Anda di halaman 1dari 18

Neonatus dengan Respiratory Distress Syndrome

Disusun oleh :
Kelompok C6
Jerry Berlianto Binti

102009100

Yunita Sofianti

102009208

Varlye Kantohe

102010118

Olivia Halim Kumala

102011002

Jimmy

102011163

Sylvia Joson

102011176

Maria Theodora

102011264

Leni Herliani

102011394

Yehezkiel Edward

102011400

10 Juni 2014
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Page | 1

Daftar Isi

Daftar Isi............................................................................................................................2
Pendahuluan.......................................................................................................................3
Pembahasan.......................................................................................................................4
I. Anamnesis ....................................................................................................................4
II. Pemeriksaan Fisik .......................................................................................................5
III. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................8
IV. Diagnosis Kerja ........................................................................................................11
V. Epidemiologi..............................................................................................................11
VI. Etiologi dan Patofisiologi.........................................................................................12
VII. Manifestasi Klinik ..................................................................................................13
VIII. Penatalaksanaan dan Pencegahan..........................................................................13
IX. Komplikasi................................................................................................................14
X. Prognosis ...................................................................................................................15
XI. Diagnosis Banding....................................................................................................15
Kesimpulan......................................................................................................................17
Daftar Pustaka..................................................................................................................18

Pendahuluan

Page | 2

Peralihan dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin memerlukan banyak


perubahan fisiologi dan biokimia. Hilangnya ketergantungan terhadap peredaran darah ibu
melalui plasenta, memerlukan pengaktifan fungsi paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan
karbon dioksida dan fungsi organ lain seperti hati , jantung, ginjal, selain itu juga termasuk
sistem imunologi yang berperan dalam perlindungan terhadap infeksi. Tidak semua bayi dapat
beradaptasi dengan baik bahkan banyak yang meninggal akibat kegagalan penyesuaian biokimia
dan fisiologi. Kegagalan itu disebabkan oleh keadaan seperti asfiksia, prematuritas, gangguan
persalinan, dan lain-lain. Besarnya angka kesakitan dan kematian neonatus mencerminkan
besarnya masalah kegagalan penyesuaian kehidupan bayi baru lahir. Respiratory Distress
Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat
napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi
kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel
dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat
fungsi surfaktan.1

Skenario
Seorang ibu hamil 33 minggu (G1P0A0) berusia 30 tahun datang dengan keluhan perdarahan per
vaginam. Ib telah mengetahui menderita plasenta previa totalis. Bayi dilahirkan via SC dengan
berat 1200 gram dan ketuban jernih. Bayi meringis dengan ektremitas sedikit flexi dan tampak
biru, denyut jantung 130x/menit dengan nafas irregular. Setelah distimulasi, bayi menangis kuat
dan aktif. Satu jam setelah lahir, bayi menangis lemah dengan badan tampak kebiruan, (+)
mendengkur dengan sedikit retraksi dada sehingga bayi harus dirawat.

Pembahasan
I.

Anamnesis
Page | 3

Pada kasus didapatkan pasien bayi sehingga anamnesis harus dilakukan kepada ibu
pasien tersebut (allo-anamnesis). Pertanyaan diajukan baik untuk menggali informasi bayi
maupun dari ibu sendiri.
Pada anamnesis hal-hal yang harus ditanyakan adalah sebagai berikut:2
-

Identitas pasien, yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, anak ke-berapa dari berapa
bersaudara
Keluhan utama, sejak kapan.
Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan?
Keluhan terjadi secara mendadak atau perlahan-lahan?
Bagaimana riwayat kelahiran pasien?
Bagaimana keadaan pasien sesaat setelah lahir?
Ada demam atau tidak?
Apakah bayi sudah diberi ASI atau belum?
Apakah sebelumnya mendapat transfusi darah?
Keluhan penyerta/keluhan lain
Riwayat kehamilan dan persalinan
Usia kehamilan?
Apakah selama atau sebelum masa kehamilan ibu sedang menderita penyakit infeksi

tertentu? (contoh: hepatitis, malaria, dll)


Apakah selama atau sebelum kehamilan ibu sedang mengkonsumsi obat-obatan

tertentu?
Apakah pernah hamil sebelumnya ? Berapa kali?
Apakah pernah mengalami abortus ?
Apakah golongan darah ibu dan ayah? Apakah rhesus ibu dan ayah? (jika diketahui)
Apakah dulu pernah mengalami sakit yang cukup berat sehingga harus dirawat di rumah

sakit?
Adakah riwayat diabetes melitus?
Adakah riwayat penyakit berat yang lain?
Bagaimana riwayat vaksinasi pasien? (lengkap/tidak)
Bagaimana kebiasaan pasien? (seperti makanan, minuman, pengguna obat-obatan, dan

lain sebagainya)
Apakah ada riwayat alergi?
Apakah melahirkannya cukup bulan? Normal atau tidak?
Dimana terjadi proses kelahiran si bayi?
Riwayat keluarga
Apakah di keluarga juga ada yang sedang atau pernah menderita penyakit yang sama?
Apakah ada riwayat penyakit yang diturunkan?

Page | 4

Selain informasi dari anamnesis, perlu diketahui juga informasi saat proses persalinan, keadaan
janin , kontaksi saat persalinan, apakah terdapat komplikasi baik saat maupun pasca persalinan ,
bagaimana warna ketuban bayi, dan hal lain yang menunjang diagnosa kelainan pada pasien.
II. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pertama kali pada bayi baru lahir memiliki banyak tujuan penting.
Pemeriksaan ini bisa berupa pemeriksaan fisik menyeluruh bayi sehat atau pemeriksaan untuk
mengonfirmasi diagnosis janin atau menentukan penyebab berbagai manifestasi penyakit
neonatus. Karena transisi dari kehidupan janin ke neonatus memerlukan penyesuaian
kardiopulmonal yang berarti, masalah pada transisi ini dapat segera dideteksi dalam ruang
pelahiran atau selama kehidupan hari pertama. Pemeriksaan fisik dapat juga menunjukkan
pengaruh kelahiran dan persalinan akibat asfiksia, obat-obat, atau trauma lahir. Lagipula,
pemeriksaan pertama bayi baru lahir merupakan cara yang penting untuk mendeteksi malformasi
atau deformasi kongenital. Malformasi kongenital yang berarti bisa terdapat sebanyak 1-3% dari
semua kelahiran. Deformasi kongenital disebabkan oleh kompresi bagian-bagian janin oleh
uterus, biasanya bila tidak ada cairan amnion. Dengan demikian beberapa kasus kaki gada
(clubfoot) merupakan akibat dari kompresi kaki janin oleh dinding uterus.3
Pemeriksaan bayi perlu dilakukan dalam keadaan telanjang di bawah lampu yang terang,
yang juga berfungsi sebagai pemanas untuk mencegah kehilangan panas. Tangan serta alat yang
dipergunakan untuk pemeriksaan fisis harus bersih dan hangat.4

Tampilan
Pertama-tama, tampilan umum bayi harus dievaluasi. Tanda-tanda seperti sianosis,
pelebaran cuping hidung, retraksi interkostal, dan mendengkur memberikan kesan adanya
penyakit paru. Tali pusat, kuku, dan kulit yang ternodai oleh mekonium memberi kesan distres
janin dan kemungkinan pneumonia aspirasi. Tingkat aktivitas spontan, tonus otot pasif, kualitas
menangis, dan apnea merupakan tanda skrining yang berguna untuk mengevaluasi keadaan
sistem saraf pada mulanya.3
Tanda-Tanda Vital
Page | 5

Sesudah penampakan umum janin dievaluasi, pemeriksaan harus diteruskan dengan


penilaian tanda-tanda vital, terutama frekuensi jantung (frekuensi jantung normal 120-160
denyut/menit), frekuensi pernapasan (frekuensi normal 30-60 pernapasan/menit), suhu (biasanya
pada mulanya dilakukan pengukuran per rektal dan kemudian melalui aksila), dan tekanan darah
(sering dicadangkan untuk bayi sakit). Selain itu, panjang tubuh, berat badan, dan lingkar kepala
harus diukur dan dicatat pada kurva pertumbuhan untuk menentukan apakah pertumbuhan
normal, terlalu cepat, atau terlambat menurut usia kehamilan tertentu.3
Usia Kehamilan
Usia kehamilan ditentukan dengan penilaian bebagai tanda fisik dan tanda-tanda
neurologis yang bervariasi menurut usia dan maturitas janin. Kriteria fisik merupakan tandatanda yang matur seiring bertambahnya usia janin. Skor kumulatif dikorelasikan dengan usia
kehamilan, yang biasanya akurat sampai 2 minggu. Penilaian usia kehamilan memungkinkan
deteksi pola pertumbuhan janin abnormal sehingga membantu memprediksi komplikasi neonatus
akibat besar atau kecil menurut usia kehamilan.3

Tabel I. Maturasi fisik3

Page | 6

Tabel II. Maturitas neomuskular3

Skor APGAR
Sistem penilaian ini adalah alat klinis yang berguna untuk mengidentifikasikan neonatus
yang membutuhkan resusitasi serta menilai efektivitas setiap tindakan resusitasi. Penilaian ini
terdiri dari lima karakteristik : jantung, usaha bernapa, tonus otot, reflex iritabilitas, dan warna
dinilai dan diberi angka 0 hingga 2 . Nilai total, berdasarkan jumlah dari lima komponen
tersebut, ditentukan pada menit ke-1 dan ke-5 setelah pelahiran.5
Skor Apgar menit ke-1 mencerminkan kebutuhan resusitasi segera. Skor menit ke-5 dan
khususnya perubahan dalam skor antara menit 1 dan 5 adalah indeks efektivitas yang berguna
terhadap upaya resusitasi. Skor Apgar menit ke-5 juga memiliki makna prognostic untuk
Page | 7

kelangsungan hidup bayi berkaitan erat dengan kondisi bayi di ruang bersalin. Karena beberapa
elemen skor Apgar bergantung sebagian pada kematangan fisiologis bayi baru lahir, bayi kurang
bulan yang sehat dapat menerima skor rendah hanya karena ketidakmatangan.5
Tabel III. Sistem Skor Apgar5
Tanda

0 poin

1 poin

Activity

Lunak

Beberapa

(tonus otot)
Pulse

Tidak ada

fleksi
<100 denyut per menit

>100 denyut per menit

(denyut jantung)
Grimace

Tidak ada respons

Menyeringai (grimace)

Menangis aktif

(refleks iritabilitas)
Appearance

Biru, pucat

Badan berwarna merah

Merah

Tidak ada

muda, alat gerak biru


Lambat, tak teratur

seluruhnya
Baik, menangis

(warna kulit)
Respiration

2 poin
ekstrimitas

Gerakan aktif

muda

(usaha bernapas)

III.Pemeriksaan Penunjang
Tes Kematangan Paru
Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah Tes Kematangan
Paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur yang mengancam jiwa untuk mencegah
terjadinya Neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS). Tes tersebut diklasifikasikan sebagai
tes biokimia dan biofisika.6
Tes Biokimia (Lesithin - Sfingomyelin rasio)
Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan
amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolak ukur kematangan paru, dengan
cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin dari cairan amnion. Tes ini pertama kali
diperkenalkan oleh Gluck dkk tahun 1971, merupakan salah satu test yang sering digunakan dan
sebagai standarisasi tes dibandingkan dengan tes yang lain. Rasio Lesithin dibandingkan
Sfingomyelin ditentukan dengan thin layer chromatography (TLC). Cairan amnion disentrifus
dan dipisahkan dengan pelarut organik, ditentukan dengan chromatography dua dimensi; titik
lipid dapat dilihat dengan ditambahkan asam sulfur atau kontak dengan uap iodine. Kemudian
Page | 8

dihitung rasio lesithin dibandingkan sfingomyelin dengan menentukan fosfor organik dari
lesithin dan sfingomyelin.
Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif merupakan komponen
non spesifik dari cairan amnion. Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal
adalah < 0,5 pada saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1 pada usia
gestasi 32 minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris
disebutkan bahwa Neonatal RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2. Beberapa
penulis telah melakukan pemeriksaan rasio L/S dengan hasil yang sama. Suatu studi yang
bertujuan untuk mengevaluasi harga absolut rasio L/S bayi immatur dapat memprediksi
perjalanan klinis dari neonatus tersebut di mana rasio L/S merupakan prediktor untuk kebutuhan
dan lamanya pemberian bantuan pernapasan. Dengan melihat umur gestasi, ada korelasi terbalik
yang signifikan antara rasio L/S dan lamanya hari pemberian bantuan pernapasan.Adanya
mekonium dapat mempengaruhi hasil interpretasi dari tes ini. Pada studi yang dilakukan telah
menemukan bahwa mekonium tidak mengandung lesithin atau sfingomyelin, tetapi mengandung
suatu bahan yang tak teridentifikasi yang susunannya mirip lesithin, sehingga hasil rasio L/S
meningkat palsu.
Test Biofisika
Shake test diperkenalkan pertama kali oleh Clement pada tahun 1972. Test ini
berdasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat dan menjaga agar gelembung
tetap stabil. Dengan mengocok cairan amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan
pembentukan gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam empedu
dan asam lemak bebas. Pengenceran secara serial dari 1 ml cairan amnion dalam saline dengan 1
ml ethanol 95% dan dikocok dengan keras. Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran
lebih dari 2 kali (cairan amnion : ethanol) merupakan indikasi maturitas paru janin. Pada
kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi positip yang tepat dengan resiko yang kecil
untuk terjadinya neonatal RDS.
Analisa Gas Darah
Periode perinatal adalah salah satu perubahan mendasar dalam status kardiorespirasi
bayi . Pertukaran gas pernapasan , sebelumnya fungsi plasenta , harus ditetapkan oleh paru-paru
dalam beberapa menit setelah lahir . Sistem kardiovaskular mengalami perubahan sama dramatis.
Page | 9

Oleh karena itu , sering terjadi kesulitan dan serius dalam adaptasi kardiorespirasi pada periode
perinatal dan neonatus. Pengukuran gas darah merupakan teknik pemantauan non-invasif,
menyediakan informasi penting untuk penilaian pasien , pengambilan keputusan terapi , dan
prognosis. Pengukuran gas darah mempunyai kesulitan dalam pengambilan sampel darah dari
arteri dan volume darah yang sedikit.7
Nilai normal untuk gas darah arteri sangat tergantung pada usia postnatal. Nilai-nilai
PaO2 dan SaO2 mungkin juga lebih rendah pada bayi prematur , yang disebabkan oleh fungsi
paru-paru berkurang , dan pada ketinggian tinggi yang disebabkan oleh berkurangnya tekanan
oksigen terinspirasi . Metode yang paling akurat untuk mengukur PaO2 dan SaO2 melibatkan
penempatan kateter pada aorta melalui arteri umbilikalis atau dalam arteri perifer. Namun ,
penggunaan kateter tersebut harus dibatasi pada neonatus yang kritis karena seringnya
komplikasi trombotik dan infeksi.7
Radiografi Thoraks
Radiografi thorak pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran
ground-glass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran air
bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkioli yang terisi udara didepan alveoli yang
kolap. Bayangan jantung bisa normal atau membesar. Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh
asfiksi prenatal, diabetes maternal, patent ductus arteriosus (PDA), kemungkinan kelainan
jantung bawaan. Temuan ini mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi
mekanik yang adekuat.3
Gangguan Pernapasan
Distress pernapasan yang menjadi nyata dengan takipnea, retraksi intercostal, penurunan
pertukaran udara, sianosis, mendengkur saat ekspirasi, dan perlebaran cuping hidung merupakan
respon non spesifik terhadap penyakit berat. Tidak semua gangguan yang menyebabkan distress
pernapasan neonatus merupakan penyakit paru primer.3
IV. Diagnosis Kerja
Dari skenario didapat diagnosa neonatus kurang bulan kecil masa kehamilan (NKB-KMK)
dengan Rerspiratory Distress Syndrome.

Page | 10

Sindrom gawat nafas atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada neonatus yang juga
disebut sebagai Hyaline Membrane Dosease (HMD), merupakan suatu penyakit paru-paru akut
pada neonatus yang disebabkan karena kekurangan surfaktan, terutama bayi prematur, dimana
suatu membran yang tersusun atas protein dan sel-sel mati melapisi alveoli sehingga membuat
kesulitan untuk terjadinya pertukaran gas.3
V. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, RDS diperkirakan terjadi pada 20.000-30.000 bayi baru lahir tiap tahunnya
dan merupakan komplikasi dari 1% kehamilan. Kira-kira 50% kelahiran neonates yang lahir
pada usia kehamilan 26-28 minggu mengalami RDS, dan kurang dari 30 % neonatus premature
usia kehamilan 30-31 minggu mengalami keadaan ini.
Pada satu laporan, angka kejadian RDS sekitar 42% pada infant 501-1500g, dengan 71%
dilaporkan pada berat badan 501-750 gram, 54% yang berat badan 751-1000g, 36% yang berat
badannya 1001-1250g, dan 22% pada 1251-1500g. RDS lebih jarang ditemukan di negara
berkembang dibanding lainnya, terutama karena kebanyakan infant premature yang kecil untuk
masa kehamilan mengalami stress di dalam rahim karena diinduksi oleh hipertensi. Tambahan,
juga dikarenakan pada wilayah ini kebanyakan persalinan dilakukan didalam rumah, sehingga
pencatatatannya buruk.8

VI. Etiologi dan Patofisiologi


Sindroma distress pernapasan disebabkan oleh desfisiensi surfaktan paru yang
menyebabkan atelectasis, suatu penurunan kapasitas residual fungsional, hipoksemia arteri dan
distress pernapasan. Selain defisiensi perkembangan, sintesis surfaktan dapat menurun akibat
hipovolemia, hipotermia, asidosis, hipoksemia, dan gangguan genetik sintesis surfaktan yang
langka. Faktor-faktor ini juga menyebabkan vasospasme arteri pulmoner, yang turut dapat
menyebabkan RDS pada bayi premature yang lebih besar yang otot polos arterol pulmonernya
telah cukup untuk menyebabkan vasokonstriksi. Atelektasis akibat defisiensi surfaktan
menyebabkan alveolus diperfusi. Ketika atelectasis bertambah, paru-paru menjadi makin sukar
mengembang, dan kelenturan paru-paru menurun. Karena dinding dada bayi premature amat
Page | 11

lentur, bayi berupaya mengatasi penurunan kelenturan paru dengan meningkatakan tekanan
inspirasi mengakibatkan retraksi dinding dada menyebabkan pertukaran udara yang buruk,
peningkatan ruangan mati (dead space) fisiologis, hipoventilasi alveolar, dan hiperkapnia.3,5
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding
thoraks

masih

lemah,

produksi

surfaktan

kurang

sempurna.

Kekurangan

surfaktan

mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.3,5
Surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara
makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh
sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara
histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem
interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel
alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi
surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian
distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline
yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik
dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah
kompleks.3
VII. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda RDS dapat memburuk segera dalam ruang persalinan pada bayi yang sangat
imatur usia kehamilan 26-30 minggu. Namun, beberapa bayi yang lebih matur (kehamilan 34
minggu) mungkin tidak menunjukan tanda-tanda RDS sampai 3-4 jam sesuadah lahir.
Manifestasi RDS meliputi sianosis, takipnea, pelebaran cuping hidung, retraksi intercostal dan
sternal, serta suara merengek yang disebut mendengkur (grunting). Mendengkur diakibatkan
penutupan sebagian glotis selama ekspirasi yang menyebabkan tekanan jalan napas akhirPage | 12

ekspirasi lebih tinggi sehingga dapat memperbaiki atelectasis. Atelektasis dapat terdokumentasi
dengan baik melalui pemeriksaan radiografik dada.3
Selama 72 jam pertama, bayi dengan RDS mengalami peningkatan distress dan
hipoksemia. Pada bayi dengan RDS berat, perkembangan edema, apnea, dan kegagalan
pernapasan memerlukan ventilasi mekanik.3
VIII. Penatalaksanaan dan Pencegahan
Cara pencegahan RDS yang sangat penting meliputi pencegahan kelahiran premature
baik akibat seksio sesarea elektif maupun persalinan prematut. Strategi untuk mencegah
kelahiran prematur meliputi pengikatan serviks ibu, tirah baring, pengobatan infeksi, dan
pemberian obat tokolitik. Sebagai tambahan, pencegahan stres dingin pada neonatus, asfiksia
lahir, dan hipovolemia menurunkan risiko Respiratory Distress Syndrome. Bila kelahiran
prematur tidak dapat dihindari, pemberian kortikosteroid antenatal (misalnya betametason) pada
ibu (dan dengan demikian untuk janin) merangsang paru janin memproduksi surfaktan;
pendekatan ini membutuhkan beberapa dosis minimal selama 48 jam.9
Setelah lahir, RDS dapat dicegah atau derajat keparahannya dapat dikurangi dengan
pemberian surfaktan eksogen intratrakeal segera setelah lahir di kamar bersalin atau dalam
beberapa jam setelah lahir. Saat ini dipilih surfaktan yang berasal dari mamalia. Surfaktan
eksogen dapat diberikan berulang selama perjalanan RDS pada pasien yang terpasang intubasi
endotrakeal, ventilasi mekanik, dan terapi oksigen. Tatalaksana tambahan mencakup perawatan
suportif umum dan perawatan ventilasi.9
Kadar Pao2 harus dipertahankan antara 60 dan 70 mmHg (saturasi oksigen 90%), dan pH
harus dipertahankan lebih dari 7,25. Peningkatan konsentrasi oksigen inspirasi yang hangat dan
dilembabkan melalui headbox atau nasal kanul mungkin sudah cukup untuk bayi prematur yang
lebih besar. Apabila terdapat hipoksemia (PaO2 <50 mmHg), dan kebutuhan konsentrasi oksigen
inspirasi mencapai 70% sampai 100%, CPAP nasal harus ditambahkan dengan tekanan 8 sampai
10 cm H2O. Bila terjadi gagal napas (Pco2) >60 mmHg, pH <7.20, dan Pao2 <50 mmHg dengan
oksigen 100%), bantuan ventilasi dengan respirator merupakan indikasi. Ventilator laju
konvensional (25 sampai 60 napas/menit), jet frekuensi tinggi (150 sampai 600 napas/menit), dan
osilator (900 sampai 3000 napas/menit) telah berhasil menangani gagal napas yang disebabkan
RDS berat. Pengaturan awal yang dianjurkan pada ventilator konvensional adalah fraksi oksigen
Page | 13

inspirasi, 60% sampai 100%; tekanan puncak inspirasi (TPI) 20 sampai 25 cm H 2O; tekanan
positif akhir ekspirasi (TPAE), 5 cm H2O; dan frekuensi napas, 30 sampai 50 napas/menit.9
Sebagai respons terhadap hiperkapnia persisten, ventilasi alveolar (volume tidal ruang
mati x frekuensi) harus ditingkatkan. Ventilasi dapat ditingkatkan dengan menambah laju
ventilator atau volume tidal, yang merupakan gradien antara TPI dan TPAE. Sebagai respons
terhadap hipoksia, kandungan oksigen inspirasi dapat ditingkatkan. Dengan kata lain, derajat
oksigenisasi tergantung pada tekanan rerata jalan napas. Tekanan rerata jalan napas secara
langsung berhubungan dengan TPI, TPAE, aliran, dan rasio inspirasi terhadap ekspirasi (rasio
I:E). Peningkatan tekanan rerata jalan napas dapat memperbaiki oksigenisasi dengan
memperbaiki volume paru, meningkatkan keseimbangan antara venilasi-perfusi. Karena sulit
untuk membedakan sepsis dan pneumonia dari RDS, antibiotik parenteral spektrum luas
(ampisilin dan gentamisin) diberikan selama 48 sampai 72 jam, sambil menunggu tumbuhnya
organisme pada kultur darah yang telah diambil sebelumnya.9
IX. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi:3,9
1

Ruptur alveoli: Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,


pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk

dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasif

seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat respirasi.


Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan intraventrikuler terjadi
pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi

mekanik.
PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan
RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam
paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi:3,9

Page | 14

Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan


pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan

menurunnya masa gestasi.


Retinopathy premature. Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi.

X. Progonis
Tergantung prematuritas dan berat ringannya penyakit. Bila penyakitnya ringan
penyembuhan dapat terjadi pada hari ke 3-7. Namun dengan perawatan yang intensif,
mortalitasnya dapat menurun. Bayi yang sembuh mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang seperti bayi prematur lain yang tidak mengalami Respiratory Distress Syndrome.
XI. Diagnosis Banding
Transient Tachypnea of The Newborn
Takipnea transien pada neonatus (TTN) merupakan kondisi yang dapat sembuh spontan
yang ditandai dengan takipnea, retraksi ringan, hipoksia, dan terkadang merintih, biasanya tanpa
tanda-tanda distres pernapasan berat. Sianosis, bila ada biasanya membutuhkan terapi oksigen
suplemental pada kisaran 30% sampai 40%. Takipnea sementara pada bayi baru lahir biasanya
terjadi pada bayi prematur yang lebih besar dan pada bayi cukup bulan yang lahir secara partus
presipitatus atau seksio sesar tanpa proses persalinan sebelumnya. Bayi dari ibu diabetes dan
bayi dengan kemampuan bernapas yang buruk akibat perpindahan obat-obatan analgesik melalui
plasenta berisiko untuk mengalami TTN. TTN dapat disebabkan oleh sisa cairan paru atau
resorpsi lambat dari cairan paru. Foto dada menunjukkan tanda vaskular sentral yang menonjol,
cairan di fisura paru aerasi berlebihan, dan terkadang efusi pleura kecil. Bronkogram udara dan
pola retikulogranular tidak terlihat; gambaran tersebut menujukkan proses paru lain seperti RDS
atau pneumonia.9
Sindrom Aspirasi Mekonium

Page | 15

Cairan ketuban bercampur mekonium terlihat pada 15% persalinan, terutama persalinan
cukup bulan dan lebih bulan. Walaupun keluarnya mekonium ke cairan ketuban umum terjadi
pada bayi yang baru lahir dengan presentasi bokong, cairan bercampur mekonium harus
dianggap tanda klinis gawat janin pada semua bayi. Keberadaa mekonium pada cairan ketuban
menunjukkan distres dalam kandungan akibat asfiksia, hipoksia, dan asidosis.9
Aspirasi cairan ketuban yang telah terkontaminasi oleh partikel mekonium dapat terjadi
dala kandungan pada bayi distres yang mengalami gasping; atau lebih sering aspirasi mekonium
ke dalam paru terjadi segera setelah kelahiran. Bayi yang terkena menunjukkan foto dada
abnormal, dengan insidens tinggi dari pneumonia dan pneumotoraks.9
Pneumonia aspirasi mekonium ditandai oleh takipnea, hipoksia, hiperkapnia, dan
obstruksi jalan napas kecil yang menyebabkan efek ball-valve, sehingga udara terperangkap,
distensi berlebih, dan kebocoran udara ektra-alveolar. Obstruksi jalan napas kecil yang
menyebabkan atelektasis. Selama 24 sampai 48 jam, pneumonia kimiawi sering terjadi sebagai
tambahan efek mekanik dari obstruksi jalan napas. Fungsi paru abnormal dapat disebabkan oleh
mekonium melalui inaktivasi surfaktan. Hipertensi paru primer pada neonatus (HPPN) sering
menyertai aspirasi mekonium, dengan pirau kanan-ke-kiri akibat resistensi vaskular paru yang
meningkat. Foto dada menunjukkan bercak infiltrat, distensi berlebih, pendataran diafragma,
diameter anteroposterior meningkat, serta tingginya insidens pneumomediastinum dan
pneumotoraks. Penyakit penyerta meliputi penyakit yang berhubungan dengan asfiksisa dalam
kandungan yang mengawali pengeluaran mekonium.9
Tatalaksana aspirasi mekonium meliputi perawatan suportif umum dan bantuan ventilasi.
Bayi dengan gambaran seperti HPPN harus diterapi sebagai HPPN. Apabila hipoksia berat tidak
membaik dengan ventilasi konvensional atau frekuensi tinggi, terapi surfaktan dan inhalasi nitric
oxide atau extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) dapat membantu.9
Pencegahan sindrom aspirasi mekonium mencakup pemantauan keadaan dalam
kandungan secara seksama untuk mencegah asfiksia. Jika ditemukan cairan ketuban bercampur
mekonium, dokter ahli kebidanan harus mengisap orofaring bayi sebelum melahirkan sisa tubuh
bayi. Apabila bayi terlihat lemah dengan tonus yang buruk, usaha napas minimal, dan sianosis,
orofaring bayi harus diisap, pita suara divisualisasi dan daerah di bawah pita suara diisap untuk
mengeluarkan mekonium dari trakea.Prosedur ini dapat diulang dua sampai tiga kali selama
Page | 16

masih terdapat meconium, sebelum menstimulasi bayi untuk bernapas atau memulai bantuan
ventilasi.9
Penutup
Kesimpulan
Pada kasus, pasien neonatus kurang bulan dan kecil untuk masa kehamilan mengalami
Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau yang dikenal dengan Hyaline Membrane Disease
(HMD). RDS ini terjadi terutama pada bayi prematur. Pada pasien dengan RDS didapatkan
sianosis, takipnea, pelebaran cuping hidung, retraksi intercostal dan sternal, serta suara
mendengkur. Hal yang dapat dilakukan pada RDS yaitu pemberian surfaktan serta ventilator
dengan respirator. Prognosis pasien RDS bervariasi bergantung pada maturitas paru dan
komplikasi yang telah terjadi.

Daftar Pustaka
1. Honrubia D, Stark AR. Respiratory distress syndrome. Dalam : Cloherthy J, Eichenwald
EC, Stark AR. editor. Manual of neonatal care. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2004, p.341-61.
2. Miall L, Rudolf M, Levene M. Paediatrics at a glance. Second edition. USA: Blackwell
Publishing; 2007, p.53.
3. Behrman RE, Kliegman RM. Esensi pediatri Nelson. Ed.4. Jakarta: EGC; 2010, h.212229.
4. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Ed.2. Jakarta:
Sagung Seto; 2009, h.146-158.

Page | 17

5. Cunningham FG, Leveno, Hauth, Rouse, Spong. Obstetri Williams. Ed.23. Vol.1. Jakarta:
EGC;2012, h.618-34.
6. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Hyaline membran disease (respiratory distress
syndrome). 5th ed. London: McGraw-Hill; 2004, h.539-43.
7. Brouillette RT and Waxman DH. Evaluation of the newborns blood gas status. Diunduh
dari : http://www.clinchem.org/content/43/1/215.full , 25 Mei 2014.
8. Pramanik AK. Respiratory distress syndrome. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview#aw2aab6b2b4aa , 25 Mei 2014.
9. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak
esensial. Ed.6. Jakarta: IDAI; 2014, h.265-70.

Page | 18

Anda mungkin juga menyukai