sehingga terjadi
erosi yang luas.
Di samping itu juga terjadi purpura kelainan
selaput lendir yang tersering pada mukosa
mulut. Kelainan pada mata berupa
conjungtivitis katanalis

3. Etiologi
4. Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum
4.2. Khusus
5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding
7. Terapi
7.1. Non medikamentosa
7.2. Medikamentosa
7.3. Khusus
8. Perawatan rumah sakit
9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit
9.2. Karena tindakan
10. Informed consent (surat persetujuan)
99

11. Masa pemulihan


12. Bidang terkait
13. Fasilitas khusus
14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

100

Paru Kerja

101

No. ICD-X: J.60-64, J.66

Nama penyakit
1.

Nama penyakit / diagnosis

Penyakit Paru Kerja


: Penyakit paru akibat kerja meliputi antara lain :
Pneumokoniosis pekerja tambang batu bara
(J60)
Asbestosis (J61)
Silikosis (J62)
Pneumokoniosis lain (J63-J64)
Bisinosis (J66)
Pneumonitis hipersensitiviti
Asma kerja
Kanker paru akibat kerja
Bronkitis industri

2. Definisi

: Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit yang


disebabkan oleh pajanan bahan / zat di
lingkungan tempat kerja. Tergantung bahan/zat
penyebab, masing-masing mempunyai nama
penyakit tersendiri.

3. Kriteria diagnosis

: Riwayat pekerjaan / pajanan bahan/zat yang


akurat dan terinci
Keluhan tergantung berat ringannya penyakit,
mulai dari batuk, sesak napas, penurunan
berat badan sampai pada kecacatan yang
menetap
Pemeriksaan faal paru tergantung berat
ringannya penyakit, mulai dari yang ringan
reversible sampai pada yang berat dan
irreversible
Gambaran
radiologi
tergantung
beratringannya penyakit. Untuk pneumokoniosis
dinilai berdasarkan klasifikasi ILO tentang
gambaran radiologis.

4.

: Dapat berupa berbagai kelainan paru seperti:


Bronkitis kronik
Asma bronkial
Tuberkulosis paru
Penyakit paru interstitial
Dan lain-lain

Diagnosis banding

102

5.

Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum

: Foto toraks
Uji faal paru (peakflow meter dan
spirometri)

4.2. Khusus

6.

Konsultasi

Dokter Spesialis Paru

7.

Perawatan rumah sakit

Pada kasus berat dan atau dengan kasuskasus


komplikasi
kardiopulmoner
dan
komplikasi lain

8.

Terapi

Penanganan
pada
dasarnya
meliputi
penanganan keluhan paru sesuai dengan
kelainan yang ada, termasuk penanganan
kardiopulmoner dan komplikasi lainnya
Catatan:
Pemeriksaan kesehatan berkala termasuk
pemeriksaan fungsi paru memegang
peranan utama untuk deteksi sedini
mungkin dan mencegah kecacatan tetap
Prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan
kerja perlu selalu ditaati

9.

Standar rumah sakit

Rumah sakit tipe B / C

10. Penyulit (komplikasi)


10.1. Karena penyakit

Uji provokasi bronkus


CT Scanning toraks
Uji kapasiti difusi
Uji imunologi
BAL (bronkoalveolar lavage)
Biopsi paru

Korpulmonal
Gangguan paru dan pernapasan yang
menetap
Mesotelioma dan kanker paru pada
pajanan debu asbes
Tuberkulosis paru pada pajanan debu
silica
Kecacatan paru

103

11. Informed consent (tertulis)

Bronkospasme
Pneumotoraks
Pneumonia
Diperlukan pada tindakan-tindakan khusus

12. Standar tenaga

10.2. Karena tindakan

Dokter Spesialis Paru, untuk penanganan


khusus di bidang masalah paru
Dokter Kesehatan kerja untuk penanganan
umum dan lingkungan kerja
Dokter Spesialis Radiologi untuk
pembacaan foto toraks sesuai Standar ILO

13. Lama perawatan

Tergantung berat penyakit dan respons


terhadap pengobatan

14. Masa pemulihan

Tergantung berat penyakit dan respons


terhadap pengobatan

15. Output

16. PA

Tergantung jenis pajanan dan penyakit

17. Autopsi / risalah rapat

18. Bidang terkait

Radiologi
Kesehatan kerja

19. Fasilitas khusus

Laboratorium khusus analisis material


Laboratorium uji provokasi bronkus
dengan bahan spesifik

104

Sembuh
Kelainan menetap
Pada keadaan yang berat (komplikasi)
dapat terjadi kematian

1. Nama penyakit / definisi

Penyakit paru akibat inhalasi polusi udara


dalam ruangan
Penyakit paru akibat inhalasi polusi udara
dalam ruangan adalah penyakit paru yang
diakibatkan inhalasi bahan polutan dalam
ruangan seperti asap hasil pembakaran (rokok,
kompor, dll), gangguan sirkulasi udara di
gedung, bahan yang mudah menguap, seratserat inorganic dengan kadar yang tinggi di
atas nilai normal

2.

Kriteria Diagnosis

Riwayat pekerjaan/pajanan yang akurat dan


terinci, keluhan dapat asimptomatik sampai
gejala batuk, sesak napas, demam dan mengi

3.

Diagnosis banding

Berbagai penyakit al :
Bronkitis kronik
Asma
Tuberkulosis paru
Pneumonia

4.

Pemeriksaan penunjang
Umum

Foto toraks, uji faal paru

Khusus

Analisis gas darah, CT-scan toraks

5.

Konsultasi

Dokter Spesialis Paru

6.

Perawatan rumah sakit

Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau


terdapat komplikasi

7.

Terapi
Umum
Terapi Nonmedikamentosa

:
:
:

Oksigen

Terapi medikamentosa

Obat simptomatik, antibiotik bila terjadi infeksi

Terapi khusus

Menghindari penyebab, menerapkan prinsipprinsip kesehatan dan keselamatan kerja

Standar rumah sakit

Rumah sakit tipe B/C

8.

105

9.

Penyulit (komplikasi)
Karena penyakit

:
:

Karena tindakan

Infeksi, gangguan paru dan


pernapasan yang menetap,
kanker paru
Bronkospasme

10. Penjelasan dengan persetujuan :

Bila dilakukan tindakan khusus

11. Standar tenaga

Dokter Spesialis Paru


Dokter Spesialis Perawatan Intensiv

12. Lama perawatan

Tergantung berat penyakit dan


respons terhadap pengobatan

13. Masa pemulihan

Tergantung berat penyakit dan respons


terhadap pengobatan

14. Output

Sembuh total, kelainan menetap,


komplikasi, meninggal

15. PA

16. Autopsi/risalah rapat

17. Bidang terkait

Radiologi, kesehatan kerja

18. Fasiliti khusus

Laboratorium khusus analisis bahan


dan kadar polutan

106

No. ICD-X: J 66
1.

Nama penyakit / definisi

Bisinosis (J66)
Bisinosis adalah penyakit yang timbul akibat
inhalasi debu kapas di lingkungan kerja.
Bisinosis disebut juga brown lungdisease,
cotton bract atau cotton lung disease.

2.

Kriteria Diagnosis

Riwayat pekerjaan / pajanan bahan/zat


yang mengandung kapas, hemp atau flax
Gejala berupa rasa berat atau sempit di
dada (chest tighness), batuk dan sesak
napas saat hari pertama kembali masuk
kerja setelah istirahat akhir pekan.
Gejala yang timbul seperti batuk kering,
millfever, weavercough bisa terjadi sendirisendiri atau bersamaan.
Klasifikasi WHO untuk bisinosis secara
klinis :
- Derajat B1 : Rasa tertekan di
dada dan atau sesak napas
pada hari pertama kembali
bekerja
- Derajat B2 : Rasa tertekan di
dada dan atau sesak napas
pada hari pertama kembali
bekerja dan pada hari-hari
bekerja selanjutnya

3.

Diagnosis banding

Berbagai penyakit al :
Bronkitis kronik
Asma
Asma akibat kerja

4.

Pemeriksaan penunjang
Umum

Foto toraks, uji faal paru (spirometri)

Khusus

Uji provokasi bronkus dengan debu


kapas

107

5.

Konsultasi

Dokter Spesialis Paru

6.

Perawatan rumah sakit

Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau


terdapat komplikasi

7.

Terapi
Umum
Terapi Nonmedikamentosa

:
:
:

Oksigen

Terapi medikamentosa

Obat simptomatik, bronkodilator

Terapi khusus

Menghindari penyebab, menerapkan prinsipprinsip kesehatan dan keselamatan kerja

8.

Standar rumah sakit

Rumah sakit tipe B/C

9.

Penyulit (komplikasi)
Karena penyakit

Gangguan paru dan pernapasan yang


menetap

Bronkospasme

Karena tindakan

10. Penjelasan dengan persetujuan :

Bila dilakukan tindakan khusus

11. Standar tenaga

Dokter Spesialis Paru

12. Lama perawatan

Tergantung berat penyakit dan respons


terhadap pengobatan

13. Masa pemulihan

Tergantung berat penyakit dan respons


terhadap pengobatan

14. Output

Sembuh total, kelainan menetap, komplikasi,


meninggal

15. PA

16. Autopsi/risalah rapat

17. Bidang terkait

Dokter Kesehatan Kerja

18. Fasiliti khusus

Laboratorium khusus analisis bahan


penyebab
108

No. ICD-X: Z.00 Z.13


1.

Nama penyakit / diagnosis

Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check-up)

2.

Indikasi

3.

Diagnosis banding

4.

Pemeriksaan penunjang
Anamnesis

Pemeriksaan kesehatan berkala


Pemeriksaan prasyarat bekerja

Keluhan yang ada


Riwayat penyakit paru yang pernah
diderita atau yang masih diderita saat ini
Riwayat penyakit lainnya yang pernah atau
masih diderita
Riwayat kebiasaan pribadi: merokok,
minuman keras, NAPZA
Riwayat pekerjaan: jenis pekerjaan, lama
bekerja, zat pajanan, keluhan akibat
pekerjaan
Riwayat lingkungan: tempat tinggal, tempat
bekerja

5.

Konsultasi

Dokter Spesialis Paru

6.

Perawatan fisik / jasmani

Bisa tidak ditemukan kelainan

7.

Pemeriksaan penunjang

Rontgen toraks PA, jika perlu lateral


Uji faal paru (Spirometri)
Catatan:
Selain pemeriksaan umum dapat dilakukan
uji faal paru yang bersifat khusus sesuai
kebutuhan.

Pemeriksaan lain jika ditemukan


kelainan
- Dahak
BTA 3 kali dengan biakan dan uji
resistensi bila perlu
Pulasan gram (pada dugaan infeksi
bakterial)

109

8.

Output

110

Jamur (pada dugaan infeksi


jamur, namun harus dikonfirmasi
dengan pemeriksaan lain)
Sitologi (pada kecurigaan
keganasan paru dan saluran
napas)
Radiologi lain (seperti fluoroskopi,
USG, CT Scanning toraks dll)
Pemeriksaan lain yang dianggap terkait
langsung dengan kelainan di paru

Tidak ditemukan gangguan atau penyakit


pada saluran napas dan paru, pasien
dapat bekerja biasa dan melakukan semua
aktiviti
Ditemukan gangguan atau penyakit pada
saluran napas dan paru, pasien dapat
bekerja dan melakukan aktiviti dengan
pembatasan
Ditemukan gangguan atau penyakit pada
saluran napas dan paru, pasien dianjurkan
untuk tidak bekerja atau beraktiviti untuk
sementara waktu atau seterusnya

No. ICD-X: J.67


1.

Nama penyakit / definisi

Pneumonitis hipersensitiviti
Pneumonitis hipersensitiviti adalah penyakit
paru kerja yang terjadi akibat inhalasi suatu
bahan
terutama
organik.
Pneumonitis
hipersensitiviti sering disebut extrinsic
allergic alveolitis, merupakan penyakit
imunologi terjadi karena terinhalasi antigen
(termasuk partikel organik) dengan berat
molekul yang rendah, tidak bersifat atopi dan
tidak berhubungan dengan kenaikan IgE
atau eosinofil.
Bergantung pada agen penyebab pneumonitis
hipersensitiviti diberi nama berbeda. Bila
bahan penyebab jamur tanaman atau jerami
pada petani sering disebut farmer lung
disease, agen penyebab residu gula disebut
bagassosis, penyebab plastik disebut plastic
workers lung, penyebab logam cobalt disebut
hard metal lung disease dll

2.

Kriteria Diagnosis

Riwayat pekerjaan / pajanan bahan/zat


yang akurat
Pada yang akut akan timbul gejala sesak,
batuk nonproduktif, nyeri otot, rasa dingin,
diaforesis, sakit kepala dan lemas yang
terjadi dua sampai sembilan jam setelah
terpajan antigen. Gejala akan meningkat
setelah 6 sampai 24 jam dan akan
menghilang setelah 1 sampai 24 jam tanpa
pengobatan.
Pada
pneumonitis
hipersensitiviti kronik akan timbul gejala
sesak yang lebih berat, batuk produktif,
nafsu makan menurun dan berat badan
menurun.

Kriteria diagnosis pneumonitis hipersensitiviti :


Kriteria mayor

111

Riwayat pajanan antigen atau terdapat serum

antibodi
Gejala
sesuai
dengan
pneumonitis
hipersensitif
Terdapat kelainan pada foto toraks atau
high resolution CT scan
Antigen dapat dibuktikan

Kriteria minor
Ronki basah di kedua basal
Penurunan kapasiti difusi
Hipoksemia saat istirahat dan latihan
Limfositosis pada BAL
Diagnosis dapat ditegakkan bila memenuhi
semua kriteria mayor dan paling sedikit empat
kriteria minor serta menyingkirkan penyakit lain
yang mempunyai gejala yang sama
3.

Diagnosis banding

Berbagai penyakit al :
Asma
Sarkoidosis
Demam inhalasi
Infeksi virus & mikoplasma
Tuberkulosis
Infeksi jamur
Penyakit interstitial lain
Penyakit berilium kronik
Limfoma/leukemia
Inhalasi gas toksik

4.

Pemeriksaan penunjang
Umum

Pemeriksaan darah tepi, foto toraks,


uji faal paru (spirometri)

Khusus

CT Scan toraks
Uji kapasiti difusi
BAL (Bronkoalveolar lavage)

5.

Konsultasi

Dokter Spesialis Paru

6.

Perawatan rumah sakit

Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau


terdapat komplikasi

112

7.

Terapi
Umum
Terapi Nonmedikamentosa

:
:
:

Terapi medikamentosa

Simptomatis
Kortikosteroid seperti prednisolon 60 mg/hari
selama 4 minggu.

Terapi khusus

Menghindari
penyebab,
kesehatan kerja

8.

Standar rumah sakit

Rumah sakit tipe B/C

9.

Penyulit (komplikasi)
Karena penyakit

Gangguan paru dan pernapasan yang


menetap

Karena tindakan

Oksigen

prinsip-prinsip

10. Penjelasan dengan persetujuan :

Bila dilakukan tindakan khusus

11. Standar tenaga

Dokter Spesialis Paru

12. Lama perawatan

Tergantung berat penyakit dan


respons terhadap pengobatan

13. Masa pemulihan

Tergantung berat penyakit dan respons


terhadap pengobatan

14. Output

Sembuh total, kelainan menetap,


komplikasi, meninggal

15. PA

16. Autopsi/risalah rapat

17. Bidang terkait

Radiologi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja

18. Fasiliti khusus

Laboratorium khusus analisis bahan


penyebab

113

No. ICD-X : J61


1. Nama penyakit / definisi

Asbestosis (J61)
Asbestosis adalah penyakit paru yang timbul
akibat inhalasi debu serat asbes yang
ditandai dengan fibrosis interstitial difus pada
paru

2.

Kriteria Diagnosis

Riwayat pekerjaan / pajanan bahan/zat


yang mengandung serat asbes
Diagnosis asbestosis ditegakkan bila
terdapat fibrosis parenkim paru difus
dengan atau tanpa penebalan pleura dan
terdapat riwayat pajanan serat asbes.
Riwayat pajanan meliputi lama, awitan,
tipe dan intensiti pajanan yang diterima
penderita
Gambaran radiologis dinilai dengan
penderajatan menurut ILO. Beberapa
gambaran khas adalah perselubungan
halus ireguler, tersebar di daerah posterior,
basal paru dan subpleura. Plak pleura,
sangat spesifik untuk mengetahui riwayat
pajanan serat asbes dan digunakan
sebagai petanda pajanan serat asbes.
Diagnosis
mikroskopis
asbestosis
ditegakkan bila terdapat fibrosis interstisial
difus dan asbestos body. Asbestos body
adalah serat asbes dengan selaput protein
dan besi yang terbentuk setelah serat
asbes terdeposit.

3.

Diagnosis banding

4.

Pemeriksaan penunjang
Umum

Foto toraks, uji faal paru (spirometri)

Khusus

Kapasiti difusi
CT Scan toraks
Uji imunologi
Bronkoskopi ( Biopsi)
114

Berbagai penyakit pneumokoniosis lain


Tuberkulosis

5.

Konsultasi

Dokter Spesialis Paru

6.

Perawatan rumah sakit

Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau


terdapat komplikasi

7.

Terapi
Umum
Terapi Nonmedikamentosa
Terapi medikamentosa
Terapi khusus

:
:
:
:
:

8.

Standar rumah sakit

Rumah sakit tipe B/C

9.

Penyulit (komplikasi)
Karena penyakit

Gangguan paru dan pernapasan


yang menetap, Kanker Paru Mesotelioma

Karena tindakan

Menghindari pajanan lebih lanjut


Bersifat simptomatis
Menghindari penyebab, prinsip-prinsip
kesehatan kerja

10. Penjelasan dengan persetujuan :

Bila dilakukan tindakan khusus

11. Standar tenaga

Dokter spesialis paru

12. Lama perawatan

Tergantung berat penyakit dan


respons terhadap pengobatan

13. Masa pemulihan

Tergantung berat penyakit dan respons


terhadap pengobatan

14. Output
15. PA

:
:

Kelainan menetap, komplikasi, meninggal


-

16. Autopsi/risalah rapat

17. Bidang terkait

Radiologi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja

18. Fasiliti khusus

Laboratorium khusus analisis bahan


penyebab

115

No. ICD-X: J62


1.

Nama penyakit / definisi

Silikosis (J62)
Silikosis merupakan penyakit parenkim paru
akibat kerja yang diakibatkan inhalasi silikon
dioksida atau silika. Silikosis dapat timbul
akibat inhalasi debu yang mengandung
kristal silika yang tersebar secara luas di
permukaan bumi.
Berdasarkan waktu pajanan, konsentrasi
pajanan dan perkembangan penyakitnya,
silikosis dibagi atas :
Silikosis akut
Silikosis terakselerasi
Silikosis kronik

2.

Kriteria Diagnosis

116

Riwayat pekerjaan / pajanan bahan / zat


yang
mengandung
silika
seperti
pertambangan, penggalian granit, pasir,
batu tulis, tukang batu, pabrik keramik,
penuangan logam, semen dan proyek
bangunan dll.
Silikosis kronik timbul akibat pajanan
terhadap debu silika dengan konsentrasi
rendah selama 15 tahun atau lebih. Gejala
berupa sesak napas awalnya terlihat pada
waktu kerja kemudian pada saat
beristirahat. Sesak napas makin lama
makin memberat. Periode terakhir pasien
silikosis adalah kegagalan kardiorespirasi.
Silikosis akut terjadi akibat pajanan silika
bebas konsentrasi tinggi dan berlebihan
dalam waktu singkat yaitu dalam beberapa
minggu sampai 5 tahun. Riwayat penyakit
yang khas yaitu sesak napas progresif,
demam, batuk dan penurunan berat badan
sesudah pajanan singkat terhadap silika
konsentrasi tinggi.

Silikosis terakselerasi terjadi karena


pajanan silika selama 5-10 tahun.
Progresiviti penyakit tetap berlangsung
meskipun pekerja telah dihindarkan dari
pajanan. Gejala, gambaran foto toraks
serta gambaran patologi mirip dengan
silikosis kronik tetapi terjadi lebih cepat
dan perburukan terjadi progresif sering
disertai infeksi mikobakterium tipikal dan
atipikal
Gambaran radiologis dinilai dengan
penderajatan menurut ILO. Beberapa
gambaran khas adalah nodul silikosis pada
parenkim dan kelenjar getah bening dan
akhirnya terjadi fibrosis masif progresif
(FMP)
ditandai
penggabungan
perselubungan halus menjadi lesi lebih
besar menjadi lesi kategori A sampai C
menurut penderajatan ILO.

3.

Diagnosis banding

4.

Pemeriksaan penunjang
Umum

Foto toraks, uji faal paru (spirometri)

Khusus

Kapasiti difusi
CT Scan toraks
Uji imunologi
Bronkoskopi ( Biopsi)

5.

Konsultasi

Dokter Spesialis Paru

6.

Perawatan rumah sakit

Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau


terdapat komplikasi

7.

Terapi
Umum
Terapi Nonmedikamentosa

:
:
:

Terapi medikamentosa

Bersifat simptomatis

117

Penyakit pneumokoniosis lain


Tuberkulosis

Terapi khusus

Menghindari penyebab, menjalankan prinsipprinsip kesehatan dan keselamatan kerja

8.

Standar rumah sakit

Rumah sakit tipe B/C

9.

Penyulit (komplikasi)
Karena penyakit

Gangguan paru dan pernapasan


yang menetap, infeksi tuberkulosis
Kanker Paru
Pneumotoraks

Karena tindakan

10. Penjelasan dengan persetujuan :

Bila dilakukan tindakan khusus

11. Standar tenaga

Dokter Spesialis Paru

12. Lama perawatan

Tergantung berat penyakit dan


respons terhadap pengobatan

13. Masa pemulihan

Tergantung berat penyakit dan respons


terhadap pengobatan

14. Output

Kelainan menetap, komplikasi,


meninggal

15. PA

16. Autopsi/risalah rapat

17. Bidang terkait

Radiologi, dokter kesehatan kerja

18. Fasiliti khusus

Laboratorium khusus analisis bahan


penyebab

118

1.

Nama penyakit / definisi

Asma kerja
Asma kerja adalah penyakit yang ditandai oleh
keterbatasan aliran jalan napas yang bervariasi
dan atau hipereaktiviti bronkus nonspesifik
disebabkan oleh penyebab dan keadaan di
lingkungan pekerjaan tertentu dan rangsangan
tersebut tidak dijumpai di luar tempat kerja.

2.

Kriteria Diagnosis

Menurut ACCP (American College of Chest


Physician), kriteria diagnosis untuk asma kerja
harus memenuhi semua 4, A sampai D sebagai
berikut :
A. Diagnosis asma oleh dokter dan atau
ada bukti secara faal paru terjadi
hipereaktiviti saluran napas.
B. Pajanan di tempat kerja mendahului
awitan gejala asma
C. Ada hubungan antara gejala dengan
pekerjaan
D. Ada pajanan dan atau ada bukti secara
faal paru, hubungan antara asma
dengan lingkungan kerja (diagnosis
asma kerja membutuhkan satu atau
lebih dari D2-D5, pada umumnya asma
kerja membutuhkan hanya D1).
D1. Pajanan di tempat kerja terhadap
bahan yang dilaporkan dapat
meningkatkan asma Kerja
D2. Perubahan VEP1 dan atau APE yang
berhubungan dengan tempat kerja
D3. Perubahan hipereaktiviti bronkus
nonspesifik secara serial yang
berhubungan dengan kerja
D4. Uji provokasi bronkus spesifik
positif
D5. Onset asma secara jelas berhubungan dengan gejala akibat
pajanan bahan iritan di tempat kerja
(umumnya pada RADS)

3.

Diagnosis banding

Asma yang diperberat di tempat kerja


119

PPOK
SOPT
4.

Pemeriksaan penunjang
Umum
Khusus

Darah lengkap
Foto toraks
APE atau VEP1 serial selama 2 minggu
Uji provokasi bronkus spesifik dan
Nonspesifik
Uji kulit

5.

Konsultasi

: Dokter Spesialis Paru

6.

Perawatan rumah sakit

: Bila eksaserbasi

7.

Terapi
Umum
Terapi Nonmedikamentosa

:
: Hindarkan pajanan
:

Terapi medikamentosa
Terapi khusus

: Bronkodilator
Steroid
:

8.

Standar rumah sakit

9.

Penyulit (komplikasi)
Karena penyakit
Karena tindakan

:
:

10. Penjelasan dengan persetujuan :


11. Standar tenaga

12. Lama perawatan

13. Masa pemulihan

14. Output

15. PA
16. Autopsi/risalah rapat

:
:

17. Bidang terkait

Kesehatan kerja

18. Fasiliti khusus

Laboratorium faal paru dan uji


provokasi bahan spesifik

120

Faal Paru

121

No. ICD-IX-CM: 89.37 dan 89.38

Nama penyakit
1. Definisi
2. Diagnosis

Faal Paru (Spirometri)


Pemeriksaan untuk mengetahui kondisi paru
Pemeriksaan faal paru dilakukan pada semua pasien
yang akan menjalani pembedahan dengan anestesi
umum indikasi pemeriksaan faal paru pada :
1. Penderita yang mempunyai riwayat kelainan
paru
2. Penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk
tindakan anestesi/bedah seperti perokok,
obesitas dan usia diatas 60 tahun
3. Penderita yang akan menjalani tindakan bedah
abdomen dan toraks
Pemeriksaan faal paru berguna untuk
menentukan risiko anestesi dan atau
pembedahan, bukan menentukan indikasi
dan indikasi kontra tindakan bedah
Risiko anestesi/pembedahan dibagi dalam
tiga tingkat
yaitu, risiko ringan, risiko
sedang dan risiko tinggi
Nilai faal paru dalam menentukan risiko
anestesi/pembedahan
a. Pembedahan diluar abdomen dan toraks
- Risiko ringan bila : KV > 60% VEP1 >
60%
- Risiko sedang bila : KV > 30% VEP1 >
30 %
- Risiko tinggi bila : KV < 30% VEP1 <
30%
b. Pembedahan abdomen bagian bawah
- Risiko ringan bila : KV > 60% VEP1 >
60%
- Risiko sedang bila : KV > 35% VEP1 >
60%
- Risiko tinggi bila : KV < 35% VEP1 <
60%
c. Pembedahan abdomen bagian atas
- Risiko ringan bila : KV > 60% VEP1 >
60%
- Risiko sedang bila : KV > 40% VEP1 >
60%
- Risiko tinggi bila : KV < 40% VEP1 <
60%
122

d.Pembedahan toraks tanpa pengangkatan


jaringan paru risiko tindakan sama
dengan pembedahan abdomen bagian
atas
e. Reseksi paru
- Risiko ringan :
1. Pneumonektomi
KV paru kontra lateral lebih dari
45%
VEP1 > 60%
2. Pembedahan nilateral
KV > 60%
3. Pembedahan bilateral
KV > 75% VEP1 > 60%
- Risiko sedang :
1. Pneumonektomi
KV paru kontra lateral lebih dari 35%
VEP1 > 60%
2. Pembedahan unilateral
KV > 60%, KV paru kontra lateral >
20% VEP1> 60%
3. Pembedahan bilateral
KV > 50% VEP1 > 60%
- Risiko tinggi, keadaan ini berbahaya
bahkan pembedahan mungkin tidak
dapat dilakukan apabila nilai faal paru
kurang dari batas bawah nilai faal
paru pada risiko sedang
3. Etiologi
4. Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum
4.2. Khusus

Spirometri

5. Faktor risiko

123

6. Diagnosis banding
7. Terapi
7.1. Non medikamentosa
7.2. Medikamentosa
7.3. Khusus
8. Perawatan rumah sakit

Rawat jalan
Rawat inap

9. Penyulit (komplikasi)
9.1. Karena penyakit
9.2. Karena tindakan
10. Informed consent (surat
persetujuan)
11. Masa pemulihan
12. Bidang terkait
13. Fasilitas khusus
14. Prognosis
14.1. Ad fungsionam
14.2. Ad sanasionam
14.3. Ad vitam

124

Anda mungkin juga menyukai